BAGIAN IKM DAN IKK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
ASPEK K3 PADA PENJAHIT
Disusun Oleh: Winarsi
C11108353
Asriany Paranoan
C11108156
Pembimbing: dr. Sultan Buraena, MS, Sp.OK DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.1 Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya.1 Dalam melakukan suatu pekerjaan tentu saja harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai tukang jahit pada industri konveksi memang merupakan salah satu aspek penting di lingkungan kerja. Setiap orang yang bekerja di tukang jahit pada industri konveksi seharusnya memahami pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Selain pekerjaan harus terselesaikan
juga harus dapat menjamin kesehatan dan keamanannya, dibutuhkan kesadaran tenaga kerjanya dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja, dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengana prosedur yang ada.2 Pelaksanaan keamanan dan kesehatan kerja harus memenuhi sasaran yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, mencegah timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah/mengurangi kematian dan cacat tetap, pemeliharaan terhadap peralatan kerja, dapat meningkatkan produktifitas kerja sehingga tenaga kerja tidak harus memeras tenaganya, dapat menjamin keadaan kempat kerja yang aman dan sehat, dapat memperlancar kegiatan dan pekerjaan pada industri konveksi tersebut.2 Sama halnya dengan usaha penjahitan berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.2 Selain kemungkinan besar terjadinya kecelakaan kerja pada penjahit, penyakit akibat kerja juga tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada pekerja (penjahit) apalagi pada usaha yang informal. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka bekerja dengan peralatan apa adanya tanpa memenuhi syarat ergonomic alat tersebut serta jam kerja yang tidak menentu.2 Tak ibahnya usaha formal, usaha informal juga memerlukan pelayanan kesehatan okupasi. Pelayanan kesehatan primer kedokteran okupasi adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja, baik
sebagai individu maupun komunitas pekerja pada tingkat primer (Azrul Azwar, 1996).1 Penjahit pada industri rumah tangga merupakan sampel yang dipilih,
dimana
kegiatan
penjahit
dalam
melakukan
usahanya
menghasilkan pakaian jadi mereka masih menggunakan tenaga manusia dan perlatan tradisional. Peralatan tradisional yang biasa digunakan penjahit adalah mesin jahit injak.2 Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi mesin jahit injak ini mulai dialihkan pada mesin jahit dynamo. Mesin jahit dynamo ini adalah mesin jahit yang menggunakan dynamo sebagai pengayuh/penggerak mengefektifkan
mesin.
dan
Hal
ini
mengefisienkan
dilakukan pekerjaan
untuk
lebih
penjahit
untuk
menghasilkan berbagai bahan jadi seperti baju, celana dll.2 Berdasarkan landasan diatas maka timbul pemikiran dan keinginan untuk mensurvei kesehatan dan keselamatan kerja pada sektor usaha informal yaitu usaha penjahitan. Selain itu survai ini juga merupakan salah satu kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja).
1.2.
TUJUAN PENELITIAN 1.2.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang aspek keselamatan dan kesehatan kerja penjahit pada industri konveksi
1.2.2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui faktor hazard yang dialami penjahit
b.
Untuk mengetahui tentang alat kerja dan cara kerja/proses yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan penjahit
c.
Untuk mengetahui APD yang digunakan penjahit
d.
Untuk mengetahui ketersediaan obat P3K ditempat kerja penjahit
e.
Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan
sesuai
peraturan
(sebelumkerja,
berkala,
berkalakhusus) f.
Untuk mengetahui resiko penyakit yang dapat muncul berhubungan dengan pekerjaan penjahit.
g.
Untuk mengetahui prinsip pengontrolan benda hazard
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PENGERTIAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja, program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.1,2 Keselamatan kerja merupakan sebuah keniscayaan dalam dunia kerja hari ini. Kondisi ini bukan hanya disebabkan oleh aturan atau regulasi pemerintah dalam bidang ketenaga-kerjaan yang semakin ketat tapi juga demi keberlanjutan bisnis dari perusahaan itu sendiri. Secara umum, kesehatan dapat diartikan sebagai perlindungan terhadap tubuh dan pikiran dari penyakit yang berasal dari material, proses dan prosedur yang digunakan di tempat kerja. Sedangkan keselamatan dapat definisikan sebagai perlindungan dari luka fisik. Batasan antara
kesehatan dan keselamatan sebuah kondisi yang dikenal dengan sakit. Kedua
kata
ini
sering
digunakan
secara
bersama-sama
untuk
mengindikasikan penampakan fisik dan kesehatan mental dari individu di tempat kerja.1 Dalam konteks yang sedikit berbeda, keselamatan kerja dapat diartikan sebagai adalah merupakan segala sarana dan upaya untuk mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja. Dalam hal ini keselamatan yang dimaksud bertalian erat dengan mesin, alat kerja dalam proses landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi keselamatan tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi keselamatan setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan melindungi keamanan peralatan serta sumber produksi agar selalu dapat digunakan secara efisien.2 Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu 3: 1.
Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan
karyawan
dan
keluarganya
yang
mengalami
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2.
Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan
cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal. 3.
Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut 3: 1.
Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
2.
Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3.
Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4.
Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5.
Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan ras kepemilikan.
6.
Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan.
7.
Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
2.2
FAKTOR HAZARD PADA PENJAHIT Yang dimaksud dengan Hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedangkan kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.3 Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagianbagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.3 Pada dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya atau hazard di tempat kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi dan pengendalian. Pada kondisi lingkungan kerja
tersebut dapat dikenali
potensi hazard yang ada, yaitu:3 1.
Potensi hazard lingkungan fisik Potensi
bahaya
fisik,
yaitu
potensi
bahaya
yang
dapat
menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran,
radiasi. Potensi hazard lingkungan fisik ini meliputi kebisingan. Nilai ambang batas untuk kebisingan adalah 85 dB untuk 8 jam pemajanan, 90 dB untuk 4 jam pemajanan, 95 dB untuk 2 jam pemajanan, dan seterusnya Sumber kebisingan yang ada terletak pada saaat pekerja mulai menjalankan mesin jahit yang mengakibatkan ruangan tersebut menjadi bising. Jenis kebisingan ini termasuk intermittent noise atau kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah. Potensi hazard lingkungan fisiologi. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin. Potensi hazard lingkungan fisiologis meliputi ergonomis. Pada saat melakukan pekerjaan para penjahit pada posisi duduk tegak tanpa bantalan pada alas dan sandaran kursi. Posisi duduk dapat mengakibatkan sakit punggung karena terlihat pada posisi duduk pekerja tersebut yang harus menyesuaikan dengan mesin jahit. 2.
Potensi hazard lingkungan Kimia Potensi bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari
bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja
melalui: inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Sedangkan berdasarkan jenis-jenis bahaya antara lain:4 1.
Bahaya fisik adalah bahaya yang berasal dari lingkungan fisik disekitar, seperti kebisingan, radiasi, suhu/temperature dan getaran, dll.
2.
Bahaya kimia adalah substansi bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi dan penyimpanan serta penanganan limbah, seperti: debu, gas, uap, cairan tertentu, asap dan kabut asap.
3.
Bahaya biologis adalah bahaya yang berasl dari makhluk hidup selain manusia dan lebih mengarah pada aspek kesehatan seperti: virus, bakteri dan jamur.
4.
Bahaya ergonomi adalah bahaya yang disebabkan karena ketidaksesuaian antara peralatan kerja dengan pekerja seperti kursi terlalu rendah, meja yang terlalu tinggi, dll.
5.
Bahaya psikologi adalah bahaya yang dapat menyebabkan kondisi psikologi pekerja tidak baik yang berpengaruh terhadap pekerjaan, seperti stress karena kelebihan beban kerja atau rekan kerja, dll.
2.3
ALAT DAN CARA KERJA Pada umumnya alat jahit digunakan untuk membuat pakaian. Beberapa alat yang sering digunakan seperti mesin jahit, jarum, benang, kain, gunting, kapur jahit, sterika, dan sebagainya.3 Untuk proses produksi, pertama-tama yang dilakukan adalah mengukur konsumen, setelah itu membuatkan pola. Pola ini dibuat guna mempermudah membuat bentuk baju maupun celana sesuai ukuran konsumen. Setelah itu pola digunting dan diobras agar serat-serta kain tidak terlepas. Setelah diobras, kain tersebut kemudian dijahit dengan menggunakan mesin jahit. Selanjutnya, pakaian lantas disterika sebelum diambil oleh pemilik pakaian.3
2.4
PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PENJAHIT Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja. Namun terkadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices). Alat-alat demikian harus memenuhi persayaratan:5 •
Enak dipakai
•
Tidak mengganggu kerja
•
Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya. Alat pelindung diri mencakup bagian kepala, mata, muka, tangan dan jari-jari, kaki, alat pernafasan, telinga dan tubuh.
Para pekerja yang beraktivitas dan melakukan pekerjaannya, tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam bentuk apapun. Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena resiko dari bahaya. Pada bidang konveksi ini, APD yang seharusnya digunakan yaitu:4 a.
Kacamata Dengan menggunakan kacamata, para tukang jahit diharapkan dapat terlindung dari zat pewarna yang digunakan pada proses pewarnaan pakaian yang dapat mengakibatkan perih pada mata.
b.
Sarung tangan. Dengan menggunakan sarung tangan, para tukang jahit dapat melindungi bagian tangan dari benda tajam, resiko terbakar atau tersengat listrik, bahan kimia, ataupun infeksi kulit.
c.
Masker Dengan pemakaian masker di mulut dan hidung akan terlindung dari debu.
d.
Pakaian lengan panjang Menggunakan pakain lengan panjang saat bekerja sangat penting pada perlindungan diri yaitu dapat terlindung dari penetrasi benda tajam (jarum jahit, gunting).
e.
Alat pelindung kaki Pada alat pelindung kaki biasa yang digunakan ada pemakaian sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai licin, lantai basah, benda tajam, dan benda jatuh.
f.
Kursi yang dilengkapi dengan sandaran Agar
sewaktu-waktu
jika
punggung
terasa
lelah,
dapat
direfleksikan pada bantalan kursi
2.5
KETERSEDIAAN OBAT P3K Kotak pertolongan pertama kecelakaan (P3K) seharusnya wajib dimiliki di setiap tempat pekerjaan. Hal ini sangat bermanfaat dalam keadaan darurat ataupun kecelakaan. Tujuan dari P3K adalah untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian, mencegah cacat yang lebih berat, dan menunjang penyembuhan.4
2.6
PEMERIKSAAN KESEHATAN Pengusaha harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus oleh dokter yang telah memiliki sertifikasi.2,4 Pemeriksaan
kesehatan
sebelum
kerja
dilakukan
supaya
memastikan pekerja sehat secara fisik dan mental untuk melakukan pekerjaannya serta tidak menderita penyakit menular yang dapat mempengaruhi pekerja lain. Pemeriksaan sebelum bekerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu. 2,4 Pemeriksaan berkala dilakukan oleh dokter sekurang-kurangnya setahun sekali. 2,4
Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan oleh dokter untuk pekerja tertentu yang melakukan pekerjaan dengan resiko-resiko tertentu. Pemeriksaan kesehatan khusus juga dilakukan kalau pekerja mengeluh tentang masalah kesehatan yang mereka derita. 2,4
2.7
RESIKO PENYAKIT YANG DAPAT MUNCUL Bahan hazard dapat menyebabkan gangguan kesehatan terhadap orang-orang di tempat kerja. Gangguan tersebut dapat terjadi secara langsung dalam proses kerja, yang dihasilkan oleh aktivitas kerja atau yang terjadi secara alami. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan tata letak peralatan, penempatan alat petunjuk, cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah, dan kekuatan (Anies, 2005). Menurut Anies, ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian. Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas. Pada posisi duduk, berat badan seseorang secara parsial ditopang oleh tempat duduk tetapi konsumsi energi dan ketegangan saat posisi duduk lebih tinggi bila dibandingkan dengan posisi berbaring karena tangan bisa bergerak bebas tapi ruang gerak sangat terbatas oleh luas tempat duduk. Sikap duduk yang keliru merupakan penyebab adanya masalah punggung (Nurmianto, 2003). Menurut Sastrowinoto (1985) kerugian yang diakibatkan sikap duduk yaitu otot perut mengendor, perkembangan punggung melengkung, tidak menguntungkan bagi jalur pencernaan dan pernafasan. Menurut Sutalaksana (1979) beberapa penyebab kelelahan pada industri adalah intensitas dan lamanya kerja fisik atau mental, lingkungan (iklim, pencahayaan, dan kebisingan), irama circardian, masalah psikis (seperti tanggung jawab, pikiran dan konflik), penyakit yang dialami dan nutrisi. Gejala kelelahan yang penting perasaan letih, mengantuk, pusing, dan tidak enak dalam bekerja. Gejala kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir, menurunnya kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat bekerja, penurunan kinerja tubuh dan mental. Apabila kelelahan tidak disembuhkan, suatu saat akan menjadi kelelahan kronis yang menyebabkan meningkatnya ketidakstabilan psikis, depresi, tidak semangat dalam bekerja, dan meningkatnya kecenderungan sakit.
2.8
PENGONTROLAN BAHAN HAZARD Aturan Control of Substances Hazardous to Health Regulations (COSHH) 1988 bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan akibat paparan zat berbahaya. Dalam konteks ini, pengusaha diharapkan untuk mengembangkan langkah-langkah kontrol yang sesuai dan memadai dengan cara.1 •
Mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko;
•
Mengambil tindakan untuk mengurangi dan mengendalikan risiko;
•
Menjaga tindakan pengendalian dalam peninjauan berkala.
Dalam rangka membantu pengusaha dengan tugas tersebut, Health and Safety Executive atau HSE telah menghasilkan delapan prinsip berikut:1 •
Merancang dan mengoperasikan proses dan kegiatan untuk meminimalkan emisi, rilis dan penyebaran zat berbahaya bagi kesehatan.
•
Memperhitungkan semua jalur masuk terkait paparan inhalasi, penyerapan kulit dan pencernaan - ketika melakukan tindakan pengendalian.
•
Kontrol eksposur melalui langkah-langkah yang proporsional dengan risiko kesehatan.
•
Pemilihan opsi pengendalian yang paling efektif dan dapat diandalkan dengan meminimalkan penyebaran zat berbahaya.
•
Ketika kontrol yang memadai dari paparan tidak dapat dicapai dengan cara lain, maka harus disediakan, dalam kombinasi dengan tindakan pengendalian lainnya, alat pelindung diri yang sesuai.
•
Periksa dan tinjau secara teratur semua elemen tindakan pengendalian untuk efektivitas.
•
Menginformasikan dan melatih semua karyawan tentang bahaya dan risiko dari zat
yang ada di tempat kerja dan
menggunakan tindakan pengendalian untuk meminimalkan risiko. •
Memastikan bahwa pengenalan tindakan pengendalian tidak meningkatkan risiko secara keseluruhan terhadap kesehatan dan keselamatan.
BAB III METODOLOGI
3.1.
BAHAN DAN CARA 3.1.1. Peralatan yang diperlukan Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey (survey jalan sepintas) dalam rangka untuk survey kesehatan dan kedokteran kerja pada tukang jahit di industri konveksi, diantaranya: a.
Alat tulis menulis Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama survey jalan sepintas.
b.
Kamera Berfungsi sebagai alat untuk memotret keadaan-keadaan yang terdapat pada industri konveksi.
c.
Check list Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.
3.1.2. Cara Pemantauan Kami merencanakan untuk memantau dan mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja pada industri konveksi. Pemantauan ini dilakukan dengan metode walk through survey dengan menggunakan kuesioner dan check list.
3.2.
LOKASI Lokasi survey kesehatan dan kedokteran kerja yang dijalankan adalah pada industri konveksi.
3.3.
BIAYA Biaya yang digunakan pada survey ini adalah swadaya.
3.4.
JADWAL Waktu pelaksanaan survey ini dilaksanakan pada tanggal 11 – 12 September 2013. JADWAL KEGIATAN NO 1.
Tanggal 9 September 2013
Kegiatan Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina
2. 4. 5. 6.
10 September 2013 11 September 2013 11- 12 September 2013 13 September 2013
Pengarahan kegiatan Pembuatan proposal Walk Through Survey Pembuatan laporan Walk Through Survey Presentasi laporan Walk Through Survey
BAB IV HASIL
4.1.
SEJARAH
SINGKAT
DAN
GAMBARAN
UMUM
LOKASI
SURVEI
4.2.
PENGETAHUAN TENTANG K3 Setelah dilakukan survei lapangan pada tukang jahit pakaian di salah satu tempat penjahit pakaian di sekitar Panaikang Jl.Urip Sumoharjo, mendapatkan informasi dari tukang jahit tempat meneliti bahwa beliau tidak mengetahui tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Pada saat menanyakan tentang APD atau alat pelindung diri beliau juga mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar dan mengetahui tentang hal tersebut. Namun, melihat beberapa penerapan lokasi dan peralatan pekerjaan yang digunakan
menyimpulkan bahwa beliau
sebenarnya mengetahui tentang alat pelindung diri meskipun tidak secara lengkap dan mendetail. Alat pelindung diri yang beliau kenal tidak seperti alat pelindung diri yang biasa digunakan dalam dunia kerja modern. Pada usaha informal seperti tempat menjahit pakaian yang teliti menggunakan alat pelindung diri secara tradisional yang tidak memerlukan biaya yang cukup besar. Namun, alat pelindung diri tersebut cukup jitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu contoh bahwa beliau mengetahui tentang APD adalah beliau menggunakan kursi yang dimodifikasi dengan pemabahan bantal
pada kursi agar posisi duduk pekerja lebih nyaman dan tidak memberikan rasa sakit saat duduk dalam waktu yang relative lama.
4.3.
TINJAUAN UMUM Suasana penerangan yang ada di tempat penjahit ini cukup baik karena
mendapatkan
penerangan
alami
matahari.
Kondisi
ini
dimungkinkan karena konstruksi bagian depan yang terbuka. Akan tetapi karena berada di pinggir jalan, kerap kali polusi udara dan suara menjadi suatu gangguan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sementara untuk pemeliharaan tempat dan alat kurang baik.
4.4.
HAZARD LINGKUNGAN KERJA •
Faktor kebisingan yang muncul pada tempat penjahitan ini umumnya berasal dari mesin jahit dan suara kendaraan yang lalulalang di depan lokasi survei. Konstruksi dalam tempat penjahitan yang tidak terlalu lapang dan padat dengan bahan baku menjadikan suara bising dari mesin jahit menjadi polusi suara.
•
Faktor kimia Faktor kimia sehubungan masalah kesehatan tidak dijumpai di lokasi survei. Salah seorang penjahit mengungkapkan bahwa belum pernah terjadi peristiwa serius yang terkait dengan faktor kimia.
•
Faktor biologi
Faktor biologi terkait dengan masalah kesehatan sebenarnya bukan suatu peristiwa serius. Namun berdasarkan hasil wawancara singkat dengan salah seorang penjahit mengungkapkan bahwa terkadang bahan baku yang digunakan menimbulkan reaksi alergi pada mereka. •
Faktor ergonomic Para penjahit bekerja berdasarkan proses penjahitan yang dilakukan. Tidak jarang pekerja tersebut harus duduk dalam jangka waktu yang cukup lama. Mesin jahit yang digunakan juga sama sekali tidak disesuaikan dengan kebutuhan ergonomis penjahit. Ukuran mesin jahit yang lebih besar jika dibandingkan ukuran tubuh
penjahit
menjadi
suatu
kendala
yang
kerap
kali
menimbulkan keluhan berupa kram-kram dan rasa tidak nyaman di daerah punggung. Selain itu, kursi yang disiapkan juga tanpa sandaran untuk relaksasi. Namun tampak beberapa pegawai mengatasi masalah tersebut dengan bantalan yang digunakan sebagai alas duduk atau melakukan relaksasi dengan sekali-kali berdiri. •
Faktor Psikososial Jadwal kerja yang diterapkan pada tempat penjahitan ini sama seperti jadwal kerja industri rumahan lainnya. Jasa menjahit ini buka dari senin - sabtu dari jam 09.00 – 21.00. Hubungan para pekerja terlihat cukup harmonis dan menurut para penjahit gaji
yang mereka peroleh bervariasi, tergantung jumlah orderan yang mereka selesaikan.
4.5.
ALAT YANG DIGUNAKAN DALAM BEKERJA •
Kapur jahit Kapur ini digunakan pada bahan baku kain untuk membentuk pola sesuai ukuran yang diharapkan konsumen.
•
Gunting Gunting dibutuhkan untuk memotong kain berdasarkan pola yang telah dibuat.
•
Mesin jahit Digunakan untuk menyatukan pola yang nantinya akan membentuk suatu pakaian. Mesin jahit sudah dilengkapi dengan jarum dan benang jahit.
•
Mesin obras Mesin ini digunakan untuk membuat pengaman bahan kain agar tidak mudah terurai atau yang sering disebut jahit pinggir.
4.6.
ALAT PELINDUNG DIRI Pada tempat penjahitan yang kami survei sebagian sudah menggunakan APD akan tetapi penggunaan APD ini tidak semua diberlakukan pada semua aspek. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pekerja tentang APD itu sendiri.
Akan tetapi disisi lain pekerja sudah menggunakan APD misalnya saja kursi yang dilengkapi dengan bantal kursi. Hal ini merupakan salah satu cara mencegah terjadinya penyakit akibat kerja. Penggunaan bantal kursi ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi pekerja karena dapat mengurangi rasa sakit saat duduk terlalu lama di kursi kerja. Semua alat pelindung diri yang pekerja sediakan dilandasi dengan kenyamanan dan pengalaman saat bekerja. Namun sayangnya, kursi tidak disertai dengan sandaran agar sewaktu-waktu saat punggung terasa capek itu dapat direfleksikan pada sandaran kursi. Selain itu, tampak penjahit juga mengenakan sandal untuk melindungi kakinya. Oleh sebab itu perlu adanya pengarahan dan pemberian informasi kepada pekerja tentang penggunaan APD dan pentingnya penggunaan APD dilingkungan kerja untuk mecegah terjadinya PAK dan kecelakaan akibat kerja.
4.7.
FASILITAS KESEHATAN Pada tempat penjahitan pakaian ini saya tidak melihat adanya persedian kotak P3K yang menjadi bantuan pertama saat terjadi kecelakaan kerja saat melakukan proses pembuatan pakaian jadi. Untuk itu, sebaiknya pada usaha ini disediakan kotak P3K untuk megantisipasi keterlambatan pengobatan jika terjadi kecelakaan akibat kerja.
4.8.
PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PERATURAN TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan tenaga kerja, tetapi juga perusahaan
baik
secara
langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil wawancara dengan para penjahit di tempat penjahitan ini, mereka mengatakan bahwa tidak terdapat peraturan tertentu atau tertulis dari pihak pemilik industri mengenai pemeriksaan kesehatan atau mengenai peraturan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) bagi para penjahit tersebut. Saat bekerja, para penjahit hanya mengkonsumsi obat-obatan jika punggung terasa sakit atau timbul alergi. Begitupula dengan resiko tertusuk jarum atau terkena gunting, mereka membiarkan luka sembuh sendiri dengan pengobatan seadanya. Para penjahit hanya di anjurkan untuk berhati-hati dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada upaya tertentu dari pemilik usaha untuk menjalankan program K3, hanya saja mereka tetap menjamin para pekerja apabila terjadi kecelakaan yang berhubungan dengan kerja maka pihak industri akan mengantar ke rumah sakit terdekat dan biaya akan di tanggung oleh pihak industri. Adapun untuk pemeriksaan kesehatan para pekerja secara berkala tidak dilakukan. Pada industri ini setidaknya perlu dibuat mengenai suatu peraturan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) karena keselamatan kerja
adalah proses merencanakan dan
mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan
kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja
sehingga
setiap tenaga
perlindungan
keselamatannya
dalam
kesejahteraan
dan meningkatkan
kerja
berhak mendapatkan
melakukan
pekerjaan
produktivitas. Hal
ini
untuk
dilakukan
karena adanya perbedaan status sosial antara tenaga kerja dan pengusaha sebagai pemberi kerja dalam melakukan hubungan kerja.
DAFTAR PUSTAKA 1. Hughes, Phill, Ed Ferret. Introduction to Health and Safety at Work, 5th edition. Oxford and Massachusets: Elsevier, 2011. 2. Musoffan, Wildan. Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
Upaya
Identifikasi
Potensi
Bahaya.
Jakarta:
Universitas
Gunadarma, 2007. 3. Sakinah, Rifah. Penilaian Resiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Industri
Informal
(Konveksi).
http://k3kesmasauinalauddin.com/2012/04/k3-rifah-sakinah.html, diakses pada 9 September 2013 pukul 11.53. 4. Putri,
DRO.
Penerapan
K3
pada
Industri
Konveksi.
http://k3tium.wordpress.com/2012/11/14/makalah-observasi-k3-dikonveksi-busana/html, diakses pada 10 September 2013 pukul 20.00. 5. Ibrahim Jati Kusuma. Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Karyawan
Pt.
Bitratex
Industries
Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/26498/2/Jurnal.pdf, diakses pada 9 September 2013.