Panduan Praktik Klinis Paru 2014 4j47a

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : ASMA EKSASERBASI BERAT (ICD 10 : J.46) PENGERTIAN (DEFINISI) Eksaserbasi asma adalah episode peningkatan progresif dari sesak napas, batuk, mengi, rasa berat di dada ataupun beberapa kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Eksaserbasi ditandai oleh penurunan ekspirasi aliran udara yang dapat diukur dengan pengukuran fungsi paru (PEF atau FEV1) (GINA, 2012) ANAMNESA 1. Sesak napas saat istirahat 2. Lebih nyaman duduk condong ke depan 3. Berbicara kata demi kata PEMERIKSAAN FISIK 1. Kesadaran gelisah 2. Respiratory Rate > 30 x /menit 3. Heart Rate > 120 x/menit 4. Sering disertai Pulsus Paradoksus > 25 mmHg 5. Penggunaan otot bantu nafas dan retraksi suprasternal 6. Wheezing nyaring (bisa terdengar tanpa stetoskop) KRITERIA DIAGNOSIS 1. Sesak napas saat istirahat 2. RR > 30x/m, HR > 120 x/m, wheezing nyaring (tanpa stetoskop) 3. Pemeriksaan Penunjang (PEF < 60% prediksi atau < 100 l/menit, PaO2 < 60 mmHg dan atau PaCO2 > 45 mmHg, SaO2 < 90% ) DIAGNOSA KERJA Asma eksaserbasi berat (ICD 10: J.46) DIAGNOSIS BANDING 1. Obstruksi jalan nafas atas dan inhalasi benda asing 2. Disfungsi pita suara 3. Penyakit paru obstruksi lain (PPOK) 4. Penyakit paru non obstruksi (diffuse parenchymal lung disease) 5. Gejala yang bukan diakibatkan oleh gangguan respirasi (gagal jantung ventrikel kiri)

1

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Serial PEF 2. Serial BGA 3. Pulse Oximetry 4. Foto toraks PA/AP 5. Electrocardiography TERAPI 1. Oksigen 2. Albuterol 2,5-5mg perinhalasi 3. Salbutamol 5mg + ipatropium bromide 0,5mg perinhalasi 4. Methylprednisolon 4 mg peroral perkali 5. Methylprednisolon 62,5-125mg intravena perkali 6. Magnesium sulfat 2gr intravena drip NaCl 100ml (dalam 20 menit) 7. Terbutalin 0,25mg intravena 8. Aminofilin 240mg dalam 100ml NaCl EDUKASI 1. Pencegahan kekambuhan : hindari faktor pencetus 2. Penggunaan obat secara benar dan ACT 3. Pencegahan koinfeksi 4. Senam asma PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam PROGNOSIS 80% pasien dapat rawat jalan setelah 7 hari DAFTAR PUSTAKA 1.

GINA 2012

2. BTS Guideline 2011

2

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : ASMA BRONKIAL EKSASERBASI SEDANG (ICD 10: J 45.14)

PENGERTIAN (definisi) Episode peningkatan progresif dari sesak nafas, batuk, mengi, rasa berat di dada, ataupun beberapa kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Ditandai dengan penurunan aliran nafas ekspirasi yang dapat diukur dengan menggunakan pengukuran fungsi paru (APE atau VEP 1) (GINA, 2012) ANAMNESIS 1. Sesak nafas saat berbicara 2. Lebih nyaman dalam posisi duduk 3. Berbicara dalam frase PEMERIKSAAN FISIK 1. Frekwensi nafas meningkat>20x-30x/menit 2. Frekwensi Nadi : 100-120x/menit 3. Mungkin disertai pulsus paradoxus 10-25 mmhg 4. Biasanya tampak gelisah 5. Inspeksi: biasanya disertai kerja otot-otot nafas tambahan, dan retraksi suprasternal 6. Auskultasi :wheezing terdengar keras KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesis : Sesak nafas saat berbicara 2. Pemeriksaan fisik : frekuensi nafas meningkat >20–30 x/ menit, wheezing terdengar keras 3. Pemeriksaan penunjang : PEF 60 – 80 % (GINA, 2012) DIAGNOSIS KERJA Asma eksaserbasi sedang (ICD 10: J 45.14)

3

DIAGNOSIS BANDING 1. PPOK eksaserbasi 2. Aspirasi benda asing 3. Penyakit jantung kongestif 4. Tuberkulosis 5. Kistik Fibrosis 6. Pneumonia PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Serial PEF 60-80% 2. Serial SaO2 (on air) 91-95% Pemeriksaan diatas sangat direkomendasikan (GINA, 2012) 3. Serial PaO2 (on air) >60 mmHg dan/ atau PaCO2 < 45 mmHg 4. Foto toraks PA/A TERAPI 1. Oksigen 2. Inhalasi B2 agonis kerja cepat : salbutamol 2.5 mg 3. Inhalasi B2 agonis kerja cepat+ antikolonergik : salbutamol 2.5 mg + Ipatropium bromide 0.5 mg 4. Glukokortikoid oral : methylprednisolon 4 mg 5. Glukokortikoid sistemik: methylprednisolon 1mg/kgbb 6. Magnesium intravena 2 gram/kali 7. Theophyline/Aminophylin EDUKASI 1. 2. 3. 4. Senam asma

Pencegahan kekambuhan : Kenali dan hindari faktor pencetus Penggunaan obat rumatan rawat jalan secara benar dan ACT Pencegahan ko-infeksi

PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam INDIKATOR MEDIS 80% pasien dapat rawat jalan setelah 7 hari perawatan. KEPUSTAKAAN 1. Global Strategy for Asthma Management And Prevention, GINA, 2012, Component 4: Manage Asthma Exacerbation, p 73-89. updated 2012, 2. British Thoracic Society, BTS, 2012, Asthma Gudelines.

4

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : ABSES PARU (ICD 10: J.85) PENGERTIAN (definisi) Lesi paru supuratif dengan nekrosis jaringan dan pembentukankavitas yang mengandung debris nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba ANAMNESIS 1. Demam 2. Batuk berdahak banyak 3. Sputum berbau busuk 4. Batuk darah 5. Nyeri dada 6. Keringat malam PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit sedang sampai berat 2. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Palpasi: stem fremitus menurun, Perkusi: redup, Auskultasi: suara napas menurun, amphoric sound, egofoni, ronki KRITERIA DIAGNOSIS 1. Batukberdahak banyak 2. Sputum berbau busuk 3. Demam 4. Nyeri pada dada yang sakit 5. Pemeriksaan fisik: ditemukan: Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Perkusi: redup, Palpasi: stem fremitus menurun. Auskultasi: suara napas menurun,amphoric sound, egofoni, ronki 6. CXR : kavitas berdinding DIAGNOSA KERJA Abses Paru (J.85)

5

DIAGNOSIS BANDING 1. Empyema 2. Kanker paru 3. Tuberkulosis paru 4. Mikosis paru PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. foto toraks PA/lat, 2. sputum: pengecatan gram dan ZN, kultur dan tes sensitivitas 3. laboratorium darah rutin TERAPI Penatalaksanaan umum: 1. Terapi kausal: antibiotik empirik (gram positif, gram negative, anaerob) sampai hasil kultur kuman dan sensitivitas terhadap antibiotik didapat - Clindamycin 600mg iv/6-8 jam, atau - Ampicillin-Sulbactam 1-2 gr iv/ dosis terbagiper 6 jam - Penicillin G 2 juta unit iv/4-6 jam, - Ditambah metronidazole 500mg iv tiap 8-12 jam - Amoxycillin-clavulanic acid 875 mg po/12 jam 2. Terapi simtomatis: antipiretik, analgesik fisioterapi (postural drainase),. Penatalaksanaan Khusus: 1. Bronkoskopi : jika ada fistel atau pus sukar keluar 2. Pembedahan, jika: Tidak respon terhadap terapi medis EDUKASI 1. Mengenal faktor resiko abses paru: oral hygiene, pasien dengan aspirasi 2. Kontrol ke poli paru PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam INDIKATOR MEDIS 80% abses paruteratasi dalam 4 minggu perawatan KEPUSTAKAAN 1. BTS 2. Fishman JA. Aspiration, Empyema, Lung Abscess and Aerobic Infection dalam Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th Ed, 2008 3. Mason, Robert J. Pyogenic Bacterial Infection dalam Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed, 2005 6

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) (ICD 10: J.80) PENGERTIAN (definisi) Acute Respiratory Distress Syndrome merupakan bentuk umum injuri paru yang ditandai dengan terjadinya gangguan membran alveolar-kapiler sehingga menyebabkan edema pulmonal dan hipoksemia yang terjadi secara akut di mana rasio PaO2/FiO2<200 dan tidak ada kelainan jantung ANAMNESIS 1. Sesak, batuk,panas yang sifatnyamendadak 2. Riwayat infeksi, transfusi, trauma, atau operasi sebelumnya, pajanan gas beracun, gas kimia, konsumsiobat, dan aspirasi dari isi lambung 3. Tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum: gelisah, agitasi, dan sesak 2. Pernapasan: cepat dan dangkal 3. Inspeksi: dada kanan dan kiri simetris Palpasi: Stem fremitus meningkat Perkusi: Redup / normal Auskultasi: suara napas meningkat, ronki di seluruh lapang paru TANDA & GEJALA 1. Injuri paru dengan onset yang akut, dalam waktu kurang 1 minggu setelah terjadinya penyebab (sepsis, pneumonia, trauma, aspirasi, transfusi, dsb) 2. Foto torak PA/AP: Infiltrat bilateral yang konsisten dengan gambaran edema pulmonal 3. Gagal napas (bukan disebabkan gagal jantung atau overload) 4. Rasio PaO2/FiO2 arterial:<200 KRITERIA DIAGNOSIS Bila ada 4 tanda dan gejala yang disebutkan di atas DIAGNOSIS KERJA Acute Respiratory Distress Syndrome (ICD 10: J.80) DIAGNOSIS BANDING 1. ALO kardiogenik 2. Pneumonia aspirasi bilateral 3. Atelektasis lobarpada kedua lobus bawah 7

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Emboli paru masif Pneumonia interstitial akut Pneumonia eosinofilik akut Diffuse alveolar haemorrhage Bronchitis Obliterans Organizing Pneumonia(BOOP) Pneumonitis hipersensitivitas akut

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto torak PA/AP 2. Laboratorium klinik (BGA) 3. Ekokardiografi 4. Monitoring hemodinamik invasif (CVP) 5. Bronchoalveolar Lavage TERAPI 1. Terapi oksigen: a. Non invasif (AP) b. Invasif (Ventilator  PEEP mode: 5-15 cmH2O) 2. Terapi farmakologis: a. Nitric Oxide (0,1 ppm) b. Kortikosteroid (masih kontroversi, pada stadium akut tidak dianjurkan, pada stadium lanjut membawa keberhasilan) metilprednisolon 500 mg/hari dosis terbagi selama 7 hari atau steroid lainnya dengan dosis ekuivalen c. Beta agonis (nebulisasi salbutamol 2 mg, terbutalin 2x0,5 ampul i.v.) 3. Terapi cairan Manajemen cairan sehongga tercapai CVP 4-8 mmHg EDUKASI Pencegahan infeksi nosokomial PROGNOSIS Advitam : dubia Ad sanationam : dubia Ad fungsionam : dubia INDIKATOR MEDIS 80% pasien dengan ARDS dengan perawatan yang optimal akan teratasi dalam 14 hari KEPUSTAKAAN 1. Brown KK, Lee-Chiong T, Chapman S, Robinson G, et al. 2009. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). In:. Oxford American Handbook of Pulmonary Medicine. Oxford: Oxford University Press, pp:585-588. 2. Fishman AP. Ed. 2008. Acute Respiratory Distress Syndrome: Pathogenesis. In: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. New York: Mc-Graw Hill, pp: 25232532. 3. Fishman AP. Ed. 2008. Acute Lung Injury and the Acute Respiratory Distress Syndrome: Clinical Features, Management, and Outcomes. In: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. New York: Mc-Graw Hill, pp: 2535-2560. 4. Spiro SG, Silvestri GA, Agusti A. 2012. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: Clinical Respiratory Medicine. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp: 454-470.

8

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : EMPIEMA (ICD 10: J.86) PENGERTIAN (definisi) Adanya akumulasi nanah dalam rongga pleura ANAMNESIS 1. Batuk 2. Sesaknapas 3. Nyeri dada 4. Demam PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit sedangsampaiberat 2. Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/m 3. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Palpasi : stem fremitus menurun. Perkusi: redup; Auskultasi: suaranapasmenurun KRITERIA DIAGNOSIS Adanya pus yang dapat dilihat secara makroskopis pada aspirasi cairan pleura Analisa cairan pleura: eksudat Pengecatan Gram didapatkan kuman Kultur cairan pleura didapatkan pertumbuhan kuman DIAGNOSIS KERJA Empiema (ICD 10: J.86) DIAGNOSIS BANDING 1. Abses paru 2. Chylothorax 3. Hemotoraks 4. Pleuritis TB

9

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto toraks PA dan Lateral Laboratorium darah rutin Analisa, hapusan gram, kultur, dan uji sensitivitas pus (empiema). Sputum hapusan gram , biakan sputum dan uji resistensi Sputum BTA SPS Smear BTA dari pus bronkboskopi, CT scan toraks, dan USG toraks TERAPI  Pemasangan thorax drain  Torakosintesis : bila empiema terlokalisir  spooling  Terapimedikamentosa :  Terapiantibiotik: o Piperacillin-tazobactam 3,375 g/6 jam, atau o Ceftriaxone 2x1 g iv + Metronidazole 3x500 mg iv  Intrapleuralfibrinolytic drug (Obatfibrinolitik intra pleura): Streptokinase 250.000 IU dua kali sehariselama 3 hariatauUrokinase 100.000 IU seharisekaliselama 3 hari.  Nutrisi : Memberikansesegeramungkindukungangiziyang sesuai.  Bronkoskopi  Konsulbedah TKV Bilatidakadaperbaikandenganterapisepertidiatas setelah 5-7 hari  Pelepasan thorax catheter: Bilakondisimembaik, pus (-), produksi cairan <100cc/hari. EDUKASI 1. Mengenal faktor resiko infeksi paru. 2. Kontrol poli paru PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam INDIKATOR MEDIS 80% empiema teratasi dalam 14 hari perawatan KEPUSTAKAAN 1. British Thoracic Society. Management of Pleural Infection In Adults: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010 2. Rahman NM, Davies RB. Effusion from Infections: Parapneumonic Effusion and Empiema dalam Textbook of Pleural Disease. 2008 3. Fishman JA. Aspiration, Empiema, Lung Abscess and Aerobic Infection dalam Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th Ed, 2008

10

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : INFECTED BRONCHIECTASIS (ICD 10: J.47) PENGERTIAN (definisi) Dilatasi bronkus yang kronik dan menetap, disertai penebalan bronkus,disertai infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. ANAMNESIS 1. Batuk kronik produktif sputum encer sampai purulen warna kehijauan 2. Batuk darah 3. Sesak Nafas 4. Nyeri dada 5. Demam

dinding

kuning

PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit sedang sampai berat 2. Tampak sesak dengan frekuensi nafas > 20x/menit 3. Suhu ≥ 38 o C 4. Inspeksi : Pergerakan dada simetris sampai dada yang sakit tertinggal, Palpasi: stem fremitus normal/meningkat, Auskultasi: Ekspirasi memanjang, suara nafas bronkovesikuler sampai bronkial, dapat disertai ronki dan/atau wheezing 5. Clubbing Finger KRITERIA DIAGNOSIS 1. Anamnesis : Batuk kronik produktif, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada dan demam. 2. Pemeriksaan fisik : Rhonki dan/atau wheezing, suara nafas bronkial atau bronkovesikuler. 3. Pemeriksaan penunjang : foto toraks bisa normal, dilatasi dan penebalan saluran nafas (tram lines) dengan infiltrat baru atau infiltrat progresif atau air bronchogram disekitarnya, struktur seperti cincin, honeycomb appearance. CT Scan Toraks : Dilatasi dan penebalan dinding bronkus disertai infiltrate disekitarnya. DIAGNOSIS KERJA Infected Bronchiectasis (ICD 10: J.47)

11

DIAGNOSIS BANDING 1. Tuberkulosis Paru 2. Cystic Fibrosis 3. Policystic Lung Disease PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksan darah lengkap, Laju endap darah, C-reaktif protein, Gula darah sewaktu, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, serum elektrolit, BGA 2. Pemeriksaan mikrobiologi dahak : pewarnaan gram, kultur dan sensitivitas antibiotika 3. Pemeriksaan mikrobiologi dahak BTA S/P/S 4. Kultur kuman dengan spesimen darah disertai sensitivitas antibiotika 5. Foto toraks PA/lateral 6. CT- Scan Toraks 7. Spirometri 8. Bronkoskopi dilanjutkan pemeriksaan mikrobiologi 9. Serum Imunoglobulin (IgG, IgA, IgM) dan serum elektroforesis 10. Pemeriksaan α1 antitripsin serum TERAPI Causatif: Guideline Pneumonia A. Empiris ( ruang biasa) : 1. Ceftriaxone 2x1 gr iv, atau Cefotaxim 3x1gr iv 2. Levofloxacin 1 x 750mg iv , atau Moxifloxacin 1x400mg 3. Bila dicurigai infeksi bakteri atipik ditambah dengan Azythromycin 1x500mg po, atau Roxythromycin 2x150mg po B. Empiris (ruang intensif): 1. Karbapenem (Meropenem 3x1gr) 2. Fluoroquinolon repirasi (Levofloxacin 1 x 750 mg, Moxifloxacin 1 x 400 mg) 3. Makrolide baru (azythromycin 1x500mg, roxythromycin 2x150mg C. Antibiotika disesuaikan hasil uji sensitivitas obat D. Simptomatis: Ambroxol 3x30 mg, DMP 3x15 mg, Antiiflamasi : Parasetamol 3x500 mg, atau Ibufropen 2 x 400 mg, Bronkodilator: Inhalasi beta agonist, antikolinergik. if : Oksigen, IVFD, Nebulisasi Saline hipertonik 1. Diet Tinggi kalori tinggi protein 2. Rehabilitasi Medik 3. Pembedahan EDUKASI 1. Mengenal faktor risiko infeksi paru. 2. Etika batuk. 3. Kontrol rutin ke poli paru.

12

PROGNOSIS Ad vitam : dubia Ad sanationam : dubia Ad fungsionam : dubia ad malam INDIKATOR MEDIS 80% infected bronkiektasis teratasi dalam 14 hari perawatan KEPUSTAKAAN 1. Barker AF, Ahmed SY, 2008.Bronchiectasis In: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders. Chapter 115. Fourth Edition. McGraw Hill, New York, pp. 2184-2191 2. Pasteur MC, Bilton D, Hill AT, 2010. BTS Guidline For Non-CF Bronchiectasis . British Thoracic Society. 1 – 10 3. Pneumonia PDPI 2003

13

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : EFUSI PLEURA GANAS (J.91.0) PENGERTIAN (definisi) Efusi pleura ganas adalah akumulasi cairan dalam rongga pleura disertai adanya sel-sel ganas dalam cairan pleura atau pleura parietalis ANAMNESIS 1. Sesak napas 2. Batuk 3. Nyeri dada 4. Berat Badan menurun 5. Terdiagnosis menderita kanker PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit sedang sampai berat 2. Frekuensi napas > 20x/m 3. Inspeksi: dada yang sakit lebih besar dan pergerakannya tertinggal, palpasi: stem fremitus menurun, ekspansi dada menurun, perkusi: redup, auskultasi: suara nafas menghilang, egofoni (+) 4. Pada punksi percobaan didapatkan cairan KRITERIA DIAGNOSIS 1. Cairan pleura eksudat 2. Ditemukan sel ganas pada sitologi cairan pleura 3. Ditemukan sel ganas pada biopsi pleura DIAGNOSIS KERJA Efusi Pleura Ganas (J91.0) DIAGNOSIS BANDING 1. Empyema 2. Hematotoraks 3. Efusi pleura non malignansi

14

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Foto toraks PA/ lateral/ lateral decubitus 2. Analisis cairan pleura 3. Sitologi cairan pleura 4. Biopsi pleura 5. USG toraks 6. CT Scan toraks 7. VEGF cairan pleura 8. Torakoskopi TERAPI 1. Torakosentesis 2. Pemasangan torak drain (chest tube, cystofix, pigtail catheter) 3. Pleurodesis

15

EDUKASI 1. Mengenal penyebab efusi pleura ganas. 2. Memahami penatalaksanaan efusi pleura ganas 3. Kontrol poli paru PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam INDIKATOR MEDIS 80 % efusi pleura ganas teratasi dalam 21 hari KEPUSTAKAAN 1. PDPI, Kanker Paru Jenis karsinoma Bukan Sel Kecil Pedoman Nasional Untuk Diagnosis dan Pnatalaksanaan di Indonesia, 2011. 2. Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, Ali NA. 2010. Management of a malignant pleural effusion: British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax. 2010 (65) p: 32-40 3. Management of Malignant Pleural Effusions (ATS, 2000) 4. Antunes, Neville, Duffy, et al. BTS guidelines for the management of malignant pleural effusions. Thorax 2003;58(Suppl II):ii29–ii38 5. Rodriguez, Panadero. Textbook of Pleural Diseases second edition : Effusions from malignancy.2008. Hal : 323-334

16

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : LIMFADENITIS TUBERKULOSIS ( ICD 10: A.18.2) PENGERTIAN (definisi) Peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis. ANAMNESIS 1. Pembesaran kelenjar getah bening tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral, tidak nyeri dan membesar secara lambat dan bisa pecah serta keluar sekret dan darah. 2. Dapat timbul keluhan sistemik : demam, penurunan berat badan, fatigue, keringat malam. PEMERIKSAAN FISIK 1. Limfadenitis TB paling sering mengenai kelenjar getah bening servikal, kemudian oleh kelenjar mediastinal, aksila, mesenterika, portal hepatik, perihepatik dan inguinal. 2. Pembengkakan kelenjar terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan membesar secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan. 3. Pembesaran kelenjar bisa pecah serta mengeluarkan sekret dan darah KRITERIA DIAGNOSIS Pembesaran kelenjar getah bening batas tegas, mobile, tidak nyeri dengan hasil PA lymphadenitis tuberculosa dan kelenjar bisa pecah. DIAGNOSIS KERJA Limfadenitis Tuberculosa ( ICD 10: A.18.2) DIAGNOSIS BANDING 1. Limfadenitis non spesifik 2. Limfoma 3. Metastase proses keganasan

17

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. FNAB kelenjar getah benig 2. Kultur media LJ dari sekret kelenjar 3. Foto Toraks 4. USG Kelenjar 5. CT-Scan TERAPI 1. Regimen OAT : 2RHZE/7-9R3H3 2. Bila diperlukan terapi pembedahan: biopsi eksisional, insisi, atau insisi dan drainase 3. Perawatan Luka EDUKASI 1. Keteraturan berobat 2. Rawat Luka PROGNOSIS Dubia at bonam INDIKATOR MEDIS 80% untuk menegakkan diagnosis limfadenitis tuberkulosa dalam waktu 7 hari. KEPUSTAKAAN 1. Fishman’s part XIV chapter 140, page 2472 2. A Tuberculosis Guide for Specialist Physician, 2004 chapter 17, page 355 – 358

18

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : MIKOSIS PARU (B37) PENGERTIAN (definisi) Gangguan paru termasuk saluran nafas yang disebabkan infeksi atau kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur ANAMNESIS 1. Gejala Tidak spesifik: - Batuk - Hemoptoe - Nyeri dada - Sesak nafas 2. Pasien yang memiliki kondisi imunosupresif: - Netropenia berat (<500/mm3) - Keganasan darah - Transplantasi organ - Kemoterapi 3. Penggunaan jangka panjang alat-alat kesehatan invasif - Ventilator mekanik - Kateter vena sentral dan perifer - Kateter urin, kateter lambung - Water sealed drainage dll 4. Pasien dengan kondisi imunokompromis akibat penggunaan jangka panjang antibiotik berspektrum luas, kortikosteroid dan obat imunosupresi 5. Penyakit kronik seperti, tumor paru, tumor mediastinum, PPOK, bronkiektasis, luluh paru, sirosis hati, insufisiensi renal dan diabetes mellitus PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit sedang sampai berat 2. Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/m 3. Takikardia 4. Suhu Badan ≥ 38C atau ≤36 5. Inspeksi: dada yang sakit tertinggal, Palpasi: stem fremitus meningkat Auskultasi: suara napas broncovesikuler sampai bronkial dapat disertai ronki.

19

KRITERIA DIAGNOSIS Derajat diagnostik : proven, probable, dan possible ditentukan oleh tiga kriteria yaitu: - Faktor pejamu (faktor resiko, penyakit yang mendasari). - Kriteria klinis (gejala klinis, pemeriksaan radiologi). - Pemeriksaan mikologi. Diagnosis mikosis proven Definisi  Pemeriksaan histologi/sitokimia dari sediaan biopsi jarum halus menunjukkan adanya hifa (hyphae) disertai adanya bukti kerusakan jaringan terkait (baik secara mikroskopik atau radiologi).  Atau kultur yang ditemukan jamur diperoleh dari jaringan yang secara klinis maupun radiologis tampak abnormal dan lokasinya sesuai dengan tempat infeksi. Atau pemeriksaan mikroskopik/antigen Cryptococcus dari LCS. Diagnosis probable Definisi  Minimal ada satu kriteria faktor pejamu (host).  Dan satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klinis minor dari lokasi lesi abnormal yang sesuai dengan kondisi infeksi secara klinis atau radiologis  Dan satu kriteria faktor mikrobiologi. Diagnosis mikosis possible Definisi  Minimal ada satu kriteria faktor pejamu (host).  Dan satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klinis minor pada lokasi lesi abnormal yang sesuai dengan kondisi infeksi secara klinis atau radiologis. Faktor Kriteria Klinis Kriteria klinis dibagi menjadi 2, yaitu kriteria mayor dan minor: 

Kriteria Mayor Infeksi saluran nafas bawah dengan gambaran infiltrat baru pada CT-Scan: halo sign, air crescent sign, atau kavitas pada daerah konsolidasi.



Kriteria Minor : Gejala infeksi saluran nafas bawah (batuk,nyeri dada,hemoptoe,sesak nafas) Adanya pleural rub Adanya infiltrat baru yang tidak memenuhi kriteria mayor

20

Faktor Pejamu (Host) : 1. Netropenia (netrofil <500 / mm3 selama > 10 hari). 2. Demam persisten selama > 96 jam yang refrakter tehadap antibiotik spektrum adekuat. 3. Suhu tubuh > 380C atau < 360C dan terdapat faktor predisposisi berikut : a. Prolonged netropenia (>10 hari) dalam 60 hari terakhir. b. Penggunaan obat imunosupresif saat ini (< 30 hari sebelumnya). c. Pernah mengalami episode infeksi jamur invasif sebe-lumnya. d. Secara bersamaan mengidap HIV/ AIDS 4. Tanda dan gejala yang mengindikasikan penyakit graft-versus-host disease (GVHD). 5. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (>3 minggu) Faktor Mikrobiologis : 1. Kultur mold ditemukan salah satu dari: Aspergillus spp, Fusarium spp,zygomycetes, Scedosporium spp atau C. neoformans dari sputum atau BAL. 2. Kultur atau sitologi / mikroskop ditemukan mold dari aspirat sinus. 3. Sitologi atau mikroskop ditemukan molds atau Cryptococcus dari dahak atau BAL. 4. Pada pemeriksaan antigen aspergillus ditemukan dalam cairan BAL, cairan serebrospinal atau > dari 2 sampel darah. 5. Pada pemeriksaan antigen Cryptococcus ditemukan dalam darah. 6. Kelainan paru dengan kultur bakterial yang negatif dari semua spesimen terkait dengan infeksi saluran pernafasan bagian bawah, baik dari sputum, cairan BAL maupun darah. 7. Pemeriksaan sitologis/mikroskopik ditemukan Aspergillus spp pada cairan BAL, pleura. 8. Kultur darah ditemukan spesies candida. Skor Candida = 1 x (nutrisi parenteral total) + 1 x (pembedahan) + 1 (kolonisasi spesiaes candida multofokal) + 2 x (sepsis berat). Skor Candida =  ≥ 2.5 resiko terkena infeksi kandida proven  7.75  diberikan terapi anti fungal preemptif (profilaksis atau empirik) DIAGNOSIS KERJA Mikosis paru (B37) DIAGNOSIS BANDING 1. Pneumonia bakteri 2. Pneumonia aspirasi 3. Edema paru 4. Abses paru 5. Tuberkulosis paru 6. Tumor paru primer 7. Tumor paru sekunder 8. ARDS 9. Penyakit paru kerja 10. Idiopatik pulmonary fibrosis 21

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium: Darah lengkap Urinalisis Pemeriksaan fungsi hati Pemeriksaan fungsi ginjal Albumin Serum elektrolit BGA 2. Mikroskopis Kultur gram,kultur jamur,senstivitas sputum 3. Pemeriksaan Radiologis.  Gambaran foto toraks tidak spesifik.  Infiltrat paru yang lambat sekali penyembuhannya, dengan atau tanpa pembesaran kelenjar getah bening  Konsolidasi paru, nodul multiple, pembesaran kelenjar getah bening di daerah hilus atau mediastinum, kavitas, atau efusi pleura (terutama yang disebabkan oleh coccidiomycosis)  Pada CT scan : lesi padat dengan atau tanpa hallo sign, air- crescent sign atau kavitas.  Pada aspergiloma yaitu ditemukan fungus ball pada pemeriksaan CT- scan toraks 4. Serologi  Deteksi antigen galaktomanan dari BAL, LCS, atau > 2 sample darah untuk aspergilosis.  Deteksi β-d-glucan dalam serum untuk mendiagnosa infeksi jamur invasif (Kriptokokus dan zigomikosis)  Deteksi antigen kriptokokus. TERAPI 1. Terapi profilaksis Pada penderita beresiko tinggi tanpa adanya tanda dan gejala klinis infeksi. Misalnya pada pasien transplantasi organ, leukemia, keganasan dengan leukopeni tanpa demam. Nilai prediktif >75% 2. Terapi empiris Pada penderita beresiko tinggi yang sudah menunjukkan tanda dan gejala infeksi jamur invasif tetapi tanpa identifikasi adanya jamur penyebab (diagnosis possible). 3. Terapi pre-emptif (targeted prophylaxis) Pada penderita beresiko tinggi yang kecurigaan adanya infeksi jamur invasif didukung oleh pemeriksaan laboratorium atau radiologis, tetapi belum ada bukti pemeriksaan histopatologis atau kultur (diagnosis probable). Nilai prediktif >75% 4. Terapi terarah /terapi definitif (targeted) Pada penderita beresiko tinggi yang sudah terbukti mengidap infeksi jamur invasif berdasarkan pemeriksaan histopatologis dan kultur (diagnosis proven). Spesifisitas >95%.

22

Pemberian terapi : 1. 2.

if : Oksigen, IVFD,diet Terapi antifungal disesuaikan dengan dugaan jenis jamurnya :  Flukonazol (Oral/ I.V) loading dose 400mg lalu dilanjutkan 200-400 mg selama 14-21 hari  Amfoterisin B(Am-B) 0,25-1mg /kgBB/hari  Itrakonazole (oral) 200mg/hari  Vorikonazole I.V 6mg/kgBB tiap 12 jam dilanjutkan oral 400mg tiap 12 jam  Kaspofungin IV : 35-70mg/hari  Mikafungin 100mg/hari

EDUKASI 1. Mengenal faktor resiko infeksi paru. 2. Etika batuk. 3. Kontrol rutin ke poli paru. PROGNOSIS Ad vitam

:

dubia et bonam/malam

Ad sanationam

:

dubia et bonam/malam

Ad fungsionam

:

dubia et bonam/malam

INDIKATOR MEDIS 80% mikosis paru terdiagnostik dalam waktu 14 hari. KEPUSTAKAAN 1. Wulandari, L, 2010. Update on the Management of Pulmonary Fungal Infection: Majalah Kedokteran Respirasi, Des 2010 , Vol. 4, No. 3, Supl 2, Pulmonology Department, Dr.Soetomo Hospital Airlangga University School of Medicine, Surabaya, pp. 29-36. 2. Limper, AH, 2010. The Changing Spectrum of Fungal Infections in Pulmonary and Critical Care Practice: Clinical Approach to Diagnosis. American Thoracic Society, pp. 163-168. 3. Soepandi, P.Z, 2011. Penatalaksanaan Jamur Paru: The 9th Scientific Respiratory Medicine Meeting, Department of Pulmonology and Respiratory Medicine Faculty of Medicine University of Indonesia Persahabatan Hospital, Jakarta. 4. 5. Hanly, ME, 2006. Fungal Pneumonias in Current Diagnosis and Treatment in Pulmonary, Chapter 38. The Mc Mraw-Hill Companies, United State Amerika. 2. PDPI, 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan 1 Jamur paru di Indonesia, 6 Oktober 2011, pp. 1-25 3. Richarson, MD, Jones BL, 2003 Guidlines in Sistemic Fungal Infections, Third Edition. Current Medical Literature. www.clinical-mycology.com. 4. Limper, AH, Knox, KS, Sarosi, GA, Ampel, NM, Bennet, JE, Catanzaro, SF, et al, 2010. An Official American Thoracic Society Statement: Treatment of Fungal Infection in Adult Pulmonary and Critical Care Patient, Am J Respir Crit Care Med, Vol 183, pp 96-128, www.atsjournals.org. 5. Chamilos, G, Kontoyiannis, D, 2008. Aspergillus, Candida, and Other Opportunistic Mold Infections of the Lung: Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, Fourth Edition, Chapter 131, Mc Graw Hill Companies, pp. 2291-2325

23

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : DROWNING (TENGGELAM) (ICD 10: V.90)

PENGERTIAN (definisi) Tenggelam merupakan proses gangguan respiratori akibat submersion (terendam seluruh tubuh termasuk saluran nafas) atau immersion (terendam wajah dan saluran nafas) dalam medium cairan (liquid) ANAMNESIS Adanya riwayat tenggelam dalam air tawar, air laut maupun cairan lain PEMERIKSAAN FISIK 1. Perubahan tanda- tanda vital (hipotermia, takikardia, atau bradikardia) 2. Takipneu, dispneu, hipoksia, sianosis 3. Penurunan kesadaran, defisit neurologi 4. Batuk 5. Wheezing 6. Muntah, diare KRITERIA DIAGNOSIS 1. Riwayat tenggelam 2. Fungsi paru dan neurologis terganggu 3. Asidosis (metabolic atau respiratorik) 4. Abnormalitas elektrolit 5. Hipovolemia DIAGNOSIS KERJA Drowning (tenggelam) (ICD 10: V.90) DIAGNOSIS BANDING 1. Intoksikasi 2. Hipoglikemia 3. CVA 4. Barotrauma dengan pneumothoraks emboli udara

24

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Analisa gas darah dan pulse oximetry 2. Serum elektrolit (Na, K, Cl), Gula darah sewaktu (GDS) 3. Foto toraks PA/ lateral 4. cervical spine imaging (pasien dengan kemungkinan injuri servikal dan spinal) 5. Elektrokardiografi (EKG) 6. CT scan kepala 7. Sputum gram kultur dan tes sensitifitas antibiotika, Kultur darah (untuk analisa infeksi sekunder) TERAPI a. Pre hospital care b. Emergency Departement Care : 1. Resusitasi jantung paru (R) Oksigenasi dengan intubasi endotrakea dan tekanan positif (PEEP, AP), ventilasi mekanik 3. Menghangatkan badan pada pasien hipotermia (melepas baju, mengeringkan dan insulasi) 4. Pemasangan Nasogastric tube (NGT) 5. Nebulisasi dengan β2-agonis 6. Pemberian antibiotika (jika ada tanda-tanda infeksi) 7. Bronkoskopi EDUKASI 1. Menghindari terpapar dengan udara dingin 2. Menjaga temperature tubuh tetap hangat 3. Memperhatikan turunnya temperatur tubuh PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam INDIKATOR MEDIS 58% pasien selamat tanpa defisit neurologis. 11% pasien mengalami kematian. KEPUSTAKAAN 1. D.A. Groneberg, J.L. Vincent, T. Welte Respiratory Emergencies – The European Respiratory Monograph Volume 11 2006, Chapter 9 2. Cantwell GP, 2013,Drowning, Medscape 3. Dean NL, Drowning, The Merck Manual, April 2013 4. Soar, Jasmeet et.al, Drowning, European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010 Section 8. p. 1400-1433 5. Swidarmoko B, , 2010, Tenggelam (drowning) Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Nafas. FKUI P. 128-134

25

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : PPOK AKUT EKSASERBASI (ICD 10: J.44)

PENGERTIAN (definisi) Eksaserbasi PPOK didefinisikan sebagai kondisi akut dengan karakteristik perburukan gejala pernafasan di luar variasi normal dari hari ke hari dan menyebabkan perubahan pengobatan. (Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan disembuhkan, ditandai dengan keterbatasan aliran udara menetap yang biasanya progresif dan berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi kronis pada saluran napas dan partikel beracun atau gas) ANAMNESIS 1. Perburukan dari sesak napas 2. Durasi dari perburukan atau munculnya gejala baru 3. Riwayat gejala eksaserbasi sebelumnya (total atau riwayat hospitalisasi) 4. Adanya komorbid 5. Terapi yang digunakan saat ini. 6. Riwayat penggunaan ventilator mekanik PEMERIKSAAN FISIK 1. Penggunaan dari otot bantu pernapasan 2. Pergerakan paradoksal dari dinding dada 3. Perburukan atau adanya gejala sentral sianosis yang baru 4. Adanya edema perifer 5. Hemodinamik yang tidak stabil 6. Perburukan dari status mental (GCS) KRITERIA DIAGNOSIS Tipe-tipe eksaserbasi PPOK : Tipe 1 : Tipe 2:

Peningkatan volume sputum Peningkatan purulensi sputum Peningkatan sesak napas 2 gejala dari gejala berikut : Peningkatan volume sputum Peningkatan purulensi sputum Peningkatan sesak napas 26

Tipe 3:

1 gejala dari gejala berikut: peningkatan volume sputum Peningkatan purulensi sputum Peningkatan sesak napas Ditambah minimal 1 gejala minor berikut : Nyeri tenggorokan atau hidung meler dalam 5 hari Demam tanpa penyebab lain Peningkatan wheezing Peningkatan batuk Peningkatan RR > 20% diatas baseline Peningkatan HR > 20% diatas baseline.

DIAGNOSIS KERJA PPOK Akut Eksaserbasi Tipe I/ II/ III (ICD 10: J.44) DIAGNOSIS BANDING 1. Asma 2. Congestive Heart Failure 3. Bronkiektasis 4. Tuberkulosis 5. Bronkiolitis obliterans 6. Panbronkiolitis difus 7. Sindroma Obstruktif Paska Tuberkulosis 8. Pneumotorak 9. Destroyed lung. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : darah rutin, kimia klinik. 2. elektrokardiogram 3. foto torak 4. serial analisa gas darah 5. status nutrisi 6. kultur sputum 7. serial spirometri TERAPI I. Farmakologi : 1. Bronkodilator : Short-acting beta agonist (SABA) dengan atau tanpa short-acting muscarinic antagonist (SAMA). 1) Nebulizer : a. Salbutamol 2,5 mg inhalasi b. Salbutamol 2,5-5,0 mg + Ipratropium 0,25-0,5 mg inhalasi c. Terbutalin 5-10 mg

27

2)

2. 3.

4. 5. 6.

Inhalasi Dosis Terukur (MDI: Metered Dose Inhaler) a. Agonis β2 kerja cepat :  Salbutamol 100 µgr/semprot 2-4 semprot 3-4x sehari  Prokaterol 10 µgr/semprot 2-4 semprot 3x sehari b. Antikolinergik:  Ipratropium bromide 20 µgr 2-4 semprot 3-4x sehari 3) Injeksi : - Metilxantin : Aminofilin IV bolus 5 mg/kgBB dilanjutkan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam - Terbutalin 0,5 cc subkutan dapat diulang sampai 3x/1jam Kortikosteroid sistemik : Metil prednisolon 1-2 mg/kg BB/6 jam Dexametasone 0.2-0.3 mg/ kg BB/ 6 jam Antibiotika Flouroquinolon respirasi Makrolide Cephalosporin generasi III Mukolitik (mukokinetik dan mukoregulator) dan ekspektoran Bromhexine Ambroxol Antioksidan (N-asetilsistein) Terapi tambahan diberikan tergantung dari kondisi klinis pasien

II. Non Farmakologik 1. Oksigen  target saturasi 88-92%. 2. Ventilator mekanik non invasif dan invasif bila penderita mengalami gagal nafas 3. Rehabilitasi Medik 4. Nutrisi optimal tinggi protein EDUKASI 1. Hindari pencetus serangan antara lain berhenti merokok, menghindari polusi udara, menghindari infeksi saluran nafas. 2. Mengukur spirometri setiap 3 bulan sekali PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam INDIKATOR MEDIS 80% Pasien COPD AE teratasi dalam 14 hari perawatan KEPUSTAKAAN 1. GOLD 2013 2. PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan PDPI 2011 3. ERS Journals Ltd 2003; 21 : Suppl. 41, 46s-53s

28

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : TUMOR MEDIASTINUM (ICD 10: D 15.2) PENGERTIAN (definisi) Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya ANAMNESIS 1. Batuk kering 2. Sesak nafas atau stridor 3. Sulit/ sakit menelan 4. Suara serak 5. Nyeri dada PEMERIKSAAN FISIK 1. Tampak sakit ringan – berat 2. Pergerakan dada yang sakit tertinggal (inspeksi) 3. Stem fremitus menurun (palpasi) 4. Suara ketok pada dada yang sakit menurun (perkusi) 5. Suara nafas pada dada yang sakit menurun 6. Sembab muka dan leher (VCSS) 7. Limfadenopati (timoma) 8. Myasthenia gravis (timoma) KRITERIA DIAGNOSIS 1. Batuk darah, nyeri dada, sesak napas 2. Foto toraks PA/ lateral didapatkan massa soliter maupun multipel 3. Ditemukan sel ganas dari pemeriksaan Patologi Anatomi 4. CT scan toraks dengan kontras didapatkan massa sesuai stadiumnya. 5. Tomografi

dengan

DIAGNOSIS KERJA 1. Tumor timus (Timoma, karsinoma Timik, Oat Cell Carsinoma) 2. Tumor Sel Germinal (Seminoma, Teratoma) 3. Tumor Neurogenik (Neurofibroma, neurilemoma, neurosarkoma, Ganglioneuroma, Ganglioneuroblastoma, Neuroblastoma, Fakreomasitoma< Kemodektoma) 4. Tumor Mesensimal dan tumor endokrin

29

DIAGNOSIS BANDING 1. Tuberkulosis 2. Kanker Paru 3. Mesothelioma 4. Lipoma 5. Hodgkin disease 6. Acute Lymphoblastic Leukemia PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah rutin, kimia klinik dan analisa gas darah 2. Sitologi sputum 3. Foto torak PA/ lateral 4. FOB 5. FNAB guiding USG toraks 6. CT-Scan toraks dengan kontras + FNAB guiding 7. USG Abdomen 8. Mediastinoskopi 9. Fluoroskopi 10. Ekokardiografi 11. Angiografi 12. Esofagografi 13. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir TERAPI Terapi sesuai 1. 2. 3.

Patologi Anatomi, Stadium, dan Status Performance Pembedahan Radiasi Kemoterapi

Penatalaksanaan Timoma Stage I : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada CT sebelum pembedahan Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi dan kemoterapi Stage IVA : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapoi dan radioterapi Stage IVB : Kemoterapi dan radioterai dilanjutkan dengan debulking. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.A dapat diberikan kemoradioterapi adjuvant 2 siklus dilanjutkan radiasi 4000 cGy, diikuti debulking dan kemoterapi siklus berikutnya. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage IV.B bersifat paliatif, yaitu kemoterapi dan radioterapi paliatif. Penatalaksanaan timoma tipe medular stage I - II lebih dahulu dibedah, selanjutnya kemoterapi. Pada stage III diberikan kemo/radioterapi neoadjuvant. Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan disesuaikan dengan tipe histologik yang dominan. 30

Penatalaksanaan karsinoma timik Penatalaksanaan untuk tumor ini adalah penatalaksanaan untuk kanker di paru.

multi-modaliti

sama

dengan

Penatalaksanaan karsinoid timik dan oat cell carcinoma Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena sering invasif maka direkomendasikan radiasi pascabedah untuk kontrol lokal, tetapi karena tingginya kekerapan metastasis maka kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan angka ketahanan hidup. Kemoterapi yang diberikan hampir sama dengan kemoterapi untuk kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni antara lain sisplatin + etoposid sebanyak 6 siklus. Oat cell carcinoma di mediastinum mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan dengan oat cell carcinoma di paru Penatalaksanaan seminoma Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini. Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi akan lebih baik dengan cara kombinasi radiokemoterapi. Bila ada kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan dengan kemoterapi sisplatin based. Penatalaksanaan Tumor Medistinum Nonseminoma Tumor-tumor yang termasuk kedalam kelompok nonseminoma bersifat radioresisten, sehingga tidak direkomendasikan untuk radiasi. Pilihan terapi adalah kemoterapi 6 siklus. Evaluasi dilakukan setelah 3 - 4 siklus menggunakan petanda tumor b-HCG dan a-fetoprotein serta foto toraks PA dan lateral, selanjutnya menurut algoritma Penatalaksanaan Teratoma jinak Penatalaksanaan teratoma jinak adalah pembedahan, tanpa adjuvant. Pemeriksaan batas reseksi harus menyeluruh, agar tidak ada tumor yang tertinggal dan kemungkinan akan berkembang menjadi ganas. Penatalaksanaan Teratoma Ganas Karena teratoma ganas terkadang mengandung unsur lain maka terapi multimodaliti (bedah + kemoterapi + radioterapi) memberikan hasil yang lebih baik. Pemilihan terapi didasarkan pada unsur yang terkandung di dalamnya dan kondisi penderita. Penatalaksanaan teratoma ganas dengan unsur germinal sama dengan penatalaksanaan seminoma. Penatalaksanaan Tumor Neurogenik Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah pembedahan, kecuali neuroblastoma. Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi.

31

Penatalaksanaan Tumor Sel Germinal Nonseminoma Mediastinum

Kadar HCG & AFP normal

Kadar HCG & AFP normal

Foto toraks normal

Foto toraks

Kadar HCG atau AFP meningkat

stabil/abnormal

Tidak perlu terapi

Reseksi (bedah)

Lanjutan kemoterapi

lanjutan

Teratoma jinak

Tumor dapat

Kadar HCG & AFP

Kadar HCG & AFP

dan / jaringan

diangkat atau ada

normal

tetap tinggi

nekrotik

sisa tumor

Foto toraks stabil / abnormal

Tidak perlu terapi

Lanjutkan

lanjutan

kemoterapi

ive care

EDUKASI 1. Mengenai penyakit tumor mediastinum, faktor resiko dan prognosanya 2. Tatalaksana yang akan diberikan 3. Komplikasi yang mungkin terjadi 4. Efek samping pengobatan PROGNOSIS Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam INDIKATOR MEDIS Sekitar 80% pasien tumor mediastinum dapat ditegakkan diagnosanya dalam 21 hari KEPUSTAKAAN 1. Tumor Mediastinum , Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaaan di Indonesia, PDPI 2003 2. Smith Sonali M, Mediastinal lymphoma, Medscape, 2013 3. Cameron R B, Loehrer P J, Thomas C Jr, Neoplasm of the mediastinum, Devita, Hellman & Rosenberg’s Cancer : Principle and Practise of Oncology, 8th edition

32

RUMAH SAKIT JAKARTA

PPK : TUBERKULOSIS (ICD 10: A15) DEFINISI Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten banyak Obat (Multi Drug Resistance/ MDR). ANAMNESA Keluhan pasien datang dengan gejala dan tanda penyakit TB paru seperti batuk berdahak ≥ 2 minggu dan dapat disertai sedikitnya salah satu dari gejala berikut: a)

Lokal respiratorik: dapat bercampur darah atau batuk darah, sesak nafas,

b)

dan nyeri dada atau pleuritic chest pain (bila disertai peradangan pleura). Sistemik: nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan ,badan lemah dan malaise.

PEMERIKSAAN FISIK Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), dapat disertai dengan respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5). 1.

Inspeksi - Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan - Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada yang tidak simetris.

2.

Palpasi - Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan - Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berupa fremitus mengeras atau

3.

melemah Perkusi - Bila lesi minimal, biasanya tidak ditemukan kelainan 33

- Bila ada kelainan tertentu, dapat terdengar perubahan suara perkusi seperti hipersonor pada pneumotoraks, atau pekak pada efusi pleura.

4.

Auskultasi - Bila lesi minimal, tidak ditemukan kelainan - Bila lesi luas, dapat ditemukan kelainan berikut: Ronki basah kasar terutama di apeks paru, suara napas melemah atau mengeras, atau stridor. suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru.

PEMERIKSAAN PENUNJANG -

Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) ataukultur kuman darispecimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu sebanyak 3 kali.Jika laboratorium sudah terakreditasi, pemeriksaan BTA dapat dilakukan 2 kali dan minimal satu bahan berasal dari dahak pagi hari. Untuk TB paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal,cairan

-

pleura ataupun biopsi jaringan. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral /Lateral dekubitus/ top lordotik dapat dilakukan jika ada fasilitas dan atas indikasi. Contoh : dugaan terdapat

-

komplikasi (efusi pleura, pneumotoraks, batuk darah) Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura

-

(sudut kostrofrenikus tumpul). Pemeriksaan Gen X-pert jika tersedia di fasilitas Biakan kuman TBatas indikasi Uji kepekaan terhadap OAT lini pertama atas indikasi Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan gula darah Pemeriksaan HIV Pemeriksaan khusus pada keadaan sulit : PCR TB/ Bactec/ (sesuai indikasi dan fasilitas)

34

DIAGNOSIS -

TB paru BTA positif kasus baru TB paru BTA negative kasus baru TB paru BTA positif kasus pengobatan ulang (gagal, kambuh, putus obat) Suspek TB paru resisten obat Hepatitis Imbas Obat TB HIV TB DM

PENEGAKAN DIAGNOSIS (Assessment) PASTI TB Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan penunjang KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) STANDAR DIAGNOSIS 1.

Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥ 2

2.

minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB. Semua pasien (dewasa, dan dewasa muda) yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah spesimen pagi. Jika laboratorium sudah terakreditasi, pemeriksaan dahak dapat dilakukan 2 kali dan minimal satu bahan berasal dari dahak

3.

pagi hari Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa

4.

mikrobiologi dahak. Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria berikut:  Minimal 2 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB.  Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberculosis harus dipercepat).

DIAGNOSIS BANDING -

Pneumonia 35

-

Tumor/keganasan paru Jamur paru Penyakit paru akibat kerja Asma

TERAPI Tujuan pengobatan:     

Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan. Mencegah kekambuhan TB. Mengurangi penularan TB kepada orang lain. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat

1.1 Terapi

umum:

istirahat,

stop

merokok,

hindari

polusi,

tata

laksana

komorbiditas, nutrisi, dan vitamin. 1.2 Terapi Pengobatan OAT Prinsip-prinsip terapi (terapi) 1. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai. 2. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC. a. Fase Awal selama

2

bulan,

terdiri

dari:

Isoniazid,

Rifampisin,

Pirazinamid, danEtambutol. b. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin c. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dosecombination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).

Tabel 1. Pengobatan TB Kategori I

 Penderita baru TB paru, sputum BTA positif  Penderita TB baru, sputum BTA negatif rontgen positif dengan kelainan paru luas  Penderita TB ekstra paru berat diterapi dengan 2RHZE/4RH

Kategori

– 2 RHZE/4 R3H3 – 2 RHZE/ 6HE  Sediaan OAT dapat berupa KDT atau lepasan.  Penderita kambuh 36

2

 Penderita gagal  Penderita after default  Diterapi dengan :  2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE  2 RHZES/ 1 RHZE / 5 R3H3E3  Sediaan OAT dapat berupa KDT atau lepasan Catatan: TB MDR, TB XDR, TB Kronis dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan Nasional. 3. Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip pengobatan dengan :  Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat, cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien.  Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed therapy) 4. Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah follow-up mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat: a. Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi), b. 1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi. c. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum akhir terapi dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi modifikasi yang sesuai. d. Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas dalam follow up TB paru. 5. Catatan tertulis harus ada mengenai: a. Semua pengobatan yang telah diberikan, b. Respon hasil mikrobiologi c. Kondisi fisik pasien d. Efek samping obat 6. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis – HIV sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana rutin. 7. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk:  Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.  Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda  Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4 < 200. Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

KONSELING DAN EDUKASI

37

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk ketaatan konsumsi obat pasien sebagai berikut:         

Berobat teratur hingga selesai Risiko terjadi resistensi obat bila berobat tidak adekuat/tuntas/berhenti sebelum selesai Risiko terjadi efek samping OAT Pencegahan penularan termasuk etiket batuk Kemungkinan komplikasi sehingga perlu dirujuk Penunjukan Pengawas Menelan Obat (PMO) Konsultasikan ke petugas kesehatan jika terjadi efek samping. Jangan sampai menghentikan pengobatan secara sepihak Pasien dirujuk bila : - Efek samping berat - Curiga resistensi obat - Terjadi komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, perlu dirujuk ke layanan sekunder.



Pelaporan kasus TB sesuai pedoman - Mengisi form TB01 - Menjadi bagian dari jejaring DOTS di wilayahnya.

PROGNOSIS Dubia: tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status imun, dan komorbiditas. Baik bila pasien patuh menelan obat, dalam waktu 6 bulan. KRITERIA HASIL PENGOBATAN Sembuh : Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. Pengobatan lengkap :

38

Pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. Meninggal : Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Putus berobat (default) : Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan. Pindah (transfer out) : Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan () lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

DAFTAR PUSTAKA 1. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L Ha, S.L. et al. Mycobacterial disease : Tuberculosis. Harrisson’s : Principle of Internal Medicine. 17 th Ed. New York : McGraw Hill Companies. 2009 : hal. 1006-1020 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

Panduan Praktik Klinik Bagi

Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Edisi I. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI 4. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam

Indonesia.

2006.

Panduan

Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia revisi pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

39

7. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). 2nd Ed. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. The Hague. 2009 8. Zulkifli, A. Asril, B. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: hal. 2230 – 2239.

40

Lampiran 1. Tata Laksana TB paru berdasarkan tipe fasilitas pelayanan kesehatan

No

DIAGNOSIS

PPK 1 Untuk Klinik, Puskesmas, dan

1

TB Paru

PPK 2

PPK 3

Untuk RS tipe C

Untuk RS tipe A

dan B

dan RS khusus Paru

RS tipe D ANAMNESIS

ANAMNESIS

ANAMNESIS

sesuai TB paru (batuk

sesuai TB paru (batuk

sesuai TB paru (batuk

berdahak ≥2 mgg

berdahak ≥2 mgg

berdahak ≥2 mgg

dan dapat disertai

dan dapat disertai

dan dapat disertai

sedikitnya salah satu

sedikitnya salah satu

sedikitnya salah satu

dari gejala berikut :

dari gejala berikut :

dari gejala berikut :

batuk darah, sesak

batuk darah, sesak

batuk darah, sesak

nafas, nyeri dada

nafas, nyeri dada

nafas, nyeri dada

atau pleuritic pain,

atau pleuritic pain,

atau pleuritic pain,

nafsu makan

nafsu makan

nafsu makan

menurun, berat

menurun, berat

menurun, berat

badan menurun,

badan menurun,

badan menurun,

badan lemah,

badan lemah,

badan lemah,

keringat malam tanpa

keringat malam tanpa

keringat malam tanpa

beraktivitas, demam,

beraktivitas, demam,

beraktivitas, demam,

dan lesu)

dan lesu)

dan lesu)

FISIS

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN

Demam (pada

FISIS

FISIS

umumnya subfebris,

Demam (pada

Demam (pada

walaupun bisa juga

umumnya subfebris,

umumnya subfebris,

tinggi sekali), dapat

walaupun bisa juga

walaupun bisa juga

disertai dengan

tinggi sekali), dapat

tinggi sekali), dapat

respirasi meningkat,

disertai dengan

disertai dengan

berat badan menurun

respirasi meningkat,

respirasi meningkat,

(BMI pada umumnya

berat badan menurun

berat badan menurun

<18,5).

(BMI pada umumnya

(BMI pada umumnya

Inspeksi :

<18,5).

<18,5).

 Bila lesi minimal,

Inspeksi :

Inspeksi :

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

PEMERIKSAAN

biasanya tidak

41

ditemukan

biasanya tidak

kelainan  Bila lesi luas, dapat

biasanya tidak

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan bentuk

ditemukan bentuk

ditemukan bentuk

dada yang tidak

dada yang tidak

dada yang tidak

simetris.

simetris.

simetris.

Palpasi  Bila lesi minimal, biasanya tidak

Palpasi

Palpasi

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

biasanya tidak

biasanya tidak

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan

ditemukan kelainan

berupa fremitus

berupa fremitus

ditemukan

mengeras atau

mengeras atau

kelainan berupa

melemah

melemah

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

fremitus mengeras atau melemah Perkusi  Bila lesi minimal,

Perkusi

Perkusi

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

biasanya tidak

biasanya tidak

ditemukan kelainan  Bila ada kelainan

biasanya tidak

ditemukan kelainan  Bila ada kelainan

tertentu, akan

tertentu, akan

terdengar

terdengar

perubahan suara

perubahan suara

tertentu, akan

perkusi seperti

perkusi seperti

terdengar

hipersonor pada

hipersonor pada

perubahan suara

pneumotoraks,

pneumotoraks,

perkusi seperti

atau pekak pada

atau pekak pada

hipersonor pada

efusi pleura.

efusi pleura.

ditemukan kelainan  Bila ada kelainan

pneumotoraks,

Inspeksi :

Inspeksi :

atau pekak pada

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

biasanya tidak

biasanya tidak

efusi pleura. Inspeksi :  Bila lesi minimal,

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

biasanya tidak

ditemukan bentuk

ditemukan bentuk

ditemukan

dada yang tidak

dada yang tidak

simetris.

simetris.

kelainan  Bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk

Palpasi

42

Palpasi

dada yang tidak simetris.

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

biasanya tidak

biasanya tidak

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan  Bila lesi luas, dapat

ditemukan kelainan

ditemukan kelainan

biasanya tidak

berupa fremitus

berupa fremitus

ditemukan

mengeras atau

mengeras atau

melemah

melemah

Palpasi  Bila lesi minimal,

kelainan  Bila lesi luas, dapat ditemukan

Perkusi

Perkusi

kelainan berupa

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

biasanya tidak

biasanya tidak

fremitus mengeras atau melemah

ditemukan kelainan  Bila ada kelainan

ditemukan kelainan  Bila ada kelainan

Perkusi

tertentu, akan

tertentu, akan

 Bila lesi minimal,

terdengar

terdengar

biasanya tidak

perubahan suara

perubahan suara

ditemukan

perkusi seperti

perkusi seperti

kelainan  Bila ada kelainan

hipersonor pada

hipersonor pada

pneumotoraks,

pneumotoraks,

tertentu, akan

atau pekak pada

atau pekak pada

terdengar

efusi pleura.

efusi pleura.

perubahan suara perkusi seperti hipersonor pada

Auskultasi

Auskultasi

 Bila lesi minimal,

 Bila lesi minimal,

tidak ditemukan

pneumotoraks,

kelainan

atau pekak pada

 Bila lesi luas,

efusi pleura.

tidak ditemukan kelainan

 Bila lesi luas,

dapat ditemukan

dapat ditemukan

Auskultasi

kelainan berikut :

kelainan berikut :

 Bila lesi minimal,

Ronki basah kasar

Ronki basah kasar

terutama di apeks

terutama di apeks

paru, suara napas

paru, suara napas

melemah atau

melemah atau

dapat ditemukan

mengeras, atau

mengeras, atau

kelainan berikut :

stridor

stridor

tidak ditemukan kelainan  Bila lesi luas,

Ronki basah kasar terutama di apeks

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN

paru, suara napas

PENUNJANG

PENUNJANG

melemah atau

43

 Sputum BTA 3 kali

mengeras, atau stridor

 Sputum BTA 3 kali

SPS. Bila

SPS. Bila

laboratorium

laboratorium

PEMERIKSAAN

sudah

sudah

PENUNJANG

terakreditasi,

terakreditasi,

 Sputum BTA 3 kali

pemeriksaan BTA

pemeriksaan BTA

SPS. Bila

dapat dilakukan 2

dapat dilakukan 2

laboratorium

kali dan minimal

kali dan minimal

sudah

satu bahan

satu bahan

terakreditasi,

berasal dari dahak

berasal dari dahak

pemeriksaan BTA dapat dilakukan 2 kali dan minimal satu bahan

pagi hari  Foto toraks  Biakan kuman

pagi hari  Foto toraks  Biakan kuman TB

TB atas indikasi  uji kepekaan

atas indikasi  uji kepekaan

berasal dari dahak pagi hari  Foto toraks dapat dilakukan jika ada fasilitas dan atas

terhadap OAT

terhadap OAT lini

lini pertama

pertama dan lini

atas indikasi

kedua atas

pemeriksaan

indikasi  pemeriksaan

fungsi hati  Pemeriksaan

indikasi. Contoh : dugaan terdapat

darah rutin  Pemeriksaan

komplikasi (efusi

gula darah  Pemeriksaan

pleura, pneumotoraks,

HIV

batuk darah) DIAGNOSIS 

TB paru BTA



positif kasus baru TB paru BTA

DIAGNOSIS

negative kasus 

TB paru BTA



positif kasus baru TB paru BTA

darah rutin  Pemeriksaan gula         

darah Pemeriksaan HIV Xpert MTB/Rif CT Scan Bronkoskopi TBLB,TTNA IGRA TST Biopsi pleura Kurasan bronko alveolar

negative kasus

baru TB paru BTA

baru TB paru BTA

DIAGNOSIS

pengobatan ulang

positif kasus



TB paru BTA positif

(gagal, kambuh,

pengobatan ulang

putus obat) Suspek TB paru

(gagal, kambuh,



kasus baru TB paru BTA



positif kasus





fungsi hati  Pemeriksaan



resisten obat

resisten obat

44

negative kasus

putus obat) Suspek TB paru 

baru TB paru BTA positif

 PENATALAKSANAA  

N Pengobatan OAT

kasus pengobatan

Hepatitis Imbas

ulang (gagal,

Obat TB HIV TB DM

kambuh, putus 

1.Kategori I

PENATALAKSANAA

2RHZE/4RH

obat : - TB

N

Sediaan OAT dapat

Pengobatan OAT

berupa KDT atau

-

Pemberian OAT

lepasan.

   

Obat TB HIV TB DM TB paru disertai

dan resistensi.

2RHZES/1RHZE/5RHE Sediaan OAT dapat

1.Kategori I 2RHZE/4RH Sediaan OAT dapat

berupa KDT atau

berupa KDT atau

lepasan.

lepasan.

komplikasi  empyema,

2. kategori 2

EDUKASI

atelektasis,

2RHZES/1RHZE/5RHE

 Berobat teratur

destroyed lung,

Sediaan OAT dapat

hingga selesai  Risiko terjadi

hemoptysis, TB

berupa KDT atau

resistensi obat bila

milier,

lepasan. 

berobat tidak Pada kasus

adekuat/tuntas  Risiko terjadi efek

Monoresisten TB

Poliresisten - TB MDR - TB pre – XDR - TB XDR Hepatitis Imbas

sesuai hasil biakan

2. kategori 2

obat) TB paru resisten

TB

endobronkial, TB paru disertai TB ekstra paru

hepatitis impas

samping OAT dan

obat, OAT

PENATALAKSANAAN

langkah yang

diberikan secara

Pengobatan OAT

titrasi.

1. Kategori I

harus dilakukan  pencegahan

2RHZE/4RH

penularan termasuk etiket batuk  Kemungkinan komplikasi

EDUKASI

Sediaan OAT dapat

 Berobat teratur

berupa KDT atau

hingga selesai  Risiko terjadi

lepasan.

resistensi obat bila

sehingga perlu

berobat tidak

dirujuk  Penunjukan PMO

adekuat/tuntas  Risiko terjadi efek samping OAT dan langkah yang harus

Pasien dirujuk bila :

dilakukan

45

2. kategori 2 2RHZES/1RHZE/5RHE Sediaan OAT dapat berupa KDT atau lepasan.

 Efek samping berat  Curiga resistensi obat  Terjadi komplikasi

 pencegahan

TB Kebal obat:

penularan

pemberian OAT

termasuk etiket

sesuai hasil biakan

batuk  Kemungkinan

dan resistensi dan ruang isolasi

PELAPORAN KASUS

komplikasi

TB

dengan negatif

sehingga perlu

pressure

sesuai pedoman

dirujuk  Penunjukan PMO Pasien dirujuk bila :  Efek samping berat dan bila tidak dapat ditangani di fasilitas terkait  Kasus resistensi obat yang harus ditangani di pelayanan PMDT  Terjadi komplikasi

TB dengan komplikasi : obat sama disertai penanganan komplikasi dan tindakan (WSD,USG Toraks,pungsi pleura, biopsy pleura,trans torakal needle aspiration, trans

yang tidak dapat

bronchial lung

ditangani di fasilitas

biopsy, Kurasan

terkait

Bronko Alveolar, Bronkoskopi)

PELAPORAN KASUS

Antibiotik,

TB

antiperdarahan,

sesuai pedoman

anti diabetes, anti retro viral) Pemberian nutrisi tambahan sesuai indikasi EDUKASI  Berobat teratur hingga selesai  Risiko terjadi resistensi obat bila berobat tidak adekuat/tuntas

46

 Risiko terjadi efek samping OAT dan langkah yang harus dilakukan  pencegahan penularan termasuk etiket batuk  Kemungkinan komplikasi sehingga perlu dirujuk  Penunjukan PMO Pembedahan Pembedahan dilakukan bila lesi dilokalisir PELAPORAN KASUS TB sesuai pedoman.

47

LLampiran 2. Efek samping Obat TB

EFEK TIDAK

KEMUNGKINAN

DIINGINKAN

OBAT PENYEBAB

PENGOBATAN

(ETD) Mayor

Hentikan obat penyebab dan rujuk kepada dokter ahli segera Hentikan obat

Ruam kulit dengan atau

Streptomisin,

tanpa gatal

isoniazid, rifampisin,

Tuli (tidak dapat

pirazinamid Streptomisin

Hentikan streptomisin

pemeriksaaan otoskopi) Pusing (vertigo dan

Streptomisin

Hentikan streptomisin

nistagmus) Jaundis (penyebab lain

Isoniazid,

Hentikan OAT

disingkirkan), hepatitis

pirazinamid,

Bingung (curigai gagal hati

rifampisin Sebagian besar OAT

Hentikan OAT

Etambutol

Hentikan etambutol

Streptomisin

Hentikan streptomisin

didapatkan kotoran yang menyumbat telinga pada

akut terinduksi obat bila terdapat jaundis) Gangguan penglihatan (singkirkan penyebab lainnya) Syok, purpura gagal ginjal akut Minor

Lanjutkan OAT, cek

Anoreksia, mual, nyeri

Pirazinamid,

dosis OAT Berikan obat dengan

perut

rifampisin, isoniazid

bantuan sedikit makanan atau menelan OAT sebelum tidur dan sarankan untuk menelan pil

48

secara lambat dengan sedikit air. Bila gejala menetap atau memburuk atau muntah berkepanjangan atau terdapat tanda-tanda perdarahan. Pertimbangkan kemungkinan ETD mayor dan rujuk ke Nyeri sendi

dokter ahli Aspirin atau obat

isoniazid

antiinflamasi nonsteroid, atau Rasa terbakar, kebar, atau

parasetamol Piridoksin 50-75

isoniazid

kesemutan di tangan dan

mg/hari

kaki Rasa mengantuk

isoniazid

Pastikan untuk minum

Air kemih berwarna

rifampisin

obat sebelum tidur Pastikan pasien

kemerahan

diberitahukan sebelum mulai minum obat dan bila hal ini terjadi

Sindrom flu (demam,

Pemberian rifampisin

adalah normal Ubah pemberian

menggigil, malaise, sakit

intermiten

rifampisin intermiten

kepala, nyeri tulang)

menjadi setiap hari

PPK TB RS JAKARTA email ke : [email protected]

50