PRINSIP KERJA SPHEROMETER DAN OSILOSKOP Makalah
oleh 1. IRVAN PRAKOSO
(16030184088)
2. RIZKI NUR FADILLAH
(16030184089)
3. WAHYU INDA SAFITRI
(16030184090)
4. MOH. TEGAR ABADI
(16030184091)
KELAS PFC 2016
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN FISIKA PRODI PENDIDIKAN FISIKA 2016
SPHEROMETER
Pengertian Spherometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur jari-jari kelengkungan permukaan lensa. Alat ini pertama kali dibuat tahun 1810 oleh ahli optic Perancis bernama Robert Aglae Cauchiox. Spherometer merupakan alat ukur pajang yang memiliki empat buah kaki yaitu 3 buah kaki tetap dan satu kaki lainnya yang dapat bergerak naik atau turun yang terletak di tengah-tengah ketiga kaki tetap. Spherometer memiliki 2 skala pengukuran yaitu skala utama dan skala nonius.
Cara Menggunakan Spherometer Spherometer diletakkan di atas pelat alas datar, kemudian putarlah sekrup hingga spherometer tak dapat bergerak atau berputar ini adalah posisi awal (titik nol). Putarlah sekrup naik (maksimal), selanjutnya letakkan benda yang akan diukur tebalnya di bawah sekrup kemudian putar sekrup pada posisi balik sampai ujung bawah sekrup menyinggung atau mengenai benda.
Kecepatan Sekrup Yang dimaksud dengan kecepatan sekrup adalah jumlah putaran per satuan panjang yakni naik-turunnya sekrup. Kecepatan sekrup dapat ditentukan dengan dua metode sebagai berikut: 1. Menentukan lubang-lubang sekrup persatuan panjang 2. Menentukan jumlah putaran dengan memutar keping, dan mengukur naik- turunnya sekrup.
Bagian-bagian dari Spherometer 1. Sebuah lingkaran dasar tiga kaki luar, cincin atau setara. Bola memiliki radius lingkaran dasar. Perhatikan bahwa luar kaki dari spherometer ditampilkan dapat di pindahkan kebagian dalam set lubang untuk mengakomodasi lensa kecil. Hal ini juga berlaku dari spherometer tua dilaboratorium. 2. Sebuah kaki pusat, yang dapat dinaikkan atau menurunkan. 3. Sebuah perangkat membaca untuk mengukur jarak kaki sentral pindah pada spherometer baru, skala vertical ditandai dalam satuan 0,5 mm. salah lengkap
pergantian tombol juga sesuai dengan 0,5 mm dan setiap wisuda kecil ini merupakan 0,005 mm. Kecil pada tua spherometer adalah 0,001 mm.
Metode dalam Penggunaan Spherometer Mengkalibrasi alat, yaitu spherometer diletakkan di tempat (alas) yang rata dan pemutar keping skala datar diputar sampai ujung kaki bergerak menyentuh alas dan skala nol pada nonius tepat berimpit dengan skala nol pada skala utama. Kemudian putar pemutar hingga terdengar bunyi klik 1 kali. Jika memakai alas dari kaca plan parallel, maka pada saat bayangan ujung kaki bergerak berhimpit dengan ujung kaki itu menandakan bahwa ujung kaki tersebut sudah tepat menyinggung/ menyentuh alas jika tidak memakai kaca plan paralel, maka pada saat pemutar diputar ternyata kaki spherometer akan ikut berputar berarti ujung kaki bergerak sudah menyentuh alas. Sekrup pemutar diputar sehingga jarak antara ujung pemutar dengan alas dapat ditempati oleh benda yang mau diukur tebal atau kelengkungannya. Benda yang akan diukur tebal atau kelengkungannya diletakkan di antara alas dan ujung pemutar. Sekrup pemutar diputar sampai ujung pemutar tepat menyentuh permukaan benda yang diukur.
Persamaan Rumus
R=
r2 h + 2 h 2h
dengan, R
: Jari-jari Bola
h
: Tinggi Hasil Pengukuran
r
: Jarak Sekrup Tengah dengan Sekrup Luar
Pengukuran Ketebalan Suatu Pelat Tipis Untuk mengukur ketebalan suatu lempengan atau pelat tipis, spherometer ditempatkan di atas suatu tempat yang tepat (rata) permukaannya. Selanjutnya, putar sekrup sampai menyentuh permukaan tersebut. Amati skala utama yang berhimpit dengan skala pada piringan spherometer, kemudian membaca hasil bagi skala utama dengan skala pada piringan spherometer. Setelah itu, sekrup diputar hingga tidak lagi menyentuh permukaan tersebut. Selanjutnya, selipkan lempengan atau pelat tipis yang akan diukur ketebalannya, putar kembali sekrup hingga menyentuh permukaan lempengan atau pelat tipis tersebut. Amati kembali skala utama yang berhimpit dengan skala pada piringan spherometer, kemudian membaca hasil bagi skala utama dengan skala pada piringan spherometer. Perbedaan (dalam hal ini selisih) dari kedua hasil pembacaan tersebut adalah ketebalan lempengan atau pelat tipis yang diukur.
Cara
Membaca
dan
Menuliskan
Hasil
Pengukuran 1. Pengukuran Jari-jari (Radius) Permukaan Suatu Lensa Untuk cara pembacaan, skala utama (dalam mm) berhimpit dengan skala pada piringan sperometer (sebagai h). Skala pada piringan spherometer dikalikan ketelitian spherometer. Sedangkan jarak antar kaki spherometer (sebagai a). Setelah hasil pembacaan skala tersebut dimasukkan ke dalam suatu persamaan R, didapatlah hasil pengukuran jari-jari (radius) permukaan lensa. 2. Pengukuran Ketebalan Suatu Lempengan atau
Pelat
Tipis
Untuk cara pembacaan, skala utama (dalam mm) berhimpit dengan skala pada piringan spherometer. Skala pada piringan spherometer dikalikan ketelitian spherometer. Hasil pengukuran ketebalan lempengan atau pelat tipis adalah perbedaan (dalam hal ini selisih) hasil bagi skala utama dan skala pada piringan spherometer sebelum diselipkan lempengan atau pelat tipis dengan hasil bagi
skala utama dan skala pada piringan spherometer sesudah diselipkan lempengan atau pelat tipis.
OSILOSKOP
Pengertian Osiloskop adalah alat ukur besaran listrik yang dapat memetakan sinyal listrik. Pada kebanyakan aplikasi, grafik yang ditampilkan memperlihatkan bagaimana sinyal berubah terhadap waktu. Osiloskop sangat penting untuk analisa rangkaian elektronik. Osiloskop penting bagi para montir alat-alat listrik, para teknisi dan peneliti pada bidang elektronika dan sains karena dengan osiloskop kita dapat mengetahui besaran-besaran listrik dari gejalagejala fisis yang dihasilkan oleh sebuah transducer. Para teknisi otomotif juga memerlukan alat ini untuk mengukur getaran/vibrasi pada sebuah mesin. Jadi dengan osiloskop kita dapat menampilkan sinyal-sinyal listrik yang berkaitan dengan waktu. Dan banyak sekali teknologi yang berhubungan dengan sinyal-sinyal tersebut. Cathode Ray Iscilloscope (CR) atau osiloskop sinar katoda atau sering disebut sebagai osiloskop saja adalah sebuah alat elektronika untuk melihat bentuk signal tegangan, mengukur harga tegangannya dan mengukur harga durasi atau frekuensinya bila signal tegangannya berulang secara periodic. Beda fase antara dua deretan gelombang sinusoida yang sama dapat juga diukur dengan alat ini.
Kelebihan CRO terhadap multimeter sebagai pengukur tegangan adalah bahwa CRO merupakan alat ukur peka tegangan (a voltage sensitive instrumen) yang mempunyau impedansi masukan yang cukup tinggi hingga hamper-hampir tidak menarik arus dari system yang diukur (bandingkan dengan voltmeter ideal). Selain itu untuk pengukuran besaran bolak-balik, multimeter hanya dapat dengan benar dipakai bila frekuensi dari besarannya pada 50 Hz, sedangkan dengan CRO dari frekuensi 0 (tegangan searah) sampai ribuan Hertz. Signal yang muncul sekali saja dan dengan durasi yang sangat pendek (orde mikrosekon) dalam satu eksperimen, dapat juga diamati dengan osiloskop stroge. Bagian utama dari CRO adalah tabung vakum yang disebut sinar katoda (Cathoda Ray Tube, CRT) yang mempunyai sumber yang memancarkan electron-elektron (meriam electron, electron gun) suatu layar (tabir) bagian dalam dari layar tersebut diberi lapisan tipis zat pendar, zat ini mengeluarkan cahaya jika terkena tumbukan electron. Pada dasarnya osiloskop adalah alat ukur tegangan. Sekali anda mengukur tegangan, maka besaran lain diketahui melalui perhitungan. Sebagai contoh pengukuran arus dengan menerapkan Hukum Ohm arus dapat diketahui melalui pengukuran tegangan dan membaginya dengan besar hambatan yang digunakan. Penerapan perhitungan juga dilakukan untuk arus AC tetapi tentunya akan lebih rumit, tetapi pada intinya adalah bahwa dengan mengukur tegangan sebagai langkah awal, maka besaran lain dapat diketahui melalui perhitungan.
Kegunaan Osiloskop
Untuk menyelidiki gejala yang bersifat periodik.
Untuk melihat bentuk gelombang kotak dari tegangan
Untuk menganalisis gelombang dan fenomena lain dalam rangkaian elektronika
Dapat melihat amplitudo tegangan, periode, frekuensi dari sinyal yang tidak diketahui
Untuk melihat harga-harga momen tegangan dalam bentuk sinus maupun bukan sinus
Digunakan untuk menganalisa tingkah laku besaran yang berubah-ubah terhadap waktu, yang ditampilkan pada layar
Mengetahui beda fasa antara sinyal masukan dan sinyal keluaran.
Mengukur keadaan perubahan aliran (phase) dari sinyal input
Mengukur Amlitudo Modulasi yang dihasilkan oleh pemancar radio dan generator pembangkit sinyal
Mengukur tegangan AC/DC dan menghitung frekuensi
Prinsip Kerja Bergantung kepada pengaturan skala vertical (volts/div), attenuator akan memperkecil sinyal masukan sedangkan amplifier akan memperkuat sinyal masukan. Selanjutnya sinyal tersebut akan bergerak melalui keeping pembelok vertical dalam CRT (Cathode Ray Tube). Tegangan yang diberikan pada pelat tersebut akan mengakibatkan titik cahaya bergerak (berkas electron yang menumbuk fosfor dalam CRT akan menghasilkan pendaran cahaya). Tegangan positif akan menyebabkan titik tersebut naik sedangkan tegangan negative akan menyebabkan titik tersebut turun. Secara bersamaan kerja system penyapu horizontal dan pembelok vertical akan menghasilkan pemetaan sinyal pada layar. Trigger diperlukan untuk menstabilkan sinyal berulang. Untuk meyakinkan bahwa sapuan simulai pada titik yang sama dari sinyal berulang. Pada saat menggunakan osiloskop perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Tentukan skala sumbu Y (tegangan) dengan mengatur posisi tombol Volt/Div pada posisi tertentu. Jika sinyal masukannya diperkirakan cukup besar, gunakan skala Volt/Div yang besar. Jika sulit memperkirakan besarnya tegangan masukan, gunakan attenuator 10 x (peredam sinyal) pada probe atau skala Volt/Div dipasang pada posisi paling besar. 2. Tentukan skala Time/Div untuk mengatur tampilan frekuensi sinyal masukan.
3. Gunakan tombol Trigger atau hold-off untuk memperoleh sinyal keluaran yang stabil 4. Gunakan tombol pengatur focus jika gambarannya kurang focus. 5. Gunakan tombol pengatur intensitas jika gambarnya sangat / kurang terang.
Jenis-jenis Osiloskop Dalam bidang elektronika, osiloskop merupakan instrument ukur yang memiliki posisi yang sangat vital mengingat sifatnya yang mampu menampilkan bentuk gelombang yang dihasilkan oleh rangkaian yang sedang diamati. Dewasa ini secara prinsip ada dua tipe osiloskop, yakni tipe analog (ART – analog real time oscilloscope), dan tipe digital (DSO – digital storage oscilloscope), masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan. Para insinyur, teknisi maupun praktisi yang bekerja di laboraturium perlu mencermati karakter masing-masing agar dapat memilih dengan tepat osiloskop mana yang sebaiknya digunakan dalam kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan rangkaian elektronik yang sedang diperiksa atau di uji kinerjanya. Untuk itulah disini akan ditinjau karakter masing-masing tipe osiloskop tersebut. 1. Osiloskop Analaog (ART) Osiloskop tipe waktu nyata analog (ART) menggambar bentuk-bentuk gelombang listrik dengan melalui gerakan pancaran electron (electron beam) dalam sebuah tabung sinar katoda (CRT – Cathode Ray Tube) dari kiri ke kanan. Pancaran electron dari bagian senapan electron (electron gun) yang membentur atau menumbuk dinding dalam tabung tersebut. Mengeksitasi electron dalam lapisan fosfor pada layar tabung mengeksitasi electron dalam lapisan fosfor pada layar tabung sehingga terjadi perpendaran atau nyala pada layar yang menggambarkan bentuk dasar gelombang. Kesimpulannya, gambar yang diragakan oleh ART kadang begitu redupnya sehingga sulit untuk dilihat baik karena sinyal masukannya mempunyai sisi-sisi yang begitu cepat (seperti halnya gelombang kotak dari suatu astable multivibrator yang bagian sisi tegak gelombangnya hamper tak terlihat), atau karena gelombang repetitive menghasilkan event-event tertentnu yang demikian jarangnya. Cahaya yang dihasilkan oleh fosfor mempunyai waktu hidup yang sangat pendek setelah pancaran electron berlalu. Untuk fosfor yang sering digunakan
pada CRT yakni P31, cahaya yang dihasilkan akan turun sampai ke suatu harga masih dapat dilihat dengan nyaman dalam ruang yang bercahaya sedang, dalam waktu 38 mikrodetik. Jika laju kecepatan pancaran electron untuk mengeksitasi ulang terjadi di bawah 1/38 mikrodetik atau 26 kHz, maka akan terjadi penurunan cahaya secara dramatis di layar. Kedipan (flicker) merupakan suatu fenomena lain yang membatasi kinerja CRT. Jika laju eksitasi ulang jatuh dibawah harga minimum tertentu, umumnya sekitar 15 sampai 20 Hz, maka akan terjadi kedipan, yakni peragaan di layar akan tampak nyala dan padam.
2. Osiloskop Digital (DSO) DSO mempunyai dua cara untuk menangkap atau mencuplik gelombang, yakni dengan teknik single shot atau real time sampling. Dengan kedua teknik ini, osiloskop memperoleh semua cuplikan dengan satu event picu. Sayangnya laju cuplik DSO membatasi lebar pita osiloskop ketika beroperasi dalam waktu nyata (real time). Secara teori (sesuai dengan Nyquist samplinjg theorema), osiloskop digital membutuhkan masuka dengan sekurang-kurangnya dua cuplikan per periode gelombang untuk merekontruksi suatu bentuk gelombang. Dalam praktek, tiga atau lebih cuplikan per periode menjamin akurasi akuisisi. Jika pencuplik tidak dapat sama cepat dengan sinyal masukannya, osiloskop tidak akan dapat mengumpulkan suatu jumlah yang cukup berakibat menghasilkan suatu peragaan yang lain dari bentuk gelombang aslinya. Yakni osiloskop akan menggambarkan struktur keseluruhan sinyal masukan pada suatu frekuensi yang jauh lebih rendah dari frekuensi sinyal sesungguhnya. Kebanyakan DSO, apakah ia menggunakan teknik real time atau equivalent time akan mencuplik pada laju maksimum tanpa mengacu berapa dasar waktu (time base) yang dipilih. Pada kecepatan sapuan yang lebih rendah osiloskop digital menerima jauh lebih banyak cuplikan daripada yang dapat disimpannya. Tergantung pada model akuisisi yang kita pilih, suatu DSO akan membuang cuplikan ekstra atau menggunakannya untuk pemprosesan sinyal-
sinyal tambahan seperti deteksi puncak gelombang (peak detect), maupun sampul gelombang (envelope).
Cara Mengkalibrasi Osiloskop Langkah pertama yang harus kita lakukan yaitu pengkalibrasian. Setelah anda mengkoneksikan osiloskop ke jaringan listrik PLN dan menyalakannya, maka yang harus anda amati pada layar monitor yang tampak di layar adalah harus garis lurus mendatar (jika tidak ada sinyal masukan). Langkah kedua atur fokus, intensitas, kemiringan, x position, dan y position. Dengan mengatur posisi tersebut kita nantinya bisa mengamati hasil pengukuran dengan jelas dan akan memperoleh hasil pengukuran dengan teliti. Langkah ketiga gunakan tegangan referensi yang terdapat di osiloskop maka kita bisa melakukan pengkalibrasian sederhana. Ada dua tegangan referensi yang bisa dijadikan acuan yaitu tegangan persegi 2 Vpp dan 0.2 Vpp dengan frekuensi 1 KHz. Langkah keempat tempelkan probe pada terminal tegangan acuan maka pada layar monitor akan muncul tegangan persegi. Apabila yang dijadikan acuan adalah tegangan 2 Vpp maka pada posisi 1 volt/div (satu kotak vertikal mewakili tegangan 1 volt) harus terdapat nilai tegangan dari puncak ke puncak sebanyak dua kotak dan untuk time/div 1 ms/div (satu kotak horizontal mewakili waktu 1 ms) harus terdapat satu gelombang untuk satu kotak.
Apabila yang tampat pada layar belum tepat maka perlu diatur pada potensio tengah di knob Volt/div dan time/div. Atau pada potensio dengan label “var”.
Bagian-bagian Osiloskop
1. Volt atau div: Untuk mengeluarkan tegangan AC. 2. CH1 (Input X): Untuk memasukkan sinyal atau gelombang yang diukur atau pembacaan posisi horisontal. 3. AC-DC: Untuk memilih besaran yang diukur. 4. Ground: Untuk memilih besaran yang diukur. 5. Posisi Y: Untuk mengatur posisi garis atau tampilan dilayar atas bawah. 6. Variabel: Untuk kalibrasi osciloskop. 7. Selektor pilih: Untuk memilih Chanel yang diperlukan untuk pengukuran. 8. Layar: Menampilkan bentuk gelombang.
9. Inten: Mengatur cerah atau tidaknya sinar pada layar Osiloskop. 10. Rotatin: Mengaur posisi garis pada layar. 11. Fokus: Menajamkan garis pada layar. 12. Position X: Mengatur posisi garis atau tampilan kiri dan kanan. 13. Sweep time/ div: Digunakan untuk mengatur waktu periode (T) dan Frekwensi ( f ). 14. Mode: untuk memilih mode yang ada. 15. Variabel: Untuk kalibrasi waktu periode dan frekwensi. 16. Level Menghentikan gerak tampilan layar. 17. Exi Trigger: Untuk trigger dari luar. 18. Power: untuk menghidupkan Osciloskop. 19. Cal 0,5 Vp-p: Kalibrasi awal sebelum Osciloskop digunakan. 20. Ground Osciloskop yang dihubungkan dengan ground yang diukur. 21. CH2 (input Y): Untuk memasukkan sinyal atau gelombang yang diukur atau pembacaan Vertikal.
Mengukur Tegangan AC dengan Osiloskop Tegangan AC (Alternating Current) sering dikenal juga dengan Tegangan Bolak Balik merupakan listrik yang arah arusnya selalu berubah-ubah atau bolak-balik. Pada umumnya Tegangan AC berbentuk gelombang Sinus. Dengan menggunakan Osiloskop, kita dapat mengukur Tegangan AC tersebut dan juga dapat melihat tampilan gelombang AC-nya. Sebelum melakukan pengukuran Tegangan AC pada Osiloskop, lakukan persiapan dengan mengatur berikut ini:
1. ON-kan Osiloskop. 2. Saklar TIME/DIV diputar ke 5msec (5 mili detik) 3. Saklar VOLT/DIV diputar ke 5 Volt (artinya 1 kotak atau 1 Div pada layar Osiloskop adalah 5 Volt). 4. Pasangkan Probe pada terminal yang ingin diukur. 5. Hitung Tegangan AC berdasarkan gelombang yang ditampilkan. Contoh seperti gelombang dibawah ini:
6. Tegangan puncak adalah 2 kotak atau 2 DIV, Sakelar VOLT/DIV yang kita setting adalah 5 Volt maka hasil perhitungannya adalah 10 Volt (2 DIV x 5 Volt = 10 Volt) 7. Sedangkan Tegangan puncak ke puncaknya adalah 20 Volt dengan perhitungan sebagai
berikut:
4
DIV
x
5
Volt
=
20
Volt
Maka hasil pengukuran tegangan AC tersebut adalah 20 Volt.
Mengukur Frekuensi dengan Osiloskop Pada dasarnya Frekuensi adalah jumlah siklus gelombang dalam satu detik yang biasanya dilambangkan dengan simbol “F”. Satuan dari Frekuensi adalah Hertz (Hz). Untuk mengukur Frekuensi pada Osiloskop, kita perlu mengetahui Perioda sebuah gelombang Sinus dengan cara melihatnya dari layar Osiloskop. Yang dimaksud dengan Perioda adalah Waktu yang dibutuhkan satu siklus pengulangan secara lengkap. Perioda biasanya dilambangkan dengan “T”, satuan
Perioda adalah detik (second). Dari gelombang sinus yang ditampilkan osiloskop seperti pada gambar diatas ini, kita dapat menghitung Frekuensinya. Rumus Menghitung Frekuensi:
f=
1 T
Dimana, f = Frekuensi (dalam satuan Hz) T = Periode (dalam satuan second atau detik), Cara perhitungan Perioda (T) adalah mengalikan jumlah divisi satu siklus gelombang dengan nilai waktu yang disetting pada sakelar TIME/DIV. f = 1 / (5ms x 4 Div) f = 1 / 20ms (harus dikonversi ke second) f = 1 / 0.02 second f = 50 Hz