Perubahan Fisiologis Lansia pada Sistem Integumen Oleh: Fairuz Thifal, 1206242901 / D
Kulit adalah organ yang paling luas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat disentuh, dipijat, dan direnggangkan. Kulit bersifat fleksibel terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari (Stanley & Beare,2000). Secara struktural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang Terjadi Secara struktural, kulit terdiri dari tiga lapisan: epidermis, dermis, dan jaringan subkutan (Miller, 2012). Sedangkan menurut (Stanley & Beare,2000) perubahan kulit dapat terjadi pada stratum korneum, epidermis, dermis, jaringan subkutan, dan bagian tambahan dari kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Sulit untuk membedakan antara perubahan yang ketat disebabkan penuaan dan yang terjadi karena faktor risiko. Genetika, gaya hidup, dan faktor lingkungan mengerahkan dampak yang signifikan pada kulit selama kehidupan dan memiliki efek kumulatif pada orang dewasa yang lebih tua. 1. Stratum Korneum Lapisan terluar dari epidermis dan terdiri dari timbunan korneosit. Dengan adanya peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak berubah, tetapi kohesi sel menjadi lambat, menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Pelembab pada stratum korneum berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada penampilan kulit yang kasar dan kering. 2. Epidermis Pada lapisan ini terjadi perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge yang mengurangi kontak epidermis dengan dermis. Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan dan sel yang tersisa mungkin tidak dapat berfungsi secara normal. Penurunan kompresi imun merupakan hasil dari keseluruhan penurunan jumlah sel langerhans sehingga respons lansia terhadap pemeriksaan kulit berkurang. Kerusakan struktur nukleus keratinosit dapat juga dilihat yang mencerminkan suatu perubahan pertumbuhan sel yang abnormal sehingga lansia cenderung mengalami keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa (akrokordon) serta neoplasia. 3. Dermis Terjadi penurunan volume dermis menjadi tipis dan jumlah sel biasanya menurun. Hal tersebut menyebabkan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka yang lambat, penurunan termoregulasi, penurunan respons inflamasi, dan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal. Penurunan elastisitas dan kolagen yang secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim menghasilkan adanya kantung atau pengeriputan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur dan turgor kulit hilang. Juga terjadi penurunan vaskularitas, fibroblas, makrofag, dan sel batang sehingga kulit tampak pucat dan kurang mampu melakukan termoregulasi. Sehingga lansia beresiko tinggi mengalami hipertermia atau hipotermia.
4. Jaringan Subkutan Terjadi penipisan sehingga terjadi kelemahan kulit dan penampilan kulit yang kendur/menggantung diatas tulang rangka. Lapisan lemak turut mengalami penurunan terutama pada daerah wajah, tangan, kaki, dan betis sehingga pembuluh darah menjadi lebih terlihat jelas. 5. Bagian tambahan dari kulit Pada bagian ini meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Rambut pada umumnya terus bertambah beruban diiringi dengan penipisan rambut dikarenakan penurunan jumlah folikel rambut. Pertumbuhan kuku menjadi berkurang, lunak, rapuh, kurang berkilau, dan cepat mengalami kerusakan. Korpus pacini dan meissner menurun sekitar dua pertiga dari usia 30 sampai usia 90 tahun, menyebabkan penurunan sensasi sentuhan (Meissner) dan sensasi tekanan (pacini). Kelenjar keringat yang sedikit ditambah dengan penerunan kemampuan fungsional menyebabkan lansia memiliki penurunan respons dalam berkeringat. Bau badan pada lansia berkurang karena jumlah kelenjar apokrin pada aksila dan kemaluan berkurang. Kelenjar sebasea menjadi lebih besar seiring dengan peningkatan ukuran pori-pori akibat penuaan, namun terjadi penurunan 4050% produksi sebum, sehingga kulit menjadi kering. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kulit Faktor risiko yang mempengaruhi kulit dan rambut orang dewasa yang lebih tua termasuk faktor keturunan, gaya hidup dan faktor lingkungan, dan efek obat yang merugikan. a. Pengaruh genetik Keturunan memainkan peran penting dalam pengembangan perubahan kulit dan rambut. Orang dengan berkulit putih, rambut tipis, dan light-colored eyes lebih sensitif terhadap efek radiasi ultraviolet dibandingkan orang dengan kulit gelap. b. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan Merokok, paparan sinar matahari, stres emosional, dan penyalahgunaan zat atau alkohol adalah gaya hidup dan faktor lingkungan yang secara signifikan mempengaruhi kesehatan kulit. Paparan radiasi ultraviolet adalah faktor lingkungan yang paling signifikan, namun kondisi iklim yang merugikan juga dapat menyebabkan konsekuensi fungsional negatif. Photoaging adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan kulit yang terjadi karena paparan radiasi ultraviolet, bahkan pada tingkat yang tidak menyebabkan kulit terbakar terdeteksi. Meskipun perubahan ini sering dipandang sebagai penuaan dini, namun secara biologis proses perubahannya berbeda-beda (Habif, 2010). Merokok adalah faktor lain yang telah dikaitkan dengan perubahan kulit yang cenderung memiliki lebih banyak keriput, perubahan warna keabu-abuan, berkurangnya kemampuan untuk melindungi terhadap kerusakan radiasi ultraviolet dan meningkatkan risiko kanker kulit, serta dengan perubahan rambut seperti botak dan rambut keabuan. Studi kembar secara konsisten mengidentifikasi merokok dan paparan sinar matahari sebagai faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap penuaan kulit (Guyuron et al, 2009; Martires, Polster, Cooper, & Baron, 2009). c. Efek medikasi Efek obat umum yang merugikan melibatkan kulit termasuk pruritus, dermatosis, dan reaksi fotosensitifitas. Agen sitotoksik adalah jenis obat yang paling sering dikaitkan dengan kerontokan rambut, tetapi obat lain yang dapat menyebabkan alopecia termasuk antikoagulan, levodopa, indometasin, propranolol, dan obat-obatan yang digunakan untuk
asam urat dan kolesterol (Habif, 2010). Dermatosis, atau ruam, adalah efek samping obat yang paling sering dilaporkan, dan mereka dapat disebabkan oleh obat apa pun. Obat yang sering menyebabkan dermatitis termasuk allopurinol, ampisilin, bacitracin, eritromisin, gentamisin, miconazole, naproxen, neomycin, penisilin, pseudoefedrin, streptomisin, dan kortikosteroid inhalasi atau sistemik (Habif, 2010; Nijhawan, Molenda, Airwas, & Jacob, 2009). Fotosensitifitas adalah efek obat yang merugikan yang menyebabkan respon intensif terhadap radiasi ultraviolet. Reaksi inflamasi awalnya didistribusikan di daerah yang terkena sinar matahari, tetapi bisa menyebar ke daerah-daerah tidak terpapar dan bertahan bahkan setelah obat dihentikan. Amiodaron, furosemide, naproxen, fenotiazin, sulfonamid, tetrasiklin, dan tiazid adalah contoh obat yang dapat menyebabkan reaksi fotosensitifitas. Beberapa obat herbal juga dapat meningkatkan risiko photosensitivity (misalnya, St John Wort). Gangguan Patologis Yang Sering Terjadi Seiring bertambahnya usia, kulit menjadi semakin rentan dikarenakan faktor internal maupun eksternal. Faktor tersebut dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan patologis. Gangguan patologis yang terjadi sangatlah beragam,namun pada umumnya gangguan patologis yang sering terjadi adalah kanker kulit dan peptic ulcer (Miller, 2012). 1. Kanker Kulit Kanker kulit, yang didefinisikan sebagai pertumbuhan abnormal dari sel-sel kulit. Terdapat tiga jenis kanker kulit yang paling rentan dialami oleh lansia dikarenakan efek dari sinar matahari. Jenis kanker yang pertama yaitu Kanker sel basal, merupakan jenis kanker yang paling umum terjadi pada kepala dan leher. Jika didiagnosis dan diobati sejak tahap awal, angka kesembuhan dekat dengan 100%, namun jika tidak ditangani, akan menyerang jaringan sekitar. Jenis kanker yang kedua yaitu Kanker sel skuamosa, paling sering terjadi pada kepala, leher, lengan, dan punggung tangan. Jenis kanker yang terakhir yaitu Melanoma, merupakan jenis kanker kulit paling serius yang berasal dari melanosit.
Gbr. (A) Kanker Sel Basal, (B) Kanker Sel Skuamosa, (C) Melanoma dari Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults, (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.) 2. Peptic Ulcer Peptic Ulcer atau juga disebut ulkus tekanan (ulkus dekubitus) merupakan luka yang bersifat lokal pada kulit dan / atau jaringan di bawahnya,biasanya sebagai akibat dari adanya tekanan atau gabungan dari tekanan dengan pergeseran dan / atau gesekan (National Pressure Ulcer Advisory , 2007 dalam Miller, 2012). Gangguan patologis ini terjadi dikarenakan pada lansia terjadi perubahan nutrisi, sensasi untuk perlindungan terhadap tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri, dukungan di rumah tidak adekuat, inkontinensia, defisit mobilitas, dan perubahan tingkat kesadaran (Stanley & Beare,2000). Dekubitus dapat terjadi pada seluruh jaringan yang tertekan, namun terutama terjadi di atas tonjolan tulang. Pada saat tekanan terus berlanjut tanpa adanya gangguan, jaringan tersebut
menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi yang penting bagi metabolisme sel dan kemudian mengalami hipoksia dan membengkak. Lansia sangat rentan terhadap gangguan patologi kanker kulit terutama pada peptic ulcer. Oleh karena itu, perawat perlu melakukan pengkajian terkait kesehatan kulit lansia. Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan inspeksi permukaan kulit. 1. Wawancara, berfungsi membantu dalam upaya promosi kesehatan. Memiliki tujuan untuk mengidentifikasi persepsi setiap orang dari suatu masalah, faktor resiko yang mungkin mempengaruhi untuk masalah kulit , dan cara menjaga kebersihan kulit. 2. Inspeksi, dilakukan terhadap seluruh permukaan kulit, rambut, dan kuku. Saat inpeksi perhatikan apakah ada lesi atau tidak pada kulit lansia. Apabila terdapat lesi atau luka, perhatikan warna, pigmentasi (kehitaman), sakit atau tidak, kelembaban kulit, kemerahan, ukuran luka, lokasi luka, dan bentuk luka. Inspeksi dilanjutkan dengan memeriksa rambut dan kuku. Apabila terdapat luka peptic ulcer atau ulkus dekubitus, lanjutkan dengan memeriksa tingkat keparahan (stage), lokasi, warna dari permukaan ulkus tersebut. Menurut Stanley & Beare (2000) ulkus diabetus memiliki 4 stage, namun menurut Miller (2012) terdapat 2 tambahan stage yaitu unstageable dan suspected deep tissue injury. Berikut ini adalah deskripsi kedalaman ulkus, yaitu: a. Lesi stage 1 dilihat sebagai daerah berwarna merah, jika tidak memucat ketika dipalpasi ringan mengindikasikan adanya kerusakan jaringan yang lebih dalam namun dengan strategi pencegahan, tidak akan menimbulkan lapisan jaringan yang lebih dalam dan tidak akan terbuka. b. Lesi stage 2, epidermis telah mengelupas, menampakan dermis yang memiliki vaskularisasi yang sangat tinggi. c. Lesi stage 3 terjadi ketika lapisan jaringan mengalami nekrosis, subkutan menjadi terlihat. d. Lesi stage 4, ketika tulang dan otot dasar mulai terlihat yang dapat mengakibatkan infeksi tulang lokal dan sulit serta memakan waktu cukup lama untuk sembuh tanpa intervensi pembedahan. e. Unstageable, kehilangan jaringan yang tebal di mana dasar ulkus ditutupi oleh nanah (kuning, cokelat, abu-abu, hijau, atau coklat) dan / atau jaringan kulit palsu (tan, coklat, hitam). Kedalaman tidak dapat ditentukan sampai nanah dan / atau jaringan kulit palsu telah dihapus untuk mengekspos dasar luka. Jaringan kulit palsu (eschar) yang stabil (yaitu, kering, patuh, utuh tanpa eritema atau fluctuance) tidak boleh dihapus karena merupakan pelindung dari luka. f. Suspected deep tissue injury, kulit daerah lesi berwarna keunguan atau merah marun mungkin akan diawali oleh jaringan yang menyakitkan, tegas, lembek, berawa, atau lebih hangat atau lebih dingin daripada jaringan yang berdekatan.
Stage 1
Stage 2
Stage 3
Stage 4
Unstageable
Suspected deep tissue Injury
dari Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults, (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.)
Selain pengkajian tersebut, perlu dilakukan pengkajian faktor lain yang dapat menyebabkan masalah kulit, seperti merokok, penggunaan alkohol, dan obat-obatan yang dapat menimbulkan efek pada kulit. 3. Palpasi, bertujuan untuk mengetahui tekstur permukaan kulit lansia. Biasanya hasil yang didapatkan adalah pada bagian telapak tangan maupun kaki bertekstur kasar karena sering terpajan. Daftar Pustaka Guyuron, B., Rowe, D. J., Weinfeld, A. B., Eshraghi, Y., Fathi, A., & Iamphongsai, S. (2009). Factors contributing to the facial aging of identical twins. Plastic and Reconstructive Surgery, 123(4), 1321–1331 Habif, T. P. (2010). Clinical dermatology (5th ed.). St. Louis, MO: Mosby. Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults, (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Nijhawan, R. I., Molenda, M., Airwas, M. J., & Jacob, S. E. (2009). Systemic dermatitis. Dermatology Clinics, 27, 355–364. Stanley, M., & Beare, P.G. (2000). Gerontological nursing: A health promotion/protection approach, (2th Ed.). Philadelphia: Davis Company