Sinopsis Rooftop Prince Episode 19 Sinopsis Rooftop Prince Episode19
Yi Gak melihat kedatangan Park Ha dan melambaikan tangannya, gembira telah menemukan Park Ha. Tapi bukan kegembiraan yang dirasakan Park Ha sekarang.
Melihat mobil Tae Moo telah berjalan Yi Gak dalam bahaya, Park Ha mendorong Yi Gak ke samping. Tapi ia sendiri tak sempat untuk menghindar.
Tae Moo baru menyadari di detik-detik terakhir kalau ia salah target, tapi ia tak sempat mengerem. Mobilnya meluncur dan menabrak Park Ha..
.. hingga terlempar ke dalam danau.
Se Na terkejut begitu pula Tae Moo yang langsung memundurkan mobilnya. Bukannya menabrak Yi Gak lagi yang jaraknya hanya sejengkal, Tae Moo malah menjemput Se Na yang masih shock ketika keluar dari balik semak-semak dan mobil itu langsung kabur.
Kejadian itu sangatlah cepat, hingga Yi Gak tak sempat mencernanya. Ia mencari-cari Park Ha, tapi tak ketemu. Dan saat ia melihat tubuh Park Ha mengapung di danau, Yi Gak berteriak memanggilnya.
Dan perasaan itu datang lagi. Perasaan saat ia melihat mayat putri mahkota mengapung di kolam. Perasaan kalau inginnya ia berlari tapi kaki tak mampu digerakkan.
Namun kali ini perasaan itu menamparnya jauh lebih keras daripada sebelumnya. Ini adalah Park Ha. Park Ha-nya.
Sama seperti yang ia lakukan saat melihat mayat Putri Mahkota, ia berlari untuk menyelamatkannya.
Namun kali ini, berbeda dengan saat ia di Joseon, tak ada yang dapat menghentikannya. Ia buru-buru lari masuk ke dalam danau dan meraih Park Ha yang pelipisnya telah berlumuran darah.
Panik mendera Yi Gak. Ia memanggil Park Ha berulang-ulang seperti sebelumnya, saat di gudang dan di truk berpendingin. Tapi the third takes the charm. Kali ini, Park Ha tak terbangun. Park Ha tak dapat mendengarkan teriakan Yi Gak.
Ia segera melarikan Park Ha ke rumah sakit. Melihat Park Ha dibawa masuk ke ruang operasi, ingatan Yi Gak kembali pada saat dulu.
Saat ia berdua dengan Park Ha di bukit. Park Ha tidur di pangkuan Yi Gak dan tersenyum, membuuat Yi Gak berkata, “Aku benar-benar berharap dapat selalu mengingat senyumanmu itu.”
Mendengar harapan Yi Gak, Park Ha juga memiliki harapan tersendiri, “Andai saja waktu dapat berhenti di saat seperti ini.”
Dan ia menutup matanya..
Se Na masih memikirkan kejadian semalam dan mengkhawatirkan kondisi Park Ha. Tapi bagi Tae Moo, semua yang sudah terjadi, biarkanlah terjadi. Mereka harus memikirkan masalah mereka sendiri.
Tae Moo berencana untuk kabur ke luar negeri untuk sementara waktu melalui jalan laut. Dan selama mereka bisa hidup berdua, tak peduli kemana mereka pergi, mereka akan merasa bahagia. Hellooww, Tae Moo.. kenapa tak dari dulu saja punya pikiran itu? Jadi Direktur bagian Home Shopping, memperkenalkan Se Na sebagai calon istrinya, dan kalian bisa live happily ever after.
Tapi Se Na masih tetap khawatir. Jadi saat ia ditelepon oleh Yi Gak yang memintanya untuk bertemu, Se Na menyetujui untuk menemuinya tanpa sepengetahuan Tae Moo.
Yi Gak mengajak Se Na untuk mengunjungi Park Ha yang tak sadarkan diri. Ia menceritakan kondisi Park Ha yang sekarang. Karena tabrakan kemarin, Park Ha terluka dan tabrakan itu melukai hatinya. Sekarang ia membutuhkan donor hati agar terselamatkan.
Dan yang dapat menyelamatkan hanyalah Se Na, saudara kandungnya. Walaupun tahu yang ia katakan tak benar, tapi Se Na mengelak kalau ia tak memiliki hubungan apapun dengan Park Ha. Ia pun beranjak pergi.
Tapi Yi Gak menghentikannya. Di taman rumah sakit, ia mengingatkan Se Na kembali tentang reinkarnasi yang dulu pernah ia tanyakan. Ia membuka rahasianya, kalau mereka pernah bertemu di kehidupan sebelumnya. Dan Se Na dulunya juga adalah kakak Park Ha.
Se Na menganggap kata-kata Yi Gak tak masuk akal dan ia tak mau mendengar lebih banyak lagi. Yi Gak menahannya lagi. Tapi kali ini tangannya tak dapat menyentuh tangan Se Na, sesaat menghilang untuk kemudian muncul lagi. Dan Se Na pun melihatnya. Percaya tak percaya, ia mulai mendengarkan ucapan Yi Gak.
Yi Gak merasa takdir sangat kejam pada Park Ha karena ia kembali bereinkarnasi menjadi adik Se Na. Reinkarnasi Park Ha telah mengorbankan nyawanya dan menyelamatkan hidup reinkarnasi Se Na.
Dan sekarang, Park Ha pun juga seperti itu. Walaupun ia tahu kalau Se Na berbuat jahat padanya, ia tak melaporkan Se Na pada polisi. Bukan hanya untuk kepentingan Yi Gak, tapi ia tahu karena ia mengkhawatirkan Se Na.
Yi Gak memberikan kunci rumah dan memory card pada Se Na. Itu adalah bukti-bukti kejahatan Se Na dan Tae Moo. Tapi ia sudah tak peduli akan hal itu. Yang ia inginkan adalah keselamatan Park Ha.
Se Na sangat terpukul mendengar kata-kata Yi Gak. Berbagai ulahnya yang mencelakakan Park Ha terputar lagi di benaknya. Ia telah mencelakakan adik kandung yang ia kira adalah adik tirinya. Ia telah meninggalkan adik kandungnya hingga ia menderita selama belasan tahun.
Tak sanggup menahan rasa bersalah itu, Se Na terjatuh dan menangis.
Ia pulang dan menemui Tae Moo yang telah menunggunya. Malam ini mereka akan kabur dengan feri. Tapi Se Na menceritakan hal ini pada Tae Moo. Betapa Park Ha terluka parah dan sangat membutuhkan donor hati darinya.
Informasi Se Na ini malah membuat Tae Moo berpikiran jahat (lagi). Ia menelepon Yi Gak dan mereka pun bertemu. Yi Gak yang baru saja menerima kabar kalau kondisi Park Ha sudah sangat memburuk dan membutuhkan donor hati sesegera mungkin langsung menyetujui keinginan Tae Moo.
Ternyata telah terjadi kesepakatan antara mereka berdua. Se Na akan mendonorkan hatinya sementara Yi Gak menyerahkan warisan nenek untuknya.
Namun Tae Moo tak pernah berniat menyuruh Se Na untuk mendonorkan hatinya. Ia mengajak Se Na untuk langsung pergi ke pelabuhan dan membawa warisan Nenek. Se Na berkeras untuk mendonorkan hatinya, toh mereka juga sudah mendapatkan imbalannya.
Tapi dengan dingin. Tae Moo berkata kalau Se Na tak perlu memikirkan Park Ha karena banyak orang di rumah sakit yang mampu menyelamatkan Park Ha. Se Na diam, tapi dari wajahnya terlihat kalau ia tak setuju dengan pendapat Tae Moo.
Saat itu ada telepon dari Yi Gak, tapi Tae Moo langsung melarang Se Na untuk mengangkatnya.
Yi Gak menunggu kedatangan Se Na dan Tae Moo di rumah sakit. Perasaannya tak enak karena Se Na tak kunjung datang. Ia menyuruh pengikutnya untuk melacak keberadaan Se Na.
Man Bo mendapatkan informasi dimana Tae Moo dan Se Na tinggal. Ketiga Joseoners segera menuju ke sana, tentu saja mereka terlambat, karena Tae Moo dan Se Na sudah pergi.
Se Na yang enggan mengikuti perintah Tae Moo, diam-diam menekan nomor missed call terakhir yang berasal dari Yi Gak.
Yi Gak mengangkat telepon dan mendengar percakapan Se Na dengan Tae Moo yang mengatakan arah kepergian mereka malam ini. Buru-buru Yi Gak melarikan mobilnya ke pelabuhan.
Di pelabuhan, akhirnya Se Na mengatakan keengganannya untuk pergi keluar negeri. Bersamaan dengan itu, Yi Gak datang . Tae Moo langsung menduga kalau Se Na lah yang memberitahukan Yi Gak.
Ia menarik Se Na karena kapal akan segera berangkat. Tapi Se Na memberontak. Yi Gak membantu Se Na melepaskan diri dan menyuruh Se Na untuk segera memakai mobilnya
untuk segera berangkat ke rumah sakit. Tapi Tae Moo menghalangi mobil Yi Gak, sehingga Se Na tak berani menggerakkan mobilnya.
Untungnya ketiga Joseoners datang membantu. Young Sul menawarkan diri untuk membantu tapi Yi Gak menyuruh mereka untuk mengawal kepergian Se Na ke rumah sakit.
Tak ada jalan lain untuk Tae Moo. Se Na pergi dan perahu yang akanmembawanya menyeberang keluar negeri juga telah pergi.
Satu lawan satu. Tae Moo lari bersembunyi dengan tongkat kayu di tangan. Tak menyadari kalau lawannya memegang senjata, Yi Gak langsung jatuh tersungkur ketika bertemu dengan Tae Moo.
Yi Gak bangkit dan mereka berkelahi. Hampir saja Yi Gak berhasil mengalahkan Tae Moo, jika saja kakinya tak terjepit bongkahan kayu.
Merasa di atas angin, Tae Moo tak langsung menghabisi Yi Gak dan malah menyuruh Yi Gak untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya. Yi Gak bertanya mengapa Tae Moo mencelakakan Tae Young. Tae Moo tersenyum sinis dan berkata kalau ia selalu menginginkan Tae Young untuk lenyap.
Selama Tae Moo berbicara, diam-diam Yi Gak mencoba melepaskan kakinya. Saat Tae Moo mengayunkan kayu untuk menghabisinya, Yi Gak berkelit dan memukul balik.
Mereka berkelahi lagi, namun tak lama karena beberapa polisi berdatangan mengepung mereka. Polisi dengan mudah meringkus Tae Moo atas tuduhan pembunuhan.
Tae Moo tak sudi dituduh membunuh, apakah ada buktinya? Rupanya hal ini telah direncanakan oleh Yi Gak dan Yi Gak menyerahkan recorder pada polisi, rekaman atas kejadian yang baru saja terjadi.
Se Na bersiap-siap untuk mendonorkan hatinya pada Park Ha. Berbaring bersebelahan, Se Na menggenggam tangan Park Ha yang masih belum siuman, menangis seolah ingin meminta maaf atas semua yang telah terjadi.
Dan operasi pun dilakukan.
Operasi telah selesai. Yi Gak menunggui Park Ha yang belum siuman. Akhirnya Park Ha membuka mata. Perlahan-lahan ia melihat ruangan sekitarnya, dan wajah pertama yang ia lihat adalah wajah Yi Gak.
Dan sapaan pertamanya pada Yi Gak adalah, "Yang Mulia, apakah kau baik-baik saja?"
Kata-kata itu membuat Yi Gak merasa separuh lega dan separuh kesal, “Keadaanmu sudah seperti ini, kau malah mengkhawatirkanku? Saat kau tak sadar, aku tak merasa hidup sedikitpun. Jangan lakukan hal seperti ini lagi. Dan mulai sekarang, aku yang akan melakukan semuanya untukmu.”
Park Ha tersenyum mendengar janji Yi Gak. Ia mengulurkan tangan, memintanya untuk selalu memegang janji itu.
Yi Gak menemui Taek Soo dan memintanya untuk mengurus perusahaan sampai Tae Young sadar kembali. Taek Soo berterima kasih pada Yi Gak karena ia telah menjadi cucu yang baik bagi almarhumah Nenek, "Bagi kami, kau adalah Tae Young yang sebenarnya."
Se Na mengunjungi Park Ha di rumah sakit. Ia lega melihat kondisi Park Ha sudah membaik. Park Ha berterimakasih jika bukan karena Se Na, ia mungkin sekarang tak dapat hidup.
Kedatangan Se Na kali ini juga untuk memberitahu kalau ia akan menyerahkan diri pada polisi. Park Ha tak dapat melepas kepergian kakaknya begitu saja. Saat Se Na akan meninggalkan Park Ha, Park Ha memanggilnya, “Kakak, aku akan selalu menunggumu.” Kata-kata itu seakan air dingin yang menyejukkan Se Na. Park Ha tak pernah mengatakan ‘aku memaafkanmu’. Tapi ucapan Park Ha yang akan menunggunya, adalah sebuah tindakan yang jauh lebih dalam dan tulus daripada hanya memaafkan.
Se Na berbalik, tak dapat menyembunyikan air matanya, namun kali ini diiringi dengan senyum lega. Park Ha tersenyum menenangkan Se Na yang akan membuka lembaran baru untuk menebus segala kesalahannya.
Di lobi rumah sakit, ibu dan CEO Jang mengantarkan kepergian Se Na yang akan pergi ke kantor polisi. Se Na tak mau diantar, ia ingin pergi sendiri.
CEO Jang menenangkan Se Na kalau seberat apapun kesalahan Se Na, mereka (ibu dan CEO Jang) dapat memahami dan menerima kesalahan itu.
Ibu juga menambahkan, "Kau telah menyelamatkan Park Ha dan kau telah mulai membayar kesalahanmu. Polisi juga tahu hal itu. Jangan terlalu khawatir. Kau memiliki 2 ibu yang paling kuat di Korea ini."
Mendengar ucapan kedua ibunya, Se Na mencoba tersenyum dan menahan air matanya. Tapi tangis Se Na pecah dan tak tertahankan ketika ibu memeluknya. Dan ia semakin terisak-isak saat CEO Jang ikut memeluknya.
Ketiga Joseoners menemui Yi Gak dan mengusulkan sesuatu. Man Bo merasa kalau waktu mereka sudah semakin sempit dan sewaktu-waktu akan kembali ke Joseon. Chi San merasa kalau selama ini Park Ha telah mengurus mereka dengan baik, dan karena itu sudah sepatutnya mereka membayar segala kebaikan hati Park Ha. Young Sul juga menambahkan, “Perasaan hamba juga seperti itu.”
Yi Gak menyetujui hal itu, tapi biaya rumah sakit Park Ha sudah sangat tinggi dan bertanya apakah mereka mempunya ide untuk memecahkan hal ini?
Chi San mengusulkan kalau mereka akan bekerja sampingan untuk mencari uang karena bagaimanapun juga Park Ha terluka juga karena mereka. Jadi mereka harus bertanggung jawab. Man Bo mengusulkan untuk membelikan sebuah toko untuk Park Ha. Dan Young Sul ikut mengusulkan, “Perasaan hamba juga seperti itu.” LOL. Si Young Sul pokoknya akur sajalah..
Hmm.. sekarang mereka lebih pintar dalam mencari pekerjaan sampingan. Karena yang terjadi kemudian adalah mereka menjadi pemain figuran di sebuah drama sageuk. Dan salah satu aktor sangat payah dalam adegan laga, membuat sutradara kesal.
Tak disangka, Young Sul menawarkan diri untuk mencoba menggantikannya. Dan yang terjadi kemudian adalah Young Sul berhasil membuat semuanya terkesima dengan loncatan yang tak membutuhkan stuntman. Semuanya bertepuk tangan dan pekerjaan baru untuk Young Sul sudah tersedia.
Sementara itu Chi San menjadi pengamen jalanan dengan memainkan gayageum dengan irama yang pasti membuat Lee Kyu Won (Park Shin Hye-Heartstrings) iri jika mendengarnya. Semua bertepuk tangan saat permainan Chi San selesai. Bahkan ada seorang gadis yang memberikan karangan bunga untuknya.
Dan Man Bo menulis naskah drama yang berjudul Skandal Joseon. Dan wow, Man Bo hanya sebentar tinggal di jaman sekarang tapi sudah bisa mengetik dengan sepuluh jari? Ckckck…
Ketiganya menjadi berita di Koran Seoul daily (psst.. bisa diakses di wwwwwww.com) dan menjadi terkenal. Terutama Man Bo yang mendapat penghargaan dan menerima uang sebesar 200 juta won.
Dan Young Sul masih tetap tak bisa tersenyum, walaupun kali ini ia sudah bisa membuat tanda V saat diwawancarai.
Ketiga Joseners memberikan seluruh uangnya pada Yi Gak untuk membeli toko untuk Park Ha. Uang mereka tak bersisa sedikitpun?
Tenang.. Young Sul masih menyisakan segepok uang untuk mereka sendiri. Dan mereka pun bersama-sama ihkan toko dan mempercantiknya. Bahkan seorang Yang Mulia Pangeran Yi Gak pun mau mengepel lantai toko.
Lantai dan tembok telah bersih, kursi telah terpasang dan papan nama yang bertuliskan “Minuman semanis Park Ha” telah terpasang. Yi Gak tersenyum puas, begitu pula ketiga Joseoners yang bertepuk tangan mengagumi hasil kerja mereka.
Mereka kemudian menjemput Park Ha yang akhirnya diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Chi San yang dari pagi belum sempat makan, mengeluarkan burger dan mulai memakannya.
Man Bo dan Young Sul kesal karena Chi San masih sempat untuk makan di mobil yang sesempit ini. Tapi Chi San tetap bersikeras untuk memakannya.
Yi Gak dan Park Ha saling melempar pandang, geli mendengar perseteruan teman serumah mereka yang seperti anak kecil.
Mobil mereka masuk ke terowongan, cahaya menggelap dan temaram. Tapi pertengkaran itu masih tetap berlangsung. Man Bo dan Young Sul mendorong-dorong Chi San agar geser sedikit.
Saat mobil telah berada di ujung terowongan, Man Bo dan Young Sul berteriak terkejut karena Chi San tak hanya geser sedikit, tapi juga menghilang!
Yi Gak menghentikan mobilnya dan menoleh ke belakang. Hanya ada Man Bo dan Young Sul. Merasa panik dan ketakutan, mereka sadar kalau waktu mereka sudah dekat.
Buru-buru mereka pulang ke rumah dan bersiap-siap. Man Bo dan Young Sul panik. Chi San kembali ke Joseon hanya dengan memakai sandal dan baju santai. Mereka harus kembali dengan memakai baju Joseon. Dan mereka meminta Yi Gak untuk juga melakukan hal yang sama.
Yi Gak memerintahkan mereka untuk tenang dan tak terburu-buru. Man Bo dan Young Sul yang akan kembali ke kamar, sontak berhenti dan menata nafas mereka. Saat itu Young Sul baru menyadari keanehan di foto kenangan mereka.
Chi San telah menghilang dari foto itu.
Dan kenyataan Chi San pergi dan tak akan kembali, menghantam Yi Gak dan Park Ha. Mereka hanya dapat saling memandang dengan penuh kekhawatiran.
Park Ha merenung sendirian di bukit. Seakan telah memutuskan sesuatu, ia mengeluarkan handphonenya dan meminta Yi Gak datang ke kursi tempat mereka sering bertemu.
Caranya? Well, serahkan saja pada Galaxy Note, karena mereka menyelipkan iklan di saat yang tepat, untuk mengendorse how classy the Galaxy Note is. Park Ha membuat
undangan dengan menyelipkan gambar mereka dan gambar bangku favorit mereka, dan meminta Yi Gak datang malam ini.
Yi Gak yang termenung di dalam kamar menerima SMS/MMS/email/whatever undangan yang dikirimkan Park Ha dan segala yang berkaitan dengan iklan muncul di sana.
Beserta kata-kata, “Yang Mulia, aku mengundangmu untuk datang menikmati pemandangan malam” kemudian ada juga pesan video didalamnya. Dan Park Ha muncul dan berkata, “Oy, bodoh. Aku sedang menunggumu. Cepatlah datang.”
Aww.. how cute.. Yi Gak tersenyum melihat Park Ha dan pasti ingin segera bertemu dengan Park Ha. Dan saya juga merasa Aww.. how cute Galaxy Note itu. Terlepas handphone itu segedegede Gaban, tapi rasanya asyik juga, ya, punya handphone itu.
Akhirnya Yi Gak berdiri di hadapan Park Ha, menunggu ucapan Park Ha yang berikutnya. Tapi Park Ha tak mengucapkan sepatah katapun. Hanya diam. Park Ha menarik nafas panjang, mengumpulkan keberanian untuk berkata, “Yi Gak-ssi..”
Mata Yi Gak melebar mendengar panggilan itu. Ia tentu belum pernah mendengar namanya disebut seperti itu , dan hanya mendapat akhiran –ssi, sepertinya mereka adalah sepantar.
Yi Gak seakan ingin protes, tapi ia menelan protesnya karena Park Ha melanjutkan perkataannya. “Yi Gak-ssi, kau hanya boleh mengatakan ‘mmmhhh’ setiap aku bertanya padaku, ya. Mengerti?”
Yi Gak malah mengeluarkan protesnya karena Park Ha memanggilnya dengan namanya langsung. Tapi Park Ha merajuk dan menyuruhnya mengatakan, ‘mmmhh..’ , membuat Yi Gak geli dan akhirnya menggumam, ‘mmmhhh..’
Park Ha tersenyum karena Yi Gak akhirnya menuruti permintaannya. Ia kemudian bertanya, “Yi Gak-ssi, kau.. menyukaiku, kan?” Yi Gak tersenyum mendengar pertanyaan Park Ha dan menggumam, “Mmmhh..” “Aku juga. Aku juga menyukaimu.”
Senyum Yi Gak semakin lebar mendengar pengakuan Park Ha dan dalam senyumnya, ia menggumam “Mmmhhh..”
Dan Park Ha pun memejamkan mata dan meminta, “Jadi menikahlah denganku.”
Yi Gak terpana mendengar permintaan Park Ha. Tak satupun kata terucap darinya, membuat Park Ha membuka mata dan mengulang permintaannya kembali, “Menikahlah denganku.”
Yi Gak tetap tak menjawab dan hal itu membuat Park Ha salah tingkah dan menjelaskan kalau ia sekarang sedang melamar Yi Gak. “Kau tahu kan apa arti lamaran? Meminta seseorang untuk menikah. Di Joseon juga ada kan hal seperti ini? Kau hanya perlu berkata 'mmmhhh'”
Bukannya menjawab, Yi Gak malah meminta Park Ha untuk ikut dengannya. Dan Yi Gak meraih tangan Park Ha dan membawanya pergi. Duh.. kalau yang dilamar tak langsung menjawab, pasti lamaran itu tak berhasil deh..
Mereka sampai di toko rencananya akan diberikan pada Park Ha. Yi Gak membuka pintunya dan membawa Park Ha masuk. Ia menyalakan lampu, sehingga Park Ha mampu melihat toko itu dan ia berkata, “Inilah jawabanku.”
Park Ha tak mengerti maksud Yi Gak, maka Yi Gak meneruskan perkataannya, “Kau adalah orang yang hidup di jaman yang sebentar lagi akan aku tinggalkan. Mulai sekarang, kau harus mempu hidup sendiri. Park Ha, restoran ini dipersiapkan untukmu.”
Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha bertanya, “Siapa yang menyuruhmu untuk melakukan ini?”
“Chi San telah mendahului kami pergi. Aku tak tahu kapan kami akan..” “Makanya, ayo kita lakukan sekarang,” potong Park Ha. “Ayo lakukan yang orang lain juga lakukan. Apakah kau pikir orang menikah dengan harapan bisa hidup bersama selama 100 atau 200 tahun?” “Bagiku, sehari saja sudah cukup.” “Kenapa kau sangat keras kepala?” Park Ha sadar jika tiap pernikahan memiliki akhir kisah yang sedih, itu hanya masalah waktu. Sekarang mereka hanya dapat khawatir dan bertanya-tanya kapan mereka akan berpisah. Park Ha tak menginginkannya. Park Ha tak ingin menjadi pengecut yang hanya bisa khawatir saja. “Aku ingin melakukan yang orang lain lakukan. Jika takdir kita berhenti di tengah jalan, maka biarkanlah hal itu terjadi.” “Kenapa kau malah ingin menyimpan kenangan yang menyedihkan?” “Kenapa itu menjadi kenangan yang menyedihkan?” balas Park Ha ganti bertanya. “Aku ingin memiliki kenangan pernah menikah. Dan jika aku menikah, aku hanya ingin menikah denganmu.” Yi Gak bersikeras kalau yang ia lakukan sekarang lebih baik untuk Park Ha. Ia tak ingin terus menerus khawatir pada Park Ha yang hidup sendirian.
Dengan mata berkaca-kaca, Park Ha membalas kata-kata Yi Gak, “Jika hatiku kosong, maka badan yang sehat pun tak ada gunanya. Aku juga dapat bekerja tanpa bantuan darimu. Seumur hidup aku telah menghidupi diriku sendiri.” Dengan hampir menangis, Park Ha mengulang permintaannya lagi. “Jadi, menikahlah denganku.” Tapi yang dikatakan Yi Gak adalah, “Janganlah keras kepala.”
Park Ha menelan tangis kekecewaan mendengar penolakan Yi Gak. Dan sebelum air matanya turun, ia buru-buru pergi tak mempedulikan panggilan Yi Gak.
Park Ha menghabiskan waktunya dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Man Bo dan Young Sul menatap Park Ha dengan khawatir.
Mereka melaporkan kekhawatiran ini pada Yi Gak, karena tubuh Park Ha belum sepenuhnya pulih. Young Sul bertanya apakah ada sesuatu yang telah terjadi antara mereka berdua?
Yi Gak, yang moodnya tak lebih baik dari Park Ha, menoleh menatap Young Sul, membuat sadar kalau ucapannya melewati batas. Yi Gak tak memperpanjang masalah itu dan malah bertanya mengapa mereka berdua membawa ransel kemana-mana? “Karena kami tak tahu kapan kami akan kembali ke Joseon, jadi kami harus mempersiapkan diri.”
Man Bo berlutut di hadapan Yi Gak, meminta maaf atas kekurangajarannya untuk bertanya pada junjungannya, "Apakah karena Yang Mulia takut sewaktu-waktu akan menghilang maka Yang Mulia menjauhi Park Ha?"
Yi Gak ingin memperingatkan kalau Man Bo sudah berkata melewawti batas. Tapi Young Sul pun ikut berlutut karena ingin memberikan nasehatnya, "Seorang pria tak pantas melakukan hal seperti ini."
Yi Gak teringat akan kata-kata Park Ha semalam dan berlari untuk menemui Park Ha. Ia melihat Park Ha sedang mengangkat cucian untuk dijemur. Direbutnya ember cucian itu dan dijatuhkannya ke lantai, “Sampai kapan kau akan melakukan ini padaku agar perasaanmu menjadi lebih baik?”
Park Ha menatap marah pada Yi Gak, tapi tak ada kata yang terucap. Ia hanya berjongkok dan memunguti cucian yang jatuh ke lantai. Yi Gak menutup mata,
menenangkan diri dan kemudian berkata, “Baiklah. Lakukan saja apa yang kau mau. Lakukan saja semaumu. Jika kau memang menginginkannya, aku akan melakukannya!”
Park Ha tak menyadari kata-kata Yi Gak, malah berkata sinis, “Semua yang kumau?” Tanpa menoleh pada Yi Gak, ia meneruskan, “Kau bahkan tak tahu apa yang ada di dalam hatiku.”
Ia beranjak pergi namun tertahan oleh kata-kata Yi Gak, “Bodoh. Yang ingin kukatakan adalah ayo kita menikah jika itu memang maumu.”
Park Ha terpana mendengarnya. Perlahan-lahan ia berbalik melihat Yi Gak yang tersenyum padanya. Ia tersenyum dan melompat untuk memeluk Yi Gak. Yi Gak tersenyum melihat Park Ha kembali tersenyum padanya dan mengangkatnya untuk memeluknya lebih erat.
Mereka mengunjung istana kediaman Yi Gak di Joseon. Yi Gak menunjukkan kolam dimana ia sering berjalan-jalan. Semuanya tak ada yang berubah.
Park Ha bingung juga kesal, mengapa mereka harus berjalan-jalan kemari padahal banyak hal yang harus dipersiapkan untuk pernikahan mereka. Mendengar hal itu Yi Gak teringat akan sesuatu yang berbeda dari jamannya, “Yang berbeda adalah dirimu. Di Joseon, kau tak seberisik ini.”
Park Ha menghentikan langkahnya dan menjejakkan kakinya kesal. Merasakan kekesalan Park Ha, Yi Gak meneruskan, “Tapi jaman dulu ataupun sekaran, kau tetaplah cantik.”
Dan ia pun mengecup bibir Park Ha. Aww..
Park Ha buru-buru menutup mukanya dengan brosur, malu karena ada sekelompok turis yang melihatnya.
Yi Gak mengajak Park Ha untuk pergi ke pondok di tengah kolam. Setelah yakin kalau tak ada orang yang memperhatikannya, ia mulai menggali tanah di bawah pondok itu. Park Ha khawatir dan melihat-lihat sekeliling.
Ia semakin panik karena Yi Gak mengambil sesuatu dari dalam tanah, “Apa yang kau lakukan? Apa yang kau ambil dari situ? Apakah kau boleh mengambilnya?”
Yi Gak tersenyum melihat kepanikan Park Ha, “Apa salah? Ini adalah barang milikku di Joseon.”
Ia menggenggam barang yang ia gali, kemudian membukanya dan menunjukkannya pada Park Ha. Sebuah keping giok. “Ini adalah okwanja, kancing giok yang biasanya ditaruh di pita kepala.” Park Ha sekarang mengerti barang apa itu. Yi Gak menjelaskan kalau ia menyembunyikan okwanja 300 tahun yang lalu saat ia kecil.
Park Ha terpana, ia merasa keping giok ini seperti ajaib. Semakin terpana saat Yi Gak menaruh okwanja ke telapak tangannya dan membuatnya menggenggam okwanja itu kemudian berkata, “Ini adalah hadiah pernikahan.” Yi Gak tersenyum melihat wajah Park Ha yang masih terpana. Park Ha membuka tangannya dan mengagumi hadiah pernikahan Yi Gak, “Ini berarti 300 tahun yang lalu, aku telah mempersiapkan hadiah pernikahan ini untukmu.”
Park Ha melepas kalung yang ia pakai dan memasukkan okwanja ke dalam kalung. Ia menunjukkan pada Yi Gak kalau okwanja itu sekarang menjadi bandul kalungnya,
membuat Yi Gak tersenyum senang. Park Ha meminta Yi Gak untuk memasangkan kalung itu pada lehernya.
Hadiah pernikahan telah diberikan, sekarang saatnya untuk melihat gedung pernikahan. Park Ha kaget mendengarnya.
Mencari gedung pernikahan untuk waktu semepet ini sangatlah sulit, apalagi musim semi biasanya digunakan orang sebagai waktu menikah yang tepat. Tapi Yi Gak menenangkannya. Young Sul dan Man Bo berhasil mendapatkannya.
Mereka berpura-pura berjalan menuju ke altar diiringi oleh Man Bo yang sudah hafal wedding march diikuti oleh Young Sul yang bernyanyi ala kadarnya.
Park Ha memuji kedua Joseoners yang berhasil mendapatkan gedung pernikahan. Yi Gak bertanya apakah mereka tak lelah membawa ransel berat itu kemanapun mereka pergi? Man Bo mengeluh kalau ranselnya memang sangat berat hingga ia merasa selalu akan jatuh, tapi mereka tetap harus membawanya.
Walaupun mereka telah mendapat gedung pernikahan yang indah, tapi Park Ha sebenarnya sudah memiliki tempat yang ingin ia pilih sebagai tempat pernikahan.
Rumah loteng?
Mereka pun meninggalkan ruangan dan masuk ke dalam lift. Di tengah perjalanan turun, tak disangka, lift macet dan lampu otomatis padam.
Ketika lift kembali bergerak dan lampu darurat menyala, hanya tinggal Yi Gak dan Park Ha.
Lampu kembali mati dan menyala kembali. Tapi di dalam lift itu tetap hanya ada Yi Gak dan Park Ha. Man Bo dan Young Sul telah menghilang.
Mereka terkejut dan panik, tapi tak berkata apapun. Yi Gak langsung meraih tangan Park Ha dan menggenggamnya erat tak ingin melepaskannya. Begitu juga Park Ha. Panik dan takut melanda mereka. Mereka tak ingin kehilangan satu sama lain. Mereka belum siap jika salah satu dari mereka menghilang.
Sepanjang hari mereka habiskan berdua. Di restoran, mereka makan dengan kedua tangan tetap saling menggenggam. Yi Gak memegang garpu untuk menahan steak yang akan diiris oleh Park Ha yang memegang pisau. Seperti itu, mereka makan bergantian.
Begitu pula saat mereka tidur. Berbaring bersisian di tempat tidur yang sama, Park Ha mengkhawatirkan ketiga Joseoners yang telah menghilang. Alangkah senangnya jika mereka dapat menelepon dan memberi kabar padanya.
Mendengar keinginan Park Ha yang mustahil, Yi Gak menyebutnya bodoh. Kali ini Park Ha tak terima, karena sebutan bodoh itu khusus untuk memanggil Yi Gak. “Bodoh..”
“Aku ingin berterima kasih padamu..” “Jangan katakan hal itu," Park Ha tak mau mendengarnya. “Aku juga ingin meminta maaf padamu..” “Jangan katakan hal itu,” Park Ha kembali berkata. Ia tak ingin mendengar kata-kata itu dari Yi Gak. Maka Yi Gak berkata, “Aku mencintaimu.”
Park Ha tersenyum walau tak kuasa menahan air mata yang turun. Ia ingin mendengar Yi Gak mengulangi tiga kata itu lagi.
Dan Yi Gak perlahan mengatakannya lagi. Park Ha memeluk Yi Gak, menyembunyikan wajahnya yang berurai air mata di dada Yi Gak. Dan Yi Gak memeluk Park Ha lebih erat.
Keesokan harinya, Yi Gak dan Park Ha sudah bersiap untuk pernikahan mereka. Park Ha memberikan kalung berbandul emas sebagai hadiah pernikahan. Walaupun Yi Gak mengatakan tak ingin sebuah hadiah pernikahan, ia tetap bersikeras untuk memberikannya.
Ia memasangkan kalung itu di leher Yi Gak dengan pesan agar kalung itu harus selalu dipakai Yi Gak, dekat dengan hatinya. Yi Gak mengangguk menyetujui hal itu. Di halaman rumah loteng yang telah mereka hias dengan bunga, mereka pun mengucapkan janji pernikahan.
Park Ha memulainya dengan berkata, "Saya akan menjadikan Yi Gak sebagai suami saya," Dan Yi Ga pun meneruskan, "Saya akan menjadikan Park Ha sebagai istri saya," “Kami akan selalu mencintai..” “.. dan menghormati satu sama lain.” “Sampai kematian memisahkan kami” “Kami akan bersama untuk selamanya.”
Dan mereka pun berkata bersama-sama, “Inilah janji kami.”
Yi Gak mencium Park Ha yang tak kuasa menahan air matanya. Dan seakan ciuman itu adalah kunci pembuka bagi Yi Gak, disaksikan Park Ha, tubuh Yi Gak perlahan-lahan menghilang.
Park Ha terpaku, tak mampu menggerakkan badannya. Tapi Yi Gak mengangguk perlahan padanya, menenangkannya. Park Ha mengangguk mencoba memberikan senyum dari bibirnya yang gemetar, seakan mampu melepas Yi Gak, tapi air matanya terus mengalir di pipi.
Yi Gak yang semakin menipis mengulurkan tangan, membelai pipi Park Ha ingin menghapus air mata itu. Tapi ia semakin tipis dan tipis..
.. hingga menghilang dari pandangan Park Ha.
Tangis Park Ha pecah dan bertanya pada udara yang mengelilinginya, "Apakah kau sudah pergi? Apakah kau dapat mendengarku? Harusnya aku mengucapkan selamat tinggal padamu. Harusnya aku berkata jaga dirimu baik-baik.." Tak ada jawaban.
Hanya tiba-tiba angin datang dan menerbangkan kelopak-kelopak bunga mawar dari buket pengantinnya.
Bersambung ke Sinopsis Rooftop Prince Episode 20 kutudrama May 31, 2012 Sinopsis Rooftop Prince Episode 20 - Final `Sinopsis Rooftop Prince Episode 20
Yi Gak duduk bersila di kandang ayam. Aura magis masih menyelimutinya. Saat aura itu menghilang, ia tersadar dan membuka mata. Matanya terbelalak, mencoba mencerna ia ada dimana sekarang. LOL. Seumur hidup ia pasti belum pernah melihat kandang ayam dan bebek. Everything happened for a reason.
Sepertinya Yi Gak mencoba berpikir. Saat ia menghilang dan muncul di masa depan, ia jatuh di rumah Park Ha. Ternyata jawaban misteri yang ia cari adalah Park Ha. Tapi sekarang? Mengapa ia jatuh di kandang ayam? Apa maksudnya?
Tapi ia tak sempat berpikir lebih lama lagi, karena ia jatuh di siang bolong dan berbagai tatapan ingin tahu mengarah padanya. Dandanan dan rambutnya pasti menarik perhatian banyak orang.
Tiba-tiba ia mendengar teriakan seseorang yang menyuruh “Tangkap dia!” Ternyata itu adalah kepala pasukan yang menyuruh pasukan mengejarnya.
Reflek, Yi Gak langsung lari terbirit-birit.
Di tengah jalan ia bertemu dengan Chi San yang juga ikut lari. Mereka tak sempat menyapa, karena pasukan kerajaan mengejar mereka. Di jalan bercabang, Yi Gak menyuruh Chi San untuk memisahkan diri. Tapi Chi San tak mau, hingga Yi Gak harus mendorongnya.
Mereka berpencar, membuat kepala pasukan itu sedikit bingung dan akhirnya membagi pasukannya menjadi dua untuk mengejar kedua orang aneh itu. Tunggu.. apa kepala pasukan itu Taek Soo? Pyo Taek Soo?
Double LOL. You’re so dead, man. Jangan sampai keempat Joseoners (atau mungkin ketiga Joseoners) mengetahui kalau kau yang mengejar-ngejar Yang Mulia Yi Gak saat ia jatuh di masa Joseon ini. :D
Untung Yi Gak bisa bersembunyi sehingga Taek Soo tak berhasil menangkapnya.
Yi Gak buru-buru meninggalkan tempat itu dan mencari yang lain. Betapa terkejutnya saat ia melihat Chi San terkapar dengan mulut berlumuran darah. Ia segera mendudukkan Chi San dan mencoba membangunkannya. Tapi Chi San hanya memanggilnya lirih, “Yang Mulia..” dan tak sadarkan diri lagi.
Yi Gak berteriak memanggil Chi San lagi tak rela kalau pelayan setianya mati, “Bagaimana mungkin kau meninggal seperti ini?”
Dengan mata terpejam, seolah berubah menjadi vampire, Chi San menjilat darah itu dan bergumam, “mmmhhh”. Dan tiba-tiba matanya terbuka dan bertanya, “Apa mereka sudah pergi?” Tentu saja Yi Gak kaget, namun segera menyadari, “Itu saus tomat?” Chi San mengangguk.
Kwa kwa kwa.. penonton kecewa. Yi Gak langsung menjatuhkan badan Chi San kembali dan pergi meninggalkan pelayannya dengan kesal. LOL.
Chi San menyusul Yi Gak dan menciumi bungkus hamburger yang masih ia bawa dengan keluhan kalau ia masih tetap lapar. Ia hanya punya satu sachet kecil saus tomat untuk dijilat-jilat, “Jika saja aku bisa makan hamburger lagi.. “ dan ia mencium kertas bungkus hamburger itu dengan penuh sayang.
Yi Gak tak mempedulikan keantikan Chi San, dan menyuruhnya untuk bersiap-siap untuk kembali ke istana. Tapi Chi San tak mau. Dengan dandanan mereka seperti ini, mereka akan langsung diseret ke penjara.
Yi Gak juga menyadari itu. Tak sengaja, matanya tertumbuk pada dua orang lokal yang sedang duduk di kedai makan, dan bersulang dengan.. kaleng bir? Young Sul dan Man Bo!
Buru-buru Yi Gak dan Chi San memanggil dan menghampiri mereka. Chi San langsung lari menuju ke Young Sul yang juga berlari ke arahnya. Mereka berpelukan?
Tidak. Karena yang dituju Chi San adalah ayam yang ada di atas meja dan melahapnya dengan rakus. Dan Young Sul juga berlari dan memeluk Yi Gak dengan sangat antusias. Yi Gak terkejut dengan pelukan itu namun membiarkannya karena Young Sul juga tersadar akan posisinya yang tak pantas memeluk seorang Pangeran.
Chi San memasukkan banyak-banyak ayam ungkep ke mulutnya dan baru bertanya, “Bagaimana mungkin kalian dapat membeli makanan ini?”
Young Sul menjelaskan kalau mereka menukar makanan ini dengan permen karet yang mereka bawa. Kata bibi penjaga kedai, mereka dapat melakukannya. Young Sul memberikan permen karet itu pada Yi Gak, tapi bukan permen karet yang ia butuhkan. Sekarang ia sangat haus dan ia mengincar kaleng bir yang ada di atas meja.
LOL, Pangeran mau berbagi minum dengan orang lain?
Tapi walaupun Pangeran mau, keinginannya menikmati bir harus pupus karena kaleng itu telah kosong. Ia meminta kaleng bir lagi pada mereka berdua.
Young Sul menjawab kalau hanya itu kaleng yang mereka bawa. Dan seolah membela diri, Young Sul menambahkan kalau tiap orang harus bertanggung jawab pada benda yang mereka bawa. LOL. Kalau mau minum bir, Yang Mulia, anda harus membawanya sendiri.
Yi Gak hanya bisa mendesah kesal. Namun kekesalannya segera terobati karena Man Bo ternyata tak lupa untuk membawa baju kebesarannya di dalam ransel yang sangat besar itu.
Ia menerima bajunya dan meraba sulaman emas yang ada di baju itu, seakan menerima kenyataan kalau ia memang sudah kembali ke masa Joseon.
Perdana Menteri Hong (ayah Hwa Young dan Bu Young) kaget dan setengah tak percaya saat mendengar laporan dari anak sulungnya kalau Yi Gak telah kembali ke istana. Anak laki-lakinya yakin karena saat ia ada di istana, ia melihat Yi Gak memasuki istana.
Perdana Menteri Hong langsung menemui Pangeran Mu Chang dan memberitahukan informasi itu.
Pangeran Mu Chang mengangkat mukanya, dan ia adalah Tae Moo. Rupanya Tae Moo juga memiliki reinkarnasi di jaman Joseon. Bahkan, ia dan kelompoknyalah yang mengejar Yi Gak dan ketiga josenoers semalam.
Pangeran Mu Chang sangat marah dan membunuh pengawal yang salah memberikan informasi padanya tentang kematian Yi Gak semalam. Duh.. Nggak Tae Moo dan nggak Mu Chang.. ternyata keduanya sama-sama pembunuh yang selalu gagal saat ingin menghabisi Yi Gak dan reinkarnasinya.
Di istana, ketiga Joseoners, yang sekarang sudah memakai baju istana mereka, memberi hormat pada Yi Gak yang juga sudah memakai baju kebesarannya. Yi Gak bertanya apakah mereka sudah menemui keluarga mereka masing-masing?
Mereka menjawab sudah, namun mereka tak menyangka kalau kepergian mereka selama berbulan-bulan ke masa depan hanyalah semalam di Joseon.
Man Bo menceritakan bagaimana adiknya mendorongnya kesal saat ia ingin memeluk adiknya karena kangen. Bagi Man Bo, ia tak melihat adiknya selama berbulan-bulan. Tapi bagi adiknya, Man Bo hanya tak pulang semalaman. Tentu saja adiknya merasa kesal.
Yi Gak bertanya, apa mungkin yang mereka alami bersama-sama ini hanyalah mimpi?
Mendengar pertanyaan itu, ketiga Joseoners langsung tertawa membantahnya. Chi San bahkan berani mengupil saat Man Bo berkata, “Aneh-aneh, aja. Kenangan akan Park Ha noona di rumah loteng sangatlah jelas, nggak mungkin itu mimpi. Nggak mungkin kalau hanya mimpi.”
Chi San menimpali ucapan Man Bo dengan menggoyankan tangannya, “Nggak lah..” dan Young Sul menjawab perlahan tapi yakin, “Nggak mungkin banget!”
Yi Gak menatap mereka tajam dan berkata, “Oy! Aneh-aneh aja. Nggak lah. Nggak mungkin banget.”
Ketiga Joseoners langsung membungkuknya badan dalam-dalam dan minta maaf karena kelancangan mereka. “Kita sekarang ada di jaman Joseon, jadi kita harus bertindak sama seperti orang Joseon.”
Ketiga Joseoners membungkuk dalam-dalam dan meminta maaf lagi, tak melihat kalau Yi Gak sebenarnya tersenyum geli namun senang karena ketiga pengikutnya masih punya takut padanya. Kembali bersikap serius, Yi Gak kemudian memerintahkan untuk melakukan investigasi khusus dan menahan seluruh keluarga Perdana Menteri atas tuduhan usaha pembunuhan.
Ibu Bu Young panik mendengar kalau seluruh keluarga akan ditahan atas usaha pembunuhan Putra Mahkota. Ia bertanya pada suaminya, mengapa hal ini terjadi, padahal mereka sedang berduka atas kematian putri mahkota yang juga putri sulung mereka?
Perdana Menteri Hong tak dapat memberi jawaban. Tapi ia yakin kalau semua ini akan segera berakhir. Entah ia yang mati, atau Putra Mahkota yang mati.
Seluruh keluarga Perdana menteri akhirnya ditahan, kecuali Bu Young yang sedang sakit dan mengidap penyakit menular. Perdana Menteri menolak tuduhan usaha pembunuhan itu tapi Yi Gak tetap akan menguak kebenaran akan kematian Putri Mahkota. "Putri Mahkota meninggal 7 hari yang lalu.." Dan terjadi kilas balik, bukan hanya dari perspektif Yi Gak. Tapi sepertinya menceritakan ulang episode 1 dengan lebih detail.
Bu Young datang ke istana dan hampir saja berpapasan dengan Yi Gak akan melintas.
Buru-buru ia bersembunyi, namun ia tetap mengintip Yi Gak dari balik tembok.
Saat hendak berjalan lagi, tak disangka ia jatuh tersungkur hingga kotak bedak yang ia bawa ikut terjatuh. Serbuk bedak itu beterbangan di udara dan tercium olehnya.
Rasa ingin tahunya akan aroma bedak itu sangat besar sehingga ia tetap pada posisinya yang tersungkur. Ia sepertinya sedang menebak-nebak aroma bedak yang aneh itu saat terdengar suara di atasnya. “Jangan bergerak,” kata suara yang dikenal oleh Bu Young, bahkan beberapa saat yang lalu ia sempat mengintipnya. “Apakah ini adalah adik Putri Mahkota, Bu Young?”
Bu Young mencoba berdiri dan menyapa Yi Gak, “Yang Mulia, saya..”
“Sudah kukatakan jangan bergerak,” hardik Yi Gak keras, membuat Bu Young tak berani bergerak. Ia tak melihat kalau sebenarnya Yi Gak tersenyum geli melihat Bu Young yang tersungkur dengan canggung di lantai.
Yi Gak akhirnya mengulurkan tangan untuk membantu Bu Young berdiri. Tapi Bu Young tak melihatnya. Akhirnya Yi Gak mengetuk lantai dengan sepatunya, sehingga Bu Young menoleh kepadanya. “Bangunlah,” kata Yi Gak dengan tangan masih terulur.
Park Ha menutup kotak bedak itu sebelum menerima uluran tangan Yi Gak yang kemudian membantunya berdiri.
Sepertinya ini bukan kali pertama mereka bertemu dan bukan kali pertama Bu Young terjatuh, karena Yi Gak bertanya, "Apakah kau jatuh lagi?"
Bu Young meminta maaf akan kecerobohannya. Yi Gak hanya men-ckckck pada kebiasaan Bu Young tapi tak memperpanjang hal itu lagi. Ia malah bertanya kotak apa yang dipegang Bu Young? Bu Young berkata kalau kotak ini berisi bedak yang dikirimkan oleh kakak laki-lakinya untuk Putri Mahkota.
Yi Gak menanyakan apakah Bu Young sudah menemukan jawabannya, dan saat Bu Young mengatakan belum, Yi Gak sangat senang. Karena jika besok Bu Young belum menemukan jawabannya, maka dialah yang akan menang.
Di kamar Hwa Young, Bu Young memberikan kotak bedak dan surat dari ayahnya pada Hwa Young. Ia tak menyadari kalau wajah kakaknya berubah keruh saat membaca surat itu. Ia juga kaget karena dibentak kakaknya saat ia memberikan saputangan yang baru saja disulamnya.
Putri Mahkota menyegel amplop surat itu kembali sebelum dikembalikan pada ayahnya dan menyuruh Bu Young untuk segera pulang.
Bu Young pulang ke rumah dan melaporkan pada ayahnya kalau ia telah menemui Putri Mahkota dan memberikan titipan ayah. Ayah menyuruhnya untuk segera kembali ke kamar. Sebelumnya, ia sempat melirik pada lawan bicara ayah yang tak ia kenal.
Ia bertanya pada ibunya tentang pria itu. Ibu menjawab kalau ia adalah Pangeran Mu Chang, saudara tiri Putra Mahkota. Tapi karena ibu Pangeran Mu Chan melakukan kesalahan, maka ia dan ibunya diusir keluar dari istana. Ibu menyuruhnya untuk tak bertanya-tanya lagi dan segera kembali ke kamar.
Bu Young memang kembali ke kamar dan meneruskan sulamannya. Tapi ia tak hentihentinya berpikir tentang berbagai keanehan yang terjadi pada hari ini.
Dari kehadiran Pangeran Mu Chan, bedak putih yang baunya aneh, kata-kata ibunya untuk tak ikut campur akan urusan ayahnya. Ia juga teringat akan surat ayah yang harus ia bawa pulang kembali setelah Hwa Young membacanya, tapi tak sempat ia berikan tadi.
Buru-buru ia membuka surat itu dan isinya sangat mengejutkannya. Melalui surat itu, ayah memerintahkan Hwa Young untuk menyajikan manisan kesemak untuk snack malam Yi Gak. Namun sebelum Yi Gak memakannya, Hwa Young harus menaburkan serbuk putih dari kotak yang menyertai surat ini.
Bu Young menyadari bahaya kematian mengintai Putra Mahkota. Buru-buru ia lari menuju istana dan meninggalkan surat itu di kamar.
Rupanya ayah teringat kalau ia belum menerima suratnya dan menyuruh anak lakilakinya untuk mengambil surat itu dari Bu Young. Kakak Bu Young tak menemukan Bu Young di kamar, namun ia menemukan kalau surat itu telah terbuka. Berarti Bu Young membacanya.
Ia melaporkan hal ini pada Mu Chang yang segera memanggil anak buahnya. Mu Chang yang tak mau rencana pembunuhannya gagal, langsung menyuruh anak buahnya untuk membunuh Bu Young jika perlu. Ia pun juga bersiap untuk ke istana.
Di istana, Hwa Young yang walaupun gugup, tetap melakukan perintah ayahnya. Saat manisan kesemak dihidangkan, ia memberikan saputangan yang disulam oleh Bu Young untuk mengalihkan perhatian Yi Gak. Yi Gak tak menyangka kalau Hwa Young mampu menyelesaikan saputangan kupu-kupu lagi untuknya.
Ia menerima saputangan itu dan mengaguminya, sehingga tak menyadari kalau Hwa Young menaburkan serbuk racun ke atas manisan kesemak dengan gemetar.
Yi Gak melipat saputangan itu dan menerima teh yang dituang oleh Putri Mahkota. Ia menceritakan kalau ia bertemu dengan Bu Young hari ini.
Hwa Young kaget mendengarnya, apalagi mendengar kalau Bu Young sempat menjatuhkan kotak bedak yang ia bawa.
Yi Gak yang tak menyadari perasaan Putri Mahkota yang kacau, mengulurkan tangan untuk mengambil manisan kesemak. Tapi ia tak sempat menyentuhnya karena mendengar suara yang memberitahukan kalau Bu Young datang ingin menemuinya.
Ia bertanya-tanya mengapa Bu Young datang menghadapnya di malam yang selarut ini? Tapi ia tetap menyuruh pelayan untuk mempersilahkan Bu Young masuk.
Bu Young masuk dan melihat kalau manisan kesemak itu sudah dihidangkan, berarti nyawa Putra Mahkota hanya tinggal sejengkal saja. Yi Gak bertanya alasan Bu Young datang menghadapnya sekarang. “Maafkan saya yang terlalu lancang datang ke istana, tapi ada sesuatu yang ingin saya sampaikan pada Yang Mulia.”
Hwa Young langsung menyela ucapan adiknya, mencegahnya bicara dan membocorkan rahasia persekongkolannya lebih jauh lagi. Ia mengingatkan Bu Young kalau di istana ada peraturan yang harus ditaati dan menyuruhnya untuk pulang dan kembali keesokan harinya.
Mereka sama-sama tahu apa yang mereka inginkan, dan keinginan mereka bertolak belakang. Bu Young hanya diam tak menjawab tapi juga tak pergi.
Akhirnya Yi Gak menengahi dan mengatakan kalau ucapan Putri Mahkota ada benarnya. Tapi ia membuat perkecualian untuk malam ini.
Hwa Young menoleh dan memandang putra mahkota dengan putus asa. Yi Gak meminta Bu Young untuk segera mengatakan alasannya datang. Bu Young terdiam, memandang manisan kesemak itu. Begitu pula Hwa Young, hingga Bu Young berkata, “Yang Mulia, saya telah menemukan jawaban dari teka-teki Paduka.”
Hwa Young kaget namun lega mendengarnya, dan Yi Gak tertawa mendengar alasan Park Ha sesepele itu. Tapi ia memang akan menang jika Bu Young tak memberi jawaban sampai esok hari, maka iapun berkata, “Ayo kita dengarkan jawabanmu. Apakah yang mati meski ia hidup dan apa yang hidup meski ia mati?”
Bu Young berkata, “Jawabannya adalah Bu Young.”
Yi Gak sepertinya tak puas akan jawaban Bu Young. Ia menghela nafas dan memejamkan mata. Hwa Young menyela dan bertanya mengapa adiknya menjawab Bu Young? “Jangan bercanda di sini. Kau seharusnya pergi dan segera pulang ke rumah.”
Bu Young menunduk mendengar kemarahan kakaknya. Yi Gak menenangkan Hwa Young dan memintanya untuk mendengar alasan mengapa Bu Young memberi jawaban itu.
“Mengapa kau menjawab bu young?” “Bukankah Bu Young adalah nama lain dari bunga teratai, bunga yang berkembang di kolam?” “Benar,” sahut Yi Gak mengiyakan, “Kita juga menyebut bunga teratai dengan Bu Young.”
“Setiap makhluk hidup akan dikubur di tanah saat ia mati. Bunga teratai harus mati dan terkubur dalam lumpur sebelum bisa berubah menjadi bunga. Jadi bunga teratai ini mati meskipun sebenarnya ia hidup. Dan untuk hidup, bunga itu harus mati dan menjatuhkan bijinya ke tanah. Jadi bunga itu hidup meski sebenarnya ia mati. Jadi apa yang mati meski ia hidup, dan apa yang hidup meski ia mati? Itu adalah Bu Young." Yi Gak tersenyum, seakan memahami kelanjutan jawaban Bu Young, tapi ia tetap bertanya, “Apakah sudah semuanya?”
“Sebagai tambahan, lambang Budha yang menjelaskan tentang sebuah kehidupan yang mati dan kemudian bereinkarnasi adalah juga bunga teratai.”
Yi Gak tertawa dan mengakui kalau kali ini ia kalah lagi. Hwa Young meminta Bu Young segera pulang jika urusannnya telah selesai. Tapi urusan Bu Young belum selesai, karena ia meminta hadiah yang dijanjikan oleh Yi Gak sekarang. Hwa Young menatap adiknya putus asa. Misinya tak juga segera terselesaikan. Tapi Yi Gak pun juga bingung. Apa yang diminta Bu Young di malam selarut ini? “Hadiah yang saya inginkan adalah .. saya mohon agar saya dapat memakan manisan kesemak ini.” Hwa Young terkejut mendengarnya. Begitu pula Yi Gak yang tak menyangka kalau Bu Young hanya ingin mendapatkan manisan kesemak di atas meja. Apakah Bu Young benar-benar serius dengan permintaannya? “Benar, Yang Mulia. Bagi saya, lebih dari seluruh isi dunia ini, saya sangat membutuhkan dan sangat menghargainya. Saya memohon agar Paduka memberikannya.” Oh.. my.. Yi Gak tersenyum mendengar permintaan adik iparnya. Ternyata adik iparnya suka memberi kejutan padanya. Tapi karena Bu Young berhasil menjawab teka-tekinya, maka ia pun memberikan manisan kesemak sebagai hadiah.
Hwa Young tak dapat berbuat apa-apa. Ia cemas, tapi tak sanggup menatap adiknya yang mengambil manisan kesemak itu. Manisan kesemak yang seharusnya untuk membunuh suaminya, sekarang sedang dimakan oleh adiknya.
Satu demi satu manisan kesemak itu dimakan Bu Young. Tangan satu mengambil manisan kesemak itu, sedangkan tangan lainnya, yang tersembunyi di bawah meja, mencengkeram kain roknya, menahan rasa sakit yang mulai terasa. Tapi ia tetap meneruskan makan manisan itu hingga tak bersisa.
Menyembunyikan sakit yang semakin terasa, Bu Young pun undur diri. Masih tersenyum melihat uniknya kelakuan adik iparnya, Yi Gak mempersilahkan Bu Young untuk pulang.
Menatap putra mahkota untuk terakhir kalinya, Bu Young yang sudah mulai berkeringat karena menahan sakit, pamit dan berkata, “Yang mulia, tetaplah selalu sehat.”
Di luar ia memberitahu dayang-dayang Bu Young, jika putri mahkota ingin mencarinya, putri mahkota dapat menemukannya di pondok dekat kolam. Tertatih-tatih, ia berjalan menuju pondok di tengah kolam. Ia dapat merasakan kalau ajalnya sudah mendekatinya. Tapi ia tetap menunggu kedatangan Hwa Young.
Hwa Young menunggu sampai Yi Gak tertidur. Setelah itu, ditemani oleh kedua dayangdayangnya, ia pergi menuju ke pondok tengah kolam.
Saat ia menemui Bu Young yang sudah pucat pasi, bukannya ia menanyakan kondisi tubuh Bu Young, Hwa Young malah memarahi Bu Young, “Apakah kau pikir jika kau makan kesemak itu dan mati karena keracunan, aku dan keluarga kita akan selamat?” Tak menjawab, Bu Young malah balik bertanya dan menuduhnya, “Yang Mulia, kenapa Yang Mulia dapat terlibat dalam konspirasi yang sangat jahat ini?” Hwa Young tak dapat menjawab pertanyaan Bu Young. Ia hanya dapat mengeluh kalau Bu Young telah merusak semuanya.
“Kakak..” kata Bu Young tiba-tiba. Ia tak pernah memanggil Hwa Young dengan sebutan kakak lagi semenjak Hwa Young dinobatkan menjadi putri mahkota. “Kakak, dengarkanlah permintaanku. Putra Mahkota, lindungilah dia.”
Hwa Young terkejut mendengar permintaan adiknya yang tiba-tiba. Tapi ia tetap mendengarkan penjelasan adiknya, “Saat pagi datang, pihak istana akan menemukan mayatku. Mereka akan langsung tahu kalau aku memakan racun dan mati. Jika mereka mengetahui tentang racun itu, mereka pasti akan mencurigai keluarga kita. Dan kakak, kau juga akan kehilangan nyawa.”
Hwa Young menyalahkan adiknya yang telah melakukan hal ini. Jadi apa yang bisa mereka lakukan sekarang?
“Kita akan saling menukar baju. Jika aku memakai baju putri mahkota, mereka akan berpikir kalau putri mahkota meninggal karena tenggelam. Dan tak ada yang menduga kalau ada percobaan pembunuhan pada Putra Mahkota. Karena itu kau dan keluarga kita akan selamat.” “Dan karena kau bukan putri mahkota lagi, ayah tak akan bisa memiliki celah untuk membunuh Putra Mahkota lagi. Karena itu kita juga mampu melindungi Putra Mahkota.”
Tak ada cara lain, Hwa Young menyetujuinya. Dan mereka pun bertukar pakaian.
Setelah itu Hwa Young keluar dari pondok dengan memakai cadar Bu Young, dan langsung pergi keluar istana. Mu Chang melihat kedua pelayan Hwa Young yang mendekati pondok tengah kolam dan membunuhnya. Ia juga melihat sosok Bu Young yang lari menuju ke kegelapan.
Sakit semakin tak tertahankan dan darah mulai keluar dari mulut Bu Young. Ia memegang sebuah surat dan tertatih-tatih ia menuju pembatas dinding dan menyembunyikan surat itu di balik pembatas itu.
Menggunakan segala tenaga yang tersisa, ia keluar menuju kolam dan berdiri di jembatan. Merasakan kematian yang menyambutnya, Bu Young menutup mata dan memanggil, "Yang Mulia.."
Dan ia pun terjatuh ke dalam air.
Kilas balik telah selesai, dan Yi Gak berteriak marah, bertanya apakah benar yang meninggal adalah putri mahkota, bukannya Bu Young?
Ayah yakin kalau yang meninggal adalah putri mahkota, karena Bu Young masih ada di dalam rumah.
Maka Yi Gak dan ketiga pengikutnya mencari Bu Young ke seluruh penjuru rumah. Akhirnya Young Sul yang menemukan Bu Young terduduk di sebuah kamar. Mereka menyuruh Bu Young untuk keluar.
Yi Gak menyuruh Bu Young membuka cadarnya, tapi Bu Young hanya diam saja. Maka ia mengulurkan tangan untuk menarik cadar Bu Young. Tapi Mu Chang tiba-tiba muncul beserta gerombolannya untuk menyerang Yi Gak.
Untung ada Young Sul yang melindungi Yi Gak. Hanya saja lawan lebih banyak sehingga Yi Gak terlepas dari pengawalan Young Sul.
Mu Chang yang terdorong ke samping memanfaatkan kesempatan itu untuk memanah Yi Gak tepat di dadanya. Dan kena!
Chi San dan Man Bo yang ada disampingnya terkejut. Namun Yi Gak hanya terhuyung mundur tapi tak terluka.
Mu Chang mengambil panah lagi namun Young Sul lebih cepat lagi. Ia menghunuskan pedang ke leher Mu Chang, siap membunuhnya jika Mu Chang berani melepaskan anak panah itu lagi.
Kembali ke Bu Young yang berlutut ketakutan. Ia semakin ketakutan saat cadar dibuka, memperlihatkan wajah Hwa Young. Yi Gak berteriak marah pada putri mahkota, "Bagaimana mungkin orang sepertimu menjadi putri mahkota?!"
Hwa Young meminta Yi Gak untuk mengampuninya, tapi Yi Gak malah menjawab, "Kau tak seharusnya meminta ampun untuk dirimu sendiri. Kau seharusnya meminta ampun karena telah mengambil nyawa Bu Young." Ia menyuruh pengawal untuk membawa Hwa Young pergi.
Young Sul bertanya tentang kondisi Yi Gak yang tadi tertusuk anak panah. Yi Gak meraba dadanya, dan mengeluarkan sebuah kalung yang bandulnya rusak.
Ia teringat bagaimana Park Ha memintanya untuk selalu memakaikan kalung itu dekat dengan hatinya dan ia sadar kalau Park Ha kembali menyelamatkan nyawanya.
Dengan nada penuh kasih, Yi Gak bergumam, “Bodoh.”
Semua yang bersalah telah ditahan. Ayah dan kakak laki-laki Bu Young dihukum mati, begitu pula Tae Moo. Karena Bu Young, ibu dan Hwa Young tak akan dihukum mati, tapi semua gelar kebangsawanan mereka akan dicopot dan merka akan diasingkan ke pulau terpencil dan tak diperbolehkan untuk kembali.
Misteri kematian putri mahkota telah terpecahkan. Dan sekarang Yi Gak kembali terkenang akan Park Ha. Ia berjalan-jalan di kolam dan masuk ke dalam pondok, tempat terakhir Bu Young sebelum Bu Young meninggal.
Ruangan itu sama seperti ruangan kosong yang lain. Bersih tapi tak berpenghuni. Tapi saat melihat pembatas ruangan, kupu-kupu yang ada di lukisan pembatas ruangan itu bersinar sejenak. Seperti ingin memberitahukannya sesuatu padanya.
Ia menyentuh kupu-kupu yang bersinar itu. Tak sengaja matanya melihat ke balik dinding dan melihat ada celah bekas sobekan di balik pembatas itu. Yi Gak segera menyobek celah itu lebih lebar dan menemukan kalau ada surat yang tersembunyi di balik pembatas itu.
Yi Gak segera mengambil surat itu dan membukanya.
Ternyata surat itu berasal dari Bu Young yang menulis surat itu di saat-saat akhirnya,
"Yang Mulia, jika Anda membaca surat ini, berarti Anda selamat. Dan hal itu membuat saya, Bu Young, merasa bahagia. Ada hikmahnya yang dapat dipetik saat kita menjelang ajal. Semua perasaan yang hanya bisa saya pendam dalam hati, dapat saya katakan.
Aku mencintaimu. Sepanjang hidupmu, aku selalu menyukaimu. Apa yang mati meski ia hidup dan apa yang hidup meski ia mati? Walaupun beratus-ratus tahun berlalu, aku akan selalu mencintaimu."
Isi surat itu terngiang-ngiang di telinga Yi Gak. Seakan menyadari sesuatu, ia berlari dan kembali ke pondok tengah kolam.
Duduk di meja dan kursi yang sama dengan saat Bu Young menulis surat untuknya, Yi Gak juga menulis surat. Kali ini ia menulis surat untuk Park Ha, "Park Ha-ya.. Aku tiba di sini dengan selamat. Bagaimana keadaanmu?"
Dan ia memasukkan surat itu ke dalam sebuah tabung dan menyembunyikannya di bawah pondok tengah kolam, tempat ia pernah menggali keping giok untuk diberikan pada Park Ha.
Park Ha pergi berjalan-jalan ke istana Yi Gak. Seolah mengharapkan sesuatu terjadi, ia menggali tanah di bawah pondok, tempat Yi Gak dulu pernah menggali keping giok yang diberikan untuknya.
Dan ia menemukannya. Tersimpan dalam sebuah tabung, ada surat yang menguning dan tergerus usia. Tapi tulisan yang tergores di dalamnya adalah tulisan Hangul modern, bukan Cina. Ia mulai membaca surat cinta yang dikirim oleh suaminya,
"Jika kau membaca surat ini, berarti 300 tahun telah berlalu. Dan jika kau bisa membaca surat ini, aku akan menarik pendapatku yang menyebutmu bodoh. Benar-benar akan kutarik.”
Walau berurai air mata, Park Ha tersenyum membaca kata-kata Yi Gak, “dasar bodoh.” “Apakah usaha cafe juice-mu berjalan baik? Aku hanya dapat membayangkan apa yang sekarang sedang kau lakukan, tapi tak mampu menyentuhmu. Aku sangat merindukanmu. Aku ingin mendengar suaramu dan menyentuhmu. Jika aku bisa mati untuk menemuimu, aku bersedia mati saat ini juga." Kata-kata Yi Gak dari dalam surat sepertinya terekam dalam benaknya. Ia masih dapat menyibukkan diri saat banyak pelanggan yang berdatangan.
Tapi setelah jam sibuk telah lewat, toko mulai sepi pengunjung. Hanya ada satu atau dua pelanggan datang membeli jus, Park Ha mulai teringat akan isi surat Yi Gak lagi.
Ia juga tak menyadari kalau ada seseorang yang menghampirinya dan memesan jus apel. Ia tersadar kalau ada seseorang, saat orang itu mengetuk meja konter dan mengulangi pesanan jus apelnya lagi.
Tae Young telah sadar kembali?
Tapi Park Ha tak melihatnya. Karena yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan sekarang adalah isi surat Yi Gak. "Seharusnya aku mengatakan cinta padamu lebih banyak lagi. Park Ha-ya, aku mencintaimu. Aku kangen dan ingin sekali melihat senyuman di wajahmu. Kau harus jaga diri baik-baik."
Park Ha membuat jus apel tanpa melihat siapa yang membelinya. Dan pria itu hanya memperhatikan Park Ha, dengan senyum, berharap Park Ha menatapnya. Tapi sia-sia saja. Park Ha masih tenggelam dalam ingatan akan Yi Gak.
Park Ha menyelesaikan pesanan pria itu, dan menerima uang tanpa melirik sedikitpun pada pembelinya. Pria itu hanya tersenyum dan pergi meninggalkan Park Ha.
Ketiga joseoners juga memiliki usaha sendiri yang sangat laku di Joseon. Restoran omurice Park Ha. Mungkin restoran itu jadi trending topic di masyarakat, karena antrian untuk makan di restoran itu sangatlah panjang.
Para pegawainya? Tentu saja mereka sendiri. Man Bo sebagai pelayan merangkap kasir dan Young Sul sebagai juru masak.
Sedangkan Chi San, si master saos tomat, merubah tomat segar menjadi saos tomat yang menjadi andalan dalam membuat omurice.
Dan hidangan omurice mereka sangatlah higenis, hingga membuat Dae Jang Geum malu pada diri sendiri jika ia melihat Young Sul dan Chi San meracik dan memasak omurice itu. Karena mereka memasak dengan memakai masker plastik yang hanya bisa didapat di masa depan. LOL, sepertinya mereka telah berencana untuk membuka restoran, deh, sampai sempatsempatnya membawa masker untuk memasak.
Man Bo mengajukan complain pada Chi San karena saos tomat yang dibuat terlalu asin. Tapi Chi San tak mendengarkan ocehan Man Bo. Ia malah memasukkan sesuatu ke telinganya dan ..
.. itu Ipod? Ha!
Hanya saja ia tak dapat mengabaikan teriakan Young Sul di telinganya yang segera membuat pesanan antar. Ada pesanan antar?
Jika ada pesanan antar ada di masa depan, begitu pula di masa Joseon. Pelanggan mereka adalah Yang Mulia Pangeran Yi Gak yang telah menunggu kedatangan ketiga abdinya dengan tak sabar. Saat mereka datang, Yi Gak memarahi mereka yang datang terlambat.
Chi San meminta Yi Gak untuk sekali-kali datang mengunjungi restoran mereka dan berkilah keterlambatan mereka karena mereka amat sangat sibuk bekerja keras. Man Bo juga meminta agar Yang Mulia Pangeran Yi Gak membereskan tagihannya yang menumpuk. Tapi Yang Mulia Pangeran Yi Gak hanya menjawab pendek, “Aku tak punya uang.” LOL. Nggak jaman Park Ha atau jaman mereka sendiri, jawaban Yi Gak tetap sama. Dan tadaa… Omuraiisee…
Mereka menikmati omurice itu seperti saat mereka berada di rumah loteng.
Memakai baju training namun topi tetap bertengger di kepala. Yi Gak makan di meja, sedangkan ketiga Joseoners makan di lantai.
Dalam sekejap, omurice di piring telah tandas. Namun sekejap itu pula, arus kenangan membanjiri pikiran Yi Gak membuat matanya berkaca-kaca teringat pada gadis yang mengenalkan omurice padanya.
Ketiga Joseoners khawatir melihat junjungannya bersedih, tapi Yi Gak menenangkannya. Ia beralasan kalau ia seperti ini karena omuricenya sangat enak sekali.
Dan untuk menghibur Yi Gak, Man Bo menyodorkan pemen peppermint untuk dikunyah. Yi Gak tersenyum melihat permen itu dan mengambil satu diikuti yang lainnya.
Kali ini ia mengunyah dengan penuh kelembutan, tak seperti pertama kali memakannya, dan tersenyum merasakan manisnya permen itu.
Namun terdengar suara gemeletuk yang berasal dari mulut Young Sul. Ia langsung melirik tajam pada Young Sul yang bingung, kesalahan apa yang ia lakukan kali ini?
Chi San langsung memukul kepala Young Sul dengan sendok, diikuti dengan sendok Man Bo yang mendarat ke tubuhnya. LOL, pendekar ini benar-benar adalah pelengkap penderita, deh..
Park Ha yang akan membuka tokonya melihat ada sebuah kartu pos yang terselip di gagang pintu. Kartu pos itu bergambar Namsan Seoul Tower.
Seakan déjà vu, Park Ha membalik kartu pos itu. Di balik kartu pos itu ada sketsa dirinya yang sedang membuat juice dan sama seperti kartu pos sebelumnya, ada inisal di ujung kanan bawah, EO. Tae Young.
Park Ha berdebar-debar melihat kartu pos itu, apalagi di sana juga tertempel post it kuning yang meminta agar Park Ha menemuinya di Namsan Seoul Tower.
Park Ha mendatangi taman itu, mencari sosok yang ingin ditemuinya. Tapi tak ada. Sosok itu tak ada. Hanya berbagai kelompok turis yang lalu lalang. Park Ha tak menemukan sosok itu di keramaian taman. Saat kelompok turis itu berlalu pergi, hanya tinggal dirinya berdiri di taman.
Dengannya.
Ia menatap Park Ha yang seolah tak percaya, dan tersenyum sambil berkata, "Kenapa kau lama sekali? Aku telah menunggumu sekian lama."
Park Ha balik bertanya, "Kau sendiri ada dimana? Aku .. selalu ada di sini."
Ia mengulurkan tangannya.
Saat Park Ha menyambut tangannya, ia menjadi Yi Gak yang menitikkan air mata bahagia dan berkata, “Walaupun jika 300 tahun telah berlalu, “.. aku masih tetap mencintaimu.”