Pengukuran Kelelahan Hingga saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan kerja yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan yang sangat subjektif, setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kelelahan sehingga sulit untuk diukur. Untuk mengetahui kelelahan dapat diukur dengan menggunakan waktu reaksi seluruh tubuh atau Whole Body Reaction Tester (WBRT), uji ketuk jari (Finger Taping Test), uji Flicker Fusion, uji Critical Fusion, uji Bourdon Wiersma, skala kelelahan IFRC (Industrial Fatigue Rating Comite), Skala Fatigue Rating (FR Skala), Ekskresi Katikolamin, Stroop Test, dan Electroensefalografi (EEG) (Wijaya, 2005). Setyawati (2004), menambahkan parameter untuk pengukuran kelelahan kerja diantaranya skala perasaan lelah dan untuk pengukuran perasaan kelelahan dapat dipakai Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2) untuk pekerja Indonesia. KAUPK2 ini terdiri dari pertanyaanpertanyaan tentang keluhan kerja. Terdiri dari 17 pertanyaan yang telah teruji validitas dan reabilitasnya, menggambarkan pelemahan aktivitas sebanyak 7 butir, aspek pelemahan motivasi 3 butir, dan aspek gejala fisik 7 butir (Wijaya, 2005). Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat kelelahan kerja yang dikategorikan sebagai berikut (Sugiono, 2002): 1.
Kurang lelah, bila responden memperoleh skor jawaban < 20 (< 40% dari
2.
total skor) Lelah, bila responden memperoleh skor jawaban antara 20-35 (40-75%
3.
dari total skor) Sangat lelah, bila responden memperoleh skor jawaban > 35 (75% dari total skor) Pengukuran kelelahan terbagi atas 2 macam yaitu pengukuran secara
subjektif dan pengukuran secara objektif. Secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur untuk mengukur kelelahan kerja antara lain : 1)
Pengukuran waktu reaksi Waktu reaksi yang diukur dapat merupakan reaksi sederhana atas
rangsangan tunggal atau reaksi-reaksi yang memerlukan koordinasi. Biasanya waktu reaksi adalah jangka waktu pemberian suatu rangsangan sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakannya kegiatan tertentu misalnya : Nyala lampu
sebagai awal dan pijat tombol sebagai akhir jangkauan waktu tertentu Denting suara dan injak pedal Sentuhan badan dan pemutaran setir Prosedur kerja alat Whole Body Reaction Tester (WBRT) WBRT mengukur gerakan lambat, cepat dan reaksinya dengan mengukur waktu yang diperlukan tubuh terhadap cahaya. Waktu reaksi merupakan yang diperlukan tubuh untuk menaggapi suatu rangsangan. Waktu reaksi biasanya sangat cepat kira-kira 150-200 milidetik. Pada WBRT, penghitung digital menggunakan elemen kristal osilasi dan memberikan hasil yang diteliti dari 1 m detik hingga 9,999 detik yang pengukurannya dengan menggunakan kotak respon. a. b.
Pengukuran Waktu Reaksi Hubungkan kotak respon ke tombol reaksi (waktu) pada bagian belakang unit dengan wayar yang tersedia. Pilih 1/1000 detik untuk tahapan waktu Subyek uji diinstruksikkan untuk berdiri diatas lapik reaksi di depan kotak
respon, tekan tombol tanda “start”. Apabila subyek uji melihat warna merah, biru atau kuning muncul, maka segera mungkin dia melompat meninggalkan lapik reaksi dan pengatur waktu seketika itu juga akan berhenti. 2)
Uji hilangnya kelipan Dengan kelelahan kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan
semakin berkurang. Semakin panjang waktu diperlukan untuk jarak antara dua kelipan menujukkan pula kewaspadaan tenaga kerja. 3) Pengamatan tentang koordinasi dan efisiensi gerakan fisik Aneka ragam kegiatan tubuh dan efisienya dapat dinilai seperti : a. Keseimbangan badan ketika berdiri b. Koordinasi mata dan tangan c. Uji akomodasi mata dan tangan d. Kemantapan tangan dan jari 4) Pendekatan dengan kemampuan konsentrasi Kecepatan dan ketelitian untuk menyelesaikan suatu atau serangkaian tugas yang diberikan merupakan determinan dari konsentrasi atau daya pikir yang baik. Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan mengukur perasaan lelah dengan menggunakan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2). Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah KAUPK2 (Sitorus, 1999).