BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Setiap peserta didik mempunyai kepribadian yang berbeda, begitu juga dengan pengalaman yang mereka alami selama proses perkembangan. Sebagai calon pendidik, pendidik perlu memahami perkembangan dan kepribadian dari masing - masing peserta didiknya. Hal itu dilakukan agar pendidik mampu menerapkan metode belajar yang tepat untuk peserta didiknya agar ilmu yang ditransmisikan pada peserta didik benar benar diterima dan diterapkan dalam kesehariannya. Dalam teori belajar dan pembeajaran terdapat beberapa teori yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran, pada makalah kami kali ini kami akan menyajikan tentang Implikasi Perkembangan Kognitif dalam Belajar.
1.2. Rumusan Masalah a. b. c. d. e. f.
Bagaimana Biografi Jean Piaget ? Apa yang dimaksud Perkembangan Kognitif ? Bagaimana proses perkembangan kognitif menurut Piaget ? Apa saja tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget ? Bagaimana Implikasi perkembangan kognitif bagi pengajaran ? Bagaimana cara guru membantu mendorong perkembangan kognitif ?
1.3. Tujuan a. Mengetahui biografi Jean Piaget b. Mendefinisikan Perkembangan Kognitif c. Mendeskripsikan proses Perkembangan Kognitif menurut Piaget d. Mengetahui apa saja tahapan-tahapan dalam perkembangan kognitif menurut Piaget e. Menganalisis Implikasi perkembangan kognitif dalam Belajar f. Mengetahui bagaimana cara seorang guru mengevaluasi level-level perkembangan pada siswanya BAB II PEMBAHASAN 2.1.Biografi Jean Piaget
1
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli sejarah. Piaget sangat suka menulis. Antara usia 15-18 tahun, dia memublikasikan sejumlah artikel tentang kerang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya banyak, dia ditawari posisi curator koleksi kerang di Museum Geneva duduk
saat di
dia
Sekolah
Menengah. Saat remaja Piaget berlibur bersama walinya, seorang sarjana Swiss. Melalui kunjungan inilah Piaget mulai
tertarik
pada
filsafat
pada
umumnya
Epistemology pada khususnya. Minat Piaget pada Biologi dan Epistemology terus berlanjut di sepanjang hayatnya dan tampak jelas hampir di semua tulisan teoritisnya. Piaget mendapat Ph.D di bidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan sampai usia 30 tahun dia telah memublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang kerang-kerangan dan beberapa topik lainnya. Misalnya, di usia 23 tahun dia memublikasikan artikel tentang hubungan antara psikoanalisis dengan psikologi anak. Setelah mendapat gelar doctor, Piaget mendapat bermacam-macam pekerjaan, diantaranya adalah bekerja sama di Binet testing Laboratory di Paris, dimana dia ikut membantu menyusun standar tes kecedasan. Pendekatan Laboratorium Binet dalam melakukan pengetesan adalah menggunakan sejumlah pertanyaan tes, yang kemudian disajikan kepada anak berbagai usia. Ditemukan bahwa anak yang lebih tua dapat memberi lebih banyak jawaban benar ketimbang anak yang lebih muda dan beberapa anak memberi jawaban benar lebih banyak ketimbang anak lain dengan usia yang sama. Anak yang disebut pertama dianggap lebih pintar ketimbang anak yang disebut belakangan. Jadi, nilai kecerdasan (intelligence quotient) anak dihitung berdasarkan jawaban benar dari anak usia tertentu. Selama bekerja di Laboratorium Binet inilah Piaget mulai tertarik pada kemampuan Inteligensi anak. Minat ini, bersama dengan minatnya pada Biologi dan Epistemologi, meresap di seluruh karya Piaget. Saat menyusun standarisasi tes kecerdasan, Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh terhadap teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk pertanyaan tes adalah lebih informatif ketimbang jawaban yang benar. Dia mengamati bahwa 2
kesalahan serupa dibuat oleh anak yang usianya kira-kira sama dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia tertentu berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia yang berbeda. Piaget, mengamati lebih jauh bahwa sifat dari kesalahan ini tidak dapat dijelaskan secara memadai dalam situasi tes yang sangat terstruktur, dimana anak menjawab pertanyaan secara benar atau salah. Piaget menggunakan metode klinis yang berupa bentuk pertanyaan terbuka. Dengan menggunakan metode klinis, pertanyaan-pertanyaan Piaget akan ditentukan oleh jawaban si anak. Jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengeksplorasi pertanyaan itu secara lebih mendalam. Selama bekerja di Laboratorium Binet, Piaget mulai menyadari bahwa “inteligensi” tidak dapat disamakan dengan soal tes yang dijawab dengan benar. Menurut Piaget, mengapa beberapa anak mampu menjawab beberapa pertanyaan secara benar dan anak lainnya tidak, atau mengapa seorang anak mampu menjawab sebagian soal dengan benar tetapi salah untuk sebagian salah untuk soal lainnya. Piaget mulai mncari variabel-variabel yang memengaruhi kinerja tes anak. Pencariannya menghasilkan pendapat tentang Inteligensi yang oleh beberapa pihak dianggap sama revolusionernya dengan pandangan Freud tentang motivasi manusia 1.
2.2. Pengertian Perkembangan Kognitif Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan makin bertambahnya usia seseorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Atas dasar pemikiran tersebut maka Piaget disebut-sebut cenderung menganut psikogenesis, artinya pengetahuan sebagai hasil belajar berasal dari dalam individu. Menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berfikir anak merupakan suatu aktivits gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya. 2.3. Proses Perkembangan Kognitif Menurut Piaget 1
B.R.Hergehahn & Matthew H.Olson.Theories Of Learning Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. Teori
Belajar.Jakarta:Kencana.2008.Hlm 311-312
3
Menurut Piaget, Perkembangan kognitif tergantung empat faktor: pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan sebuah kondisi keseimbangan atau adaptasi yang optimal antara struktur-struktur kognitif dan lingkungan (Duncan,1995). Ekuilibrasi mengoordinasikan tindakan-tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur-struktur mental dan realitas lingkungan eksternal konsisten terhadap satu sama lain. Untuk mengilustrasikan peran ekuilibrasi, misalkan seorang anak berusia 6 tahun sedang bepergian didalam mobil bersama ayahnya. Mobil mereka bergerak dengan kecepatan 65 mph, dan sekitar 100 yard di depan mereka ada sebuah mobil. Mereka telah mengikuti mobil tersebut selama beberapa waktu, dan jarak antara mobil tersebut dan mobil mereka tetap sama. Ayahnya menunjuk mobil tersebut dan bertanya pada anaknya “Mobil mana yang bergeraknya lebih cepat?” Anaknya menjawab bahwa mobil yang ada didepan lebih cepat. Ketika ayahnya bertanya mengapa, ia menjawab, “Karena mobil itu didepan kita. “Jika ayahnya kemudian mengatakan “Sebenarnya kita bergerak dengan kecepatan yang sama dengan mobil itu,”Anak akan bingung. Ia yakin mobil yang satunya bergerak lebih cepat, tetapi ia menerima input lingkungan yang berlawanan. Untuk menyelesaikan pertentangan tersebut, anak tersebut dapat menggunakan satu dari dua proses komponen dari ekuilibrasi: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi mengacu pada menyesuaikan realita eksternal dengan struktur kognitif yang telah ada. Ketika kita menganalisis dan merumuskan kita mengubah sifat realita untuk membuatnya sesuai dengan struktur kognitif kita.Untuk mengasimilasi informasi tadi, Anak tersebut mungkin akan mengubah realita dengan meyakini bahwa ayahnya bercanda. Akomodasi adalah mengubah struktur-struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal. Untuk mengamodasikan keyakinannya terhadap informasi yang baru, anak tersebut dapat meyakini ayahnya tanpa memahami mengapa demikian dapat mengubah sistem keyakinannya untuk memasukkan ide bahwa semua mobil yang ada di depan mereka bergerak dengan kecepatan yang sama. 2.4. Tahapan-tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget 4
Berikut ini adalah Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget : Tahapan Sensorikmotor
Jangkauan Perkiraan Usia (dalam satuan tahun) Lahir sampai 2 tahun
Pra-operasional
2 sampai 7 tahun
Operasional Konkret
7 sampai 11 tahun
Operasional Formal 11 tahun sampai dewasa Tahap-tahapan tersebut hanya digambarkan secara singkat, berikut ini adalah penjelasan masing-masing tahap diatas : 1. Tahapan sensorikmotor (Lahir-2 tahun) Yaitu anak mulai mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan, dan menggerak gerakannya. Tingkat sensori motor menempati dua tahun pertama dalam kehidupan, selama periode ini bayi
tidak
mempunyai
konsepsi “object permanence”.
Bila suatu benda
disembunyikan ia gagal untuk menemukannya, sambil pengalamannya bertambah, sampai mendekati akhir periode ini, bayi itu menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah dilihatnya benda itu disembunyikan.Tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami dunia. Pemahaman bersumber dari tindakan disaat sekarang, misalnya : bola untuk dilempar dan botol untuk disedot. Balita berusia dua tahun secara kognitif jauh berada bandingkan bayi. Anak-anak secara aktif berekuiibrasi meskipun levelnya masih sangat dasar. Pada akhir tahapan sensorikmotor, anak-anak telah mencapai perkembangan kognitif yang memadai untuk berlanjut ke karakteristik pikiran konseptual simbolik dari tahapan pra-operasional (Wadsworth, 1996). 2. Tahapan Pra-Operasional (2 sampai 7 tahun) Yaitu anak mengandalkan persepsi tertentu pada realitas ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Periode ini disebut Pra Operasional karena pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti menambah, mengurangi, dan lain-lain.Anak mampu membayangkan masa mendatang dan 5
berpikir masa yang telah lewat. Mereka belum mampu berpikir dengan lebih dari satu dimensi pada satu saat. Jadi ketika mereka fokus pada panjang, mereka akan cenderung berpikir bahwa benda yang lebih panjang (sebuah tiang ukur) itu lebih besar daripada benda yang lebih pendek (sebuah batu bata) meskipun benda yang lebih pendek lebih lebar dan dalam. Tahap pemikiran pra operasional dibagi menjadi dua: a.
Pemikiran Prakonseptual (2-4 Tahun ). Selama di salah satu tahap preoperational thinking (pemikiran pra-operational) ini, anak-anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasi bendabenda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan lantaran konsep mereka itu. Contohnya : semua laki-laki adalah “Ayah” dan semua perempuan adalah “ Ibu” dan semua mainan adalah “milikku”. Logika mereka tidak induktif atau deduktif , namun transduktif. Contoh dari penalaran transduktif adalah “Sapi adalah hewan besar dengan empat kaki,karenanya hewan itu
adalah sapi “. b. Periode Pemikiran Intuitif (4-7 tahun) Pada tahap kedua dari pemikiran pra-operasional , anak-anak
memecahkan
problem secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah-kaidah logika. Ciri paling menonjol dari pemikiran anak pada tahap ini adalah kegagalannya untuk mengembangkan konservasi , konservasi didefinisikan sebagiai kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, substansi , atau luas akan tetap sama meski mungkin hal-hal seperti itu direpresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya : seorang anak ditunjukkan pada wadah berisi air dalam beberapa volume tertentu. Pada tahap perkembangan ini, anak, yang melihat bahwa wadah pertama kali sejumlah cairan, kini akan cenderung mengatakan bahwa wadah
yang lebih tinggi
bentuknya berisi lebih banyak air karena isinya lebih tinggi daripada wadah pertama. Anak pada tahap ini secara mental tidak bisa membalikkan operasi kognitif, yang berarti ia tidak dapat secara mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendekdan tidak dapat melihat jumlah bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah tetap sama. Menurut Piaget, konservasi adalah kemampuan yang muncul sebagai hasil dari akumulasi pengalaman anak dengan lingkungan, dan bukan kemampuan yang dapat diajarkan sampai anak memiliki pengalaman awal ini. Sebagaimana halnya dengan teori tahapan lainnya , pengajaran adalah isu penting. Apakah berbagai kemampuan muncul sebagai hasil dari pengalaman tertentu (belajar) ataukah muncul sebagai fungsi dari pendewasaan yang ditentukan secara genetik ? Menurut Piaget, jawabannya adalah kedua-duanya. Pendewasaan menghasilkan struktur otak dan sensori yang dibutuhkan, 6
tetapi dibutuhkan pengalaman untuk mengembangkannya. Pertanyaan apakah konservasi dapat diajarkan sebelum “tiba waktunya” masih belum terjawab, beberapa pihak mengatakan bisa (misalnya Lefrancois, 1968) dan pihak lainnya mengatakan tidak bisa, dan karenanya menentang pendapat Piaget (misalnya Smedslund, 1961).
3.
Tahapan Operasional Konkret (7 sampai 11 tahun) Yaitu dapat mengembangkan pikiran logis, anak itu dapat mengikuti penalaran logis walau kadang memecahkan masalah secara “trial and error”. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, ini berarti, anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode operasional konkret memilih pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual sperti anak praoperasional. Operasi-operasi dalam periode ini terkait pada pengalaman perorangan. Operasi-operasi itu konkret, bukan operasi-operasi formal. Anak belum dapat berurusan dengan materi absrak, seperti hipotesis dan proposisi-proposisi verbal. Tahapan ini ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah. Anakanak mulai menunjukkan beberapa pemikiran abstrak meskipun biasanya didefinisikan
dengan
tindakan-tindakan
(misalnya;
kejujuran
adalah
mengembalikan uang kepada orang yang kehilangan). Cara berpikir anak-anak dapat menggunakan pengalaman-pengalaman mereka sebagai acuan dan tidak selalu bingung degan apa yang mereka pahami. 4. Tahapan Operasional Formal (11 tahun sampai dewasa) Yaitu anak dapat berpikir abstrak sperti orang dewasa. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya, untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini, ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak mampu berpikir tentang situasi-situasi pengandaian. Egosentrisme muncul pada diri remaja dimana mereka membandingkan antara kenyataan dan kondisi ideal sehingga mereka sering memperlihatkan cara berpikir yang idealistik. 7
2.5. Implikasi Perkembangan Kognitif dalam Belajar dan Pengajaran Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif tidak dapat diajarkan meskipun bukti-bukti penelitian menunjukkan bahwa perkembangan tersebut dapat dipercepat (Zimmerman & Whitehurst, 1979). Teori dan penelitiannya memiliki implikasi-implikasi bagi pengajaran. Implikasi-implikasi Teori Piaget bagi Pendidikan
Pahami Perkembangan Kognitifnya Jaga agar siswa tetap aktif Ciptakan ketidaksesuaian Memberikan Interaksi sosial Pahami Perkembangan Kognitifnya. Guru akan mendapatkan keuntungan jika ia memahami pada level-level apa para siswanya menjalankan fungsinya. Semua siswa dalam sebuah kelas tidak seharusnya diharapkan untuk beroperasi pada level yang sama. Guru dapat mencoba untuk memastikan level-levelnya dan menjalankan pengajaran mereka sesuai dengan hal itu. Para siswa yang tampaknya ada dalam tahapan transisi dapat memanfaatkan pengajaran untuk level berikutnya yang lebih tinggi karena konfliknya tidak akan terlalu besar bagi mereka. Jaga agar Siswa tetap Aktif. Piaget tidak setuju dengan pembelajaran pasif. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang kaya akan memberinya kesempatan untuk bereksplorasi secara aktif dan menjalani kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif mereka. Pengaturan seperti ini akan menunjang konstruksi aktif terhadap pengetahuan. Ciptakan Ketidaksesuaian. Perkembangan terjadi ketika input-input lingkungan tidak sesuai degan struktur-struktur kognitif siswa. Materi-materinya sebaiknya tidak langsung dapat diasimilasi, tetapi juga tidak terlalu sulit sehingga tidak sampai mencegah akomodasi. Ketidaksesuaian juga tidak dapat dicitkan ddengan membiarkan siswa menyelesaikan soal-soal dan mendapatkan jawaban-jawaban yang salah. Memberikan Interaksi Sosial. Lingkungan sosial merupakan sumber utama bagi perkembangan kognitif. Belajar bahwa orang lain dapat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dapat membantu anak untuk tidak egosentris. Implikasi perkembangan tahapan manusia bagi pendidikan menurut Jean Piaget adalah kita tidak dapat mengajarkan sesuatu kepada seseorang bila belum ada kesiapan (readiness) yang 8
merujuk pada kematangannya. Dengan demkian maka semua pembelajaran dan masukan yang diperoleh seseorang harus cocok (match) dengan perkembangan skema seseorang. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, oleh sebab itu guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara belajar anak b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak, mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik- baiknya c. Bahaan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru tetapi tidak asing d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya e. Didalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran yang merupakan bagian dari metode pembelajaran, menurut konsep piaget langkah-langkah pembelajaran meliputi aktivitas sebagai berikut : a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Memilih materi pembelajaran c. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi dan sebagainya d. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berfikir siswa e. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 2
2.6. Cara Mengetahui Level Perkembangan Kognitif Peserta Didik Untuk para siswa, guru harus mengevaluasi level-level perkembangan mereka sebelum merencanakan pelajaran-pelajaran. Guru harus tahu bagaiman cara berpikir para siswanya sehingga ia bisa memberikan konflik kognitif dengan level yang memungkinkan, dimana siswa dapat menyelesaikan melalui asimilasi dan akomodasi. Kthy Stone misalnya, cendrung memiliki para siswa yang memiliki para siswa yang berpikir baik pada level pra-operasional maupun operasional konkret yang berarti bahwa satu pelajaran tidak akan memadai untuk materi pelajaran mana pun. Selain itu, Karena sebagian anak akan memahami proses-proseskerja lebih cepat disbanding yang lainnya, ia harus menciptakan aktivitas-aktivitas pengayaan dalam pelajaran-pelajarannya.
2
Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran . Bandung : PT. REMAJA ROSDAKARYA.2011.hlm 87-89.
9
Dalam mengembangkan materi-materi pelajaran untuk kelas sejarahnya, Jim Marshall memasukkan komponen-komponen yang membutuhkan pemahaman dasar dan juga komponen-komponen yang membutuhkan pemahaman dasar dan juga komponen-komponen
yang
membutuhkan
penalaran
abstrak.
Jadi,
ia
menggabungkan aktivitas-aktivitas yang memerlukan jawaban-jawaban, dan juga aktifitas-aktifitas yang tidak memiliki jawaban benar atau salah tetapi menuntut mereka untuk berpikir secara abstrak dan membangun ide-ide mereka melalui penilaian-penilaian berdasarkan data-data. Bagi siswa yang tidak sepenuhnya berproses pada level operasional formal, komponen-komponen yang membutukan penalaran abstrak dapat memunculkan konflik kognitif yang diharapkan dan mendorong level pemikiran yang lebih tinggi. Untuk siswa yang telah berproses Pada level operasional formal, aktivitas-aktivitas penalarannya akan terus memberikan tantangan bagi mereka3.
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Menurut Piaget, Perkembangan kognitif tergantung empat faktor: pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi. 2. Tahap-tahapan Perkembangan Kognitif Piaget diantaranya yaitu: sensorikmotor, praoperasional, operasional konkret, operasional formal. Dalam tahapan sensorikmotor, tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami dunia. pada tahapan pra-operasional memperlihatkan ireversibilitas; yaitu, ketika sesuatu yang telah dilakukan, sesuatu tersebut tidak dapat diubah. Tahapan operasional konkret ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah. Anak-anak mulai menunjukkan beberapa pemikiran abstrak 3
Dale Schunk. Teori-teori Pembelajaran Perspektif Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hlm 330-336
10
meskipun biasanya didefinisikan dengan tindakan-tindakan. Dan pada tahapan operasional formal Anak-anak mampu berpikir tentang situasi-situasi pengandaian. 3. Implikasi-implikasi Teori Piaget bagi Pendidikan
Pahami Perkembangan Kognitifnya Jaga agar siswa tetap aktif Ciptakan ketidaksesuaian Memberikan Interaksi sosial
3.2. Saran Sebagai calon pendidik, hendaknya mengetahui Tahap tahap perkembangan Kognitif pada setiap usia, agar pendidik mengetahui materi yang tepat untuk diajarkan kepada para peserta didik sesuai dengan kemampuan kognitifnya.
Daftar Pustaka Suyono dan Hariyanto. 2011.Belajar dan Pembelajaran . Bandung : PT. REMAJA ROSDAKARYA. Schunk, Dale.1992. Teori-teori Pembelajaran Perspektif Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Hergenhahn, B.R & Olson, Matthew H. 2008.Theories Of Learning.Terj Triwibowo B.S. Teori Belajar.Jakarta : Kencana.
Syaiful Sagala.Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung:CV. Alfabeta.2009.
11