LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI PEMBUATAN SEDIAAN SABUN TRANSPARAN
Dosen Pengampu: Nelly Suryani,Ph.D.,Apt Herdini, M.Si,Apt. Via Rifkia,M.Si.,Apt Dimas Agung waskito W,S.Far Disusun Oleh: Maya Nur Amalia 11141020000039 Khena Zuraeda 11141020000042 Nuril Alifiani 11141020000043 Rika Mardiah 11141020000051 Widania Alifa 11141020000059 Kelompok 2B – Farmasi 2014
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MARET/2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kosmetik terdiri dari berbagai jenis produk dan saat ini tengah ramai berbagai inovasi yang menarik. Salah satunya sabun. Pembuatan sabun diketahui pertama dikuasai oleh bangsa Eropa di abad ke-17. Sabun adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam hubungannya dengan air untuk mencuci dan ihkan, yang secara historis dapat dibuat dalam bentuk padat atau cairan kental. Sabun terdiri dari natrium atau kalium garam, asam lemak dan diperoleh dengan mereaksikan minyak atau lemak dengan larutan alkali yang kuat (populer disebut sebagai lye) dalam proses yang dikenal sebagai saponification. Lemak yang terhidrolisis oleh basa, menghasilkan garam alkali, asam lemak (sabun mentah) dan gliserol. Mandi telah menjadi suatu hal yang rutin pada zaman sekarang ini. Mandi dilakukan untuk ikan badan setelah melakukan aktivitas. Untuk membantu ihkan badan, manusia menggunakan berbagai bahan dari bahan alami seperti daun-daunan, hingga membuat kosmetik sabun Kini, sabun telah dikembangkan dengan tujuan berbeda dan pengguna yang berbeda. Dari bentuknya sabun padat dibagi menjadi 3 jenis yaitu sabun opak, semi transparan dan transparan. Pada praktikum kali ini, kami mencoba membuat sabun transparan padat
1.2 Tujuan Mahasiswa mampu menjelaskan formulasi sabun padat transparan Mahasiswa mampu menjelaskan cara pembuatan sabun padat transparan 1.3
Rumusan Masalah
Bagaimana formulasi sediaan milk cleanser yang tepat? Bagaimana cara pembuatan sediaan milk cleanser?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi Kulit Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadao tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007) Kulit manusia terbagi atas dua lapisan utama, yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007): 1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar Epidermis tersusun atas beberapa lapisan sel dengan ketebalan 0,10,3 mm (Mitsui, 1997). Lapisan epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam terbagi menjadi 5 lapisan, yakni (Tranggono dan Latfah, 2007):
Lapisan tanduk (stratum corneum), sebagai lapisan yang paling atas terdiri atas bebrapa lapisan sel yang pipih, matu, tidak memiliki inti, tidak mengalami poses metabolism, tidak berwarna, dan snagat sedikit mengandung air.
Lapisan jernih (stratum lucidum), disebut juga “lapisan barrier” merupakan lapisan yang jernih, mengandung eleidin, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan kaki
Lapisan berbutir-butir (stratum granulosum) ersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk polygonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.
Lapisan Malpighi (stratum spinosum) memiliki sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri
Lapisan basal (statrum germinativum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel basal
2. Dermis(kormium, kutis dan kulit jangat) Dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin mukopolisakarida. Di dalam dermis terdapat adneksa-adneksa kulit seperti folikel rambut, pailla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulut (subkutis/hypodermis) (Tranggono dan Latifah, 2007) 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabun Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti -
+
natrium stearat, C17H35COO Na . Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004).
2.1.2 Komposisi Sabun Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus. a. Surfaktan Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan surfaktan a
pada syndet dewasa ini mencapai angka ribuan (Anonim , 2013; Wasitaatmadja, 1997). b. Pelumas Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997). c. Antioksidan dan Sequestering Agents Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda, mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene (0,02%-0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang b
mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (Anonim , 2013; Wasitaatmadja, 1997). d. Deodorant Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4c
trichlodiphenyl ester (Anonim , 2013; Wasitaatmadja, 1997). e. Warna Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,010,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan (Wasitaatmadja, 1997). f. Parfum Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabunbergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing (Wasitaatmadja, 1997). g. Pengontrol pH Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997). h. Bahan tambahan khusus Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya: 1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin. 2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin. 3. Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal. 4. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptic, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya. 5. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
6. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang berbeda. 7. Apricot, dengan sabun menambahkan apricot atau monosulfiram. 2.1.3 Fungsi Sabun Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980). Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Qisti, 2009). 2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit Sabun digunakan untuk ihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit, pembengkakan dan
pengeringan
kulit,
denaturasi
protein
dan
ionisasi,
antiperspiral, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).
antimikrobial,
a. Daya Alkalinisasi Kulit Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12 dianggap sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air. Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun sintetik sudah jauh berkurang karena sabun sintetik memakai berbagai bahan yang tidak alkalis. Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit akibat pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun terakhir beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun berada di kulit setelah dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun (Wasitaatmadja, 1997). b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini dan Schade (1928), yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan
sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda asing menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama kontak dan intensitas pembilasan, maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit inisial akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar dan tidak elastis. Terjadi pula peningkatan permeabilitas stratum korneum terhadap larutan kimia yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan sabun/deterjen dengan
bahan-bahan
pelumas
(superfatty)
dapat
mengurangi
efek
ini
(Wasitaatmadja, 1997). c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium (Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk, +
+
pengendapan K dan Mg akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K +
+
dan Mg di atas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit
sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak. Berbeda dengan sabun, deterjen sintetik tidak menimbulkan pengendapan itu, namun iritasi kulit dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen dapat melepas gugus ini dari sistein dan sistin (Wasitaatmadja, 1997). d. Daya Antimikrobial Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997). e. Daya Antiperspirasi Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997). f.
Lain-lain Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak
alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai di bawah cincin yang tidak dicuci bersih, dan terjadi di dalam rumah tangga, bartender, hairdresser, sehingga disebut sebagai soap atau housewife dermatitis. Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema monomorfik
dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997). 2.1.5 Proses Pembuatan Sabun Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu: 1. Saponifikasi Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam lemak berantai panjang adalah sabun (Stephen, 2004). Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:
2. Netralisasi Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008). Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:
2.2 Sabun Mandi Padat 2.2.1 Pengertian Sabun Mandi Padat Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak
yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut
menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009). Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI, 1994). Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin, sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Persamaan untuk reaksi itu adalah: (RCO2)3C3H3 + 3NaOH Lemak
Basa
3RCO2Na + C3H5(OH)3 Sabun
Gliserol
Jika lemak/minyak dihidrolisis, akan terbentuk gliserol dan asam lemak yang dengan adanya Na(NaOH) akan terbentuk sabun karena sabun merupakan garam Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan K larut dalam air, sedangkan Ca dan Mg tidak larut. Sabun Na (sabun keras) digunakan untuk mencuci dan sabun K (sabun lunak) digunakan untuk sabun mandi (Panil, 2008). 2.2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia 06-32351994 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi No.
Uraian
Satuan
Tipe I
Tipe II
Superfat
1.
Kadar air
%
maks. 15
maks. 15
maks. 15
2.
Jumlah asam
%
> 70
64 – 70
> 70
lemak 3.
Alkali bebas -
Dihitung
%
maks. 0,1
maks. 0,1
maks. 0,1
%
maks. 0,14
maks. 0,14
maks. 0,14
%
< 2,5
< 2,5
2,5 – 7,5
-
negatif
negatif
Negatif
sebagai NaOH -
Dihitung sebagai KOH
4.
Asam lemak bebas dan atau lemak netral
5.
Minyak mineral
Acuan SNI 06-3235-1994 1. Kadar Air Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu. Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang
dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun (Qisti, 2009). 2. Jumlah Asam Lemak Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009). 3. Alkali Bebas Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009).
4. Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya ihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009). 5. Minyak Mineral Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah: bensin, minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti, 2009). 2.3 Alkali Bebas 2.3.1 Pengertian Alkali Bebas Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk
sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti, 2009). Mutu sabun sangat ditentukan oleh kadar alkali bebas di dalamnya. Jika terlalu basa alkali bebas dapat merusak kulit bila dipakai. Oleh karena itu, kadar alkali bebasnya tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH. Kadar alkali bebas juga dapat dipakai sebagai indikator dari tidak sempurnanya proses penyabunan (Nandawai, 2009). 2.3.2 Efek Samping Alkali pada Kulit Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan bahan berminyak dari kulit. Sungguh pun demikian dalam penggunaan sabun dengan air akan terjadi proses hidrolis sehingga mendapatkan sabun yang baik maka diukur sifat alkalisnya yakni pH 5,8-10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian cairan sabun merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi 9, walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin ini tidak diinginkan
pada
penyakit
kulit
tertentu
(Sari,
2003).
2.3.3 Kandungan Alkali pada Sabun Kandungan alkali yang cukup besar menandakan bahwa produk sabun yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik, karena semakin besar kandungan / kadar alkali dalam produk sabun yang dihasilkan maka kualitas produk yang dihasilkan pun semakin menurun kualitasnya. Akan tetapi, produk sabun yang bebas alkali pun tidak berarti bahwa kualitasnya lebih baik. Sabun yang bebas alkali justru dapat menyebabkan kerusakan kulit (Zaelana, 2011). 2.4
Formula Sabun Padat Transparan Ekstrak Jeruk nipis
5%
Asam Stearat
8%
Minyak Kelapa
20%
NaOH
22%
Etanol 96%
15%
Gliserin
10%
Sukrosa
13%
Na2EDTA
0,2%
Parfum
q.s
Aquadest
ad 100%
Sediaan dibuat untuk 100 gram
2.5
Data Praformulasi
Ekstrak Jeruk nipis Pemerian: cairan jernih, berbau masam, dan rasa asam. PH: asam Fungsi : sebagai zat aktif yang memiliki fungsi sebagai anti bakteri dan pencerah kulit Sumber ekstrak: Buah tanaman Citrus aurantiifolia Kelarutan: mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id)
Asam Stearat (Handbook Of Excipient 6th Edition, 2009) Pemerian : kristal putih atau berwarna kuning, kristalin padat atau putih Berat molekul : 284.47 Organoleptis : serbuk putih atau hampir putih Kelarutan : larut dalam etanol (95%), heksan, dan propilen glikol; tidak larut dalam air Titik leleh : 69 – 70 °C Densitas : 0.980 g/cm3 Nilai HLB : 15 Fungsi : emulgator Konsentrasi fungsional : 1-20% Inkompatibilitas : inkompatibel dengan metal hydroxides, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi
Minyak Kelapa Nama lain: oleum cocos Bobot: 0,845-0,905 g/ml Pemerian: cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat; bau khas, tidak tengik Kelarutan: larut dalam 2 bagian ethanol (95%) pada suhu 600C’ sangat mudah larut dalam kloroform P dan juga mudah larut dalam eter P Penyimpnan: dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk. Fungsi: sebagai fase minyak.
NaOH (FI Edisi III Hal 412)
Nama Lain : Natrium Hidroksida Berat Molekul : Pemerian
40,00
: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau
keeping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%) P.
Ethanol Rumus Molekul BM Pemerian Kelarutan Stabilitas Inkompabilitas Kegunaan Penyimpanan Konsentrasi
: C2H5OH : 46,07 : cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna : bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik : mudah menguap di udara terbuka : dengan yang mengandung aluminium dan berinteraksi dengan beberapa obat tertentu : antimikroba preservative, disinfectant, solvent : dalam wadah tertutup rapat : bervariasi
Gliserin (FI IV hal 413, Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 283). Rumus Molekul = C3H8O3. Berat Molekul = 92,09 Pemerian = Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopis, netral terhadap lakmus. Kelarutan = Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak menguap. Titik Beku = -1,60 C. Khasiat = Pelarut. Konsentrasi = <50%. Bj = Tidak kurang dari 1,249. 1,2620 g/cm3 0 pada suhu 25 C. OTT = Gliserin bisa meledak jika bercampur dengan oksidator kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat atau potasium permanganat. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin Stabilitas = Gliserin bersifat higroskopis. Dapat terurai dengan pemanasan yang bisa menghasilkan akrolein yang beracun. Campuran gliserin dengan air, etanol 95 % dan propilena glikol secara kimiawi stabil. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan pada suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 200 C untuk mencairkannya. Penyimpanan = Wadah tertutup rapat.
Sukrosa (Farmakope Indonesia IV hal 762, Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 704). Rumus Molekul = C11H22O11 Berat Molekul = 342,30. Pemerian = Hablur putih atau tidak berwarna; masa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih; tidak berbau, rasa manis, stabil di udara
Kelarutan = Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air medidih; sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform dan dalam eter. Titik Leleh = 1600 C – 1680 C Khasiat = Pemanis dan pengental. Konsentrasi = 67 % w/w. Stabilitas = Sukrosa mempunyai stabilitas yang bagus pada temperatur ruangan dan kelembaban sedang, dapat menyerap 1% bau yang dilepaskan ketika dipanaskan pada suhu 900 C. Membentuk karamel ketika dipanaskan diatas 1600 C . Bisa disterilkan dengan autoklaf atau penyaringan. Pada suhu 1100 C – 1450 C dapat mengalami inversi menjadi dekstrosa dan fruktosa. Inversi dipercepat pada suhu diatas 1300 C dan dengan adanya asam. Penyimpanan = Wadah tertutup baik. pKa = 12,62. Bj = 1,2865 – 1,347
Disodium Edetat (Na2 EDTA)(HOPE second editional hal.177)
Pemerian
: Berbau lemah atau tidak berbau, rasa asam.
Kelarutan
: Dalam air larut 1 :1
pH
: 4,5 – 4,7
% lazim
: 0,005– 0,1%
% pakai
: 0,02%
Kegunaan
: Pengikat ion
Parfum / Essence Orange Pemerian
: Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar diproses secara mekanik. Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90 %, asam asetat glasial. Kegunaan : Flavouring agent. Stabilitas : Dapat disimpan dalam wadah gelas dan plastik. Penyimpanan : Wadah tertutup dan tempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari cahayamatahari
Aquadest [FI 1V, 1995]
Pemerian : cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mempunyai rasa Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
2.6
Perhitungan Penimbangan Ekstrak Jeruk nipis
5g
Asam Stearat
8g
Minyak Kelapa
20g
NaOH
22g
Etanol 96%
15g
Gliserin
10g
Sukrosa
13g
Na2EDTA
0,2g
Parfum
q.s
Aquadest
6,8 g
Sediaan dibuat untuk 100 gram
BAB III METODOLOGI
Tempat : Laboratotium PBB Lt.3 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Waktu : Rabu, 15 Maret 2017 3.1. Alat dan Bahan
Cawan Porselen Beaker glass Batang pengaduk Hotplate Ekstrak Jeruk Nipis Bahan bahan yang telah tercantum pada formula
3.2. Prosedur Kerja
Fase minyak (minyak kelapa, asam stearat) direbus diatas penangas air hingga suhu 70°C
Ditambahkan larutan NaOH dan diaduk sampai terbentuk masa yang homogen dan kalis.
Ditambahkan gliserin dan diaduk hingga homogen diatas penangas air
Ditambahkan gula dan Na2EDTA yang sebelumnya telah dilarutkan di air hangat
Ditambahkan ekstrak jeruk nipis yang telah dilarutkan dalam etanol, diaduk sampai terbentuk masa transparan yang homogen.
Ditambahkan parfum pada suhu 50-60°C, diaduk homogen
Dituangkan campuran ke dalam cetakan didiamkan hingga mengeas dan dikeluarkan dari cetakan
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN 4.1 Hasil Pengamatan a. Produk Sabun Transparan
b. Evaluasi Produk Sabun Transparan Organoleptis
Sebelum Memadat: Bau: wangi lemon dan tidak tengik, warna: kuning muda, tekstur: lembut
Setelah Memadat: Bau: wangi lemon dan tidak tengik, warna: off white dan semi transparant, tekstur: lembut, keras (padat)
Uji
Hedonik, Terasa bersih, kesat, dan wangi
Sensasi setelah penggunaan Daya Bersih
Mampu ihkan noda pena
Ph
pH 8
Tinggi
dan Tinggi busa setelah di kocok 10 kali: 3,8 cm
Stabilitas Busa
Tinggi busa setelah 5 menit didiamkan: 3,5 cm
4.2 Pembahasan Sabun adalah senyawa garam alkali dengan asam lemak yang tinggi (Rantai C panjang). Pembuatan dilakukan dengan menyabunkan lemak padat atau minyak lemak dengan alkali. sabun berfungsi untuk memindahkan kotoran dari permukaan seperti pada
permukaan kulit. Kotoran biasanya merupakan campuran dari bahan berlemak dan partikel padat. Lemak dapat berupa sebum yang dihasilkan oleh kulit, dan bertindak sebagai pengikat kotoran yang baik misalnya terhadap debu. Untuk ihkan kotoran yang berpa minyak, pembilasan dengan air saja tidak cukup. Dibutuhkan zat lain untuk menurunkan tegangan antar muka antara minyak dengan air. Dengan adanya sifat surfaktan pada sabun terjadi proses emulsifikasi sehingga bagian yang polar (hidrofilik) berikatan dengan air dan bagian non polar (hidrofobik) berikatan dengan minyak. Sabun transparan adalah salah satu produk inovasi sabun yang menjadikan sabun lebih menarik. Sabun transparan memiliki busa yang lebih halus dibandingkan sabun yang tidak transparan (Qisti, 2009) Pada praktikum ini dilakukan formulasi sabun transparan dengan komponenkomponen yang digunakan antara lain ekstrak jeruk nipis (5%) sebagai zat aktif yang memiliki aktifitas antibakteri sehingga dibuatlah sabun antibakterial. Asam stearat (8%) memiliki fungsi sebagai emulsifying agent dan solubilizing agent sehingga menjadikan fase minyak (komponen formula dengan sifat lebih non polar) dapat bercampur dengan fase air (komponen formula dengan sifat lebih polar). Minyak kelapa (20%) yang digunakan dalam formulasi sabun ini yang menyebabkan sabun berbusa saat digunakan, dimana miyak kelapa mudah tersaponifikasi dengan adanya alkalis kuat yang mana pada formula ini alkalizing agent adalah NaOH. NaOH (30%) berfungsi sebagai alkalizing agent dan buffering agent. Etanol 96% (15%) berfungsi sebagai pelarut yang akan meningkatkan transparansi sabun. Gliserin (10%) berfungsi sebagai humektan yang dapat menjaga kelembaban kulit dan meningkatka transparansi sabun. Sukrosa (13%) berfungsi sebagai humektan dan meningkatkan transparansi sabun. Na2 EDTA (0,2%) berfungsi sebagai chelating agent dalam pembuatan sabun transparent ini. Parfum digunakan sebagai pemprberi aroma sehingga sabun yang terbentuk memiliki aroma yang enak sehingga menjadi lebih menarik dan nyaman digunakan. Aquadest digunakan sebagai pelarut. Pembuatan sabun transparan diawali dengan meleburkan asam stearat dan minyak kelapa pada suhu 70°C sambil diaduk secara kontinu . Suhu ini dipilih berdasakan titik leleh dari asam stearat yaitu sebesar 60°C serta agar mempermudah dalam proses pencampuran dengan minyak. Kemudian ditambahkan alkalizing agent yaitu NaOH sedikit demi sedikit sambil terus diaduk secara kontinu sampai terjadi reaksi saponifikasi dan membentuk masa yang homogen dan kalis. Reaksi saponfikasi adalah. reaksi saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh basa lemah misalnya NAOH.
Sementara itu juga disiapkan larutan gula (sukrosa) dan Na2EDTA hingga menjadi larutan jernih seperti gliserin. Setelah terjadi reaksi saponifikasi, tambahkan gula dan Na2 EDTA yang telah dilarutkan di dalam air. Penambahan ini bertujuan untuk membentuk masa sabun yang lebih transparan, ketika ditambahkan gula dan Na2EDTA campuran masa sabun yang kalis menjadi agak mencair, kemudian ditambahkan gliserin dan aduk hingga homogen, penambahan gliserin disini berfungsi sebagai humektan yang dapat menjaga kelembaban kulit dan meningkatka transparansi sabun. Kemudian diaduk hingga homogen. Suhu pencamuran harus dinaikkan agar masa sabun tidak memadat sehingga mudah untuk dilakukan pencampuran dengan bahan lain serta membentuk cairan yang lebih homogen. lalu ditambahakan eksrak yang berupa air perasan jeruk nipis yang telah dicampurkan dengan etanol kedalam campuran sabun tersebut sambil terus diadauk secara kontinu. Penambahan etanol tersebut menyebabkan masa sabun menjadi mencair dan homogen. Kemuian turunkan suhu hingga suhu 50-60 °C dan ditambahkan parfum sambil terus diaduk agar menjadi campuran yang homogen. Lalu dituangkan campuran kedalam cetakan dan didiamkan hinga mengeras.
Dari produk sabun yang terbentuk kemudian dilakukan evaluasi terhadap sabun tersebut, meliputi uji organoleptis, daya bersih, hedonik (sensasi setelah penggunaan), pH, serta tinggi dan stabilitas busa. Berdasarkan hasil uji organoleptis diketahui bahwa produk sabun yang terbentuk beraroma lemon dan tidak tengik, berwarna off white dan semi transparan. sabun
ini menjadi sabun semi transparan atau disebut juga sabun
transculent karena beberapa faktor antara lain : pada saat pembuatan,campuran sabun tidak diaduk secara merata sehinga campuran tidak homogen termasuk untuk bahanbahan yang menyebabkan sabun menjadi transparan seperti etanol, sukrosa dan gliserin. Selain itu suhu saat pembuatan sabun yang terlalu tinggi menyebabkan etanol menjadi menguap dan minyak yang ada dalam campuran tersebut toksidasi sehingga menyebabkan warna coklat (berhubngan erat dengan bilangan peroksidasi yaitu niai untuk menetukan derajat kerusakan minyak yang disebabkan oleh autooksidasi) sehingga sabun menjadi kurang transparan. Produk sabun ini memiliki tekstur yang lembut dan keras (padat) karena pembentukan sabun menggunakan NaOH yang menyebabakan sabun menjadi padat. Kemudian dilakukan uji daya bersih terhadap noda pena sehingga didapatkan hasil bahwa produk sabun yang terbentuk mampu ihkan noda pena. Saat dilakukan uji hedonik, sensasi setelah penggunaan diketahui hasilnya adalah rasa bersih, kesat, dan wangi. Ketika dilakukan uji pH sabun sebelum memadat diketahui
bahwa nilai pH yang didapat adalah 8 (basa) dan umumnya pH sabun mandi adalah 8-11 maka diketahui bahwa produk sabun yang terbentuk memiliki nilai pH yang sesuai dengan range pH sabun mandi. Kemudian dilakukan uji tinggi dan stabilitas busa yang dilakukan dengan cara memasukan 1 gram sabun ke dalam 10 ml gelas ukur dan ditambahkan air sebanyak 10 ml, kemudian dilakukan pengocokan dengan membolakbalikan gelas ukur 10 kali sehingga terbentuklah busa sabun yang merupakan hasil saponifikasi akibat rekasi hidrolisis antara asam lemak pada minyak kelapa dengan alkazing agent NaOH, diketahui bahwa tinggi busa yang terbentuk setelah dilakukan pengocokan adalah 3,8 cm kemudian setelah didiamkan selama 5 menit busa yang terbentuk memiliki tinggi 3,5 cm, maka dapat diketahui bahwa stabilitas busa dari sabun yang terbentuk adalah kurang atau tidak stabil, karena dalam formula ini tidak ditambahkan komponen surfaktan seperti cocoamid DEA yang merupakan penstabil busa.
BAB V KESIMPULAN
Dari hasil yang idapat, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembuatan sabun trasparan menggunakan reaksi saponfikasi , yaitu reaksi hidrolisis aam lemak oleh adanya basa lemah misalnya NaOH atau KOH. 2. Suhu dalam pembuatan sabun harus tetap dijaga, tidak boleh terlalu rendah atau teralu tinggi. 3. Dalam Pembuatan sabun harus dilakukan pengadukan secara terus menerus atau kontinu untuk membentuk campuran yan homogen sehingga terbentuk sabun yang transpaanm secara sempurna 4. Ph yang dihasilkan dari produk sabun transparan ini adalah 8, dan sesuai dengan ph sabun yaitu 8-11. 5. Produk sabun transparan ini memiliki tingkat daya bersih yang baik serta uji tinggi dan stabilitas busa yang kurang baik.karena dalam formulsi produk sabun ini tidak terdapat surfaktan seperti cocoamid DEA yang merupakan penstabil busa yaitu TEA.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-1994, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Ditjen POM ( 1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 748. Ditjen Goskonda S. R., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. (Editor), London, Pharmaceutical Press and American Pharmacists Assosiation. POM ( 1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.