REVIUW JUDUL BUKU: FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Novia Solichah (111614153010) Magister Profesi Pendidikan Judul Buku
: Filsafat Ilmu Pengetahuan
Penulis
: Prof. Dr. H. Jalaluddin
Penerbit
: PT RajaGrafindo Persada
Tahun Terbit
: 2013
Tempat Terbit
: Jakarta
Jumlah Halaman
: 340
I. Pendahuluan Manusia telah mampu mewujudkan prestasi ilmiahnya secara teori dan praktik di abad ke-20 ini, yang 100% atau bahkan 0,1% dari prestasi-prestasi ilmiah itu belum mampu diwujudkan pada abad-abad sebelumnya. Bahkan dalam 300 tahun terakhir ini, ilmu pengetahuan merupakan sumber dari penemuan-penemuan teknologi yang tidak ada habisnya. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknoya, abad ke-21 membawa peradaban manusia memasuki era global. Sedangkan proses globalisasi itu sendiri terus berlangsung. Kehidupan di era global saling mempengaruhi, sehingga segala sesuatu yang sebelumnya hanya dianggap milik suatu bangsa tertentu, akan menyebar luas hingga menjadi milik bersama. Hal ini bukan hanya berlaku pada produk ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga termasuk unsur politik, ideologi, kebudayaan, maupun krisis kemanusiaan. Kebudayaan dan peradaban, pada dasarnya adalah wujud dari kreativitas manusia. Kreativitas diwujudkan dalam produk-produk kreatif individu, dan secara makro, kreativitas dimanifestasikan dalam kebudayaan dan peradaban. Kreativitas memungkinkan manusia untuk secara konstruktif meningkatkan kualitas kehidupannya, melalui interaksi dengan lingkungan fisik, sosial, intelektual, dan spiritual. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan sering tidak mencerminkan semangat pencarian kebenaran, karena terpengaruh oleh
kepentingan teknologi, ekonomi, dan politik. Tidak semua kreativitas bersifat konstruktif, ada karya kreatif yang mempunyai akibat destruktif bagi manusia itu sendiri, bahkan disesali oleh salah seorang pengembangnya. Penciptaan bom atom merupakan produk kreativitas yang desktruktif. Seiring dengan kemajuan, muncul kekhawatiran. Globalisasi, bukan hanya terbatas pada proses percepatan penyebaran produk ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sistem nilai. Kemajuan yang makin dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, sehingga pemecahan dari hampir semua masalah dapat diharapkan dari ilmu dan teknologi. Namun dibalik itu semua, produk teknologi dapat menimbulkan krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan ini, menunjukkan adanya ketimpangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai moral. Dampak buruk yang muncul dari dua kutub yang berbeda. Dari karya Newton yang menjadi dasar sanins (ilmu pengetahuan) teknologi ternyata tidak sebatas menghasilkan mesin-mesin yang memproduksi barang kebutuhan hidup manusia, tetapi juga alat-alat persenjataan yang ampuh. Produk ini pula yang kemudian digunakan bangsa Eropa untuk menjajah dan menindas bangsa-bangsa di seluruh dunia. Sebenarnya kreativitas yang dimiliki manusia bersamaan dengan lahirnya manusia itu sendiri. Dengan potensi yang dimilikinya, manusia mampu mengembangkan diri, serta membangun peradabannya. Sebagai makhluk yang berakal, manusia selalu diliputi rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu (sense of curiosity) itu sendiri memang merupakan salah satu dari potensi yang ada dalam diri manusia. Dengan adanya potensi manusia menjadi makhluk yang tak pernah merasa “puas”. Selalu ingin bertanya tentang sesuatu. Manusia bertany-tanya karena adanya kegelisahan berpikir, karea kenyataan yang tiak jela, di samping rasa heran, manusia menjadi bertanya pada diri sediri secara heran. Awalnya pertanyaan ditunjukkan pada alam. Pertanyaan yang didorong oleh rasa heran dan rasa ingin tahu, melalui perenungan terhadap fenomena alam sekitar. Rangkaian kegiatan ini disebut berfilsafat. Filsafat adalah suatu proses mencari kebenaran yang hakiki tentag Tuhan, alam , dan manusia. Meskipun peikiran filsafat itu didasarkan pada perenungan dengan menggunakan kemampuan optimal rasio, hasilnya baru berupa kebenaran sekulatif, berupa gagasan yang sifatnya abstrak, dan kebenarannya sama
sekali berada di luar jangkauan indra manusia. Jelasnya, kebenarannya belum dapat dibuktikan secara konkret. Melalui pemikiran filsafat, manusia mampu memahami apa yang seharusnya menjadi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi filsafat tidak mengetahui bagaimana cara mengadakannya. Sementara rasa ingin tahun manusia erus mendorong manusia untuk menemukan kebenaran konkret, terutama yang menyangkut upaya mengatasi kebutuhan hidup. Saat ini, “geliat kekhawatiran” ikut mendorong para ilmuwan untuk “menyapa” kembali nilai-nilai kebijaksanaan filsafat. Berupaya untuk merintisjalan guna mengembalikan ilmu pengetahuan ke filsafat sebagai induk segala ilmu. Dengan kembali “ke panngkuan” sang ibu, diharapkan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin terhindar dari “sikap liarnya” yang akan “menodai” nilai-nilai kemanusiaan. Proses rintisan ini merupakan langkah awal dari lahirnya disiplin fisafat ilmu pengetahun (philosophy of science). Dengan demikian, filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi filsafat yang objek materinya berupa ilmu pengetahuan dalam berbagai jenis, bentuk, dan sifatnya. Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. Dengan demikian, filsafat ilmu pengetahuan merupakan telaah secara filsafat untuk menjawab mengenai hakikat ilmu pengetahuan. Ruang lingkup Filsafat ilmu pengetahuan tidak hanya pada ilmu-ilmu yang rasional dan empirik saja, melainkan tembus pada dunia metafisik suprarasional dan intuitif. Fungsinya adalah sebagai pengendali moral dari pluralitas keberadaan ilmu pengetahuan. Sebagai studi bidang filsafat praktis yang bersifat normatif, maka filsafat ilmu pengetahuan berkepentingan pada nilai kebenaran ilmiah dan kegunaannya. Sejalan dengan kajian filsafat itu sendiri, maka ruang lingkup telaah filsafat ilmu pengetahuan mengacu kepada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri: hakikat apa yang dikaji, cara mendapatkan pengetahuan yang benar, serta nilai kegunaannya. II. Ilmu Pengetahuan Dari Zaman ke Zaman Sebagai makhluk multidimensional dan unik, dalam diri manusia terdapat rahasia yang tak pernah terungkapkan secara utuh dan tuntas. Atas dasar tersebut, manusia menyandang sebagai predikat, antara lain: animal rationale, animal symbolicum, homo faber,
dan homo educandum. Sebutn bagi manusia pertama, yaki homo habilis (manusia cakap), karena mampu membuat alat kerja yang khas manusia. Dengan kemamppuan dan potensi yang dimilikinya itu pula manusia mengembangkan dirinya. Hewan merupakan makhluk yang lahir dengan kemampuan mengerti secara naluriah yang dibawa sejak lahir. Manusia berbeda dengan hewan, karena manusia bukan makhluk naluriah. Kemampuan manusia beradaptasi dengan alam skitarnya meaui berbagai pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dari kumpulan pengetahuan itu, lahir ilmu pengetahuan. Upaya penyesuaian diri dilakukan manusia direntang proses yang panjang, dan berkesinambungan, terangkai, dan terus menerus tanpa henti. Berawal dari dorongan rasa ingin tahu, lalu dengan pengalaman yang bersifat trial and error, hingga melaluipembuktian secara ilmiah yang kebenarannya dapat teruji secara empiris. Dapat diterima secara indrawi, serta dibenarkan oleh rasio. Ilmu pengetahuan (sains) terkait dengan pengalaman kehidupan manusia. Khusus yang berhubungan dengan hasrat ingin tahu (sense of curiosity) yang dimilikinya. Untuk sampai ke tingkat dimensi ilmiah, paling tidak ada tiga macam pengetahuan pendukung. Pertama, dorongan untuk mengetahui yang muncul dari keterpaksaan untuk mempertahankan hidup. Kedua, dorongan kebutuhan untuk mengetahui lebih mendalam, yakni untuk menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan. Ketiga, dorongan untuk mengetahui menyangkut penilaian mengeni realisasi mengadanya (eksistensi-pengetahuan) manusia. Orang harus menilai kondisi konkret, agar ia dapat bertindak sesuai martabatnya. Ilmu pengetahuan punya andil dalam menpang perkembangan peradaban. Sebaliknya, tingkat peradaban ikut menentukan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan yang dimiliki suatu peradaban. Asal muasal ilmu pengetahuan (sains) merupakan bentuk kekuatan gaib (mistik) di kalangn suku primitif. Selanjutnya, kepercayaan gaib itu berkembang menjadi kepercayaan (agama), dan sebelum itu sudah ada kesenian. Sehingga ilmu pengetahuan (sains), agama, dan seni merupakan saudara sekandung. Metodenya berbeda, namun tujuan ketiganya sama, yaitu untuk memahami dan menginterpretasi (menafsirkan) alam semesta dan cara bekerjanya.
Perkembangan awal dari ilmu pengetahuan dengan unsur mistik. Segala sesuatu yang bersifat gaib dan takhayul. Karya-karya astronomi dan perbintangan, baik di Babilonia maupun di Mesir sama sekali tak lepas dari kepercayaan keagamaan mereka. Benda-benda di luar angkasa seperti matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang dipuja sebagai dewa. Dewadewa langit ini muncul dalam karya epik Babilonia Enamu Elish, sekitar tahun 1800 SM. Enamu Elish menceritakan kejadian-kejadian mistik yang mengawali eristiwa penciptaan dunia dan lahirnya umat manusia. Pada kehidupan bangsa-bangsa kuno, dijumpai kepercayaan seperti itu yang kemudin memasuki semua bidang kehidupan kehidupan. Pengalaman manusia terhadap gejala alam dan lingkungannya selalu dikaitkan sebagai perbuatan dewa-dewa, penguasa alam tersebut. Setelah manusia menyadari dirinya sebagai makhluk yang memiliki potensi rasio, pengalaman mistis mulai ditinggalkan. Melalui pengembangan potensi rasio ini pula berawal perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa ilmu pengetahuan tak lepas perkemangan ilmu penegtahuan tak leps dari dorongan rasa ingin tahu manusia. Ingin tahu terhadap diri dan lingkungan sekitarnya. Tujuannya adalah untuk menemukan kebenaran. beberapa pendekatan perkembangan ilmu pengetahuan antara lain: 1) Pendekatan Proses. Sejak tahp awal ini, ilmu pengetahua terus berkembang hingga menai tahap pengakuan sebagai ilmu pengetahuan.menurut pendapat George J. Mouly, ada tiga tahapan dalam perkembangan ini, yakni animisme (tiap masalahmasalah yang terjadi dihubungkan dengan hal-hal yang bersifat gaib, dan dihubungkan dengan unsur-unsur mitos) ke tahap ilmu empiris (fase ini merupakan suatu langkah yang paing penting dalam menandai permulaan ilmu pengetahuan sebagai suatu pedekatan sstematis dalam pemecahan masalah. Dalam prosesnya langkah-langkah ii dilakukan mealui observasi yang yang lebih sistematis dan kritis, pengujian hipotesis secara sistematis dan teliti di bawah kontrol. Ilmu pengatahuan pada tingkat empiris ini adalah untuk mengungkapkan mengapa berbagai gejala bisa terjadi. Proses tersusun secara sistematis melalui: pengalaman, klasifikasi, kuantifikasi, penemuan hubungan-hubungan, dan perkiraan kebenaran), dan ilmu teoritis (tingkat ang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis, di mana hubungan dan gejala yang ditemukan dalam ilmu empiris diterangkan dengan dasar suatu kerangka pemikiran
tentang sebab-musabab sebagai langkah untuk meramalkan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. 2) Pendekatan Kultural. Pendekatan kulral didasarkan pada adanya perubahanperubahan yang terjadi dalam kultur masyarakat di rentang masa-masa tertentu. Perubahanperubahan besar lazimnya ditimbulkan oleh lahirnya suatu kesadaran baru dalam sebuah masyarakat, hingga menimbulkan kultur yang berbeda dari sebelumnya. 3) Pendeketan Kreativitas. Conn R. Semiawan menggambarkan perkembangan dimaksud dalam hubungan dengan babakan sejarah kehidupan manusia itu sendiri. Tekanan utamanya adalah pada dimensi kreatif, yang disebutnya sebagai peranan ciri kreativitas manusia. Berdasarkan pendekatan ini ia membagi latar belakang sejarah perkemangan menjadi empat zaman, yaitu: zaman purba, zaman penalaran dan menyelediki (600 SM-200SM), abad pertengahan (500 M1500 M), zaman modern (abad ke-14). 4) Pendekatan Peradaban. Jerome R. Ravertz memuat tahapan perkembangan ilmu pengetahuan dalam hubungannya dengan peradaban. Menurutnya, ilmu pengetahuan tertanam di masa lampau dan di banyak peradaban manusia. Dalam pendekatan ini, perkembangan dibagi kedalam lima tahapan, yaitu: peradaban zaman kuno dan abad tengah, peradabanperadaban lain, pencipta ilmu eropa, zaman revolusi, zaman matangnya ilm-ilmu. 5) Pendekatan Sejarah dan Kebudayaan. Marshall Goodwin menggunakan pendekatan sejarah dan peradaban. Melalui pendekatan ini, Marshall menarik rentang masa yang disebutnya kronologi sejarah dunia. III. Perkembangan dan Pengertian Filsafat Dalam sejumlah literatur yang membahas tentang filsafat dijelaskan, bahwa filsaft berkembang dari munculnya kesadaran manusia terhadap potensi dirinya, khususnya akal budi. Awal pemikiran filsafat muncul sebagai reaksi keras terhadap mitologi, di mana manusia dibelenggu oleh kepercayaan bahwa kehidupan dikuasai oleh makhluk-makhluk gaib yang dimunculkan oleh mitos. Kesadaran mistis dekat dengan animisme, yaitu kepercayaan akan adanya jiwa-jiwa, roh-roh yang mendiami, menghidupi lm. Kepercayaan ini menyebabkan manusia menempatkan dirinya sebagai “pengabdi” dan “pemuja” para mankhluk-makhluk rohaniah penguasa alam yang disebut “dewa”.
Perkembangan rasional atau filsafat ni dimulai dari tahun 1200 SM di Tiongkok, kemudian di India, dan Yunani. Dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya, sellu mendorong manusia untuk terus mengembangkan “pencaharian” tersebut. Dengan demikian, upaya untuk meemukan kebenaran itu sendiri mmerupakan aktivtas tanpa henti. Pemikiran filsafat bermula dari munculnya kesadaran manusia akan potensi akal budinya. Dikemukakan bahwa kata filosofi (phylosophy) terambil dari kata Yunani: Philo (suka, cinta), dan Shopia (keijaksanaan). Dengan demikian filsafat berarti: cinta kepada kebijaksanaan. Secara sederhana, filsafat berarti cinta pada pengetahuan dan kebijaksanaan. Berangkat dari pengertian filsafat itu, seperti dalam bahasa inggris love of wisdom, dan muhibb al-hikmah (arab), serta wijsbegeerte dalam bahasa Belanda. Ternyata pengeertian etimologis ini tidak terhenti pada sebatas makna kata semata. Para pakar dalam bidang kajian filsafat mencoba memperluas makna yang terkandung dari kata asalnya itu. Selanjutnya Harold Titus merinci pengertian filsafat sebagai berikut: 1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasa diterima secara kritis. 2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi. 3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan. 4. Filsafat adalah analisa logis dari bahasan serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5. Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian dari manusia dan yang dicari jawabannya oleh ahli filsafat. IV. Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan Untuk memberi pemahaman lebih lanjut, pejelasan egenai perbedaan ini akan dilakukan mellui dua pendektan yang relevan, yaitu pendekatan. Berdasarkan makna kata (eimologis), serta pendekatan terminologis (istilah). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan diartikan sebagai “segala sesuatu yang diketahui/kepandaian/segala sesuatu yang diketahui berkenaan dalam hal (mata pelajaran) di dekolah.
Pengetahuan diperoleh dari hasrat ingin tahu. Semakin kuat hasrat ingin tahu manusia akan semakin banyak pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri diperoleh dari pengalaman manusia terhadap diri dan lingkungan hidupya. Cara memperolehnya adalah melalui gejala (fenomena) yag teramati oleh indra. Semuanya terkumpul dalam diri manusia, sejak ia sadar akan dirinya hingga ke usia lanjut sepanjang hayat. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman ini berbeda dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan ilmiah, yakni melalui “penyelidikan yang sistematik, terkontrol, dan bersifat empiris tas suatu relasi fenomena alam”/ perbedaan ini terlihat dari pengertian ilmu pengetahuan atau sains, menurut KBBI, yaitu: 1. Ilmu yang teratur (sistematik) dan dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya, 2. Ilmu yang didasarkan pada kebenaran atau keyataan semata, misalnya fisika, kimia, dan biologi. Manusia adalah makhluk berpikir yang selalu ingin tahu tentang sesuatu. Rasa ingin tahu mendorong manuia mgemukakan pertanyaan. Bertanya tentang dirinya, lingkungan di sekelilingnya, ataupun berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Dengan bertanya itu manusia mengumpulkan segala sesuatu yang diketahuinya. Begitulah cara manusia mengumpulkan segala sesuatu yang diketahuinya. Begitulah cara manusia mengumpulkan pengetahuan. Dengan demikian dapat dikatan bahwa pengetahuan adalah produk dari tahu, yakni mengerti setelah meliat, menyaksikan dan mengalami. Adakalanya pula pengetahuan diperoleh dengan percobaan-percobaan sederhana atau dikenal dengan trial and error. Pengetahuan dari hasil coba-coba. Melalui proses berpikir secara alami ini, manusia mencoba mengenal, mempelajari, memahami alam sekelilingnya. Misalnya dari pengalaman, seseorang mengetahui bahwa api panas. Demikian pula halnya dengan seorang ibu yang bergegas mengangkat pakaian dari jemurannya, setelah meihat gumpalan awan mendung. Proses memperoleh pengetahuan ini terkesan sangat sederhana. Dimulai dari pengamatan terhadap gejala alam ataupun peristiwa yang terjadi di sekitar. Tanpa dilakukan analisis dan pengujian lebih lanjut berdasarkan prosedur keilmuan. Oleh karena itu kesimpulan yang diambil, mungkin saja bersifat kebetulan atau kebenarn yang berlaku sesaat.
Bisa saja pada fenomena dan eristiwa yang sama, sesuatu memang benar, tapi di kali yang lain dan ditempat lain, ternyata hasilnya berbeda. Hasil kesimpulan sulit dipertanggngjawabkan kebenarannya secara empiris. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka pengetahuan yang bersifat lamiah ini dikembangkan hingga menjadi ilmu pengetahuan. Dari berbagai pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar yang dilakukan, membuat manusia mampu membuka rahasia alam yang ada di balik struktur yang tersembunyi. Pengetahuan alamiah dan pengetahuan ilmiah, bersumber dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Meskipun demikian pengetahuan dibedakan dari ilmu pengetahuan. Pengetahuan alamiah hanya terbatas pada rangkaian informasi tentang sesuatu benda, fakta, peristiwa, dan lainnya. Melalui pengetahuan ilmiah, seseorang hanya dapat “mengetahui” dan “tahu”. Pengembangan ilu pengetahuan ini dilatarbelakangi oleh adanya tiga dorongan. Pertama, dorongan untuk mengetahui yang lahir dari keterpaksaan untuk memperthankan hidup. Kedua, dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan yang mendalam dan menemukan tata susunan yang sesungguhnya dalam kenyataan. Ketiga, doronga mengetahui menyangkut penilaian mengenai realitas eksistensi manusia itu sendiri. Jdi manusia mengembangkan pengetahuannya tak dapat dilepaskan dari upaya mengatasi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Ilmu pengetahuan ternyata tidak seederhana itu. Tidak hanya sekedar pengetahuan terhdap realitas seperti apa adanya. Ilmu pengetahuan ingi mengetahui secara lebih dalam terhadap semuaya itu. Untuk memperolehnya, maka perlu dilakukan beberapa pendekatan yang dipercayai mampu untuk mengungkapkan kebenaran secara sahih (valid). Tidak hanya sebatas “asal terima”. Pendekatan yang dimaksud bersifat ilmiah, empiris, self-correcting. Pendekatan ilmiah berifat sistematis dan terkontrol. Pendekatan bersifta empiris terkait dengan validasi, dan self-correcting menyangkut proses kontrol terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan. Pada perkembangan selanjutnya, berbagai pengetahuan tersebut disusun ke dalam suatu bentuk yang terstruktur, teriri dari konsep-konsep, prinsip-prinsip, proporsi-proporsi, dan teori-teori yang berkaitan dengan struktur alam terntentu yang disebut ilmu. Erangkat dari
perkembangan ini, maka terbentuklah ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang dapat memberikan pennjelasan tentang “mengapa” sesuatu gejala terjadi. Selain itu kebenarannya juga dapat dibuktikan secara empiris. Dengan demikian, pengethuan ilmiah, mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuh disiplin keilmuan. Ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) pada dasarnya adaah kelanjutan konspetual dari ciri-ciri ingin tahu sebagai kodrat manusiawi. Rasa ingin tahu manusia boleh dikatakan tidak pernah ada batasnya. Selalu ingin mencari dan menemukan yang baru. Didorong rasa ingin tahunya manusia berupaya untuk menemukan jawabannya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan terus berkembang melalui kajian-kajian yang dilakukan oleh para ilmuwan. Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengoseptualisasikan fenomena-fenomena alam dalam sebab-sebab, dalam urutan-urutan sebab akibat, dan mencari asas-asas umum. Prosedurnya diawali oleh berbagai observasi, kemudian diikuti oleh klasifikasi, kuantifikasi, penemuan hubungan dan perkiraan kebenaran. Dalam penelitian, klasifikasi mengacu kepada aspek tujuan, metode, dan bidang kajian. Ilmu pengetahuan secara bahasa berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan dengan intuisi dan kepercayaan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud dengan science adalah pengetahuan ilmiah atau pengetahuan bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan , memenuhi syarat (huum) ilmu pengetahuan. Dengan demikian, hanya pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat yang dimaksud bisa disebut sebagai sains (ilmu pengetahuan). Adapun yang dimaksud dengn sumber ilmu pengetahuan adalah faktor yang melatarbelakangi lahirnya ilmu pengetahuan. Dari mana atau dengan cara bagaimana manusia memperoleh ilmu pengetahuan itu. Kebutuhan hidup itu sendiri tergantung dari kemampuan, maupun upaya manusia untuk mengelola atau memanfaatkan lingkungannta. Kemampuan tersebut diperoleh melalui berbagai pengalaman. Ada yang diperoleh melalui pengalaman individu secara langsung dari lingkungannya, atau diterima dari pengalaman orang lian.
Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalamn, nmun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental, seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Kebenaran agaman mutlak bagi yang mempervayainya, termasuk hal-hal yang kadang dianggapnya “tidak sesuai” dengan kebenaran pengalaman indrawi a nalar. Sama halya denga agama, yang menjangkau kebenaran mendasar, universal, menyeluruh, mutlak serta abdi, seni pun menjangkau hal-hal tersebut. Kebenaran hanya dapat dihayati dan dirasakan. Menurut Ritchi Cader, kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengaati sesuatu. Perhatian ini oleh John Dewey sebagai pengenalan suatu masalah. Ketika disimpulkan “ada masalah” baru terjadi proses berpikir. Dikarenakan masalah berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek empiris. Ilmu pengetahuan mencoba memberi pejelasan yag rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan. Ilmu pengetahuan mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Kebenaran tang diakui nalr, serta wujud konkretnya dapat dibuktikan secara empiris. Adapun segala sesuatu yang berada di luar jangkaua akal, tidak termasuk bidang kajian ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan batas-batas ilmu pengetahuan ini, Einstein meyatakan “Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun teori yang menjembatani keduanya”. Barangkali dengan keterbatasan ini pula, hingga ada yang berpendapat, bhwa penjelajahan ilmu pengetahuan berhenti pada batas kemampuan rasional empiris. Keterbatasan ilmu pengetahuan paling jelas bila dihubungkan dengan kemampuan manusia untuk mengenal hakikat dirinya sendiri secara utuh. Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah adalah bentuk dorongan ingin tahu manusia yang dibangun berdasarkan syarat-syarat tertentu. Dengan bertupu pada persyaratanpersyaratan tersebut, ilmu pengetahuan 9pengetahuan ilmiah) dapat dibedakan dari pengetahuan biasa (aamiah). Adapun syarat-syarat dimaksud secara garis besarnya mencakup: kerangka, sarana, dan kriteria kebenaran. V. Perkembangan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana halnya ilmu pengetahuan, filsafat ilmu penegtahuan juga tidak terlahir secara spontan. Perkembangan filsafat ilmu pengetahuan hingga menjadi disiplin ilmu yang otonom, berlangsung di rentang waktu yang cukup lama. Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu pengetahuan pertama-tama berusaha menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses ilmiah yaitu: prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola argumen, praandaian-praandaian metafisik dan seterusnya. Ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak semua pengetahuan adalah tergolong ilmu pengetahuan. Kant membagi dua jenis pengetahuan “apriori” dan “a-posteriori”. Pengetahuan aprori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada sebelum pengalaman. Adapun pengalaman a-posteriori adalah pengetahuan yang terjadi akibat pengalaman. Dalam kehidupan manusia, ilmu pengetahuan berfungsi sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya seharihari. Manfaat ilmu pengetahuan adalah dalam upaya membantu manusia untuk memprediksi, mengontrol, memanipulasi, dan menguasai alam. Pada mulanya persoalan-persoalan ilmu pengetahuan adalah seputar metode dan substansi yang tidak terpisahkan dari filsafat alam. Disebut sebagai filsafat alam, karena alam yang dijadikan objek kajian oleh para filsuf. Pemikir-pemikir itu mendiskusikan asal-usul dan evolusi alam semesta, bentuk dan zatnya, struktur dan hukum-hukumnya, dengan istilahistilah yang seterusnya menjadi dasarperbendaharaan kata untuk bahasa ilmiah. Pertanyaan-pertanyaan
tentang
alam
yang
jawabannya
didasarkan
pada
pendekatan rasional. Bukan dengan pendektan mitos seperti sebelumnya. Di rentang perkebangan secara kronologis, kelahiran filsafat ilmu tidak diarahkan pada sosok tokoh individunya secara kkhusus. Cikal bakal dan perkembangannya lebih bertumpu pada filsafat yang memengaruhi seluruh perkembangan pemikiran itu. Dua aliran besar dalam filsafat, dimaksud adalah: rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme biasa dikaitkan dengan Rene Descartes, filsuf prancis yang diakui sebagai bapak pemikiran modern. Lalu empirisme dihubungkan dengan pemikir inggris John Locke. Namun bila dilacak secara cermat, ternyata dasar-dasar pemikira rasionalisme telah diletakkan oleh Plato.
Untuk menetapkan dasar pemahaman tentang filsafat ilmu pengetahuan itu menurut pandangan Conny, adalah dengan menelusuri empat pandangan (views of points) di dalam filsafat ilmu. Padangan pertama, berpendapat bahwa dilsafat ilm pengetahuan adalah perumusan world views yang konsisten dengan, dan beberapa pengertan didasarkan atas teoriteori ilmiah yang penting. Padangan kedua, menyatakan bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu eksposisi dari presuppositions dan predospositions dari para ilmuwan. Padangan ketiga, mengungkapkan bahwa flsafat ilmu pengathuan adalah suatu disiplin yang didalamya konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasikan. Sedangkan pandangan keempat, menyebutkn bahwa filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order category). Filsafat diakui sebagai “induk” ilmu pengatahuan. Pernyataan ini mengisyaratkan, bahwa ilmu pengetahuan yang terus berkembang menjadi berbagai disiplin itu semuanya bersumber dari filsafat. Namun, setelah lepas dan mandiri, ikatan nilai-nilai etika yang “diamanatkan” oleh “sang induk” semakin diperlonggar, dan akhirnya dilpakan sama sekali. Kehadiran filsafat ilmu pengetahuan dapat dinilai sebagai upaya sadar para ilmuwan peletak dasarnya, untuk menyatukan kembali ilmu pengetahuan degan nilai-nila kearifan sebagai indukya. Boleh dikatakan, kebangkitan pemikiran ilmiah erat kaitannya dengan munculnya kesadaran manusia terhadap eksistensi dirinya. Manusia menyadari akan dirinya sebagai makhluk yang berakal budi. Kesadaran ini telah mengeluarkan manusia dari kesadaran magismistis menuju kesadaran rasional. Puncak pertama dari perkembangan kesadaran rasional ini ditandai oleh lahirnya pemikiran filsafat, yakni mulai tahun 1200 SM di Tiongkok, kemudian juga di India dan Yunani. Kebangkitan pemikiran ilmiah oleh Cony R. Semiawan disebut sebagai inquiring mind (penalaran yang selalu menyelidiki). Penalaran yang selalu ingin mencari sampai sedalam-dalamnya akar dari semua fenomena yang begitu beragam di alam ini. Karakteristik seperti itu tampaknya tidak dapat dilepaskan dari pandangan orang Yunani ketika itu. Pada kurun ketika kebudayaan Yunani memberikan corak baru pada pengetahuan berdasarkan receptive mind. Di zaman yunani kuno, diperoleh unsur-unsur ilmu pasti, ilmu pesawat, ilmu-
ilmu alam, bumi, dan kedokteran. Zaman keemasan ilmu pengatahun yunani berbarengan dengan kecermelangan kesenian mereka, terutama seni sastra dan seni rupa. Kebangkitan yang ditandai oleh “kebebasan” ilmu pengetahuan untuk menempuh alur yang sama sekali terpisah dari nilai-nilai agam. Adalah Rene Descartes yang berjasa membangun ilmu pengetahuan mdern dengan metode cartesian yang sepenuhnya rasional. Ia berpendapat bahwa alam semesta dan rahasianya dapat dipahami melalui hukum-hukum dengan jalan eskperimen. Ucapan “cogito ergo sum” (aku berpikir, maka aku ada), ikut memicu kesadaran para ilmuwan akan eksistensi manusia. Filsafat sebagai suatu cara pencarian kebijakan memiliki cabang-cabang yang saling berkaitan. Lapangan akal pikiran dalam filsafat meliputi: ontologi, pistimologi, dan aksiologi. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang dari filsafat yang bersifat otonom. Ontologi berasal dari kata yunani on (ada), dan ontos (keberadaan). Sedangkan logos (pemikiran). Jadi ontologi adalah pemikiraan mengenai yang ada dan keberadaannya. Kata yunani onto berarti “yang ada secara nyata”, kenyataan yang sesuangguhnya. Ontologi adalah ilmu yang mengkaji tentang hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran rasional atau kebenaran deduktifdan kenytaan empiris yang tdak terlepas dari persepsi tentang apa dan bagaimana (yang) “ada”. Adapun yang dimaksud dengan ontologi adalah kajian yang memusatkan diri pada pemecahan esensi sesuatu atau wujud, tentang asas-asasnya dan realitas. Asas-asas tentang sesuatu wujud yang nyata. Keberadaan dan relitasnya dapat dicermati dan ditangkap oleh panca indra manusia. Dengan demikian ontologi aalah telaah secara filsafat yang ingin menjawab objek apa yang telah ditelaah oleh ilmu? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan? Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam yang nyata yang sangat terbatas bagi panca indra. Epistimologiberasal dari bahasa yunani episteme (pengetahuan, pengetahuan yang benar, pengethuan ilmiah) dan logos (teori). Dengan demikian, secara etimologis, epistimologis dpat dartikan sebagai teori ilmu pengethuan. Sebagai cabang filsafat, epistimologi menyelidiki asal, sifat, metode, dan bahasan pengetahuan manusia. Epistimologi
sebagai teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dari usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Sebab pengetahuan didapat melalui proses tertentu yang dinamakanmetode keilmuan. Persoalan pokok etimologi adalah menyngkut persoalan apa yang dapat diketahui dan bagaimana cara mengetahuinya. Jadi masalah pokok etimologi menyangkut “belief, understanding, reason, judgement, sensation, imagination, suppossin, guesting, learning, and forgetting”. Epistimologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaanpertanyaan yang mengacu kepada proses. Dalam pandangan epistimoloogi, setiap pengetahuan merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia. Aksiologi tersusun dari kata bahasa Yunani axios dan logos. Axios berarti nilai dan logs berarti teori. Aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Nilai merupakan realitas yang abstrak yang berfungsi sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam hidup. Nilai menempati kedudukan penting dalam kehidupan seseorang, sampai pada suatu tingkat di mana sementara oorang lebih siap mengorbankan hidup ketimbang megorbankan nilai. Nilai dapat dilacak dari tiga realitas, yani: pola tingkah laku, pola berpikir, dan sikap-sikap seorang pribadi atau kelompok. Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengn kegunan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi berhubungan dengan penggunaan ilmu pengetahuan. Dengan menguasai ilmu pengetahuan, manusia mampu mengobservasi, memprediksi, memanipulasi, dan menguasai alam. Sebagai contoh, musim hujan yang panjang akan mendatangkan banjir. Hasil observasi dari pengalaman berulang-ulang ni membawa pada kesimpulan tentang gejala alamm ini. Berdasarkan kesimpulan tadi selanjutnya dapat diprediksi kapan musim hujan terjadi, dan dapat mengakibatkan banjir.selanjutnya melalui pengalaman diketahui pula bahwa air selalu mengalir dari tempat tinggi ke tempat yyang rendah. Atas dasar pemahaman ini maka dibuat saluran (manipulasi). Melalui saluran tersebut, luapan air akhirnya dapat diatasi. Gejala alam berupa banjir dapat dikuasai. Lebih dari itu dengan bantuan ilmu pengetahuan itu, luapan air dapat dimanfaatkan.
Kelahiran cara berpikir ilmiah adalah revolusi besar, karena seblumnya manusia lebih banyak menuruti gagasan magis dan mitos. Gerakan pemikiran ilmiah terjadinya seiring dengan perubahan pola berpikir yang berdasrkan receptive mind ke pola berfikir inquiring mind. Geliat ini tak lepas dari hubungannya degan upaya manusia untuk menjawab pertanyaan “apa yang membuat ilmu itu rasional?. Pengungkapan ilmiah manusia ini menonjol pada zaman yunani kuno. Istilah imu pengetahuan (sains) dan teknologi memang berasal dari kebudayaan eropa atau kebudayaan barat. Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal. Menginjak abd ke-21, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkesan begitu pesat. Abad yag dikenal dengan era global. Suatu era yang umumnya digambarkan sebagai kehidupan masyarakat dunia yang menyatu. Secara populer “globalisasi” berarti menyebarnya segala sesuatu secara cepat ke seluruh dunia. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya. Mengetahui kebenaran adalah tujuan yang paling utama dari manusia. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih diluar kepercayaan.Nurcholis Madjid memandang, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan perdaban sebagai “tiga serangkai”. Ilmu pengetahuan dan pengjaran adalah alami dalam peradaban manusia. Dari kegiatan berpikir tumbuh ilmu pengetahuan dan industri. Kegiatan berpikir ini sendiri didorong oleh perasaan alami manusia, dan lingkungan alamnya, yaitu dorongan untuk mendapatkan apa yang dituntut oleh alam. Akal sendiri berkecenderungan untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak dipunyai sebelumnya. Oleh sebab itu, ia mempelajari kembali orang-orang terdahulu dalam ilmu pengetahuan atau menambahnya dengan pengetahuan atau penemuan.