Riwayat Alamiah Penyakit Difteri Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak-anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. 1. Tahap Prepatogenesis Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu-abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Setelah terhirup, Corynebacterium diphtheriae melekat ke mukosa saluran napas atas dan mengeluarkan suatu eksotoksin kuat yang menyebabkan nekrosis epitel mukosa disertai eksudat fibrinopurulrn pekat yang membentuk pseudomembran superfisial abuabu putih yang klasik untuk difteri. (Robbins, 2004) Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier. Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau kontak dengancarier. Caranya melalui pernafasan ataudroplet infection dan difteri kulit yang mencemari tanah sekitarnya. 2. Tahap Patogenesis a. Tahap inkubasi Tahap inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh manusia yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan. b. Tahap dini Pada tahap ini, individu sudah merasa sakit, tetapi masih bisa melakukan aktivitas. Gejala penyakit difteri ini adalah : 1) Panas lebih dari 38 °C 2) Ada psedomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil 3) Sakit waktu menelan 4) Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher c. Tahap lanjut Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf. Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan. Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin. Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai. Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggu pertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringan pada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal
jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri juga menyerang kulit. Difteri kulit atau luka terutama terjadi di negara tropis. Membran dapat terbentuk pada luka terinfeksi yang gagal sembuh. Namun, absorpsi toksin biasanya ringan dan efek sistemik dapat diabaikan. Sejumlah kecil toksin yang diabsorpsi selama infeksi kulit mencetuskan timbulnya antibodi antitoksin. (Jawets, Melnick, & Adelberg, 2004) Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaput yang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir di bawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga dapat menyebabkan obstruksi saluran napas besar. 3. Tahap Pasca pathogenesis/Tahap Akhir Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat. Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nya masih positif dan imunisasi.
Sumber : -
Takwa,
Andhie.
2011.
Riwayat
Alamiah
Penyakit
Difteri.
http://andhietakwa.blogspot.com/2011/05/riwayat-alamiah-penyakit-difteri.html. Diakses tanggal 11 Oktober 2011 -
Jawetzz, Melnick, & Adelberg. 2004. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
-
Robbins, Stanley L. 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Ed 7 Vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC