1
MODUL PRAKTIKUM
PEMROSESAN CITRA DIGITAL
FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
2 ACARA 1 PENGENALAN FORMAT PENYIMPANAN CITRA DIGITAL PENGINDERAAN JAUH
I.
TUJUAN Meletakkan dasar pemahaman tentang format penyimpanan citra digital
II. ALAT DAN BAHAN 1. Format isian 2. Pensil
III. DASAR TEORI Citra digital merupakan citra yang diperoleh, disimpan, dianalisis, dan disajikan dalam notasi biner. Notasi biner adalah notasi yang mendasarkan pada 2 kemungkinan atau variasi informasi, yaitu 0 dan1. Notasi ini sangat sesuai untuk sistem komputer, yang menggunakan arus listrik (mati-hidup) dan orientasi kutub magnetik (selatan-utara) dalam mengolah dan menyimpan informasi. Satuan informasi terkecil ialah bit (binary digit), dimana 1 bit informasi hanya memuat 2 kemungkinan (2¹): 0 (mati, tak ada arus) atau 1 (hidup, ada arus). Gambar yang disimpan melalui sistem perekaman 1 bit hanya akan menyajikan titik-titik penyusun gambar yang hitam-putih, tanpa abu-abu. Apabila sistem perekam gambar menggunakan pengkodean2 bit, maka setiap titik penyusun gambar (yang selanjutnya disebut piksel) mempunyai 2² kemungkinan atau 4 tingkat: hitam (00), abu-abu gelap (01), abu-abu cerah (10), dan putih (11). Sistem bilangan biner semacam ini dapat dikonversi ke sistem bilangan desimal, dimana 00 pada sistem bilangan biner = 0 pada sistem bilangan desimal, dan selanjutnya 01 = 1, 10 = 2, dan
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
3 11 = 3. Rentang atau julat nilai 0 – 3 (yang berarti 4 tingkat) mewakili 4 tingkat kecerahan pada piksel-piksel citra. Saat ini, bit coding sensor satelit telah mampu menyimpan hingga 16 bit, atau 2¹6 tingkat kecerahan, meskipun citra yang banyak digunakan –yaitu citra Landsat Thematic Mapper dan SPOT HRV/HRVIR masih menggunakan 8 bit atau 256 tingkat kecerahan. Informasi 8 bit setara dengan 1 byte. Cara penyimpanan citra ke dalam himpunan piksel dengan susunan baris-kolom disebut dengan struktur atau format raster. Pada citra raster 8 bit, 1 piksel biasanya setara dengan 1 byte. Citra satelit penginderaan jauh banyak yang diperoleh melalui sensor multispektral. Hasil dari citra multispektral ini adalah liputan gambar wilayah yang sama pada saluran spektral (band atau kanal) yang berbeda-beda. Apabila suatu wilayah direkam oleh satelit dengan sensor yang mengoperasikan 3 saluran (k, l, dan m) dengan koding 8 bit, maka pada posisi yang sama pada citra raster, suatu posisi piksel (missal baris i kolom j) mempunyai 3 macam nilai spektral, yang masing-masing terdapat dalam julat 0-255, yaitu NPijk, NPijl, dan NPijm. Berbagai perangkat lunak menyimpan keempat saluran citra ini dengan cara yang berbeda-beda. Cara pertama adalah penyimpanan tanpa kompresi (pemampatan), dimana setiap piksel menempati ‘ruang’ dalam komputer sebesar 1 byte. Apabila terdapat 4 saluran citra yang masingmasing tersusun atas m kolom dan n baris, maka tempat (space) yang dihabiskan dalam komputer adalah 4 x m x n byte. Cara ini disebut dengan
full-raster structure. Cara kedua adalah melalui kompresi, dimana deretan piksel dengan nilai yang sama pada suatu saluran dapat diringkas penyimpanannya. Semakin homogen nilai piksel pada suatu liputan citra, semakin efektif kompresinya. Cara ini disebut compressed raster
structure.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
4 Pada citra pertama (full-raster structure), komputer pun masih dapat menyimpan dan mengolah informasi pada citra dengan format yang berbeda-beda. Ada sistem pengolah citra yang lebih menyukai penyimpan tiap saluran secara terpisah dalam 1 berkas file, ada pula yang memilih penyimpanan seluruh saluran dalam 1 file. Format penyimpanan tiap saluran ke dalam file terpisah disebut format band sequential (BSQ). Format yang menyukai seluruh saluran disimpan dalam satu file ialah (a) band interleaved
by line (BIL), dimana urutan penyimpanan ialah baris baris 1 saluran 1, baris 1 saluran 2, baris 1 saluran 3, … baris 1 saluran n; kemudian dilanjutkan baris 2 saluran 1, baris 2 saluran 2, baris 3 saluran 3, …, baris 2 saluran n; begitu seterusnya sampai seluruh baris citra pada n saluran habis terbagi; (b) band interleaved by pixel (BIP) dimana selang-seling penyimpanan tidak dilakukan pada tiap baris saluran, melainkan tiap piksel pada tiap saluran. Pada pelarikan (scanning) dengan skaner meja, pilihan untuk menyimpan gambar digital pada 256 warna tanpa kompresi selalu dapat diartikan bahwa gambar tersebut disimpan dengan format generic BSQ, meskipun nama formatnya disesuaikan dengan merek dagang perusahaan pembuat perangkat lunaknya, misalnya *.GIF, *.TIF, *.BMP. penyimpanan gambar 16,7 juta warna (2(8)³, atau 256³) ke dalam format *.BMP atau *.TIF 24 bit menunjukkan bahwa gambar tersebut disimpan dalam format BIL atau BIP. Kompresi gambar hasil pelarikan raster juga dijumpai pada format yang sudah banyak dikenal, misalnya *.JPG dan TIF with LZW
compression. Dengan demikian, format BSQ, BIL, dan BIP merupakan format generic pada citra penginderaan jauh, sedangkan BMP, TIF, GIF, dan JPG merupakan format non-generik yang berlaku untuk berbagai jenis citra, termasuk citra/ gambar non-penginderaan jauh. Format non-generik lain juga dapat dijumpai pada berbagi pengolah citra penginderaan jauh, meskipun mereka masih bisa dikategorikan ke dalam BSQ, BIL, atau BIP.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
5 Format-format ini antara lain *.LAN (untuk ERDAS sampai dengan versi 7.5), *.IMG (untuk ERDAS Imagine; ekstensi yang sama namun dengan format berbeda digunakan oleh IDRISI), *.MPD (ILWIS for DOS), *.MPR (ILWIS for Windows), dan *.ERS (ER-Mapper). Citra digital disimpan oleh perangkat lunak pengolah citra dengan beberapa macam cara, ditinjau dari jumlah file yang digunakan. Cara pertama adalah menyatukan informasi citra dengan headernya. Header adalah suatu ‘penjelasan’ tentang citra yang disimpan, misalnya format (ASCIL, biner), ukuran (jumlah baris dan kolom), julat nilai dan ukuran byte-nya (misalnya 1 byte/piksel), palette warna, dan sebagainya. Header dibaca lebih dulu oleh program, sebelum data tiap piksel diakses dan ditampilkan pada layar monitor atau diproses. Pada cara pertama ini, header diletakkan pada bagian awal file, sehingga ukuran citra biasanya menjadi jumlah byte citra + jumlah byte header. Misalnya citra 3 saluran berukuran 1000 kolom x 600 baris, dengan julat 0-255, dimana tiap piksel disimpan dalam 1 byte informasi, dan headernya berukuran 128 byte, maka ukuran file citra itu menjadi 128 + 3*(1000 * 600) = 1.800.128 byte. Cara kedua ialah dengan memisahkan header dan citra menjadi 2 file, dengan ekstrensi yang berbeda, namun dengan nama file yang sama. Format *.LAN yang digunakan oleh ERDAS merupakan contoh dimana header dan citranya disatukan dalam 1 file, dengan ukuran header sebesar 512 byte (untuk versi 7.5). Format *.MPD pada ILWIS for DOS merupakan contoh untuk file citra yang dipisahkan dari headernya (yang menggunakan ekstensi *.MPI, sebesar 40 byte berformat biner). Format *.ERS sebenarnya merupakan header dari file citra tanpa ekstensi pada perangkat lunak ER-Mapper, dimana ukuran byte *.ERS ini terus berubah seiring dengan semakin banyaknya jenis operasi yang diterapkan pada citra.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
6 File *.ERS ini merupakan salah satu contoh dimana genealogi (lineage) citra telah dimasukkan sebagai bagian dari metadata (=’data tentang data’) citra.
IV. LANGKAH KERJA Praktikan diberi gambar, yang menunjukkan 3 saluran dari suatu citra multispektral hipotetik, tanpa header. Potongan citra itu berukuran 10 x 10 piksel dengan julat nilai 0-15, dimana nilai 0 menunjukkan obyek yang memberikan pantulan spectral paling lemah dan 15 menunjukkan obyek yang memberikan pantulan spectral paling kuat. Berdasarkan informasi tersebut, 1. Menyalin gambar itu tanpa angka-angka (nilai piksel) di dalamnya, lalu memberi warna dengan pensil (bukan pena/ ballpen), dengan tingkat kegelapan sesuai dengan nilai pikselnya 2. Mengkonversikan data citra pada Gambar 1 ke format BSQ, BIL, dan BIP, mengacu ke tempat yang sudah disediakan 3. Menjawab pertanyaan, dan disertakan dalam laporan
V. HASIL PRAKTIKUM 1. Membuat degradasi warna dengan menggunakan pensil, dengan tingkat kegelapan sesuai dengan nilai pikselnya TABEL WARNA
0 Rona
1
2 Nilai piksel 0 1 2 3
3
4 Rona
5
6
Nilai Piksel 4 5 6 7
7
8
Rona
9
10 11 12 13 14 15
Nilai Piksel 8 9 10 11
Rona
Nilai Piksel 12 13 14 15
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
7
CITRA SALURAN 1
CITRA SALURAN 2
CITRA SALURAN 3
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
8 2. Mengkonversikan data citra pada gambar 1 ke format BSQ, BIL, dan BIP, mengacu ke tempat yang sudah disediakan : Format BSQ (tiap saluran 1 file terpisah) Saluran 1 Mulai →
Saluran 2
Saluran 3
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
9 Format BIL (3 saluran menjadi 1 file, selang-seling setiap baris) Mulai →
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
10
Format BIP (3 saluran menjadi 1 file, selang-seling tiap Piksel) Mulai →
3. Jawablah pertanyaan berikut ini, dan sertakan dalam laporan: a)
Bagaimana distribusi tingkat kecerahan pada ketiga saluran itu? Berikan deskripsi anda!
b) Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing format penyimpanan citra digital? c)
Sebutkan contoh-contoh format citra digital berdasarkan perangkat lunak pengolah citra yang anda kenal, baik pengolah citra umum maupun pengolah citra penginderaan jauh?
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
11 VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh. Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
12 ACARA 2 PENGENALAN HISTOGRAM CITRA DAN PENAJAMAN KONTRAS
I. TUJUAN Melatih pemahaman mengenai histogram citra sebagai representasi grafis karakteristik
spektral
citra,
serta
teknik-teknik
penajaman
melalui
manipulasi histogram.
II. ALAT DAN BAHAN 1. Alat tulis 2. Format isian 3. Kalkulator 4. 3 saluran citra
III. DASAR TEORI Histogram citra merupakan salah satu bentuk representasi grafis karakteristik spektral citra yang bersangkutan. Dengan histogram, analis citra dapat memahami citra yang dipelajari misalnya aspek kecerahan dan ketajamannya. Dari histogram juga kadang-kadang dapat diduga jenis saluran spektral citra yang digunakan. Perubahan atas distribusi nilai pada citra secara langsung berakibat pada perubahan tampilan histogram. Sebaliknya, dengan ‘memainkan’ bentuk histogramnya, banyak program pengolah citra secara interaktif mampu mengubah tampilan citranya. Dengan
kata
lain,
perangkat
lunak
pengolah
citra
kadang-kadang
menggunakan histogram sebagai ‘jembatan komunikasi’ antara pengguna dengan data citra.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
13 Histogram adalah suatu gambaran distribusi nilai piksel pada suatu potongan citra, yang disertai dengan frekuensi kemunculan setiap nilai. Histogram citra dipresentasikan dengan dua bentuk: pertama, tabel yang memuat kolom-kolom nilai piksel, jumlah absolut setiap nilai piksel, jumlah komulatif
piksel,
persentase
absolut
setiap
nilai,
dan
persentase
komulatifnya; kedua, gambaran grafis yang menunjukkan nilai piksel pada sumbu x dan frekuensi kemunculan pada sumbu y. Melalui gambaran grafis histogram ini, secara umum dapat diketahui sifat- sifat citra yang diwakilinya. Misalnya citra yang direkam dengan spektrum gelombang relatif pendek akan menghasilkan “bukit tunggal“ histogram yang sempit (unimodal). Wilayah yang memuat tubuh air agak luas akan menghasilkan kenampakan histogram dengan dua puncak, apabila direkam pada spektrum inframerah dekat (bi-modal). Histogram unimodal yang sempit biasanya kurang mampu menyajikan kenampakan obyek secara tajam, sedangkan histogram yang ‘gemuk’ (lebar) relatif lebih tajam dibandingkan yang sempit. Penajaman kontras citra melalui histogram dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu perentangan kontras (contrast stretching) dan ekualisasi
histogram
(histogram
equalization).
Perentangan
kontras
merupakan upaya mempertajam kenampakan citra dengan merentang nilai maksimmum dan nilai minimum citra. Kompresi citra justru sebaliknya, dilakukan dengan memampatkan histogram yaitu menggeser nilai minimum ke nilai minimum baru yang lebih tinggi dan menggeser nilai maksimum ke nilai maksimum baru yang lebih rendah, sehingga histogramnya menjadi lebih “langsing”. Berbeda halnya dengan perentangan kontras yang bersifat linier, ekualisasi histogram merupakan upaya penajaman secara non-linier, yang menata kembali distribusi nilai piksel citra dalam bentuk histogram ke
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
14 bentuk histogram yang baru, dimana dapat terjadi penggabungan beberapa nilai menjadi nilai baru dengan frekuensi kemunculan yang baru pula.
IV. LANGKAH KERJA
CITRA SALURAN (BAND) 1 15 14 13 12 13 12 12 13 11 12
1 15 15 11 11 10 9 10 13 12
0 1 1 2 1 1 10 9 1 1 1 1 1 1 10 8 2 1 1 2 12 2 9 9 13 2 1 1 1 1 7 9 11 2 3 2 2 3 2 9 12 1 2 1 3 9 7 2 9 9 9 2 3 7 14 2 15 15 9 4 6 12 15 3 14 14 10 7 14 13 14 14 14 13 7 12 13 12 15 15
CITRA SALURAN (BAND) 2 13 11 12 11 11 13 9 12 14 11
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 13 1 1 0 1 1 0 10 9 1 0 1 1 0 10 9 1 2 1 2 2 9 11 1 1 0 1 3 10 9 4 0 1 2 7 13 14 13 1 2 4 14 12 13 13 4 6 14 14 12 13 12 7 14 15 15
4 5 4 3 4 4 2 4 1 4 6 0 15 1 14 2 13 12 15 15
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
15
CITRA SALURAN (BAND) 3 12 14 14 12 10 13 9 12 14 12
1 0 0 1 1 0 14 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 9 1 0 0 1 1 11 6 1 1 0 1 12 7 0 1 0 0 10 9 4 0 1 2 13 14 13 1 2 4 12 10 3 3 4 7 13 9 11 4 12 13
1 0 1 15 1 2 7 14 14 13
15 14 13 15 13 5 15 14 14 14
15 13 15 15 15 0 1 2 14 15
1. Membuat histogram untuk setiap saluran pada gambar di atas sehingga jelas perbedaan antara satu histogram citra dengan yang lain pada tempat yang disediakan. 2. Membuat histogram kumulatif dari citra tiap saluran dengan format seperti histogram yang telah dibuat, namun pada sumbu y masukkan nilai jumlah piksel kumulatif pada setiap posisi nilai piksel. 3. Menentukan nilai piksel (NP) pada posisi % kumulatif sekitar 5-8 % sebagai cut-off, yaitu nilai minimum efektif untuk direntang, dan NP pada posisi % kumulatif sekitar 90-95 % sebagai saturation, yaitu nilai maksimum
efektif untuk direntang. Tandai nilai itu pada kurva/
histogram kumulatif yang dibuat. 4. Menghitung NP baru pada saluran 3, apabila citra itu dijadikan citra baru melalui perentangan kontras dengan julat 0- 31. Rumus : NP baru = 31* (NP input - NP cut-off) / (NP saturation - NP cut-off) 5. Menggambar histogram baru dengan distribusi NP yang baru hasil perhitungan. 6. Berdasarkan histogram setiap saluran yang dibuat pada langkah 1 tambahkanlah dua kolom yang berisi (a) nisbah/ rasio antara nilai piksel
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
16 NPi terhadap nilai piksel maksimum NPmaks kemudian beri nama NPi/ NPmaks, dan (b) besarnya probabilitas kemunculan setiap nilai piksel pada setiap saluran yang dihitung dengan mambagi setiap frekuensi kemunculan NPi dengan jumlah piksel keseluruhan N, kemudian beri nama pi (f(NPi)/N). 7. Menggambar histogram yang menyatakan distribusi frekuensi dari NPi/NPmaks dimana sumbu x menyatakan NPi/NPmaks dan sumbu y menyatakan Pi(f(NPi)/N). 8. Menentukan fungsi transformasi probabilitas Si, yang menyatakan nilai kumulatif probabilitas tiap rasio NPi/NPmaks. Menempatkan kolom Si ini disebelah
kanan
kolom
pi(f(NPi)/N)
dimulai
dari
So.
Kemudian
menggambarkan histogramnya. 9. Dimulai dari baris paling atas (NPi = 0), tentukan nilai piksel yang baru sebagai pengganti NPi, pada kolom terakhir bernama NPi-baru dengan cara perbandingan Si dengan nilai rasio NPi/NPmaks. Pilihlah nilai NPi asli pada baris yang sama dengan NPi/NPmaks yang mempunyai nilai paling dekat ke nilai fungsi probabilitas Si. Nilai NPi nilai NPi
asli
pada posisi ini digunakan sebagai
baru.
10. Melanjutkan untuk seluruh nilai piksel yang ada pada saluran 1, kemudian menggambarkan histogram yang baru, yang telah mempunyai distribusi nilai piksel yang baru. 11. Melanjutkan untuk saluran 2 dan 3, kemudian menggambarkan pada histogram yang baru. Dengan memperhatikan distribusi nilai piksel pada histogram-histogram baru tersebut, yang telah menggambarkan distribusi nilai piksel pada citra-citra baru yang telah mengalami ekualisasi histogram.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
17 V. HASIL PRAKTIKUM 1. Tabel histogram (band 1, 2, 3) 2. Histogram asli band 1, 2, 3. (grafik) 3. Histogram kumulatif band 1, 2, 3 (grafik) 4. Tabel hasil perentangan kontras linear band 1, 2, 3 5. Histogram hasil perentangan kontras linear band 1, 2, 3 (grafik) 6. Distribusi nilai piksel baru hasil perentangan kontras. Dibuat saluran baru 7. Tabel hasil ekualisasi histogram band 1, 2, 3 8. Histogram distribusi frekuensi NPi/NPmax (X), dan Pi(f(NPi)/N) (Y) (grafik) 9. Distribusi nilai piksel baru band 1, 2, 3 10. Histogram hasil ekualisasi histogram (grafik)
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh. Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
18 ACARA 3 PENGENALAN ERMAPPER DAN KONVERSI FORMAT DATA
I.
TUJUAN
1. Memperkenalkan perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengolah data citra atau satelit.
2. Melatih mahasiswa dalam melakukan konversi data. 3. Mahasiswa dapat melakukan konversi data/ pengubahan satu format data ke format lain dalam pengolahan data citra digital.
4. Dapat menampilkan citra dengan software ER Mapper dan dengan software tersebut dapat menyusun citra komposit.
II. ALAT DAN BAHAN 1. Seperangkat komputer dan Software ER Mapper 2. Modul praktikum Pemrosesan Citra Digital 3. Alat tulis
III. DASAR TEORI 1.
Pendahuluan ER Mapper adalah salah perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengolah data citra atau satelit. Masih banyak perangkat lunak yang lain yang juga dapat digunakan untuk mengolah data citra, diantaranya adalah Idrisi, Erdas Imagine, PCI dan lain-lain. Masing-masing
perangkat
lunak
mempunyai
keunggulan
dan
kelebihannya sendiri. ER Mapper dapat dijalankan pada workstation dengan sistem operasi UNIX dan komputer PCs (Personal Computers) dengan sistem operasi Windows 95/98 dan Windows NT.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
19 Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai dengan yang kita harapkan. Adapun cara pengolahan data citra itu sendiri melalui beberapa tahapan, sampai menjadi satu keluaran yang diharapkan. Tujuan dari pengolahan citra adalah mempertajam data geografis dalam bentuk digital menjadi suatu tampilan yang lebih berarti bagi pengguna, dapat memberikan informasi kuantitatif suatu obyek, serta dapat memecahkan masalah. Data digital disimpan dalam bentuk barisan kotak kecil dua dimensi yang disebut pixels (J) ictin`e elements). Masing-masing piksel mewakili suatu wilayah yang ada di permukaan bumi. Struktur ini kadang juga disebut raster, sehingga data citra sering disebut juga data raster. Data raster tersusun oleh baris dan kolom dan setiap piksel pada data raster memiliki nilai digital.
Baris
Kolom
Piksel
Gambar 1. Struktur data raster
Data yang didapat dari satelit umumnya terdiri beberapa bands
(layers) yang mencakup wilayah yang sama. Masing-masing band mencatat pantulan obyek dari permukaan bumi pada panjang gelombang yang berbeda. Data ini disebut juga multispectral data. Di dalam pengolahan citra, juga dilakukan penggabungan kombinasi antara beberapa band untuk mengekstrasi informasi dari obyek-obyek yang
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
20 spesifik seperti indeks vegetasi, parameter kualitas air, terumbu karang, dan lain-lain.
1.1 Aplikasi pengolahan data citra Pengolahan data citra adalah bagian penting untuk dapat menganalisa informasi kebumian melalui data satelit penginderaan jauh. Apilikasi-aplikasi yang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra antara lain : 1. Pemantauan lingkungan 2. Manajemen dan perencanaan kota dan daerah urban 3. Manajemen sumberdaya hutan 4. Eksplorasi mineral 5. Pertanian dan perkebunan 6. Manajemen sumberdaya air 7. Manajemen sumberdaya pesisir dan lautan 8. Oseanografi fisik 9. Eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi
1.2 Pengolahan data citra Pengolahan data citra dimulai pada tahun 1960-an untuk memproses citra dari satelit yang mengelilingi bumi. Pengolahan data citra dibuat dalam bentuk `disk to disk` dimana kita harus menuliskan spesifikasi file yang akan diolah, kemudian memilih tipe pemrosesan yang akan digunakan, kemudian menunggu komputer mengolah data tersebut serta menuliskan hasilnya ke dalam file baru. Jadi, sampai final file terbentuk, baru kita dapat melihat hasil yang diharapkan, tetapi bila hasilnya jauh dari yang kita harapkan, maka kita harus megulangnya dari
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
21 awal kembali. Sampai tahun 1980-an proses tersebut masih digunakan oleh beberapa produk pengolahan data citra.
File 1
Pengolahan citra
File 2
Gambar 2. Proses pengolahan data citra secara tradisional
ER Mapper mengembangkan metode pengolahan citra terbaru dengan pendekatan interaktif, dimana kita dapat langsung melihat hasil dari setiap perlakuan terhadap citra pada monitor komputer. ER Mapper memberikan kemudahan dalam pengolahan data sehingga kita dapat mengkombinasikan berbagai operasi pengolahan citra dan hasilnya dapat langsung terlihat tanpa menunggu komputer menuliskannya menjadi file yang baru. Cara pengolahan ini dalam ER Mapper disebut Algoritma.
Proses Algoritma, Formula
File 1
Monitor
Filter, Penajaman, dll
Gambar 3. Pengolahan citra menggunakan ER Mapper
Algoritma adalah rangkaian tahap demi tahap pemrosesan atau perintah dalam ER Mapper yang digunakan untuk melakukan transformasi data asli dari hard disk sampai proses atau instruksinya selesai. Dengan algoritma, kita dapat melihat hasil yang kita kerjakan di monitor, menyimpannya ke dalam media penyimpanan (hard disk, dll), memanggil ulang, atau mengubahnya setiap saat. Oleh karena algoritma hanya berisi
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
22 rangkaian proses, maka file dari algoritma ukurannya sangat kecil, hanya beberapa kilobyte sampai beberapa megabyte, tergantung besarnya proses yang kita lakukan, sehingga sangat menghemat ruang hard disk. Dan oleh karena file algoritma berukuran kecil, maka proses penayangan citra menjadi relatif cepat. Hal ini membuat waktu pengolahan menjadi lebih cepat. Konsep algoritma ini adalah salah satu keunggulan ER Mapper. Selain itu, beberapa kekhususan lain yang dimiliki ER Mapper adalah : 1. Didukung dengan 130 format pengimpor data. 2. Didukung dengan 250 format pencetakan data keluaran. 3. Visualisasi tiga dimensi. 4. Adanya fasilitas Dynamic Links. Penghubung dinamik (Dynamic Links) adalah fasilitas khusus ER Mapper yang membuat pengguna dapat langsung menampilkan data file eksternal pada citra tanpa perlu mengimportnya terlebih dahulu. Data-data yang dapat dihubungkan termasuk ke dalam format file yang populer seperti RC/INFO, Oracle, serta standar file format seperti DXF, DON, dll. Selain kelebihan-kelebihan di atas, ER Mapper memiliki keterbatasan yaitu : 1. Terbatasnya format Pengeksport data. 2. Data yang mampu ditanganinya adalah data 8 bit. 1. Dasar Interface Pengguna Pada bagian ini akan sedikit dijelaskan mengenai beberapa komponen utama pada tampilan (interface) ER Mapper. Hampir semua operasi pada ER Mapper menggunakan tombol pada mouse, dan hanya sedikit sekali yang dilakukan dengan mengetik pada keyboard.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
23 2.1 Menggunakan Mouse Pada saat menjalankan ER Mapper, gunakan tombol kiri mouse untuk menjalankan suatu operasi, seperti memilih items dari menus, merubah jendela citra, dan menggambar annotasi. Beberapa istilah yang umum pada saat menggunakan mouse: 1. Point, menempatkan pointer mouse pada suatu item (pilihan pada ampilan ER Mapper). 2. Click, menempatkan pointer pada suatu item dan menekan tombol kiri mouse sekali, Double click (klik ganda) berarti menekannya dua kali. 3. Drag, tekan tombol kiri mouse dan menahannya, lalu membawa pointer ke lokasi yang baru. Simbol pointer mouse akan berubah tergantung dari apa yang ditunjukkan oleh pointer tersebut :
memilih menu commands dan klik tombol, menunjukkan nilai digital atau koordinat pada citra.
I
menulis atau memilih text, atau merubah masukan angka.
⊕
memperbesar tampilan citra atau menggeser citra pada jendela citra.
memilih jendela yang tidak aktif menjadi jendela aktif.
menggambar annotasi, membuat region, membuat obyek komposisi peta.
2.2 Menu Utama ER Mapper Menu utama ER Mapper muncul langsung setelah kita membuka ER Mapper. Menu utama ini mempunyai dua komponen utama yaitu menu bar dan tombol toolbar (toolbar buttons). Gambar 4 di bawah ini:
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
24
Title Bar Menu Bar Toolbar
Gambar 4. Menu Utama ER Mapper
Menu bar, tempat pilihan perintah yang akan digunakan pada pengolahan citra, untuk memilih perintah pada menu bar, klik nama pada menu bar, kemudian pilih perintah yang akan dijalankan. Tombol toolbars, tempat menampilkan pilihan perintah umum secara cepat, untuk menjalankan hanya klik pada tombol perintah yang diinginkan. Tool tips, untuk mengetahui fungsi tombol tersebut, letakkan pointer di atas tombol
yang ingin diketahui, kemudian akan muncul kalimat (tool
tips) yang memberitahukan fungsi tombol tersebut. Ada 14 toolbars yang dapat diaktifkan selain toolbar standar (standard toolbars) dan toolbar fungsi umum (common function toolbar). Semuanya dapat diaktifkan dan disembunyikan dengan meng-klik toolbar menu pada menu bar. Untuk mengaktifkan klik pada toolbar yang akan diaktifkan dan akan muncul tanda centang ( √ ) yang akan menunjukkan bahwa menu tersebut aktif.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
25 Toolbar ICON
FUNGSI
New
Untuk membuat window box
Open
Untuk membuka file
Copy window
Untuk mengkopi windows
Save
Untuk menyimpan file atau data
Save as
Untuk menyimpan data dalam format lain
Print
Untuk mencetak data
Hand (roam) tool
Untuk menggeser tampilan
Zoom tool
Untuk memperbesar citra
Zoom box tool
Untuk memperbesar citra dalam kotak
Pointer tool
Untuk menunjukkan posisi pada tampilan
Refresh
Untuk menetralkan atau merefresh tampilan pada citra
99% Contrast enhacement
Untuk penajaman kontras
Stop
Untuk menghentikan posisi yang sedang berlangsung
2.3 Kotak Dialog ER Mapper Pada saat memilih suatu perintah atau menekan tombol pada toolbar, sering muncul kotak dialog yang mengharuskan kita untuk mengisi pada kotak kosong atau memilih file, atau memilih option yang disediakan ER Mapper dengan meng-klik scrool bar (panah geser). Pada menu kotak dialog pemilihan file diatas, memiliki fungsi :
History Menu, merubah direktori aktif, berisi daftar direktori yang telah di buka, berurutan dari yang baru dibuka paling atas dan yang lama sebelah bawah.
Special Menu, untuk merubah direktori awal ( home direktory ), atau untuk menandakan atau tidak direktori.
View Menu, mengurutkan isi direktori berdasarkan nama, tanggal dirubah atau tanggal dibuat.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
26
Volumes Menu, untuk mengakses ke disk drive.
Directories Menu, untuk merubah direktori yang dibuat sistem manager komputer.
Gambar 5. Kotak Dialog Pemilihan File ER Mapper
Kotak dialog memilih file Ketika kita memilih untuk membuka atau menyimpan data set, algoritma atau file lain. ER Mapper akan menampilkan kotak dialog pemilihan file. Jendela utama menampilkan daftar direktori atau file-file pada direktori aktif.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
27 KONVERSI FORMAT DATA Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah konversi data sehingga data tersebut dapat dibaca dan dikenali oleh software yang digunakan. Konversi data adalah pengubahan satu format data ke format lain, ini dapat dilakukan dengan cara melakukan proses import maupun eksport data. Data yang di import maupun di eksport ada dua jenis yaitu data raster dan data vektor. Sedangkan penyimpanan data-data penginderaan jauh tersebut bisa disimpan dalam tape magnetik, CD ROM, disket, zip drive, atau media penyimpanan lainnya. Data raster adalah salah satu jenis data masukan untuk pengolahan data. Data raster meliputi data citra satelit, foto udara, digital terrain
model (DTM), data seismik dan data geofisika. Pada saat kita mengimport sebuah file data raster citra (dengan menggunakan program pengimpor ER Mapper), ER Mapper mengkonversikan data tersebut dan membuatnya menjadi dua buah file yaitu : 1. File binari yang mengandung data raster dalam format BIL (Binary
Interleaved by Line). 2. Kepala file (header) data ASCII dengan ekstensi *.ers Catatan: Header merupakan file yang sangat penting karena menyimpan semua informasi data yang kita import, seperti: format data asli, datum, jumlah band, dsb. Header ini dapat di buka dengan program wordpad. Data vektor adalah salah satu jenis data masukan yang disimpan dalam bentuk garis, titik, dan poligon. Misal data yang dihasilkan oleh software ARC/INFO. Data vektor yang di import tersebut kemudian disimpan menjadi dua file yaitu : 1. File data ASCII yang mengandung data vektor. 2. Kepala file (header) data dengan ekstensi *.erv
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
28 Sebelum kita melakukan proses import ataupun eksport data, ada beberapa hal yang harus diketahui dengan data yang kita dapatkan agar proses ini dapat dikerjakan. Informasi yang harus diketahui tersebut adalah : 1. Data dalam format software apa dan dengan ekstension apa. Contoh data yang kita peroleh dari Bank Data LAPAN dengan format ERDAS 7.5 dengan ekstension *.lan. Atau data dengan format ERDAS Imagine 8.2 dengan ekstension *.img. Maka dengan informasi ini saja kita sudah dapat melakukan proses konversi data sepanjang software yang kita pakai memiliki fasilitas konversi dari format tersebut. 2. Format data, apakah data kita dalam format BIL, BSQ, dan BIP, kemudian dalam binary atau ASCII, panjang kolom dan barisnya, jumlah
band, jenis file apakah single file multi band atau multi file single band serta jumlah headernya. Data-data tersebut biasanya sangat kita perlukan dalam melakukan proses konversi guna memilih jenis konversi yang kita butuhkan dan parameter-parameter yang harus dimasukkan selama proses konversi. ER Mapper 5.5 memiliki fasilitas konversi yang relatif lengkap dalam mengimport data, akan tetapi sangat terbatas untuk mengeksport data ke format software lainnya.
IV. LANGKAH KERJA Pengenalan ER Mapper: 1. Membuka menu-menu yang terdapat dalam ER Mapper. 2. Memahami dan mencoba perintah-perintah yang ada dalam ER Mapper. Konversi Format Data 1. Dari Menu Bar klik Utilities klik Import Image Formats klik ERDAS 7.5 HEAD 7.4 klik import. 2. Mucul windows : Import Erdas_7.5_head 7.4.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
29 Terdapat 4 menu yang harus di isi yaitu : Import file/ Device Name File yang akan diimport. Klik icon open file, masuk ke direktori C:\ Pelatihan\ Dataset\Smg.lan. Output Dataset Name Nama file keluaran hasil import. Klik icon open file, kemudian masuk ke direktori C:\Pelatihan beri nama Smg.ers. Geodetic Datum & Map Projection Membiarkan isian defaultnya yaitu Raw, karena data yang diimport belum memiliki terkoreksi geometrik. 3. Pada menu Table of Contents Only apabila ada tanda centang dihilangkan dengan meng-klik centangan tersebut. 4. Klik tanda OK 5. Muncul Window Progress Report yang menunjukkan persentase data yang sedang diimport. Kemudian meng-klik tanda Close dan menutup window Import Erdas_7.5_Head 7.4, dengan meng-klik Cancel. 6. Proses import telah selesai.
V. HASIL PRAKTIKUM 1. Print Screen Menu-menu yang terdapat pada ER Mapper 2. Langkah Konversi
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
30 VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
TUGAS PRAKTIKUM PEMROSESAN CITRA DIGITAL ACARA 3 Jelaskan kurva pantulan citra Landsat TM berikut ini? Serta berikan penjelasan tentang penggunaan dari masing-masing band citra tersebut.
Tanah kering terbuka (coklat abu-abu) Vegetasi (hijau) 60 Air (jernih)
40
20
0 0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2
2.2
2.4
2.6
Panjang Gelombang (um) 1 2
3
4
5
7
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
31 ACARA 4 MENAMPILKAN CITRA DAN MENYUSUN CITRA KOMPOSIT WARNA
I. TUJUAN Mahasiswa dapat menampilkan citra dengan software ER Mapper dan dengan software tersebut dapat menyusun citra komposit.
II. ALAT DAN BAHAN 1. Seperangkat komputer dan Software ER Mapper 2. Modul praktikum Pemrosesan Citra Digital 3. Alat tulis
III. DASAR TEORI Setelah mengimport data citra maka tahapan-tahapan berikutnya adalah menampilkan citra pada layar komputer untuk mengevaluasi kualitas dan geografi daerah citra. Jika datanya berkualitas jelek atau daerah yang diinginkan tidak tercakup kita mungkin memutuskan data citra lainnya yang lebih baik. Ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk melihat tampilan citra, yaitu pseudocolor, red green blue (RGB), hue saturation intensity (HIS), dimana semuanya dinamakan sebagai tampilan komposisi warna. Dalam ER Mapper pemilihan warna untuk tampilan data raster dinamakan dengan ‘color mode’. Pada latihan ini, ketiga cara dalam menampilkan citra akan dicoba semua, dan dibandingkan kenampakan yang ada pada masing-masing citra yang dihasilkan. Mode pseducolor adalah teknik tampilan citra tunggal, sedangkan mode RGB adalah teknik komposit. Penyusunan citra komposit dimaksudkan
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
32 untuk memperoleh gambaran visual yang lebih baik seperti halnya melihat foto udara inframerah, sehingga pengamatan obyek, pemilihan sampel dan aspek estetika citra dapat diperbaiki. Dalam pembuatan citra komposit ini, saluran masukan (input) bisa diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan analisis. Citra komposit yang demikian disebut citra komposit tak standar. Komposit standart adalah citra yang dibentuk dari perpaduan saluran dengan rujukan foto udara inframerah dekat.
IV. LANGKAH KERJA 1. Membuat dan menampilkan citra saluran tunggal Dari Toolbar klik View Algritma for Image Window, akan muncul window, kemudian klik icon Load dataset. Masuk ke directori C:\pcd\spot 3 dan pilih file semarang.ers, setelah itu klik GO. Maka data citra daerah semarang akan ditampilkan. Sebagai defaultnya yang akan ditampilkan adalah Band 1. Setelah citra akan tampil pada monitor dengan warna grey scale atau hitam putih. Tanpa menutup windows algoritma, simpan citra tersebut dalam bentuk algritma. Caranya yaitu: pada Menu Bar, pilih File kemudian Save As, maka window save algoritma akan muncul. Pada klom save as isikan nama file utput yaitu semarang1.alg dan tempatkan pada direktri C:\pcd\spot 3. Lakukan hal tersebut untuk citra lain, yaitu saluran 2 sampai 7. Cara lain untuk menyimpan hasil tampilan citra dalam bentuk algoritma adalah dengan meng-klik kanan pada window tampilan citra, pilih File kemudian Save As. Cara yang sama bisa dilakukan untuk menyimpan hasil tampilan sebagai dataset, atau Virtual Dataset. 2. Menyusun dan menampilkan citra komposit warna Buka Algorithm Window, dan isikan datasetnya.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
33 Dalam menu yang ada di dalam Algoritma Window, klik tab Surface dan gantilah Colour Mode-nya menjai Red Green Blue (RGB). Klik Duplicate dua kali untuk membuat dua baris yang sama dengan baris dataset yang pertama. Sekarang terdapat tiga buah baris dari dataset yang sama dalam kontrol baris Pseudocolor. Pada baris pertama ganti Pseudo dengan meng-klik kanan baris yang dimaksud dan pilih Red, kemudian pilih band yang diinginkan pada Select a Band, misal band 4. Pada baris kedua melakukan hal yang sama seperti point sebelumnya dan ganti Pseudo dengan Green, pilih band yang diinginkan. Pada baris ketiga, ganti Pseudo dengan Blue dan pilih band yang diinginkan. Klik GO untuk menjalankan Algoritma dengan komposisi warna RGB. Pada window akan muncul citra RGB dengan tampilan yang agak gelap. Untuk memberikan kontras tampilan yang lebih baik, klik tombol Refresh
Cara lain untuk membuat citra komposit adalah melalui Toolbar ER Mapper dan klik icon Create RGB Algorithm. Setelah itu akan muncul box dialog. Mengisikan box tersebut dengan dataset citra yang akan dibuat RGBnya lalu klik OK. Citra komposit akan terbentuk biasanya dengan kombinasi band 321, untuk mengubahnya buka Algorithm Window, dan ubah kombinasinya. Dan untuk mempertajam citra komposit yang sudah terbentuk klik tombol Refresh
V. HASIL PRAKTIKUM 1. Tabel Karakteristik Obyek pada Citra Landsat 7 (Greyscale) 2. Tabel Karakteristik Obyek pada Citra Komposit Landsat 3. Citra Greyscale (1 band) dan Citra Komposit (4 band)
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
34
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
35 TUGAS ACARA 4 KOMPOSIT WARNA CITRA
Citra Komposit 321
Citra Komposit 432
Citra Komposit 457
Citra Komposit 542
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
36
Pada gambar komposit warna citra Landsat ETM+ di atas, silahkan anda menjawab pertanyaan berikut 1.
Manakah citra warna true color dan warna false color?
2.
Pada komposit warna band 432, mengapa vegetasi tampak berwarna merah pekat? Dan pada komposit warna 457, mengapa badan air tampak
rona/warna
hitam/gelap?
Jelaskan
menurut
pemahaman/pengetahuan anda! 3.
Mengapa saluran atau band inframerah dekat sering digunakan untuk kajian vegetasi?
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
37 ACARA 5 KOREKSI GEOMETRIK DAN RADIOMETRIK
I. TUJUAN Melatih mahasiswa tentang pemahaman koreksi geometrik dan koreksi radiometrik
II. ALAT DAN BAHAN 4. Seperangkat komputer dan Software ER Mapper 5. Modul praktikum Pemrosesan Citra Digital 6. Alat tulis
III. DASAR TEORI 1. KOREKSI GEOMETRIK Data citra harus dikoreksi geometrik terhadap sistem koordinat bumi, supaya semua informasi data citra telah sesuai keberadaanya dibumi. Pada proses koreksi geometrik ini terdapat dua tahapan. Tahap yang pertama adalah relokasi posisi piksel ke posisi yang seharusnya dan proses resampling nilai piksel (interpolasi spektral). Dalam melakukan koreksi geometrik, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan titik kontrol (G = Ground Control Points), kemudian setelah itu melakukan proses koreksi geometrik. Titik kontrol ini berupa obyek yang terlihat pada citra sekaligus terlihat pada peta rujukan yang digunakan dalam koreksi geometrik. Titik kontrol ini bisa berupa persilangan antara sungai dengan jalan ataupun persimpangan jalan dan beberapa obyek lain yang tampak dengan jelas di citra maupun peta rujukan.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
38 A. Menentukan Titik Kontrol (G) Sebelum melakukan proses penentuan titik G, terlebih dahulu harus membuat algoritma RGB dari citra digital yang akan kita koreksi geometrik. 1. Menampilkan Toolbar Geocoding Dari menu Toolbar pada menu utama ER Mapper pilih Geocoding, akan muncul tanda centang √ disamping kiri kita geocoding diikuti dengan munculnya toolbar geocoding 2. Menentukan Proses Koreki Geometrik Pada Menu Bar klik Process, kemudian pilih Rectification lalu pilih Define Ground Control Points. Atau dari toolbar geocoding klik icon
dan akan muncul kotak dialog G Setup. Dibawah kalimat G’s will be picked using pada kotak dialog,
klik pada kotak kosong di sebelah kalimat Manual entry sehingga akan muncul tanda √ centang. Klik tombol
pada FROM algorithm, dan
pilih algoritma RGB dari data yang akan dikoreksi, lalu kilk OK. Pada kotak dialog, maka akan muncul tiga windows (FROM G ZOOM, TO G ZOOM dan TO G / OVERVIEW ROAM) dan satu kotak dialog (G edit). 3. Memilih Titik G Pada saat memilih titik G, sebaiknya memilih terlebih dahulu pada setiap sudut jendela citra, tetapi bila tidak bisa (misalnya data daerah pesisir /lautan atau ada awan), maka dicari titik yang terdekat dengan sudut teresbut. Hal tersebut untuk menjaga supaya titik G menyebar pada citra sehingga perhitungan statistic rektifikasi citra tidak bertumpu pada salah satu sudut saja. Pada menu utama tekan tombol Set Zoom Mode
.Kilik
jendela data FROM, Kemudian perbesar pada sudut sebelah kanan
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
39 citra. Pindahkan kursor pada jendela data pada TO, Kemudian perbesar pada daerah yang sama dengan jendela FROM. Pada Toolbar tekan Set Pointer Mode
. Kemudian didalam
data TO, klik Pointer pada obyek yang dapat diidentifikasi. Akan muncul tanda silang pada obyek yang di-klik tadi. Akan muncul nilai pada kolom Cell X dan Cell Y dikotak dialog G Edit. Kemudian isikan nilai koordinat TO Easting dan TO Northing sesuai dengan koordinat obyek tersebut pada peta rujukan yang digunakan. Setiap lokasi G pada citra, akan ditandai dengan X dan diikuti oleh nomer urut titik tersebut, misal titik pertama X1. Lakukan proses yang sama untuk titik yang lainnya. Ketika telah memperoleh empat titik G pertama, ER Mapper akan menampilkan nilai RMS Error pada masing-masing titik. Nilai RMS Error yang benar adalah bernilai kurang dari 1 (satu). 4. Merubah Parameter Rektifikasi Citra Pada Window G Edit, klik tombol Setup. Akan muncul window Setup G Information. Pada kotak diai, kita dapat memasukkan informasi yang sesuai dengan koordinat yang sesungguhnya. Misal informasi tentang
Geodetic Datum, TO Map Projection, TO coordinates, TO Rotation Angle, Type of rectification, Rectification Polynomial order, dan Rectification sampling. Setelah itu klik tombol OK kemudian klik tombol Save pada kotak dialog G Edit, serta klik tombol Close.
B. Proses Rektifikasi Pada Menu Bar, klik Process kemudian pilih Rectification, lalu pilih Rectify Dataset Using Ground Control Points. Akan muncul kotak dialog Rectify Dataset. Klik icon Input Dataset
untuk memasukkan nama
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
40 file yang akan direktifikasi. Kemudian klik Icon Output Dataset
dan
tulis nama file baru pada direktori yang digunakan. Klik tombol Setup akan muncul kotak Rectification Setup. Pada kotak diai, Output Null Value hilangkan angka 0
.
pada kotak dialog Output Cell Width dan Output Cell Height isikan dengan angka 30. Angka 30 ini merupakan nilai resolusi Spasial dari citra Landsat (bila menggunakan citra lain tinggal menyesuaikan, Misal Citra SPOT XS diisi dengan nilai 20). Pada kotak dialog Resampling terdapat 3 pilihan, yaitu Nearest
Neighbor, Bilinear dan Cubic Convolution. Isikan dengan Nearest Neighbor. Mengapa? Untuk koreksi citra saluran asli. Sebaiknya digunakan pilihan ini, karena nilai Spektralnya tidak banyak berubah. Sedangkan kedua resampling terakhir akan merubah nilai spektral citra, tapi cocok bila diterapkan untuk citra model medan digital. Pada kotak
dialog Rectification
Type
terdapat 4
pilihan;
Polynomial, Triangulation, Rotasi dan Map to Map Transformation. Isikan Polynomial. Pada kotak dialog Polynomial Orde terdapat tiga pilihan;
Linier, Quadratic, dan Cubic, Linier digunakan untuk daerah yang datar, Quadratic digunakan untuk daerah yang berbukit, dan Cubic digunakan untuk daerah yang bergunung. Isikan dengan Linear. Kemudian klik Close pada kotak Rectification Setup. Klik OK pada kotak dialog Rectify Dataset untuk memulai proses rektifikasi.
2. KOREKSI RADIOMETRIK Koreksi radiometrik ditujukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang seharusnya yang biasanya mempertimbangkan faktor gangguan atmosfer sebagai sumber kesalahan utama. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan obyek dipermukaan bumi yang terekam oleh
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
41 sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil karena proses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek atmosfer antara lain metode Pergeseran Histogram (histogram adjustment), metode Regresi, dan metode Kalibrasi Bayangan. Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah metode penyesuaian histogram. Pemilihan metode ini dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup sederhana. Waktu yang digunakan untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit. Asumsi dari metode ini adalah dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan respon spektral yang paling rendah seharusnya bernilai 0. Apabila nilai ini ternyata melebihi angka 0, maka nilai tersebut dihitung sebagai offset dan koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan offset-nya.
Proses Koreksi Radiometrik Buka citra yang akan dikoreksi radiometrik dan tampilkan (misal Band 1). Kemudian ada Algorithm Window, klik Toolbar
untuk melihat
histogram citra yang sedang ditampilkan. Perhatikan angka yang terlihat pada Actual Input Limits (angka 56 merupakan nilai piksel terendah dan angka 154 adalah nilai piksel tertinggi). Menurut metode Histogram Adjustment, nilai piksel terendah haruslah nol (0) dan bila tidak demikian berarti nilai tersebut adalah nilai bias yangt dapat dijadikan dasar dalam melakukan koerksi radiometrik citra. Setelah mengetahui nilai bias dari citra, tekan tombol Close. Kemudian pada Algorithm Window klik toolbar formula
dan akan memunculkan
kotak dialog Fomula Editor. Kemudian dilanjutkan untuk mengisikan gambar dan menentukan Band yang digunakan untuk Input1-nya. Setelah itu klik tombol
dan kembali ke Algorithm Window dan klik tombol GO
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
42 mengkoreksi citra untuk band 1. Untuk band-band yang lainnya lakukan prosedur yang sama seperti di atas, dan setelah semua band selesai dikoreksi, simpan menjadi dataset citra yang telah dikoreksi radiometrik.
IV. LANGKAH KERJA 1. Menentukan titik kontrol dan melakukan proses penentuan titik G. Dengan menampilkan Menu Toolbar dan memilih Geocoding yang diikuti dengan munculnya toolbar Geocoding. a. Menampilkan Process Geocoding
b. Menentukan kotak dialog Start untuk Proses Koreksi Geometrik
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
43 c. Menentukan kotak dialog Polynomial Setup
Menentukan kotak dialog G Setup
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
44 d. Menentukan kotak dialog G Edit untuk memilih titik G
e. Menentukan kotak dialog Rectify untuk melakukan Rektifikasi
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
45 2. Melakukan koreksi radiometrik melalui pemrosesan koreksi radiometrik selanjutnya akan terdapat tampilan Histogram citra yang ditampilkan pada Menu Transform serta memperhatikan nilai piksel dan mengetahui nilai bias melalui Formula Editor. 3. Mengisikan pada layar tampilan dan menentukan Band yang digunakan untuk Input1.
V. HASIL PRAKTIKUM 1. Print Tabel Penentuan Titik Kontrol (G) 2. Print Screen citra hasil koreksi Geometrik 3. Hitungan asli dan sebelum koreksi Radiometrik (3 Band)
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
46 ACARA 6 PENAJAMAN FILTER DAN TRANSFORMASI CITRA
I. TUJUAN Melatih mahasiswa dalam melakukan penajaman filter dan transformasi citra
II. ALAT DAN BAHAN 7. Seperangkat komputer dan Software ER Mapper 8. Modul praktikum Pemrosesan Citra Digital 9. Alat tulis
III. DASAR TEORI Penajaman filter Citra digital merupakan konfigurasi piksel yang bervariasi nilai spektralnya, dan membentuk suatu kenampakan kuasi-kontinu. Tiap kenampakan obyek berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan interval nilai piksel yang merepresentasikannya, dan juga karena berbeda kesan pola spasial yang dihasilkannya. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada nilai piksel ataupun pada kesan pola spasial akan menghasilkan perubahan kenampakan citra tersebut. Inilah yang dijadikan prinsip dalam penajaman citra secara digital, bagaimana
mengubah
nilai
piksel
secara
sistematis,
sehingga
menghasilkan efek kenampakan citra yang lebih ekspresif, sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
47 Pemfiltreran (spasial filtering) sebenarnya merupakan kelompok operasi tersendiri, dan bukan hanya penajaman. Pemfilteran adalah suatu cara untuk mengekstraksi bagian data tertentu dari suatu himpunan data, dengan menghilangkan bagian-bagian data yang tidak diinginkan. Filter dalam pengolahan citra (secara khusus disebut filter digital) dirancang untuk ‘menyaring’ informasi spektral, sehingga menghasilkan citra baru yang mempunyai variasi nilai spektral yang berbeda dari citra asli. Ada bermacam-macam filter digital, tetapi dalam konteks penajaman citra terdapat dua macam filter utama : filter high- dan filter low-. Keduanya menghasilkan efek yang berlawanan. Filter high- menghasilkan citra dengan variasi nilai kecerahan yang besar dari piksel ke piksel, sedangkan filter low- justru berfungsi sebaliknya. A. Penajaman Citra 1. Buka dataset. Pada Algorithm Windows pilih salah satu saluran (missal band 1) kemudian klik 2. Citra
akan
tampil
dengan
GO. tampilan
agak
gelap,
untuk
mempertajam kenampakan citra pada Algorithm Window klik Edit Transform Limits. 3. Akan muncul dialog box seperti di bawah ini.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
48
4. Untuk meningkatkan kontras citra, klik
Create Autoclip
Transform atau bisa juga dengan meng-klik
Histogram
Equalize. 5. Citra akan tampil dengan kontras yang lebih baik.
B. Menggunakan Filter Spasial 1. Buka dataset citra yang digunakan. Pilih salah satu saluran dan tampilkan citranya. 2. Untuk melakukan pemfilteran, klik
Open Filter Editor pada
Algorithm Window. Menu filter akan tampil seperti di bawah ini.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
49
3. Klik File, kemudian pilih Load (atau dengan meng-klik icon Menu load filter ditampilkan.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
).
50
4. Dari menu Directories, pilih Ermpper/kernel. 5. Klik dua kali direktori jenis filter yang diinginkan, misal ‘filter_high_’ untuk membukanya. 6. Klik dua kali jenis filter yang dipilih, misal filter ‘Sharpen2.ker’. 7. Klik GO untuk memproses algoritma. 8. Gunakan dan pilih filter-filter yang lainnya dengan cara yang sama seperti prosedur diatas dengan memperhatikan dan membandingkan kenampakan citra setelah dilakukan pemfilteran.
Transformasi citra Selain penajaman citra, masih ada transformasi lain yang sering digunakan untuk menghasilkan informasi baru. Transformasi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a) Transformasi yang dapat mempertajam informasi tertentu, namun sekaligus menghilangkan atau menekan informasi yang lain; dan b) Transformasi yang ‘meringkas’ informasi dengan cara mengurangi dimensionalitas data. Berbeda halnya dengan berbagai algoritma penajaman, transformasi khusus ini lebih banyak beroperasi pada dominan spektral. Ciri lainnya ialah bahwa dalam banyak kasus, transformasi ini melibatkan beberapa saluran spektral sekaligus. Dasar adalah
utama
feature
pengembangan
space.
Pada
transformasi-transformasi
feature
space,
dapat
ini
terlihat
kecenderungan pengelompokan nilai spektral, yang mengindikasikan
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
51 adanya pengelompokan obyek, terpisah satu sama lain, ataupun membentuk fenomena tertentu.
Transformasi Indeks Vegetasi Indeks vegetasi adalah suatu indeks (angka) yang menyatakan besar atau tingginya suatu fenomena terkait dengan karakteristik vegetasi. Transformasi indeks vegetasi sendiri dapat diartikan sebagai suatu
transformasi
pengubahan
nilai
piksel
pada
citra
digital
multispektral sedemikian rupa, sehingga menghasilkan citra dengan nilai piksel baru yang mempresentasikan variasi fenomena vegetasi yang terkait dengan aspek kerapatan, kandungan biomassa, kandungan klorofil, dan sebagainya, dengan menekan sumber-sumber variasi spektral yang lain. Gagasan pengembangan indeks vegetasi berawal dari adanya pengamatan atas kecenderungan yang berlawanan antara respons spektral vegetasi pada saluran hijau dan merah, atau antara saluran merah dan inframerah dekat. Pada saluran hijau, peningkatan kerapatan vegetasi (yang secara logis akan menyebabkan peningkatan konsentrasi klorofil, karena daunnya secara kumulatif makin banyak) akan menyebabkan nilai spektral vegetasi tersebut naik. Kondisi vegetasi yang sama justru akan memberikan pantulan yang semakin rendah pada saluran merah, karena secara kumulatif jumlah pigmen (termasuk klorofil) yang menyerap sinar merah juga makin banyak. Dengan demikian, besarnya nilai pantulan pada saluran hijau dapat dikurangi dengan besarnya pantulan pada saluran merah pada suatu tingkat kerapatan vegetasi. Selisih nilai pantulan ini akan berbeda
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
52 untuk vegetasi dengan kerapatan yang berbeda pula. Makin rapat vegetasinya, maka makin besar pula selisihnya. Penggunaan selisih (difference) ini dapat digantikan dengan nisbah (pembagian atau ratio). Pengamatan atas pola spektral
pada saluran merah dan
inframerah dekat menunjukkan hasil yang serupa, namun dengan selisih nilai pantulan yang jauh lebih besar. Vegetasi kerapatan sedang akan memberikan pantulan cukup rendah pada saluran merah, dan pantulan tinggi pada saluran inframerah dekat. Selisih yang muncul di antara keduanya akan lebih besar (dan lebih mudah diamati) dibandingkan selisih antara pantulan hijau dan merah. Apabila yang diamati adalah vegetasi dengan kerapatan tinggi, maka selisih antara keduanya akan sangat besar, dan secara signifikan lebih mudah diamati daripada selisih pantulan antara saluran hijau dan merah. Penggunaan nisbah akan semakin mempertajam perbedaan ini. Hanya saja, penyebab pantulan
tinggi
pada
saluran
hijau
dan
inframerah
dekat
sebenarnya tidak sama meskipun memberikan efek yang hampir sama pada vegetasi sehat dan berdaun lebar. Berdasarkan percobaan di laboratorium dan lapangan, akhirnya dapat ditentukan formula indeks vegetasi, yang bertumpu pada perhitungan selisih, nisbah, dan kombinasi dari keduanya. Disamping itu, juga masih ada formula indeks vegetasi yang dihasilkan melalui proses ortogonalisasi sumbu-sumbu saluran multispektral melalui pendekatan statistik yang rumit. Berikut contoh-contoh indeks vegetasi yang menggunakan saluran merah dan inframerah dekat sebagai masukannya.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
53 Contoh indeks vegetasi yang berbasis pada selisih ialah
difference vegetation index (DVI) yang dihitung dengan rumus : DVI = 1,2*Band inframerah dekat (band 4) – Band merah (band 3)
Contoh indeks vegetasi yang berbasis pada nisbah ialah ratio
vegetation index (RVI) yang dihitung dengan rumus: RVI = Band inframerah dekat (band 4) / Band merah (band 3)
Adapun contoh indeks vegetasi yang menggunakan kombinasi antar keduanya yaitu antara selisih dan nisbah adalah normalized
difference vegetation index, dimana indeks ini diharapkan mempunyai julat (range) yang pasti, yaitu antara –1 sampai dengan +1, dimana selisih antara pantulan inframerah dekat dan merah dinormalisasi dengan cara membaginya dengan jumlah dari keduanya, yaitu dengan menggunakan rumus : NDVI = (Band inframerah dekat–Band merah) / (Band inframerah dekat+Band merah)
Prosedur Membuat dan Menyimpan Formula: 1. Klik View Algorithm for Image Window untuk membuka menu Algoritma. 2. Pada menu Algorithm, klik Load a Dataset. 3. Pilih dataset yang akan dibuka, klik GO. 4. Klik Open Formula Editor pada menu Algorithm. Akan muncul Formula Editor.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
54 5. Pada Formula Editor dialog box tadi, kita dapat melakukan berbagai
macam
transformasi
citra
dengan
menggunakan
beberapa formula yang telah disediakan oleh ER Mapper (misal transformasi
indeks
vegetasi,
tassaled
cap,
PCA
dan
sebagainya). 6. Untuk mengaktifkan salah satu formula kita bisa memilihnya dari menu yang ada pada Formula Editor dialog box tadi, ataupun klik
File
kemudian
Open.
Lalu
memilih
jenis
formula/
transformasi yang diinginkan (misal formula NDVI Landsat TM). 7. Setelah kita mengaktifkan formula yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah menentukan saluran-saluran yang dilibatkan dalam transformasi citra. Kemudian klik GO untuk menjalankan transformasi. Apabila citra yang tampil memberikan kenampakan yang gelap maka dapat dipertajam dengan klik tombol Refresh. 8. Selain dapat menggunakan formula yang tersedia pada ER Mapper, kita juga dapat membuat formula tersendiri. Pada Formula Editor dialog box, klik Edit kemudian Clear. 9. Isikan formula yang kita buat tadi, misal: (input1 + input2) / input3, lalu tentukan band-band yang dilibatkan dalam formula, lalu klik tombol Apply Changes. 10. Kemudian klik GO untuk menjalankan transformasi. Apabila citra yang tampil memberikan kenampakan yang gelap maka dapat dipertajam dengan klik tombol Refresh. 11. Menyimpan formula yang telah dibuat dengan klik File> Save As. 12. Pilih direktori tempat penyimpanan file formula yang telah dibuat tadi dan diberi nama formulanya.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
55
IV. LANGKAH KERJA 4. Menajamkan citra atau mempertajam kenampakan citra (Edit transform limits) serta meningkatkan kontras citra. 5. Melakukan pemfilteran dan memilih lima filter pada direktori serta memproses algoritma. 6. Menggunakan dan memilih filter-filter dengan membandingkan kenampakan citra melalui pemfilteran. 7. Melakukan transformasi indeks vegetasi melalui formula dan menentukan aluran-saluran pada kenampakan yang telah dipertajam kenampakannya. 8. Membuat formula dengan menentukan band-band yang dilibatkan dalam formula serta menyimpan ke dalam formula Editor.
V. HASIL PRAKTIKUM Penajaman dan Pemfilteran 1. Citra sebelum dan sesudah penajaman 2. Tabel perbandingan citra sebelum dan sesudah penajaman 3. Citra sebelum dan sesudah difilter 4. Tabel perbandingan citra sebelum dan sesudah pemfilteran Transformasi citra 1. Citra NDVI, Citra RVI, dan Citra DVI beserta formulanya masingmasing.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
56 VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra
Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
57 ACARA 7 KLASIFIKASI CITRA
I. TUJUAN Melatih mahasiswa dalam mengklasifikasi suatu citra
II. ALAT DAN BAHAN 1. Seperangkat komputer dan Software ER Mapper 2. Modul Praktikum Pemrosesan Citra Digital
III. DASAR TEORI I. Klasifikasi Tak Terselia (Unsupervised Classification) Salah satu alternatif bagi pendekatan bagi klasifikasi data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan klasifikasi tak terselia. Klasifikasi ini menggunakan algoritma untuk mengkaji atau mnganalisis sejumlah besar piksel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terselia adalah kelas spektral. Oleh karena itu, pengelompokan kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra, dan identitas nilai spektral tidak dapat diketahui secara dini. Hal itu disebabkan analisisnya belum menggunakan data rujukan seperti citra skala besar untuk menentukan identitas dan nilai informasi setiap kelas spektral.
Data
citra
yang
lebih
dari
satu
saluran
sulit
untuk
menggambarkan nilai citra untuk identifikasi secara visual dan untuk pengelompokan spektral secara natural. Oleh karena itu, tersedia teknik statistik yang dapat digunakan untuk pengelompokan secara otomatis rangkaian n dimensional hasil pengamatan ke kelas spektral natural.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
58 Berbeda halnya dengan klasifikasi terselia, klasifikasi tak terselia secara otomatis diputuskan oleh komputer, tanpa campur tangan operator (kalaupun ada, proses interaksi ini sangat terbatas). Proses ini sendiri adalah suatu proses iterasi, sampai menghasilkan pengelompokan akhir gugus-gugus spektral. Campur tangan operator terutama setelah gugusgugus spektral terbentuk, yaitu dengan menamai tiap gugus spektral sebagai obyek tertentu. Proses Unsupervised Classification 1. Buka file citra yang akan diklasifikasi. 2. Dari Menu Bar klik Process, pilih Classification, kemudian ISOCLASS Unsupervised
Classification.
Akan muncul window Unsupervised
Classification. 3. Tentukan Input Dataset yang akan diklasifikasi. pilih seluruh band kecuali band 6. Kemudian tentukan Output Dataset-nya. Setelah itu tentukan jumlah kelas yang diinginkan, misalnya 10 kelas. Lihat window Unsupervised Classification. Penjelasan kotak dialog yang lain adalah sebagai berikut: a.
Maksimum
Iteration: Jumlah pengulangan perhitungan yang
harus dilakukan oleh komputer, semakin besar nilainya maka proses akan semakin lama dan hasilnya semakin baik. Ermapper mampu melakukan iterasi sampai dengan 9999. Dalam latihan ini, isikan 100. b.
Desired Percent Unchanged : Presentase nilai yang tidak boleh diubah oleh komputer dalam perhitungan. Semakin kecil nilainya, maka hasilnya semakin jelek. Gunakan defaultnya yaitu 98.
c.
Sampling Row Interval dan Sampling Column Interval : model resampling yang akan digunakan. Isian angka 1 berarti, tiap baris dan kolom akan dihitung oleh komputer. Minimal angka yang
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
59 diisikan adalah 1. Semakin besar
angka yang dimasukkan, maka
hasilnya kurang baik. d.
Maksimum Number of Class: jumlah maksimum klas yang dapat dibuat.
e.
Minimum Number in Class: jumlah minimum klas yang harus dibuat. Angka 0,01% diatas berarti, minimal klas yang dibuat adalah 1.
f.
Maksimum Standart Deviation: nilai maksimum untuk tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi, semakin tinggi nilainya, maka hasil yang diperoleh akan semakin jelek.
4. Lalu tekan OK dan menunggu proses berlangsung hingga selesai. 5. Setelah proses klasifikasi unsupervised selesai, memberi warna kelaskelas yang terbentuk melalui menu Edit pilih Edit_Class/Region Color and Name, setelah selesai semua kemudian menekan Save untuk menyimpan dan lalu Close. 6. Kemudian tampilkan hasil klasifikasi yang telah dilakukan, pada Algorithm Window diubah Layer Pseudocolor menjadi Layer Class Display. 7. Buka juga citra komposit warna yang telah dibuat, dan jajarkan citra komposit warna tersebut dengan citra hasil klasifikasi. 8. Atur Geolink kedua citra tersebut menjadi geolink to window. Lalu memperbesar citra hasil klasifikasi pada bagian tertentu dana akan diikuti secara otomatis oleh citra komposit warna pada daerah yang sama. Kemudian pada menu utama ER Mapper memilih View lalu Cell Value Profile. Ubah pointer ke Pointer Mode dan tekan pada citra hasil klasifikasi (pada satu kelas/satu warna) perhatikan nomor kelasnya. Dan kemudian lihat pada citra komposit warnanya. Dari sini dapat ditentukan nama objek dari suatu kelas hasil proses klasifikasi
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
60 unsupervised. Lakukan untuk kelas yang lain dengan prosedur yang sama.
II. Klasifikasi Terselia (Supervised Classification) Proses klasifikasi dengan pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori penutup yang mewakili sebagai kunci interpretasi merupakan klasifikasi terselia. Klasifikasi ini digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer. Klasifikasi terselia yang didasarkan pada pola spektral (spectral pattern recognition) yang terdiri atas tiga tahap, adalah sebagai berikut ini : 1. Tahap training sample, yaitu analisis menyusun “kunci interpretasi” dan mengembangkansecara numerik spektra untuk setiap kenampakan dengan memeriksa batas daerah (training areas). 2. Tahap klasifikasi : setiap piksel pada serangkaian data citra dibandingkan setiap kategori pada kunci interpretasi numerik, yaitu menentukan nilai piksel yang tidak dikenal dan paling mirip dengan kategori yang sama. Perbandingan tiap piksel citra dengan kategori pada
kunci
interpretasi
dikerjakan
secara
numerik
dengan
menggunakan berbagai strategi klasifikasi. Setiap piksel kemudian diberi nama sehingga diperoleh matrik multidimensi untuk menetukan jenis kategori penutup lahan yang diinterpretasi. Klasifikasi terselia diawali dengan pengambilan daerah acuan (training
area).
Pengambilan
daerah
acuan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga didapatkan daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek tertentu.Sampel yang telah didapatkan tersebut kemudian dijadikan
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
61 sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk seluruh citra dengan menggunakan perhitungan tertentu. Proses Supervised Classification A. Membuat Training Area 1. Buka Algoritma komposit warna yang telah dibuat sebelumya. 2. Dari menu utama memilih Edit, kemudian memilih Edit/Create Region. 3. Pilih Raster Region dalam New Map Composition dialog box. Dan klik OK. Akan muncul Tool Box, dan dalam Algorithm Window akan bertambah layernya dengan Region Layer dan kemudian menyimpan algoritma ini. 4. Zoom area yang sudah didefinisikan sebelumnya menjadi obyek tertentu, misalnya lahan terbuka. 5. Pilih tombol Poligon, dan kemudian membuat poligon pada area yang sudah didefinisikan tersebut. Meng-klik kanan atau dengan double klik untuk megakhirinya. 6. Klik tombol Display/Edit Obyek Attribut, lalu diberi nama sesuai dengan jenis obyeknya dan klik Apply pada box Box Composition Attribut. 7. Menyimpannya dnegan meg-klik Save pada Tools box. 8. Mengulangi pada areal lain sampai semua obyek terwakili.
B.
Menghitung Nilai Statistik Citra 1. Dari Menu Bar klik Process pilih Calculate Statistic. Isi Sub Sampling Interval dengan angka 1. Klik pada Force Recalculate stats dan tekan OK. Proses perhitungan statistik akan berjalan. 2. Untuk melihat hasil perhitungan statistik yang telah dilakukan, dari Menu Bar klik View, pilih Statistics dan pilih Show Statistics dan klik OK.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
62
C. Proses Klasifikasi 1. Membuka Menu Bar, klik Process dan pilih Supervised Classification. Akan muncul window Supervised Classification. 2. Isikan
Input
Dataset,
Input
Band,
Output
Dataset
dan
Classification Type. 3. Klik OK, maka proses klasifikasi akan berjalan tunggu sampai selesai. 4. Hasil klasifikasi ini ditampilkan dan edit warnanya. Pada Menu Bar klik Edit, pilih Edit_Class/Region Color and Name, kemudian disimpan dengan meng-klik tombol Save.
IV. LANGKAH KERJA 1. Membuka file yang akan diklasifikasi 2. Menentukan jenis dari sistem klasifikasi digunakan (unsupervised atau supervised) 3. Menentukan edit class/region dengan mengganti nama dan warna 4. Menentukan citra RGB yang dilengkapi training area 5. Menentukan statistic adculate citra
V. HASIL PRAKTIKUM 1. Print screen citra klasifikasi unsupervised 2. Print screen edit class/region dengan mengganti nama dan warna 3. Print screen citra RGB yang dilengkapi training area 4. Print screen citra klasifikasi supervised 5. Print screen statistik akulasi
VI. PEMBAHASAN
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]
63
VII. KESIMPULAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA Danoedoro, Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Danoedoro, Projo. 2002. Pedoman Praktikum Pemrosesan Citra Digital. Yogyakarta. Fakakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada.
Laboratorium Fakultas Geografi UMS 2012------- email:
[email protected]