LAPORAN KASUS PITIRIASIS VERSIKOLOR
Pembimbing: dr. Silvia T. Bangun, M.Ked, Sp. KK Disusun oleh: Desi
09310230
Univ. Malahayati
Tia Nur Rizkiana
08310306
Univ. Malahayati
Vevi Perinando
09310147
Univ. Malahayati
Saeful Ambari
09310150
Univ. Malahayati
Arie Risdiana
09310196
Univ. Malahayati
Pera Handayani
113307061
Univ. Prima
Qori Fadillah
113307063
Univ. Prima
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE KABUPATEN KARO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI DAN UNIVERSITAS PRIMA 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga laporan kasus yang berjudul “Pitiriasis Vesikolor” dapat terselesaikan dengan baik. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo. Kiranya dapat penulis kemukakan bahwa tidak mungkin laporan kasus ini dapat diselesaikan tanpa bantuan, dorongan serta kerjasama berbagai pihak dengan sepenuh hati, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada dr. Silvia T. Bangun, M.Ked, Sp. KK selaku
pembimbing SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Karena itu penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan di dalamnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan laporan kasus ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan kasus ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Atas perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.
Kabanjahe, Juni 2015
Penulis
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien Nama
: Tn. R
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Berastagi
Pekerjaan
: Mahasiswa
Status
: Belum menikah
Tanggal Periksa
: 25 Mei 2015
No.Rekam medik
: 119971
B. Anamnesis Keluhan Utama : Bercak bercak putih di kedua tangan, perut, dan punggung yang terasa gatal sejak 3 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSU Kabanjahe dengan keluhan bercak bercak putih ditangan, perut dan punggung yang terasa rasa gatal sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengatakan awalnya bercak putih berukuran kecil pada tangan yang terasa gatal terutama bila berkeringat, hingga pasien menggaruknya. Lama kelamaan bercak meluas ke punggung dan perut dan bertambah gatal. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya Riwayat Pengobatan Belum pernah berobat
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang
mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat Habituasi Pasien gemar berolahraga sehingga pasien banyak mengeluarkan keringat namun tidak langsung mandi setelah berolahraga. Pasien mempunyai kebiasaan mandi 2 kali sehari, mandi menggunakan sabun, menggunakan handuk yang djemur didalam rumah. Setiap selesai mandi pasien mengganti pakaian yang baru dicuci Riwayat Alergi Makanan
: (-)
Debu
: (-)
Obat
: (-)
C. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah
: 120/ 80 mmHg
Nadi
: 86 x/menit, reguler, cukup
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: Afebris
Status Generalisata : Kepala
: Normocephal,
Mata
: Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-).
Telinga: Dalam batas normal Leher
: Kelenjar Getah Bening tidak membesar, Jugularis vena pressure tidak meningkat
Thorax : Paru Inspeksi
: Simetris, retraksi -/-
Palpasi
: Vocal fremitus +/+
Perkusi
: Sonor +/+
Auskultasi
: Vesicular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung Inspeksi
: Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba ICS 5 mid clavicula sinistra
Perkusi
: Pinggang jantung ICS 2 kiri Batas jantung kanan ICS 4 linea parasternal Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavikula : Bunyi jantung I dan II regular murni, murmur (-), gallop (-)
Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi
: Datar : Bising usus (+) normal : Soepel, massa (-), nyeri tekan (-) : Timpani
Ekstremitas Atas Akral
: Hangat
CRT <2 detik
: (+/+)
Edema
: (-/-)
Ekstremitas Bawah Akral
: Hangat
CRT <2 detik
: (+/+)
Edema
: (-/-)
Status dermatologis
-
Distribusi Ad regio
-
Lesi
-
Effloresensi
: Regional : Punggung, 1/3 proksimal permukaan ekstensor kedua lengan atas, Dada dan Abdomen. : Sebagian teratur, sebagian tidak teratur, ukuran pungtata sampai gutata, tidak menimbul dari permukaan, batas sebagian tegas sebagian tidak tegas, kering. : Makula hipopigmentasi dengan skuama pitiriasiformis diatasnya.
Gambar 1. Regio Thoracal terdapat makula hipopigmentasi, multipel
Gambar 2. Regio Abdominal terdapat makula hipopigmentasi, multipel
Gambar 3. Regio ekstensor antebrachii dextra, terdapat makula hipopigmentasi, multipel, bentuk tidak teratur D. Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan Usulan pemeriksaan penunjang -
Sediaan KOH 10% Lampu Wood
E. Diagnosis banding 1. Pitiriasis Versicolor 2. Pitiriasis Alba Diagnosis kerja Pitiriasis Versicolor F. Penatalaksanaan Nonfarmakologi -
Hindari stres emosional Apabila gatal jangan di garuk
Farmakologik Topikal -
Ketoconazole cream Sistemik
-
Ketoconazol tab 500 mg 1x1 selama 7 hari (Antifungi) Cetrizine 1x1 selama 5 hari (antihistamin)
G. Prognosis Quo Ad vitam Quo Ad functionam Ad sanationam
: Bonam : Bonam : Bonam
BAB II TINJAUAN TEORI
I. Latar Belakang
Infeksi jamur kulit cukup banyak di temukan di Indonesia, yang merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna. Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Infeksi superfisial yang paling sering ditemukan adalah pityriasis versikolor. Yang termasuk dengan infeksi kutan adalah dermatofitosis dan kandidosis kutis. Infeksi subkutan yang kadangkadang
ditemukan
adalah
sporotrikosis, fikomikosis
subkutan,
aktinomikosis, dan kromomikosis. Diantara penyakit jamur superfisial yang sering dijumpai di Indonesia salah satunya adalah pityriasis versikolor. Pada
penyakit
kulit
karena
infeksi
jamur
superfisial,
seseorang
terkena penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh jamur atau kontak langsung dengan penderita. Infeksi jamur yang non dermatofitosis salah satunya pityriasis versikolor yang disebabkan oleh jamur malassezia.1 II. Epidemiologi Pityriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai kelembaban tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pityriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang. Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.2 Pityriasis versikolor terdistribusi ke seluruh dunia, tetapi pada daerah tropis dan daerah subtropis. Didaerah tropis insiden dilaporkan sebanyak 40%, sedangkan pada daerah yang lebih dingin angka insiden lebih rendah, sekitar 3% pasien mengunjungi dermatologis. Di Inggris, insiden dilaporkan sekitar 0,5% sampai 1% diantara penyakit kulit.
Pityriasis versikolor kebanyakan menyerang orang muda. Grup umur yang terkena 25-30 tahun pada pria dan 20-25 pada wanita. 2 Penyakit ini menyerang semua ras, tidak terdapat perbedaan frekuensi pada laki-laki dan perempuan, namun beberapa pendapat mengatakan bahwa rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 3:2, menyerang semua umur terutama dewasa muda, sedangkan umur kurang dari 1 tahun sangat jarang di temukan M. furfur, hal ini disebabkan pada anak-anak terdapat produksi sebum yang rendah. 2 Pitiriasis versikolor biasanya terjadi pada orang dewasa muda, khususnya pada orang-orang yang selalu berkeringat dan jarang mandi, kadang-kadang terlihat pada anak-anak. Pada sebuah studi, prevalensi tertinggi terlihat pada pasien dengan umur antara 17-24 tahun. Sisi predileksi terjadi pada daerah sternalis dan bagian dada, abdomen, punggung dan kadang-kadang pada daerah intertriginosa seperti daerah lipatan inframammae, selangkangan dan aksila. 2 III. Definisi Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini adalah penyakit kronis yang ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala. Nama lainnya adalah tinea versikolor atau panu. 2 Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur dan pityrosporum orbiculare. Infeksi ini bersifat menahun, ringan, dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis versikolor ini mengenai muka, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha, dan lipatan paha. 2 Pityriasis versikolor adalah infeksi jamur supervisial yang ditandai dengan adanya makula dikulit, skuama halus disertai rasa gatal. 3
IV. Etiologi Pitiriasis versikolor disebabkan oleh jamur lipofilik yang merupakan flora normal kulit dikenal dengan genus Malassezia. Kondisi patogen terjadi bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan jamur sebagai flora normal kulit. 4
Gambar Malassezia furfur Kingdom
: Fungi
Phylum
: Basidiomycota
Class
: Hymenomycetes
Order
: Tremellales
Family
: Filobasidiaceae
Genus
: Malassezia Dari hasil studi morfologi dan biologi molekuler, hingga tahun
2007 telah berhasil diidentifikasi sebanyak 13 spesies dari genus Malassezia. Seluruh spesies yang ada dapat menyebabkan terjadinya tinea versikolor dengan spesies Malassezia globosa menjadi penyebab terbanyak dari terjadinya kasus tinea versikolor. 4
Tabel . Anggota dari genus Malassezia V. Faktor Predisposisi Suhu yang tinggi, kulit berminyak, hiperhidrosis, faktor herediter, pengobatan dengan glukokortikoid, dan defisiensi imun. Pemakaian minyak seperti minyak kelapa merupakan predisposisi terjadinya Pityriasis versikolor pada anak-anak .5 Faktor predisposisi lain adalah 5 1. Pengangkatan glandula adrenal 2. Penyakit Cushing 3. Kehamilan 4. Malnutrisi 5. Luka bakar 6. Terapi steroid 7. Supresi sistem imun 8. Kontrasepsi oral 9. Suhu Panas 10. Kelembapan
VI. Patogenesis Pityrosporum ovale dan Pityrosporum orbiculare merupakan saprofit normal pada kulit manusia dengan sifat lipofilik dan tergantung pada kondisi lemak pada kulit seseorang. Selama jamur ini masih dalam bentuk ragi maka kulit akan tetap seperti biasa atau normal. Dengan adanya faktor-faktor predisposisi yaitu faktor eksogen dan endogen maka jamur akan cepat bermultiplikasi dan berubah bentuk. Jamur mengalami transformasi dari bentuk ragi ke bentuk hifa yang disebut M. furfur, dimana bentuk ini akan berubah sifat dari flora normal menjadi patogen, yang didapatkan pada skuama dari lesi tinea versikolor. M. furfur mampu mempertahankan bentuk walaupun dalam keadaan dorman dan mampu mempererat ikatan antara sel keratinosit sehingga berbentuk akumulasi skuama.6,7 Dengan proses biosintesa, lipoperoksidase dari jamur yang terdapat dalam kulit yang mengandung lemak (sebum) akan menghasilkan asam dikarboksilat, utamanya azelaic acid yang diketahui bersifat toksik terhadap melanosit, yaitu menimbulkan kerusakan pada melanosit, hancurnya melanosom dan menghambat enzym tyrosinase, degenerasi mitokondria sehingga pada kulit tersebut akan nampak gambaran hipopigmentasi. Mengecilnya melanosom dan akumulasi dari sel-sel jamur pada permukaan kulit sehingga menghalangi sinar ultraviolet juga menyebabkan terjadinya hipopigmentasi. 6,7 Adanya infeksi dari Malassezia sp. dapat memicu terjadinya reaksi inflamasi berupa peningkatan sel radang pada kulit yang terinfeksi disertai pelepasan mediator sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Hal ini menyebabkan hiperemi pada lesi yang memberikan gambaran makula eritematosa. Selanjutnya peningkatan selsel inflamasi pada lesi menstimulus melanosit untuk meningkatkan produksi pigmen, meningkatkan ukuran melanosom, dan perubahan distribusi melanosom menyebabkan terjadinya lesi yang memberikan
gambaran hiperpigmentasi. Peningkatan ketebalan dari keratin dan stratum korneum juga turut serta memberikan gambaran hipopigmentasi. 6,7 VII. Manifestasi Klinis Daerah kulit yang sering terlibat adalah bagian tubuh, punggung, perut, dan ekstremitas proksimal. Wajah, kulit kepala, dan alat kelamin umumnya kurang terlibat.8 Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna. Warna setiap lesi bervariasi dari hampir putih sampai coklat kemerahan atau berwarna coklat kekuningan dengan kata lain terlihat sebagai bercakbercak berwarna-warni. 8 Lesi berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pasien sering melaporkan bahwa lesi kulit yang terlibat tidak menjadi gelap seperti kulit pada bagian tubuh yang lain di musim panas. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat. 8
Gambar Pityriasis versicolor menunjukkan lesi hiperpigmentasi dalam lesi Kaukasia (kiri) dan hipopigmentasi dalam Aborijin Australia (kanan).
Berbagai Bentuk Tinea Versikolor Bentuk 1 (Bentuk Inverse) Bentuk inverse dari tinea versikolor adalah dimana kondisi ini memiliki distribusi yang berbeda sepenuhnya, melibatkan daerah lipatan kulit, wajah, atau area ekstremitas yang terpisah. Bentuk tinea versikolor ini lebih sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan imunitas. 8 Bentuk 2 (Bentuk Folikulitis) Bentuk folikulitis infeksi M furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini secara khas berlokasi di punggung, dada, dan anggota gerak tubuh, meliputi tangan dan kaki. Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan folikulitis bakteria. Gambaran Pityrosporum folliculitis adalah perifollicular, pustul atau papula eritematosa. Faktor predisposisi meliputi diabetes, kelembaban yang tinggi, terapi antibiotik atau steroid, dan terapi immunosupresan. 8 Bentuk 3 (Bentuk Papulo-skuama) Gambaran klinis pada bentuk ini berupa papul peradangan yang tegas, 2 – 3 mm, monomorfik, merah-coklat. Pada bentuk ini tidak selalu ditemukan skuama halus berwarna putih. Lesi biasanya ditemukan pada tubuh dan tidak
menunjukkan
gejala.
Secara
histologi,
ruam
tidak
hanya
menunjukkan hifa jamur dan spora dalam stratum korneum, tetapi juga ditemukan gambaran dermatitis pada lapisan dermis superfisial. 8 VIII. Pemeriksaan Penunjang Ada
beberapa
modalitas
yang
sering
digunakan
sebagai
pemeriksaan penunjang bagi menegakkan diagnosis pityriasis versicolor, antaranya adalah : 1. Lampu Wood Cara untuk melakukan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dilakukan di ruang yang gelap atau lampu dimatikan. Jarak lampu dari lesi sekitar 4-6 inci. Kulit yang akan diperiksa dibasuh dulu sebelum pemeriksaan karena
efek
deodorant,
bedak
atau
minyak
mungkin
akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika di lesi terdapat Malassezia furfur, akan memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan.9
2. Pemeriksaan KOH 10%. Pertama, kulit di bagian lesi yang akan dikerok dibersihkan dengan kapas alkohol 70%. Lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta Parker Biru Hitam, Dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat atau seperti butirbutir yang bersambung seperti kalung. Pada tinea versikolor hifa tampak pendek-pendek, lurus atau bengkok dengan disana sini banyak butiran-butiran appearance). 9
kecil
bergerombol.(meatball
and
spaghetti
Gambar .Korokan Kulit
Gambar . meatball and spaghetti appearance 3. Pemeriksaan ELISA Meskipun seseorang yang terkena tinea versicolor ternyata tidak memiliki level antibodi spesifik diatas mereka dengan kontrol agematched,
antigen
M.
furfur
benar-benar
memperoleh
respon
imunoglobulin G spesifik pada pasien dengan dermatitis seboroik dan tinea versikolor. Ini terdeteksi oleh enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan Western blotting assays.M furfur menyebabkan munculnya antibodi immunoglobulin A, immunoglobulin G, dan immunoglobulin M. Berbagai riset telah menemukan defek produksi limfokin, sel-sel natural killer T, menurunkan phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin A interleukin 1, interleukin 10, serta produksi interferon gamma oleh limfosit pada pasien.Meskipun tes ini tidak menunjukkan
kelainan imunologis pada individu, namun tes ini
digunakan untuk memantau penurunan respon tubuh terhadap elemen jamur spesifik penyebab tinea versikolor. 8 4. Pemeriksaan histopatologi Organisme yang menyebabkan tinea versikolor berlokasi di stratum corneum.M.furfur dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E), meskipun pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) atau gomori methenamine silver (GMS) lebih dapat menegakkan diagnosis.Pada kasus yang jarang, organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan ditemukan di dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak nyata di dermis.Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada lesi eritematosa. 9
Gambar. Pewarnaan H & E
Gambar pewarnaan PAS
Gambar Pewarnaan GMS IX. Diagnosa Banding Diagnosa banding untuk penyakit tinea versikolor termasuk penyakitpenyakit seperti erythrasma, pityriasis alba, dermatitis seboroik, tinea corporis dan vitiligo.10 1. Erythrasma Perubahan warna gelap biasanya terbatas pada lipatan tubuh yang lembab secara alami dan daerah tertutup. Infeksi umumnya bersifat asimtomatik, tetapi bisa menyebabkan gatal-gatal. Durasi erythrasma berkisar dari bulan ke tahun. Erythrasma bisa mengenai tubuh dan tungkai. Tampilan khas erythrasma adalah bercak makula yang berbatas tegas dan berwarna coklat-kemerahan. Kulit biasanya kelihatan berkerut dan mempunyai sisik halus. Infeksi umumnya terkena pada paha bagian dalam, skrotum dan jari kaki. Khasnya pada pemeriksaan lampu Wood akan ditemukan gambaran fluoresensi merah bata.
Gambaran Hiperpigmentasi pada penyakit erythrasma.\ 2. Pityriasis Alba Lesi pityriasis alba umumnya berbentuk oval, bulat, atau plak irreguler yang berwarna merah, merah muda, atau warna yang sama dengan kulit. Ia biasanya mempunyai sisik dengan batas dengan yang tidak jelas. Lesi pityriasis alba umumnya mengenai pipi dan dagu, tungkai dan tubuh jarang terlibat. Lesi pityriasis alba biasanya mempunyai ukuran 0,5-2 cm diameter tetapi bisa menjadi lebih besar jika lesi mengenai tubuh.
Gambaran lesi pada penyakit pityriasis alba.
3. Dermatitis Seboroik Dermatitis seboroik umumnya mengenai daerah yang berambut. Penampilan kulit kepala yang terkena dermatitis seboroik bervariasi
dari ringan, bercak bersisik yang luas, bisa menjadi tebal dan mengeras. Plak jarang terjadi. Lesi hipopigmentasi dapat dilihat pada individu yang berkulit gelap. Distribusi lesi umumnya terjadi pada daerah berminyak dan berambut di kepala dan leher, seperti kulit kepala, dahi, alis, bulu mata lipatan nasolabial, jenggot, dan kulit postaurikuler.
Gambaran Dermatitis seboroik mempengaruhi garis kulit kepala dan alis dengan kulit merah dan skuama. 4. Tinea Corporis Tinea corporis mempunyai lesi yang bervariasi. Bisa dimulai dengan plak eritematosa bersisik yang cepat memburuk dan meluas. Lesi juga bisa berbentuk annular. Sebagai akibat dari peradangan, sisik, krusta, papula, vesikel, dan bahkan bulla dapat terjadi. Walaupun jarang, tinea corporis bisa muncul sebagai makula purpura yang disebut tinea corporis purpurica.
Gambaran lesi pada penyakit tinea corporis. 5. Vitiligo Pada penyakit vitiligo, batas bercak bersifat tegas, tidak bersisik, lesi lebih luas, dan depigmentasi menyeluruh. Walau bagaimanapun, kadang-kadang agak sukar untuk membedakan vitiligo dengan daerah pucat tidak bersisik pada tinea versikolor yang sudah dirawat. Lesi mempunyai ukuran dari milimeter ke sentimeter. Lesi awal paling sering terjadi pada tangan, lengan, kaki, dan wajah. Vitiligo juga sering mengenai alat kelamin, bibir, areola, dan puting.
Gambaran lesi pada penyakit vitiligo. X. Penatalaksanaan Pasien harus diberitahu bahwa tinea versikolor disebabkan oleh jamur yang biasanya hadir di permukaan kulit dan tidak menular.
Kekambuhan adalah umum, dan terapi profilaksis dapat membantu mengurangi kekambuhan.10,11 Non Medikamentosa 1. Edukasi Menyarankan kepada pasien agar menghindari faktor pencetus terjadinya pitiriasis versicolor. Pasien dinasehatkan supaya tidak berada di lingkungan yang panas dan lembab supaya tidak kambuh setelah pengobatan. Medikamentosa 1. Sistemik Terapi sistemik diaplikasi jika tinea versikolor sering kambuh atau gagal dengan pengobatan topikal. Obat yang diberikan adalah Ketoconazole
200mg/hari selama 5-10 hari. Dosis tunggal 400mg
/bulan selama 4-15 minggu. Itraconazole : 200mg/hari selama 5-7 hari. Fluconazole : diberi dosis tunggal 400mg. 2. Topikal Karena koloni jamur ini pada permukaan kulit, maka pengobatan topikal sangat efektif.
Lotion atau sampo Selenium sulfide (2.5%) dioleskan pada bercak selama 10-15 menit, kemudian dicuci, digunakan selama satu minggu.
Sampo ketokonazol digunakan sama seperti selenium sulfide.
Krim Azole (ketoconazole, econazole, micronazole, clotrimazole) dioleskan selama 2 minggu.
Solusio Terbinafine 1% solution dioleskan selama 7 hari.
Topikal Terbinafine efektif pada pitriasis versikolor, dengan penggunaan satu atau dua kali sehari selama dua minggu, terbukti dapat menyembuhkan dari penelitian terhadap lebih dari 80% pasien pitiriasis versikolor, tinea pedis, tinea corporis/cruris
XI. Prognosis12
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif. Meskipun jamur telah dieradikasi dengan pengobatan, tetapi hipopigmentasi menetap selama beberapa minggu sampai melanosit memulai untuk memproduksi melanin lagi XII. Kesimpulan Penyakit kulit karena infeksi jamur secara umum dapat terbagi atas dua bentuk, bentuk superfisial dan bentuk yang dalam (deep mycosis). Bentuk superfiasial terbagi atas golongan dermatofitosis yang disebabkan oleh jamur dermatofita (antara lain: Tinea kapitis, tinea korporis, tinea unguium, tinea cruris, tinea fasialis, tinea barbae, tinea manus, tinea pedis) dan yang kedua golongan non dermatofitosis (pitiriasis versikolor, piedra, tinea nigra palmaris, kandidiasis). Perbedaan antara dermatofitosis dan non dermatofitosis adalah pada dermatofitosis melibatkan zat tanduk (keratin) pada stratum korneum epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh dermatofit. Sedangkan non dermatofitosis disebabkan oleh jenis jamur yang tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit tetapi hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada keluhan pasien. Pasien yang menderita PV biasanya mengeluhkan bercak pigmentasi dengan alasan kosmetik. Predileksi pitiriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia. Diagnosa ditegakkan dengan gejala klinis, penemuan klinis berupa makula, berbatas tegas, bulat atau oval dengan ukuran yang bervarisasi. Mikroskopi langsung, Pemeriksaan dengan Wood's Lamp. Karena koloni jamur ini pada permukaan kulit, maka pengobatan topikal sangat efektif. Ketokonazol termasuk kelas antijamur imidazoles.
Ketokonazol bekerja dengan memperlambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan infeksi. Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu wood dan sediaan langsung negatif.
DAFTAR PUSTAKA 1. Nasution, M.A. 2005.Mikologi dan Mikologi kedokteran, Beberapa Pandangan Dermatologis, Pidato jabatan pengukuhan guru besar tetap USU. Medan. 2. Budimulja U. Pitiriasis Versikolor. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007. hal. 100-1. 3. Siregar. 2004. Saripati Penyakit Kulit, Ed.2 .Jakarta : EGC 4. Baillon. 2007. www.doctorfungus.com. 5. Wolff. K, Johnson. R.A, Suurmond. D . 2007. Fitzpatrick’s, The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, fifth edition. E-book : The McGrawHill Companies. 6. Arenas R. Pityriasis Versicolor. In: Arenas R, Estrada R,eds. Tropical Dermatology. USA. George Town, Texas: Landes Bioscience. 2001. 7. Amiruddin MD. Pitiriasis Versicolor. Dalam: Amiruddin MD, ed. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Lkis; 2003.hal.65-74 8. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Pityriasis Versicolor. In: Clinical Dermatology. 4th Edition. United Kingdom. Blackwell Publishing. 2008. pg. 254-56 9. Boel T. Mikosis Superfisial . Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fk g.treali.pdf 10. Burkhart
CG.
Tinea
Versicolor.
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/ 11. Arndt K.A. Diagnostic and therapeutic techniques. Dalam : Manual of Dermatologic Therapeutics.Sixth edition. pg. 268 12. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3 rd ed. Jakarta : balai penerbit FKUI: 2013