GEOLOGI SUNGAI PROGO Sungai progo merupakan sungai yang mengalir di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara alami sungai ini menjadi batas antara Kabupaten Sleman dengan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Sungai Progo memiliki hulu sungai utama di Gunung Sindoro Kabupaten Temanggung. Setelah mengalir kebawah (selatan) sungai ini bergabung juga dengan anakan sungai yang berhulu di Gunung Merapi (Kali Krasak dan kali Bedog), Gunung Merbabu (Kali Elo), Gunung Sumbing (Kali Tangsi) dan Gunung Sijambul (Tingal). Sungai ini berhilir di Samudera Hindia. LUasan daerah aliran Sungai Progo mencapai 2380 km2 , panjang aliran 140 km dengan curah hujan rata-rata sebesar 2300 mm/tahun. DAS Sungai progo juga memiliki SubDAS antar lain Kali krasak ( 35 km2), Kali Tangsi (164 km2), Kali Tinggal (47 km2), Kali Elo (383 km2), Kali Bedog (120 km2). A. Morfologi Sungai Progo terletak pada daerah tengah dan selatan dari Pulau Jawa. Mengacu pada zonasi fisiografi Pulau Jawa oleh Van Bemmelen (1949), maka DAS Progo termasuk zona fisiografi Pegunungan Selatan. Zona Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari barat ke timur (W-E) searah dengan geometri Pulau Jawa, dan terbagi menjadi Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat. Morfologi yang dapat ditemui di sepanjang DAS Progo antara lain adalah morfologi vulkanik seperti di Gunung Merapi dan Gunung Sindoro yang merupakan hulu dari Sungai Progo. Morfologi fluvial berupa dataran banjir, lembah sungai dan goosng tepi. Selain itu juga ada morfologi eolian yang terdapat di hilir sungai dengan kenampakan seperti sand dune, gosong pantai dan muara. B. Stratigrafi Stratigarfi di daerah aliran sungai progo secara umum di daerah hilirnya yang hampir sama dengan stratigrafi regional daerah Kulon Progo. 1. Formasi Nanggulan Litologi penyusun formasi ini terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit, napal
pasiran, batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuff serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska, dengan ketebalan sekitar 30 meter. Menurut Marks (1957), Formasi Nanggulan dapat dibagi menjadi 3 Anggota yang secara statigrafi dari bawah ke atas adalah: Anggota Axinea (Axinea Beds) Memiliki ketebalan mencapai 40 meter, dimana memiliki tipe penciri laut dangkal dengan litoogi penyusunnya terdiri dari batupasir interkalasi lignit, kemudian tertutup oleh batupasir. Anggota Yogyakarta (Yogyakarta Beds) Litologi penyusun berupa napal pasiran, serta batuan dan lempung dengan konkresi yang bersifat gampingan, formasi ini terendapkan secara selaras di atas axinea beds dengan ketebalan sekitar 60 meter. Anggota Discocyclina (Discocyclina Beds) Lapisan ini memiliki ketebalan 200 meter dengan menumpang selaras di atas anggota yogyakarta yang tersusun batuan napal dan batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Formasi Nanggulan memiliki kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas (Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977). 2. Formasi Andesit Tua Terdiri dari breksi andesit, tuff, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit. Kepingan tuff napalan yang merupakan hasil rombakan dari lapisan yang lebih tua dijumpai di kaki Gunung Mudjil, di dekat bagian bawah formasi ini. Terletak secara tidak selaras di atas Formasi Nanggulan dengan ketebalan sekitar 500 m. Litoya hasil proses vulkanisme gunung api purba yang disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua oleh Van Bemmelen (1949). Gunung api tersebut antara lain Gunung Menoreh di bagian utara, Gunung Gajah yang berada di bagian tengah pegunungan, dan Gunung Ijo yang berada di bagian selatan Pegunugan Kulon Progo. 3. Formasi Jonggrangan
Tersusun oleh konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan Moluska serta batulempung dan sisipan lignit di bagian bawah. Di bagian atas komposisinya batu gamping berlapis dan batugamping koral. Ketebalan lapisan ini antara 250-400 berumur miosen bawah-tengah. 4. Formasi Sentolo Litologi penyusun formasi ini terdiri dari aglomerat dan napal yang berada di bagian paling bawah, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Di sini juga ditemukan batugamping koral yang letaknya setempat dengan umur sama dengan formasi jonggrangan. Sentolo dibagi menjadi 3 anggota, yaitu:
a. Anggota Karanganyar, terdiri dari batupasir dan shale atau napal yang terdistribusi di barat daya Nanggulan dan Kalibawang. b. Anggota Genung, terdiri dari vitreous tuff breccia yang terendapkan selaras di atas Anggota Karanganyar yang terdistribusi di barat daya Nanggulan dan Kalibawang. c. Anggota Tanjunggunung, terdiri dari konglomerat, tuff, batupasir, dan napal yang terdistribusi cukup luas di tenggara Nanggulan. Anggota ini terendaptan selaras di atas Anggota Genung. Berdasarkan pengamtan fosil yang dijumpai di bagian bawah menunjukan umur yang mewakili zona N8 atau Miosen Bawah oelh Darwin Kadar (1975, vide Wartono Raharjo, dkk, 1977). Terdapat juga beberapa jenis endapan yang terdapat disepanjang daerah aliran sungai progo, diantaranya, Endapan Koluvium, Endapan Sumbing Muda, Endapan Kerucut Gunung Api, Endapan Sumbing Tua, Endapan Merbabu, dan Endapan Merapi Muda dan Tua (Rahardjo, 1995 dengan modifikasi dalam Wisnubroto, 2009). C. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di sekitar aliran Sungai Progo meliputi struktur lipatan antiklin yang berarah tenggara-barat laut, dimana antiklin ini berada di dekat hilir sungai serta struktur berupa sesar yang terdapat di sekitar hulu sungai. Sementara itu di sepanjang aliran Sungai Progo sendiri tidak terdapat stuktur geologi yang berkembang baik yang bersifat brittle maupun ductile
D. Provenance Sumber material sedimen yang ada di Sungai Progo ini sebagian besar berasal dari material gunung berapi yang ada di hilir sungainya, seperti berasal dari Gunung Merapi maupun Gunung Sindoro. Banyaknya jumalh material yang dibawa oleh alira sungai juga tergantung dari musimnya. Pada saat musim penghujan dimana ketersediaan air banyak akan menyebabkan material yang dihasilkan oleh aktivitas gunung berapi seperti sedimen vulkanik yang terdiri dari pasir, abu, kerikil dan material lain akan tertransportsikan dan terdeposisi secara lebih banyak di sepanjang daerah aliran sungai progo. Selanjutnya material tersebut akan terendapkan di sungai menjadi endapan sungai dan sering diamanfaatkan sebagai tambang pasir, kerikil dan batu. Sedimen ini selain tertransportasi, juga diikuti oleh proses lain yaitu erosi. Material yang telah diendapkan dapat terangkut kembali oleh aliran sungai yang kemudian akan terendapkan juga di tempat lain yang lebih jauh. material yang berada di daerah hulu Sungai Progo berasal dari batuan beku intermediet dari deretan pegunungan yang berada di utara (terutama Merapi). Sedangkan pelapukan dan erosi pada Kulon Progo dan Pegunungan Selatan menyumbang material sedimen ke dalam tubuh Sungai Progo pada bagian tengah hingga bagian hilir. Berdasarkan analisis XRF terhadap sedimen klastik yang belum terkonsolidasi, secara geokimia tersusun atas unsur-unsur seperti SiO2, A 1203, FeO dan CaO serta terdapat trace element seperti Ba, Sr, dan V. Sedangkan dengan analisis XRD dan petrografi menunjukkan mineral yang banyak didapati pada sedimen di Sungai Progo yaitu
berupa plagioklas (oligkolas dan labradorite) dan piroksen (augit, hypersthene, enstatite, diopsid, pigeonit) (Amijaya, 2009).
DAFTAR PUSTAKA Van Bemmelen, R.W..1970.The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque. Netherlands Priyo Sunandar.2009.Profil Daerah Aliran Kali Progo (Kab. Magelang KabTemanggung dan DI Yogyakarta).Depok:Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia Amijaya, D. H. 2009. Indicating the Provenance of Recent Sediment in Yogyakarta Basin from Sediment Geochemistry: Preliminary Results. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Mananoma, Legono, dan Rahardjo.Juli 2003 Fenomena Alamiah Erosi Dan Sedimentasi Sungai Progo Hilir.Jurnal dan Pengembangan Perairan, 1(10):1-15 https://wachidgeologist.wordpress.com/2012/05/16/geologi-regional-pegununganselatan/ (Diakses pada 14 Februari 2017 pukul 21.55 WIB)