KONSEP KAUSALITAS Makalah Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Dasar Epidemiologi Dosen Pengampu: Minsarnawati, SKM, M.Kes Disusun Oleh: KELOMPOK 11 (Kelas 2A) Faramadina Fithrotunnisa NIM 11151010000007 Karunia Putri Saleha NIM 11151010000029 Adila Fataya Fuad NIM 11151010000024
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016
A. PENDAHULUAN Penyakit sejatinya berhubungan dengan sebab akibat, dimana dalam segitiga epidemiologi hubungan antara host agent dan environment dalam keadaan tidak seimbang. B. PENGERTIAN SEBAB AKIBAT Hubungan sebab akibat adalah hubungan antara dua atau lebih variabel, yang salah salah satu atau lebih dari variabel tersebut merupakan variabel penyebab kausal terhadap terjadinya variabel lain yang bertujuan untuk memastikan bagaimana kejadian atau lingkungan yang berbeda berhubungan satu sama lain dan bagaimana kejadian tersebut bisa berhubungan. Contoh sebagai berikut: A disebut mempunyai hubungan sebab akibat dengan B apabila setiap kehadiran A pasti akan memunculkan B, serta setiap perubahan yang dialami A akan diikuti oleh perubahan pada B dengan kuantitas dan kualitas yang sama. Secara skematis keadaan ini dapat digambarkan sebagai berikut: A
B
A+x
B+x
A+y
B+y Dalam menilai hubungan sebab akibat, maka kita harus memperhatikan
tiga faktor penting yang dijumpai pada hubungan asosiasi kausal1, yakni: Faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit Perubahan pada variabel yang merupakan unsure penyebab akan diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya, sebagai sebab akibat/ hasil akhir
proses Hubungan antara timbulnya penyakti (hasil akhir) serta proses keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi oleh faktor lainnya di luar variabel hubungan tersebut. Dalam menilai hasil suatu pengamatan, terutama dalam analisis epidemiologi untuk menentukan sebab akibat serta faktor penyebab terjadinya penyakit, haruslah dilakukan dengan hati-hati dan jangan hanya terikat pada hasil perhitungan statistik semata. Menilai hubungan asosiasi
dari suatu hasil pengamatan, perlu diperhatikan berbagai hal sebagai berikut2: 1. Perlu dianalisis secara cermat untuk mengetahui hubungan asosiasi tersebut masuk akal atau tidak, misalnya pada suatu penelitian dijumpai bahwa secara statistik ada hubungan yang erat antara panjang rambut dengan kanker payudara 2. Harus pula dianalisis semua hubungan asosiasi yang dijumpai pada pengamatan cukup kuat sehingga memiliki kemaknaan secara biologis. Dalam hal tersebut, nilai uji statistik tidak dapat digunakan sebagai pegangan tunggal. Seperti contoh di atas, harus dipikirkan apakah panjang rambut mempunyai nilai biologis dalam hubungannya dengan kanker payudara 3. Perlu diperhaatikan pula, bahwa secara mutlak hubungan asosiasi yang diamati harus didukung oleh uji statistik yang sesuai 4. Harus diperhatikan secara seksama untuk mengetahui hubungan asosiasi oleh faktor kesalahan atau bias, ataukah timbul karena adanya hubungan asosiasi semu. 5. Harus dianalisis secara luas untuk mengetahui hubungan asosiasi dari hasil pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor lain. faktor tersebut ikut mempengaruhi nilai risiko yang mendorong timbulnya hubungan asosiasi tersebut. C. METODE KAUSALITAS Pengkajian kausalitas menggunakan beberapa pendekatan pemikiran kritis. Untuk menentukan hubungan sebab-akibat, diperlukan keberadaan beberapa unsur tertentu untuk menimbulkan sebuah penyakit. Adapun unsur dalam kausalitas adalah sebagai berikut: a. Keberadaan (necessary) Pada konsep ini suatu variabel harus selalu ada dan mendahului suatu akibat; menghasilkan hubungan sebab-akibat. Bagian akibat tidak terbatas pada penyebab satu kejadian atau variabel.3 Contohnya jika A disebut sebagai kondisi yang mutlak perlu untuk B, maka B hanya muncul jika ada A.
b. Kecukupan (sufficient) Sufficient mengacu pada konsep bahwa variabel tertentu pasti menghasilkan suatu akibat atau paling tidak memprakarsai munculnya akibat. Sebuah patogen mungkin diperlukan (necessary) untuk menyebabkan terjadinya penyakit, tetapi patogen itu juga harus ada dalam jumlah yang cukup (sufficient) untuk menyebabkannya.4 c. Menopang (contributory) Unsur contributory adalah unsur yang menopang terjadinya hubungan sebab-akibat yakni terhadap necessary dan sufficient. Contohnya C disebut sebagai kondisi yang menopang untuk B, jika diketahui bahwa untuk terjadinya B disamping memerlukan A juga diperlukan adanya C. d. Memungkinkan (contingent) Unsur contingent berarti unsur yang memungkinkan terjadinya hubungan sebab-akibat. Contohnya C disebut sebagai unsur yang memungkinkan untuk B, jika diketahui bahwa sekalipun ada A, B tidak akan terjadi jika disekitarnya tidak ditemukan C. e. Pilihan (alternative) Unsur alternative berate unsur pilihan yang dapat menimbulkan terjadinya hubungan sebab-akibat. Contohnya C disebut sebagai unsur pilihan untuk B, jika diketahui bahwa kehadiran A sebagai unsur yang dapat menimbulkan B, tetapi keberadaannya dapat digantikan oleh C. Dalam mengkaji kausalitas penyakit dan KLB penyakit Sir Austin Bradford Hill pada tahun 1965 menerbitkan 9 faktor yang digunakan dalam hal tersebut. Berikut ini adalah faktor-faktor dalam pengkajian kausalitas: 1. Konsistensi Jika variabel, faktor atau peristiwa yang sama muncul dan muncul lagi dalam keadaan yang berbeda, dan memiliki hubungan berulang yang sama dengan penyakit.5 (Pada penyakit Kuru di Papua Nugini, penduduk asli disana yang telah memakan otak kerabatnya akan memperlihatkan penyakit Kuru). 2. Kekuatan Jika hubungan menunjukkan bahwa faktor meyebabkan beberapa penyakit atau KLB penyakit lebih mungkin terjadi akibat keberadaan satu faktor dibandingkan kebradaan faktor atau peristiwa lain dan penyakit itu terjadi
pada tahap yang lebih parah atau dalam jumlah yang lebih besar.6 (Dari hasil pengamatan John Snow pada tahun 1854, semakin banyak bakteri penyebab kolera maka semakin banyak masyarakat yang terkena wabah tersebut). 3. Spesifitas Jika hubungan sebab akibat dari suatu KLB berhubungan secara khusus dengan satu atau dua penyakit yang saling berkaitan. (Dalam studi tentang kanker paru, hampir semua bukan perokok ditetapkan tidak terkena kanker paru). 4. Hubungan waktu Jika hubungan antara sebab akibat terjadi sebelum penyakit berkembang. (Gigitan nyamuk terjadi sebelumnya dan mengakibatkan malaria). 5. Kongruensi Jika hubungan sebab akibat dicurigai, apakah hubungan tersebut sesuai dengan pengetahuan dan apakah pengkajian dilakukan secara logis dan masuk akal? (Mengonsumsi daging ayam mentah, yang secara alamiah terkontaminasi bakteri salmonella, akan menyebabkan keracunan makanan salmonellosis). 6. Sensitivitas Jika terjadi KLB, apakah analisis sebab akibat mengandung kebenaran dan apakah pengkajian memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar bahwa mereka yang sakit karena penyakit, pada kenyataannya, memang sakit akibat penyebab yang dicurigai?7 7. Biologis/Medis Jika hubungan didasarkan pada infeksi patogen atau faktor risiko dan pada kemampuannya untuk menyebabkan penyakit atau suatu kondisi serta tingkatt kerentanan pejamu, hubungannya adalah kausal. (Orang yang tidak divaksinasi, ketika terpajan oleh poliovirus, ia akan menunjukkan gejalagejala penyakit tersebut). 8. Plausabilitas Hubungan harus dibuktikan sebagai hubungan kausal dan didasarkan pada ilmu pengetahuan biologis, kedokteran, epidemiologi dan pengetahuan ilmiah lainnya. (Konsumsi air yang mengandung bibit penyakit kolera akan menimbulkan gejala penyakit).
9. Eksperimen dan Penelitian Pengetahuan dan kesimpulan tentang hubungan sebab akibat yang didasarkan pada penelitian dan eksperimen menambah bukti pendukung substansial dan bobot sifat kausal dan hubungan tersebut. (Demonstrasi eksperimental yang memperlihatkan bahwa cacar dapat dicegah dengan imunisasi). D. MODEL DETERMINISME MURNI Model determinisme pertama kali diperagakan oleh Jacob Henle. Pada tahun 1840, ia membuat model kausasi yang melibatkan relasi antara sebuah agen sebagai penyebab dan sebuah hasil sebagai akibat. Model kausal itu dilanjutkan muridnya, yaitu Robert Koch, pada tahun 1882, untuk menjelaskan hubungan basil tuberkulosis dan penyakit tuberkulosis. Model kausalitas itu dinyatakan dalam tiga postulat yang dikenal sebagai postulat henle-koch (Rivers, 1937). Suatu agen adalah penyebab penyakit apabila ketiga syarat berikut dipenuhi8: (1) Agen tersebut selalu di jumpai pada setiap kasus penyakit yang diteliti (necessary cause), pada keadaan yang sesuai. (2) Agen tersebut hanya mengakibatkan penyakit yang diteliti, tidak menyebabkan penyakit lain (spesifisitas efek). (3) Jika agen diisolasi sempurna dari tubuh, dan berulang-ulang ditumbuhkan dalam kultur yang murni, ia dapat menginduksi terjadinya penyakit (sufficient cause). Menurut konsep model klasik (Pure Determinism Model) hubungan kausal adalah suatu hubungan sebab akibat murni, yang konstan, unik dan dapat diprediksi secara sempurna9. Keadaan tersebut digambarkan seabagai hubungan antara dua factor, yaitu factor X sebagai factor penyebab dan factor Y sebagai factor akibat. Factor X dikatakan akan menjadi penyebab penyakit Y jika dalam suatu kondisi yang stabil, setiap perubahan pada factor x akan selalu diikuti oleh perubahan pada factor Y (Blalock, 1964). Yang dimaksud dengan kondisi stabil adalah stabil yang semua factor
penyebab lain dalam keadaan ststis atau terikat sempurna. Dengan demikian, definisi hubungan kausal memerlukan dua kriteria, yaitu kriteria kausa spesifik dan kausa efek spesifik. Factor X dikatakan sebagai kausa spesifik jika ia merupakan satu-satunya penyebab factor Y. Sebaliknya, factor Y dinyatakan sebagai efek spesifik jika factor Y merupakan satusatunya akibat yang ditimbulkan oleh factor X. Kausa spesifik memiliki kriteria yang mengisyaratkan bahwa factor X memenuhi dua kondisi, yaitu kausa yang diperukan (necessary cause) dan kausa yang menentukan (sufficient cause). Factor X akan dinyatakan sebagai kausa yang diperlukan (necessary cause) jika semua perubahan pada Y selalu didahului oleh perubahan pada X. Sebaliknya, factor X akan disebut kausa yang menentukan (sufficient cause) bila setiap perubahan pada X secara pasti menginduksi perubahan pada y (Suster, 1973). Kausa yang diperlukan (necessary cause) dan kausa yang menentukan(sufficient cause) tersebut diatas, dapat dijelaskan secara kuantitatif dengan memperhatikan factor kausa X dan factor akibat Y, seperti terlihat table silang dibawah ini: Table 1-1: klasifikasi silang Antara Status Penyakit (Y) dengan kategori Factor Kausal (X)10 Y
X (Kategori Faktor Penyebab)
(Status Penyakit) Sakit
Terpapar A
Tidak Terpapar B
C
D
Tidak Sakit
Penjelasan dari table diatas yakni, jika factor X merupakan kausa yang menentukan(sufficient cause) dari factor akibat Y, maka sel C akan selalu kosong, sedangkan jika factor X merupakan kausa yang diperlukan (necessary cause) dari factor akibat Y maka sel B akan selalu kosong. Perlu diketahui bahwa kedua factor tersebut diatas secara teoritis bersifat independen, sehingga aka nada beberapa kemungkinan. Pertama factor yang merupakan kausa yang diperlukan (necessary cause) tapi bukan kausa yang menentukan (sufficient cause), misalnya Micobacterium
Tuberculosis dengan penyakit TBC. Kedua, yang merupakan kausa yang diperlukan (necessary cause) dan sekaligus juga kausa yang menentukan (sufficient cause), misalnya virus HIV dengan penyakit AIDS. Ketiga, yang bukan kausa yang diperlukan (necessary cause) maupun kausa yang menentukan (sufficient cause), misalnya rokok pada penyakit jantung coroner. Namun perlu diketahui, ternyata untuk menjelaskan kriteria hubungan sebab akibat secara operasional, model klasik mempunyai banyak kelemahan, Antara lain: factor etiologi ganda, factor akibat ganda, keterbatasan konsepsualisasi factor kausa, dan keterbatasan tingkat pengetahuan. E. MODEL DETERMINISME MODERN Untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada adalam model determinisme klasik atau murni, para peneliti merumuskan suatu model yang disebut dengan “Modified Determinism Model” yang mampu menjelaskan penyebab ganda. Menurut model ini, kausa yang menentukan (suffient cause) terdiri dari sekelompok factor kausal yang disebut dengan kluster sufisien (sufisien cluster). Setiap cluster sufisien berpengaruh secara independent terhadap satu penyakit (Rothman, 1976). Pengaruh setiap factor saling tergantung pada kadar factor lain dalam setiap kluster. Dengan demikian, dalam membentuk suatu kausa sufisiensi factorfaktor yang ada saling memodifikasi Antara yang satu dengan yang lainnya. Namun, factor-faktor tersebut bebas dari pengaruh factor-factor pada cluster sufisien yang lain. Menurut model ini, setiap factor yang ada paling tidak dalam satu kluster, tetapi tidak pada senmua kluster disebut kausa contributor (contributory cause) (Reigelmen, 1979). Sementara setiap factor yang ditemukan ada setiap kluster sufisien adalah penyebab yang diperlukan atau penyebab necessary, seperti pada model sebelumnya (Rothman,1976). Penerapan model determinisme modern terhadap factor penyebab penyakit tertentu, seperti pada penderita Tuberculosis (TBC). Orang tersebut tidak hanya terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Beberapa factor
lainnya, seperti kontak langsung dengan pendeerita TB aktif, jumlah dan virulensi kuman pathogen infeksius yang memadai, dan daya tahan tubuh agen yang sedang menurun atau rendah. F. MODEL MULTIPLE ETIOLOGI Telah banyak bukti empirik dan keyakinan teoritik bahwa pada umumnya penyakit memiliki lebih dari satu penyebab, bukan bersifat tunggal. Faktorfaktor penyebab dikelompokkan dalam 4 kelompok11, yaitu: 1. Faktor Predisposisi, seperti umur, jenis kelamin, Riwayat penyakit terdahulu, dll. 2. Faktor Pencetus, seperti pemaparan oleh agen penyakit yang spesifik. 3. Faktor Pendorong, seperti paparan yang berulang, beban kerja yang berat. 4. Faktor Pemberat, seperti pendapatan rendah, status gizi, kondisi perumahan, dll. Peran faktor-faktor penyebab dalam model kualitas majemuk dicontohkan pada penyakit TBC bersifat kumulatif, di mana keadaan yang mencukupi terjadinya TBC klinik hanya bisa diciptakan secara bersama-sama. jadi, masing-masing faktor merupakan necessary couse, tetapi tidak sufficient (keadaan yang dibutuhkan untuk terjadinya penyakit di sebut necessary condition sedangkan keadaan yang cukup membuat terjadinya penyakit di sebut sufficient condition). Model multiple etiologi sesuai dengan namanya pada model etiologi terbagi menjadi dua yaitu model jaring-jaring penyebab (the web causation) dan model roda. Pada model jaring-jaring penyebabnya tidak terlalu nyata atau definitive juga dapat langsung dan tidak langsung. Ada penyebab yang melatarbelakangi, yang mendasari, yang menjadi perantara, yang menjadi penyerta dan lain-lain peran dari penyebab yang sesungguhnyapenyebab kadang-kadang bersifat kompleks (multiple causal atau the web causation).12
Gambar 1. Model Jaring-Jaring Penyebab Model roda digunakan untuk menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungannya. Hal ini diberikan untuk analisis epidemiologi, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor risiko tanpa menekankan penyebab dari suatu penyakit. Model roda memisahkan secara tegas antara host dan lingkungannya. 13
Gambar 2. Model Roda Roda di atas terdiri dari lingkungan yang didalamnya menggambarkan manusia yang sifat genetiknya terdapat pada inti. Host dikelilingi oleh lingkungan biologis, sosial dan fisik. Ukuran relatif tiap komponen tergantung pada penyakit yang ingin dipahami. Inti genetic relatif lebih besar untuk penyakit hereditas. Model ini menunjukkan kebutuhan untuk mengidentifikasikan faktor etiologi ganda dari penyakit tanpa menekankan agent dari penyakit. G. PENDEKATAN PROBABILITAS
Pendekatan probabilitas merupakan pemberian ruang terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan baik kesalahan random maupun kesalahan sistematis yang dapat mempengaruhi hasil kausalitas dari factor kausal. Dalam pendekatan probabilitas digunakan pendekatan statistic untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan yang valid antara factor penelitian dengan penyakit. Berdasarkan definisi kausalitas epidemiologi membedakan lima definisi kausa (Weed, 2001) yaitu produksi, necessary causa, sufficient component causa, causa probabilistic, counter factual. 1. Produksi yaitu sesuatu yang menciptakan atau menghasilkan akibat. 2. Kausa dipandang sesuatu yang memproduksi hasil. Kausa diperlukan dan kausa mencukupi dan merupakan keadaaan yang mutlak diperlukan untuk terjadinya suatu akubat. Tanpa keadaan tersebut tidak dapat dihasilkan suatu akibat. 3. Kausa komponen mencukupi terdiri dari sejumlah komponen, tak satupun diantaranya secara dini mencukupi terjadinya suatu penyakit. Tetapi ketika semua komponen hadir maka berbentuklah suatu mekanisme kausal yang mencukupi. 4. Kausa probabilistic merupakan factor yang meningkatkan probabilitas terjadinya akibat. Menurut definisi probabilistic kejadian suatu penyakit pada seseorang dapat disebabkan karena kemungkinan (peluang). Definisi probalistik kausasi lebih inklusif dari pada definisi kausa komponen mencukupi sebab mampu menjelasakan konsep kausa yang diperlukan dan mencukupi. 5. Counter factual yaitu setiap orang berbeda antara satu dan lainnya dalam banyak hal. Skuen waktu memainkan peranan yang penting untuk terjadinya perubahan. Di dalam statistik dikenal beberapa konsep peluang atau probabilitas yang berbeda antara satu dengan lainnya, tetapi semuanya dipakai di dalam memahami arti probabilitas. Probabilitas untuk berapa peluang seseorang akan mengalami kecelakaan saat melakukan pekerjaan di suatu work shop alat berat? Berapa peluang seorang anak yang sudah di imunisasi BCG akan mendapatkan penyakit TBC? Kata-kata demikian sepertinya sudah biasa dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam permasalahan kesehatan masyarakat.
Probabilitas mempunyai beberapa konsep yaitu14 sebagai berikut: 1. Pandangan klasik atau intuitif Di dalam pandangan klasik ini probabilitas/peluang adalah harga angka yang menunjukan seberapa besar kemungkinan suatu peristiwa terjadi, di antara keseluruhan peristiwa yang mungkin terjadi. Contoh: Di dalam suatu pabrik (work shop) ada 30 wanita dan laki-laki. Sehabis makan siang yang disediakan pabrik akan di tanyakan apakah makanan tadi cukup baik. Untuk itu akan diundi (diacak) siapa orang yang akan di tanyakan pendapatnya. Probabilitas akan terambil seorang buruh wanita adalah 30/100 → p (0,3) Jadi, pendekatan di dalam konsep klasik ini adalah matematis atau teoritis sehingga didapatkan rumus:
P (E) = X / N P = Probabilitas E = Event (kejadian) X = Jumlah kejadian yang diinginkan (peristiwa) N = Keseluruhan kejadian yang mungkin terjadi 2. Pandangan empiris atau probabilitas relatif Dalam pandangan ini probabilitas berdasarkan observasi, pengalaman, atau kejadian (peristiwa) yang telah terjadi. Pandangan klasik
P klasik (E)dan =pandangan lim empiris Hubungan antara pandangan X/N
P (E) = X/N dan P (E) = lim X/N akan sama besarnya bila N
3. Pandangan subjektif Di dalam pandangan subjektif probabilitas di tentukan oleh pembuat pernyataan, misalnya seorang direktur rumah sakit menyatakan keyakinannya (90%) bahwa rumah sakit yang di pimpinnya akan dapat mulai swadana (break even point) lima tahun ke depan.
Kebenaran dari probabilitas subjektif ini sangat tergantung kepada orang yang menentukannya, tetapi walaupun demikian teori probabilitas dapat membantunya. Untuk membantu kita melihat dan menilai karakteristik pokok sekumpulan data, kita telah mempelajari bagaimana menyajikan dan meringkas data. Tujuan utama kita mempelajari data tidak hanya untuk meringkas dan menyajikan data, tetapi juga untuk melakukan analisis agar dapat menyerap informasi yang terkandung di dalam sampel data itu dan mengambil kesimpulan terhadap populasi yang merupakan asal-usul sampel tersebut. Dasar logika dari proses pengambilan inferensi statistik tentang suatu populasi dengan analisis data sampel adalah probabilitas. Sebagai contoh, probabilitas yang rendah menunjukkan kecilnya kemungkinan suatu peristiwa akan terjadi. Dalam mengambil kesimpulan atau informasi dari sekumpulan data perlu dilakukan percobaan atau sampel. Konsep probabilitas berhubungan dengan pengertian eksperimen (percobaan) yang menghasilkan hasil yang tidak pasti. Artinya, eksperimen yang diulang-ulang dalam kondisi yang sama akan menghasilkan “hasil” yang dapat berbeda-beda. Istilah eksperimen yang kita gunakan disini tidak terbatas pada eksperimen dalam laboratorium, tetapi eksperimen sebagai prosedur yang dijalankan pada kondisi tertentu, dimana kondisi itu dapat diulang-ulang sebanyak kali pada kondisi yang sama, dan setelah selesai prosedur itu berbagai hasil dapat diamati. Eksperimen adalah proses pengumpulan data tentang suatu fenomena yang menunjukkan adanya variasi di dalam hasil.15 Beberapa contoh eksperimen adalah sebagai berikut Eksperimen 1. 2. 3. 4.
Pengukuran Rx Kimia Interview petani Hasil suatu produksi Pemberian obat
terhadap penyakit
Hasil Lama Rx Jumlah produksi padi per Ha Adanya produksi yang cacat Lama penyembuhan
Sering kali kita tidak hanya tertarik dengan suatu hasil yang akan terjadi, tetapi apakah hasil tersebut termasuk dalam ‘himpunan hasil’ tertentu. Berikut beberapa definisi dan contoh yang sering digunakan dalam proses eksperimen. Ruang sampel Ruang sampel adalah himpunan yang elemen-elemennya merupakan hasil yang mungkin terjadi dari suatu eksperimen. Ruang sampel ditulis dengan lambang S.16 Jika suatu eksperimen dimana a1 , a2 , a3 , a 4 , a5 .......... an
menunjukkan semua hasil yang terjadi, maka ruang sampel di
tuliskan sebagai berikut. S = ( a1 , a2 , a3 , a 4 , a5 .......... an ) Titik sampel Titik sampel adalah semua elemen yang ada di dalam satu ruangan sampel, yaitu
a1 , a2 , a3 , a 4 , a5 .......... an .
Peristiwa/kejadian/event Peristiwa adalah himpunan bagian dari suatu ruang sampel. Peristiwa ditulis dengan lambang huruf besar A,B, dan seterusnya dan dituliskan peristiwa yang mungkin muncul dalam hasil. H. KESIMPULAN Kausalitas adalah hubungan sebab akibat dimana suatu atau beberapa variabel mengakibatkan terjadinya variabel lain yang digunakan untuk memastikan bagaimana kejadian yang berbeda berhubungan satu sama lain dan /atau bagaimana kejadian tersebut bisa berhubungan
DAFTAR PUSTAKA Dr. Masriadi Idrus. 2012 EPIDEMIOLOGI, Penerbit Ombak, Yogyakarta. 2012 Heru Subaris dkk. 2004. Manajemen Epidemiologi. Yogyakarta : Persindo Kodim dkk.Himpunan Bahan Kuliah Epidmiologi. Jakarta. FKM UI Sulistyaningsih. 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta : Graha Ilmu Sutanto Priyo Hastono dan Luknis Sabri. Statistik Kesehatan. Bandung : Raja Grafindo Persada, Thomas C. Timmreck alih bahasa Munaya Fauziah.2004. Epidemiologi Suatu Pengantar, Jakarta : EGC