LAPORAN PENDAHULUAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS Untuk memenuhi tugas dalam Dapartemen Surgikal
RUANG 13 RSSA TRAUMA THORAX
Disusun Oleh : SITI SULAICHA NIM. 140070300011207
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
TRAUMA THORAX 1. DEFINISI Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan
keadaan
gawat
thorax
akut.
Trauma
thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paruparu, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor
adalah
mekanisme yangpaling umum dari trauma tumpul dada. Mekanisme yang paling umum untuk trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka tusuk (Brunnar& Suddart, 2001). 2. ANATOMI
Struktur
thoraks yang menyerupai sangkar atau tulang-tulang
dada, terdiri atas 12 verthebrathorakalis, 12 pasang tulang iga (costae), dan sternum. Tulang iga dan sternum membentuk susunan sangkar dan menyokong rongga thoraks. Ruang antara tulang-tulang iga disebut ruang interkostalis dan diberi nomor berdasarkan tulang iga diatasnya (contoh: ruang intercostalis kedua berada dibawah tu;ang iga kedua). Diafragma
adalah otot yang memisahkan rongga toraks dari abdomen dan digunakan selama inspirasi. Dinding dada. Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.
Dasar toraks Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus
Isi rongga torak. Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior. Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlansung dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan , yaitu m.intercostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus. Sebaliknya bila m.intercostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intra abdomen, diafragma akan naik ketika m.intercostalis akan tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu kelenturan dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen, menyebabkan ekspirasi jika otot intracostal dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan pasif (Sjamsuhidajat, 2004).
3. KLASIFIKASI
Trauma thorax dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan trauma tumpul. a. Trauma tembus (tajam) Terjadinya diskontinuitas dinding thorax (laserasi) langsung akibat
penyebab trauma Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau
peluru Sekitar 10-30% memerlukan operasi thorakotomi Yang termasuk trauma tembus adalah: pneumothorax terbuka, hemothorax, trauma tracheobronkial, contusion paru, rupture
diafragma, trauma mediastinal b. Trauma tumpul Tidak terjadi diskontinuitas dinding thorax Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush
atau blast injuries Kelainan tersering akibat trauma tumpul thorax adalah kontusio
paru Sekitar <10% yang memerlukan operasi thorakotomi Yang termasuk trauma tumpul adalah: tension pneumothorax, trauma tracheobronkial, flail chest, rupture diafragma, trauma mediastinal, fraktur costae
4. ETIOLOGI Trauma pada thorax dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan trauma tajam. Penyebab trauma thorax tersering adalah karena kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma thorax oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energy rendah, berenergi sedang dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per derti (seperti pistol) dan trauma thorax oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan kecepatan melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma thorax yang lain oleh karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa menimbulkan pecah atau pneumothorax (seperti pada scuba). Mekanisme Trauma Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hokum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak
dari trauma tersebut). Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata milter high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam mobile (seperti bronchus, sebagian aorta, organ vicera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding thorax/ rongga rubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan rotasi
Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/ fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronchus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselarasi yang tiba-tiba, organorgan tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau porosnya.
Blast injury
Kerusakan jaringan pada blast injury terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma. Seperti pada ledakan bom. Gaya merusak diterima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang
energy. 5. PROGNOSIS PENYAKIT a. Open Pneumothorak Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest
wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat b. Tension Pneumothorak Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan : Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler menurun. c. Hematothorak masif Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi. d. Flail Chest Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal. 6. PATOFISIOLOGI Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan osigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi ( tumpuln ). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggua mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thorak lain.
Trauma thorax
Mengenai rongga thorax
Terjadi robekan pembuluh darah
sampai rongga pleura,udara
intercostal, pembuluh darah jaringan
bila masuk (pneumothorax)
paru-paru
karena tekanan negatif intrapleura
terjadi perdarahan : (perdarahan
maka udara luar akan terhisap
jaringan interstitium, perdarahan
masuk kerongga pleura (sucking
intraalveolar, diikuti kolaps kapiler
wound).
Kecil-kecil dan ateleksasi)
Open pneumothorax
tekanan perifer pembuluh paru naik
Close pneumothorax
(aliran darah turun).
Tension pneumothorax
- Ringan < 300 cc = di punksi
-
Sedang 300-800 cc = di Drain
-
Berat > 800 cc = torakotomi
Tekanan pleura meningkat terus Tekanan pleura meningkat terus Sesak napas yang progresif Nyeri bernapas
mendesak paru-paru (kompresi &
dekompresi).
Bising napas berkurang hilang Bunyi napas sonor/hipersonor Photo thorax gambaran udara lebih ¼ dari rongga thorax.
pertukaran gas berkurang
Sesak napas yang progresif
Nyeri bernapas/pernafasan asimetris/adanya jejas/trauma
Bising napas tak terdengar
Nadi cepat/lemah, anemis/pucat.
Photo thorax 15-35%
WSD (Water Seal Drain)
Terdapat luka pada WSD
- kerusakan integritas kulit
Nyeri pada luka bila bergerak
- resiko terhadap infeksi
Perawatan WSD harus diperhatikan
- perubahan kenyamanan
Inefektif kebersihan jalan nafas
nyeri -
ketidakefektifan pola pernafasan
-
gangguan mobilitas fisik
7. MANIFESTASI KLINIS 1 Tamponade jantung Trauma tajam didaerah
2
3
perikardium
atau
yang
diperkirakan
menembus jantung. Gelisah. Pucat, Keringat dingin. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis). Pekak jantung melebar. Bunyi jantung melemah. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure. ECG terdapat low voltage seluruh lead. Perikardiosentesis keluar darah Hematotoraks : Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD. Gangguan pernapasan Pneumothoraks : Nyeri dada mendadak dan sesak napas. Gagal pernapasan dengan sianosis. Kolaps sirkulasi. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas
yang
terdengar
jauh
atau
tidak
terdengar
sama
sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka
tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intraabdominal. Tanda-tanda dan gejala umum pada trauma thorak : 1 Ada jejas pada thorak 2 Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi 3 Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi 4 Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek 5 Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan 6 Penurunan tekanan darah 7 Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher 8 Bunyi muffle pada jantung 9 Perfusi jaringan tidak adekuat 10 Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung 8. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Radiologi: X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun. c. Torasentesis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa. d. Hemoglobin: mungkin menurun. e. Pa Co2 kadang-kadang menurun. f. Pa O2 normal / menurun. g. Saturasi O2 menurun (biasanya). h. Toraksentesis: menyatakan darah/cairan. i. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap j.
simtomatik, observasi. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit. k. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus l.
dipertimbangkan thorakotomi. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi. 9. PENATALAKSANAAN 1) Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti: a. Diagnostik: Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau b.
tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock. Terapi: Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
c.
Mengembalikan
tekanan
rongga
pleura
sehingga
"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. Preventive:
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2) Perawatan WSD dan pedoman latihanya: a Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh b c
dikotori waktu menyeka tubuh pasien. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. Dalam perawatan yang harus diperhatikan: Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di
d
e
bawah lengan atas yang cedera. Mendorong berkembangnya paru-paru. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. Latihan napas dalam. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan berkurang,
f
torakotomi. perhatikan
Jika juga
banyaknya
hisapan
secara
bersamaan
bertambah/ keadaan
pernapasan. Suction harus berjalan efektif: Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan
darah. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena g
perlekatanan di dinding paru-paru. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. o Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa o
cairan yang keluar kalau ada dicatat. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
o
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan
o
kocher. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
o
botol dan slang harus tetap steril. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
o
sendiri, dengan memakai sarung tangan. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena
h
kesalahan dll. Dinyatakan berhasil, bila: o Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi. o Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. o Tidak ada pus dari selang WSD. 3) Therapy Chest tube / drainase udara (pneumothorax). WSD (hematotoraks). Pungsi. Torakotomi. Pemberian oksigen. Antibiotika. Analgetika. Expectorant. 10. KOMPLIKASI a. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada. b. Pleura, paru-paru, bronkhi: hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan. c. Jantung: tamponade jantung; ruptur jantung; ruptur otot papilar; ruptur klep jantung. d. Pembuluh darah besar: hematothoraks. e. Esofagus: mediastinitis.
f.
Diafragma: herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
(Mowschenson, 1990). 11. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian adalah
langkah
awal
dan
dasar
dalam
proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi : Aktivitas/ istirahat Gejala: dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Sirkulasi Tanda: Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical
berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ. Integritas ego Tanda: ketakutan atau gelisah. Makanan dan cairan Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan. Nyeri/ ketidaknyamanan Gejala: nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen. Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku
distraksi,
mengkerutkan wajah. Pernapasan Gejala: kesulitan bernapas; batuk; riwayat bedah dada/ trauma, penyakit paru kronis, inflamasi/ infeksi paru, penyakit interstitial menyebar, keganasan; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM. Tanda: Takipnea; peningkatan kerja napas; bunyi napas turun atau tak ada; fremitus menurun; perkusi dada hipersonan; gerakkkan dada tidak sama; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif. Keamanan Gejala: adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan. Penyuluhan/ pembelajaran Gejala: riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru. 12. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage. 5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 6) Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. 13. INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan: Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil: Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. Intervensi : a) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b) Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat f)
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam: Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang
mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. Observasi gelembung udara botol penempung. R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan
pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan. Catat karakter/jumlah drainage selang dada. R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya
perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. o Pemberian antibiotika. o Pemberian analgetika. o Fisioterapi dada. o Konsul photo toraks. R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan: Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil: Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. Klien nyaman. Intervensi : a) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. Lakukan pernapasan diafragma. R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan
meningkatkan ventilasi alveolar. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-
lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah
pengeluaran sekresi sekret. c) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. d) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. e) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan f)
mencegah bau mulut. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. o Pemberian expectoran. o Pemberian antibiotika. o Fisioterapi dada. o Konsul photo toraks. R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan: Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil: Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah. Intervensi: a) Jelaskan dan bantu
klien
nonfarmakologi dan non invasif.
dengan
tindakan
pereda
nyeri
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi
nyerinya. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke
hal-hal
yang
menyenangkan. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan. b) Tingkatkan pengetahuan tentang
:
sebab-sebab
nyeri,
dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. c) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. d) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. 4) Kerusakan integritas kulit
berhubungan
dengan
trauma
mekanik
terpasang bullow drainage. Tujuan: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi: a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi. c) Pantau peningkatan suhu tubuh. R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar f)
luas pada area kulit normal lainnya. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi. 5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. Tujuan: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil: Penampilan yang seimbang.. Melakukan pergerakkan dan perpindahan. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan
dari
orang
lain
untuk
bantuan,
pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. Intervensi: a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien. 6) Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. Tujuan: infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi: a) Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat. b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen. c) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll. R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial. d) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi. e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
DAFTAR PUSTAKA Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta. Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.