SEPSIS 1. Definisi Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguansirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan: Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
Leukocytosis >12.000/mm3 – Leukopoenia <4.000/mm3
10% >cell imature
Suspected infection Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); C reactive Protein (CrP). Derajat Sepsis 1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan ≥2 gejala sebagai berikut Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
1. 2. 3.
4.
Tachypneu (resp >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
Leukocytosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
10% >cell imature Sepsis Infeksi disertai SIRS Sepsis Berat Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oligouri bahkan anuria. Sepsis dengan hipotensi Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg). Syok septik Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan. Ketidakseimbangan: DO2 (oxygen delivery) dan VO2 (oxygen consumption).
USA → 400.000 kasus sepsis; 200.000 kasus syok septik; 100.000 kematian.
Pasien mendapatkan obat vasoaktif → syok septik jika mengalami hipoperfusi jaringan. Pengertian yang lain :
Sepsis sering didefinisakan sebagai adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya berada di dlaam aliran darah. (Hudak&Gallo, 1996) Sindroma sepsis didefinisikan sebagai respon sistemik terhadap sepsis, diwujudkan sebagai tachycardia, demam atau hypothermia, takipnea dan tanda – tanda perfusi organ yang tidak mencukupi. (Hudak&Gallo, 1996). Syok sepsis adalah suatu bentuk syok (sindroma sepsis yang disertai hipotensi) yang menyebar dan vasogenik dicirikan oleh adanya penurunan daya tahan vascular sistemik serta adanya penyebaran yang tidak normal dari volume vascular. (Hudak&Gallo, 1996) Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006) Sepsis is a condition in which the body is fighting a severe infection that has spread via the bloodstream. (emedicinehealth.com) Terminology dalam sepsis menurut American College of Chest Physicians/society of Critical Care Medicine consensus Conference Committee : Critical Care Medicine, 1992 : Infeksi Fenomena microbial yang ditandai dengan munculnya respon inflamasi terhadap munculnya / invasi mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh yang steril. Bakteriemia Munculnya atau terdapatnya bakteri di dalam darah. SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) Respon inflamasi secara sistemik yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam kondisi klinis yang berat. Respon tersebut dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari gejala khas berikut ini : Suhu badan> 380 C atau <360 C
Heart Rate >9O;/menit
RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Sepsis sistemik Respon terhadap infeksi yang disebabkan oleh adanya sumber infeksi yang jelas, yang ditandai oleh dua atau lebih dari gejala di bawah ini: Suhu badan> 380 C atau <360 C
Heart Rate >9O;/menit
RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature Severe Sepsis
1.
1.
Keadaan sepsis dimana disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Hipoperfusi atau gangguan perfusi mungkin juga disertai dengan asidosis laktat, oliguria, atau penurunan status mentas secara mendadak. Shok sepsis Sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun telah dilakuakn resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak tampaka hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi. Sepsis Induce Hipotension Kondisi dimana tekanan darah sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan sistolik >40mmHg dari sebelumnya tanpa adanya penyebab hipotensi yang jelas. MODS (Multy Organ Dysfunction Syndroma) Munculnya penurunan fungsi organ atau gangguan fungsi organ dan homeostasis tidak dapat dijaga tanpa adanya intervensi. Etiologi Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS. Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain. Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini. Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus (Linda D.U, 2006) Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli, Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp. Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah, endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang timbulnya shock sepsis. Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun dengan cara yang sama dengan endotoksin. Tanda dan Gejala Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah, atau kebingungan.
Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan: Perubahan sirkulasi Penurunan perfusi perifer Tachycardia Tachypnea Pyresia atau temperature <36oc Hypotensi Pasien harus mempunyai sumber infeksi yang terbukti atau yang dicurigai (biasanya bakteri) dan mempunyai paling sedikit dua dari persoalan-persoalan berikut: denyut jantung yang meningkat (tachycardia), temperatur yang tinggi (demam) atau temperatur yang rendah (hypothermia), pernapasan yang cepat (>20 napas per menit atau tingkat PaCO2 yang berkurang), atau jumlah sel darah putih yang tinggi, rendah, atau terdiri dari >10% sel-sel band. Pada kebanyakan kasuskasus, adalah agak mudah untuk memastikan denyut jantung (menghitung nadi per menit), demam atau hypothermia dengan thermometer, dan untuk menghitung napa-napas per menit bahkan di rumah. Adalah mungkin lebih sulit untuk membuktikan sumber infeksi, namun jika orangnya mempunyai gejala-gejala infeksi seperti batuk yang produktif, atau dysuria, atau demam-demam, atau luka dengan nanah, adalah agak mudah untuk mencurigai bahwa seseorang dengan infeksi mungkin mempunyai sepsis. Bagaimanapun, penentuan dari jumlah sel darah putih dan PaCO2 biasanya dilakukan oleh laboratorium. Pada kebanyakan kasus-kasus, diagnosis yang definitif dari sepsis dibuat oleh dokter dalam hubungan dengan tes-tes laboratorium. Beberapa pengarang-pengarang mempertimbangkan garis-garis merah atau alur-alur merah pada kulit sebagai tanda-tanda dari sepsis. Bagaimanapun, alur-alur ini disebabkan oleh perubahanperubahan peradangan lokal pada pembuluh-pembuluh darah lokal atau pembuluh-pembuluh limfa (lymphangitis). Alur-alur atau garis-garis merah adalah mengkhawatirkan karena mereka biasanya mengindikasikan penyebaran infeksi yang dapat berakibat pada sepsis. Gejala khas sepsis à Dikatakan sepsis jika mengalami dua atau lebih gejala di bawah ini: Suhu badan> 380 C atau <360 C Heart Rate >9O;/menit RR >20 x/menit atau PaCO2 < 32 mmHg WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature Kriteria Diagnostik sepsis menurut AC/SCCM th 2001 dan International Sepsis Definitions Conference, Critical Care Medicine, th 2003 : Variabel Umum
Suhu badan inti > 380 C atau <360 C
Heart Rate >9O;/menit
Tachipnea
Penurunan status mental
Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24 jam
Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes.
Variable Inflamasi
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Peningkatan plasma C-reactive protein
Peningkatan plasma procalcitonin
Variabel Hemodinamik
Sistolik < 90mmHg atau penurunan sistolik . 40>mmHg dari sebelumnya.
MAP <70mmHg
SvO2 >70%
Cardiak Indeks >3,5 L/m/m3
Variable Perfusi Jaringan
Serum laktat > 1mmol/L
Penurunan kapiler refil
Variable Disfungsi Organ
PaO2 / Fi O2 <300
Urine output < 0,5 ml/kg/jam
Peningkatan creatinin > 0,5 mg/dl
INR >1,5 atau APTT > 60 detik
Ileus
Trombosit < 100.000mm3
Hiperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4mg/dl) Tanda Klinis Syok Septik Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan kering.
Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan ekstremitas hangat. Disertai tanda-tanda sepsis.
Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, perubahan status mental. Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) : Peningkatan HR Penurunan TD Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi) Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR Crakles Perubahan sensori Penurunan urine output Peningkatan temperature
Peningkatan cardiac output dan cardiac index Penurunan SVR Penurunan tekanan atrium kanan Penurunan tekanan arteri pulmonalis Penurunan curah ventrikel kiri Penurunan PaO2 Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan PaCO2 Penurunan HCO3 Gambaran Hasil laborat : WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
1.
1.
2.
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm3
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif. Penatalaksanaan Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, mengontrol sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi antimikroba yang sesuai, resusitasi bila terjadi kegagalan organ atau renjatan. Vasopresor dan inotropik, terapi if terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan terapi imunologi bila terjadi respons imun maladaptif host terhadap infeksi. Resusitasi Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi, terapi cairan (kristaloid dan/atau koloid), vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen >70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 μg/kg/menit). Eliminasi sumber infeksi Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi
3.
4.
dan implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti resusitasi yang adekuat. Terapi antimikroba Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi. Terapi if Oksigenasi Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan. Terapi cairan
Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCl 0.9% atau ringer laktat) maupun koloid. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb rendah pada kondisi tertentu, seperti pada iskemia miokard dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 810 g/dL. Vasopresor dan inotropik Sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan adekuat, akan tetapi pasien masih hipotensi. Vasopresor diberikan mulai dosis rendah dan dinaikkan (titrasi) untuk mencapai MAP 60 mmHg atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Dapat dipakai dopamin >8μg/kg.menit,norepinefrin 0.03-1.5μg/kg.menit, phenylepherine 0.58μg/kg/menit atau epinefrin 0.1-0.5μg/kg/menit. Inotropik dapat digunakan: dobutamine 2-28 μg/kg/menit, dopamine 3-8 μg/kg/menit, epinefrin 0.1-0.5 μg/kg/menit atau fosfodiesterase inhibitor (amrinone dan milrinone). Bikarbonat Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9 mEq/L dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki dengan pemberian cairan adekuat, vasopresor dan inotropik bila diperlukan. Dopamin dosis renal (1-3 μg/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu. Nutrisi Pada metabolisme glukosa terjadi peningkatan produksi (glikolisis, glukoneogenesis), ambilan dan oksidasinya pada sel, peningkatan produksi dan penumpukan laktat dan kecenderungan hiperglikemia akibat resistensi insulin. Selain itu terjadi lipolisis, hipertrigliseridemia dan proses katabolisme protein. Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin Kontrol gula darah Terdapat penelitian pada pasien ICU, menunjukkan terdapat penurunan mortalitas sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai kadar gula darah antara 80-110 mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi, karena ada risiko hipoglikemia. Gangguan koagulasi Proses inflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC (konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus di sirkulasi). Pada sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan supresi proses fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan substitusi faktor pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, tetapi tidak terbukti menurunkan mortalitas. Kortikosteroid Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis. 1. Modifikasi respons inflamasi Anti endotoksin (imunoglobulin poliklonal dan monoklonal, analog lipopolisakarida); antimediator spesifik (anti-TNF, antikoagulan-antitrombin, APC, TFPI; antagonis PAF; metabolit asam arakidonat (PGE1), antagonis bradikinin, antioksidan (N-asetilsistein, selenium), inhibitor sintesis NO (L-NMMA); imunostimulator (imunoglobulin, IFN-γ, G-CSF, imunonutrisi); nonspesifik (kortikosteroid, pentoksifilin, dan hemofiltrasi). Endogenous activated protein C memainkan peranan penting dalam sepsis: inflamasi, koagulasi dan fibrinolisis. Drotrecogin alfa (activated) adalah nama generik dari bentuk rekombinan dari human activated protein C yang diindikasikan untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan sepsis berat dengan risiko kematian yang tinggi.
Komplikasi Sepsis ARDS Koagulasi intravaskular diseminata Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease) Perdarahan usus Gagal hati Disfungsi sistem saraf pusat Gagal jantung 1.
1.
Kematian Gambaran Hasil Laborat Sepsis awal Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik, badan dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi menimbulkan alkalosis repiratorik. Hipoksemia. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat Kelanjutan Trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase (enzim liver) meningkat. Bila otot pernafasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik (peningkatan gap anion) terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hipoksemia yang bahkan tidak bisa dikoreksi dengan O2100%. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi. Pengkajian Selalu menggunakan pendekatan ABCDE. Airway yakinkan kepatenan jalan napas berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU Breathing
kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang signifikan
kaji saturasi oksigen
periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis
berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak Circulation
kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
periksa waktu pengisian kapiler
pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
pasang kateter
lakukan pemeriksaan darah lengkap
siapkan untuk pemeriksaan kultur
catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari 36oC
siapkan pemeriksaan urin dan sputum
berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat. Disability Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU. Exposure Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya. Tanda ancaman terhadap kehidupan Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi organ. Jika sudah menyembabkan ancaman terhadap kehidupan maka pasien harus dibawa ke ICU, adapun indikasinya sebagai berikut: Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hyposia
Asidosis
Gangguan pembekuan
1.
Acute respiratory distress syndrome (ards) – tanda cardinal oedema pulmonal. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNCUL Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung, deficit volume cairan. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan kardiak output yang tidak mencukupi. Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakefektifan ventilasi, edema pulmonal. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolism. Risiko ketidakseimabangan temperature tubuh behubungan dengan proses infeksi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kardiak output yang rendah, ketidak mampuan mencukupi metabolism otot rangka, kongesti pulmonal yang menyebabkan hipoksia, dan status nutrisi yang buruk. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan dan adanya edema. Diposkan oleh haeril anwar di 04.34 Definisi Masalah Seorang laki-laki, 45 tahun, masuk rumah sakit karena tidak sadar. Hasil anamnesis : sebelumnya badan tidak enak, panas, berkurang bila minum obat flu, kejang 1 x, bekerja di Papua, di pelabuhan. Hasil pemeriksaan fisik : tensi 110/70 mmHg, nadi 132 x/menit, napas 32 x/menit, suhu axiler 39,2 C, kesadaran GCS E3 M4 V3, rongga mulut plaque putih, infiltrat di apex paru kanan, jantung normal, abdomen normal. Hasil lab : Hb 13,7 g%, lekositosis 16800 /UL, trombosit 243.000 /uL, lekosit urin 10-15 / LPB, eritrosit urin 0-1 /LPB, slinder (-), widal (-), pemeriksaan darah kuman gram negatif coccus, hasil identifikasi kultur masih menunggu hasil. C. Tujuan Laporan tutorial ini dibuat untuk membahas sepsis yang disebabkan oleh meningitis dengan kuman spesifik gram negatif coccus. D. Manfaat Dengan adanya laporan tutorial ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai sepsis terutama yang disebabkan oleh kuman gram negatif coccus Neisseria meningitidis. II. TINJAUAN PUSTAKA A. SEPSIS 1. Definisi Menurut Konsensus Konferensi Dokter Ahli Paru di Universitas Amerika, sepsis dibagi menjadi 4 stadium : 1. SIRS ( Systemic Inflammatory Respon Syndrome), kriterianya sebagai berikut : (1) suhu > 38 oC atau 90 kali/ menit, (3) respirasi > 20 kali/menit, (4) jumlah sel darah putih > 12.0×109/L, 0,1 bentuk immatur (band). 2. Sepsis. SIRS dan dokumentasi kultur infeksi (kultur positif untuk organisme). 3. Sepsis berat. Sepsis dan gangguan fungsi organ, hipotensi atau hipoperfusi (keabnormalan hipoperfusi, termasuk, tetapi tidak terbatas hanya pada laktik asidosis, oliguria, atau perubahan status mental akut). 4. Septik Syok. Hipotensi (walaupun dengan resusitasi cairan dengan tekanan 90 mmHg atau turun 40 mmHg dalam waktu 1 jam), dan keabnormalan hipoperfusi. Untuk sepsis yang menghasilkan kultur negatif, maka SIRS diberi pengobatan antibiotik yang secara klinis diduga infeksi (Bukhori dan Prihatini, 2006). 2. Patogenesis Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan: 1. Sistim komplemen 2. Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit 3. Faktor XII (Hageman faktor) Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi
kebocoran vaskuler. Disamping itu sistim komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perobahan-perobahan metabolik dan perobahan hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein merobah kininogen sehingga terjadi pelepasan hipotensive agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan-perobahan metabolik, perobahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis. Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian (Japardi, 2002). 3. Gejala klinis Gangguan neurologis akibat sepsis dapat diketahui dengan adanya: deman akut, nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas cheynestoke (Japardi, 2002). 4. Diagnosis Diagnosis ditegakan berdasar kriteria sepsis (SIRS dan uji biakan positif), gejala , dan hasil laboratorium yang mendukung (Guntur, 2007). 5. Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul : sindrom disters pernapasan akut, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, gagal jantung, kamtian. 6. Terapi Tarapi meliputi 4 hal : memulihkan abnormalitas yang membahayakan jiwa, ihkan darah dari mikroorganisme, menghilangkan benda asing, dan mengobati disfungsi organ (Guntur, 2007). B. NEISSERIA MENINGITIDIS 1. Etiologi Neisseria meningitidis dibagi menjadi 8 grup, yaitu A,B,C,D,X,Y,Z,Z’, ditentukan atas dasar aglutinasi (Staf Pengajar FKUI, 1994). 2. Manifestasi klinik Penyakit yang timbul berupa demam ringan yang dapat disertai dengan faringitis, bakteriemia sementara sampai sepsis fulminan yang dapat menyebabkan kematian. Tidak jarang timbul suatu makula eritematosa, disusul petechie, dan ekhimosis. Sequele dapat berupa tuli syaraf VIII, kerusakan susunan syaraf pusat, dan nekrosis pada kulit dan jaringan akibat trombosis vaskular (Shulman, 1994). Penderita meningitis datang dengan nyeri kepala, tanda-tanda meningeal, dan status mental yang bervariasi dari sadar penuh sampai koma (Chandrasoma, 2006). 3. Diagnosis Infeksi terutama didiagnosis dengan cara identifikasi N. meningitidis dalam bahan yang didapat dari penderita. Bahan pemriksaan dapat berupa darah, likuor, serebrospinal, bahan dari petechie, cairan sendi, usap tenggorok atau nasofaring. 4. Pengobatan Penisilin masih merupakan obat pilihan. Bila penderita sensitif penisilin, kloramfenikol merupakan terapi
alternaitf yang efektif. 5. Pencegahan Dengan vaksinasi dan menjaga kebersihan (Staf Pengajar FKUI, 1994). III. PEMBAHASAN Pada kasus di atas, pasien memiliki kriteria SIRS (Systemic Inflammation Respone Syndrome) berdasarkan Konsensus Konferensi Dokter Ahli Paru di Universitas Amerika, yaitu : (1) hipotensi ringan dengan tekanan darah 110/70 mmHg, (2) takikardi dengan denyut nadi > 90 x/menit yaitu 132 x/menit, (3) takipnea dengan frekuensi napas > 20 x/menit yaitu 32 x/menit, (4) suhu abnormal (normal 36,5-38 C) yaitu 39,2 C, (5) lekositosis dengan hitung lekosit > 12.000/ml yaitu 16.800/ml. Setelah dilakukan biakan darah, ternyata didapatkan hasil, kuman gram negatif coccus. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ini, maka pasien memenuhi kriteria menderita sepsis. Melihat gejala-gejala yang timbul pada pasien, antara lain : tidak sadar, badan tidak enak, panas, berkurang bila minum obat flu, kejang 1 kali, pernah bekerja di pelabuhan di Papua, dapat diambil banyak diagnosis banding terhadap latar belakang penyakit yang menyebabkan sepsis tersebut. Salah satu diagnosis bandingnya adalah malaria kerana melihat tempat dia bekerja dimana papua adalah daerah endemis malaria. Namun, hal ini dapat dipatahkan karena berdasar hasil pemeriksaan didapat Hb 13,7 yang berarti normal (pada malaria terjadi anemia), tidak ditemukan splenomegali, panas tidak khas malaria. Selain itu malaria disebabkan protozoa Plasmodium, bukan bakteri seperti yang ditemukan pada pasien. Begitu pula dengan diagnosis banding lainnya dapat dipatahkan seperti influenza, tuberkulosis, pneumonia, bronkitis, dan lain-lain. Berdasar penelitian (lihat pendahuluan), penyebab tersering sepsis adalah bakteri gram negatif yaitu sekitar 70%. Ada banyak bakteri gram negatif, tetapi yang sangat virulen yang dapat menyebabkan sepsis terutama Neisseria meningitidis, Yersinia peptis (menyebabkan penyakit pes), dan Salmonella Thypi. Pada kasus di atas, penyebab sepsis juga oleh bakteri gram negatif yang berbentuk coccus. Pengetahuan tentang latar belakang infeksi penyebab sepsis amat penting untuk penatalaksanaa yang tepat bagi pasien. Di antara ketiga kuman di atas, Neisseria meningitidis memiliki bentuk coccus, sedang yang lain berupa basil. Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa diagnosis observasi yang paling mendekati adalah sepsis yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis. Untuk penegakan diagnosis, hanya dapat ditentukan dengan identifikasi kultur. Meningokokus masuk ke dalam tubuh lewat traktus respiratorius bagian atas dan berkembang biak dalam selaput nasofaring. Pada suatu saat terjadi penyebaran secara hematogen. Masa tunas beberapa hari, kurang dari 1 minggu. Penyebaran meningokokus lewat aliran darah mengakibatkan lesi metastatik di berbagai tempat di badan misalnya kulit, selaput otak, persendian, mata dan paru-paru. Pada kasus di atas, pasien mengalami infiltrat di apex paru kanannya. Ini menunjukan telah terjadi metastatik sistemik atau sepsis pada pasien. Lekosit meningkat karena teraktivasi dan terangsang oleh bakteri yang masuk ke dalam aliran darah. Begitu pula dengan demam, proses demam ini merupakan manifestasi peradangan dimana lekosit yang terangsang akan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang dapat merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu.
Pasien tidak sadar dan diawali dengan kejang menunjukan kuman sudah menginfeksi selaput otak / meningen. Kejang disebabkan oleh refleks spasme otot-otot spinal akibat iritasi syaraf yang melewati meningen yang meradang. Penatalaksanaan pertama yang dapat dilakukan pada pasien di atas adalah pemulihan keadaan yang membahayakan jiwanya, seperti jalan napas, breathing, dan sirkulasi. Karena pasien di atas tidak sadar, pasien harus dilindungi jalan napasnya. Intubasi juga diperlukan untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Penatalaksanaan selanjutnya adalah berusaha menghilangkan kuman dari tubuhnya. IV. PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pasien di atas mengalami sepsis dengan kriteria : (1) hipotensi ringan dengan tekanan darah 110/70 mmHg, (2) takikardi dengan denyut nadi > 90 x/menit yaitu 132 x/menit, (3) takipnea dengan frekuensi napas > 20 x/menit yaitu 32 x/menit, (4) suhu abnormal (normal 36,5-38 C) yaitu 39,2 C, (5) lekositosis dengan hitung lekosit > 12.000/ml yaitu 16.800/ml, (6) ditemukan bakteri gram negatif pada kultur darah. 2. Penyebab terkuat (diagnosis observasi) dari sepsis tersebut adalah karena Neisseria meningitidis yang menimbulkan penyakit meningitis. 3. Pasien tidak sadar dan diawali dengan kejang menunjukan kuman sudah menginfeksi selaput otak / meningen. Kejang disebabkan oleh refleks spasme otot-otot spinal akibat iritasi syaraf yang melewati meningen yang meradang. B. SARAN Untuk menghindari sepsis akibat bakteri gram negatif, hendaknya kita dapat menghindari trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri gram negatif. V. DAFTAR PUSTAKA 1. Bukhori dan Prihatini. 2006. Diagnosis Sepsis Menggunakan Procalcitonin. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/IJML-12-3-06.pdf. (27 Juni 2008). 2. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC. 3. Guntur H. 2007. Sepsis. In : Sudoyo, Aru (et all). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 4. Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis. library.usu.ac.id//fk/bedahiskandar%20japardi20.pdf. (27 Juni 2008). 5. Rasional. 2002. Sepsis. http://piolk.ubaya.ac.id/datanb/piolk/rasional/20070322123634.pdf. (27 Juni 2008). 6. Shulman, Stanford (ed).1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Ed : 4. Yogyakarta: UGM Press. 7. Staf Pengajar FKUI. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara