Striktur Uretra
Pengertian Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit (Smeltzer & Bare, 2001). Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan dari lumen uretra sebagai akibat dari pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut pada uretra dan/atau pada daerah periuretra) (Nursalam, 2006). Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan perut dan kontraksi. (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468)
Striktur uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan panjangnya uretra. (C. Long , Barbara;1996 hal 338)
Segala sesuatu yang melukai uretra dapat menyebabkan striktur
Etiologi 1. 2.
3.
4. 5.
Kongenital Jaringan parut sepanjang uretra Karena adanya infeksi gonore oleh diplokokus Neisseria gonorrhoeae yang dapat mengakibatkan striktur fibrosa diuretra posterior Cedera traumatik (instrumentasi atau infeksi) a. Striktur uretra dapat disebabkan oleh radang kronik oleh gonore. b. Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan cedera langsung. c. Cedera akibat kateterisasi (instrumentasi) d. Cedera akibat peregangan Spasme otot Tekanan dari luar seperti pertumbuhan tumor
Letak striktur uretra dan penyebabnya : Pars membranasea : trauma panggul, kateterisasi “salah jalan” Pars bulbosa : trauma/cedera kangkang, uretritis Meatus : balanitis, instrumentasi kasar
Patofisiologi
Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan fibroblastik. Iritasi dari urine pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastic yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghebat sehingga terjadilah penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urine mengalami hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urine pada uretra yang mengalami lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang berkembang menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan (lokalisasi pada penis, perineum dan/atau skrotum).
Tanda Gejala Biasanya mulai dengan hambatan arus kemih. Kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin multiple. Keluhan kesulitan dalam berkemih, harus mengejan, pancaran mengecil, pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urine. Pembengkakan dan getah/nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik, penderita febris, warna urine bisa keruh.
Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang Gejala infeksi Retensi urinarius Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis (C. Smeltzer, Suzanne;2002 hal 1468) Derajat penyempitan uretra: ◦ Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen. ◦ Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra. ◦ Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis. (Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 )
Pemeriksaan
Anamnesa secara lengkap (uretritis, trauma dengan kerusakan pada panggul, “straddle injury”, instrumentasi pada uretra, pemakaian tetap dan kelainan sejak lahir) Inspeksi : meatus eksternus yang sempit, pembengkakan serta fistula di daerah penis, skrotum, perineum, dan supra pubis Palpasi : teraba jaringan parut sepanjang perjalanan uretra anterior pada bagian ventral dari penis : muara fistula, bila dipijat, mengeluarkan getah/nanah Colok dubur
Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli. BUN/kreatin : meningkat Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra . (Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
Penatalaksanaan 1.
2. 3.
Keadaan darurat : a. Retensi urine: sistostomi (trokar dan terbuka) b. Infiltrate urine: insisi multipel dan drain Dilatasi (pelonggaran Urethrotomi (pengangkatan striktur melalui tindakan bedah atau menyayat striktur secara endoskopik dengan uretrotom) pada kasus yang berat
3. Filiform bougies untuk membuka jalan jika striktur menghambat pemasangan kateter 4. Medika mentosa
Analgesik non narkotik untuk mengendalikan nyeri. Medikasi antimikrobial untuk mencegah infeksi.
Pengkajian 1.
Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria. 2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli. 3. BUN/kreatin : meningkat 4. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi. 5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan perempuan 25 ml/detik. 6. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra . (Basuki B. Purnomo; 2000 hal 126 dan Doenges E. Marilynn, 2000 hal 672)
Diagnosa Keperawatan 1.
2. 3.
4.
5.
Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, obstruksi uretra sekunder Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik Resiko trauma b.d kerusakan jaringan pascabedah
1. Gangguan eliminasi urine b.d retensi urine, obstrusi uretra sekunder Tujuan : pola eliminasi optimal sesuai kondisi klien Kriteria hasil: Eliminais urine tanpa keluhan Eliminasi urine tanpa kateter Frekuensi miksi dalam batas 5-8 x/24 jam Intervensi: ◦ Kaji pola berkemi, dan catat produksi urine tiap 6 jam ◦ Monitor adanya keluhan saat melakukan eliminasi urine ◦ Kolaborasi : pelebaran uretra dan bedah rekonstruksi ◦ Evaluasi kondisi pasca bedah
2. Nyeri b.d insisi bedah sitostomi suprapubik Tujuan : nyeri berkurang/ hilang Kriteria hasil: Melaporkan penurunan nyeri Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks Intervensi: ◦ Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor pencetus dan penghilang nyeri ◦ Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD) ◦ Berikan pilihan tindakan rasa nyaman ◦ Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman ◦ Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan imajinasi ◦ Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang diinginkan dan efek sampingnya ◦ Secara intermiten irigasi kateter uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan spuit steril ◦ Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat. ◦ Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan. ◦ Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri, konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.
3. Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d sitostomi suprapubik Kriteria hasil: ◦ kateter tetap paten pada tempatnya ◦ Bekuan irigasi keluar dari dinding kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui kateter ◦ Irigasi dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi ◦ Haluaran urin melebihi 30 ml/jam ◦ Berkemih tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan Intervensi: Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap kepatenan Kaji warna, karakter dan aliran urin serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi irigan dengan haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet pada kateter untuk menghilangkan bekuan Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai instruksi Gunakan salin normal steril untuk irigasi Pertahankan tehnik steril Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang terkecil dari kateter Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau untuk mempertahankan urin jernih Kaji dengan sering lubang aliran terhadap kepatenan Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali dikontraindikasikan
4. Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter suprapubik, insisi bedah sitostomi suprapubik Tujuan: tidak terjadi infeksi Hasil yang diharapkan: ◦ Suhu tubuh pasien dalam batas normal ◦ Insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi ◦ Berkemih dengan urin jernih tanpa kesulitan Intervensi: Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan jikadiatas 38,5 derajat C Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh dan bau busuk Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan, bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran perkemihan Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan, bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis. (M. Tucker, Martin;1998)
5. Resiko trauma b.d kerusakan jaringan pascabedah Tujuan : tidak ada trauma pasca bedah Kriteria hasil: Tidak ada keluhan seperti disuria dan urgensi Eliminasi urine tanpa kateter Tidak ada komplikasi pasca bedah Intervensi: ◦ Monitor adanya keluhan pada saat eliminasi utine ◦ Kaji kondisi vital pasien ◦ Istirahatkan pasien secara optimal setelah pembedahan ◦ Anjurkan makan makanan TKTP ◦ Evaluasi kondisi pasca bedah ◦ Kolaborasi pemberia antibiotik
Hasil yang diharapkan Gangguan eliminasi urine teratasi Resiko tinggi trauma tidak terjadi Penurunan skala nyeri Tidak terjadi infeksi pasca bedah Penurunan tingkat kecemasan