PROGRAM MANAJEMEN RESIKO DAN PENGOLAAN PERALATAN UNIT RADIOLOGI IMAJING DAN RADIODIAGNOSTIK INTERVENSIONAL TAHUN 2018
1. Pendahuluan Pengertian dari risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapain tujuan. Sedangkan manajemen risiko adalah budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang sambil mengelola efek yang tidak diharapkan atau kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko berdasarkan ISO. Referensi utama manajemen risiko adalah standar Australia dan New Zealand yang kemudian diadopsi oleh ISO dengan standar ISO 31000:2009. ISO pun menerbitkan standar pendukunya yaitu, ISO Guide 73:2009 dan ISO /IEC 31010:2009. Manajemen risiko bertujian untuk minimasasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI, maka manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak aakan terjadi. Pada dasarnay manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun accident. 2. Latar Belakang Sarana pelayanan Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola menerapkan upaya-upaya manajemen risiko. Sistem manajemen resiko dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai berikut : manajemen resiko merupakan bagian dari system manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang aman, efisien dan produktif. Potensi bahaya di Ru0 mah Sakit, selaian penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di tempat pelayanan tersebut, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan fasilitas, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial, dan ergonomic. Semua potensi-potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa kehidupan bagi para karyawan di Rumah Sakit, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan Rumah Sakit. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu manajemen resiko di tempat pelayanan kesehatn perlu dikelola dengan baik. Agar penyelengaraan K3 Rumah Sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen resiko di Rumah Sakit bagi pengelola maupun karyawan Rumah Sakit. 3. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus a. Tujuan Umum, Meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit melalui pendekatan proaktif dan pengendalian risiko yanga da di lingkungan kerja pelayanan RIR RS. b. Tujuan Khusus 1. Pelayanan RIR RS mampu melakukan identifikasi resiko unit. 2. Pelayanan RIR RS mampu melakukan analisa risiko unit. 3. Pelayanan RIR RS mampu melakukan evaluasi risiko unit. 4. Pelayanan RIR RS mampu melakukan kelola risiko unit 5. Pelayanan RIR RS mampu melakukan pelaporan pelaksanaan program manajemen risiko unit ke komite PMKP RS. 4. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan Berdasarkan PMK 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien, Insiden keselamatan apsien yang selanjutnya disebut insiden adalah setip kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari : a. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. b. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. c. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, teteapi tidak timbul cedera. d. Kodisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tapi belum terjadi insiden. e. Kejadian Katastropik/ sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
Risiko adalah Bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Manjemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Hospital Risk Manajemen adalah kegiatan klinis dan istratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi, evalusi, dan mengurangi risiko cedera pada pasien, staf, pengunjung dan risiko kerugian untuk organisasi itu sendiri.
Tanggung jawab manajemen risiko Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan risiko, Rumah Sakit mengatur kewenangan dan tanggung jawab manajemen Rumah Sakit : 1. Level rumah sakit oleh tim (subkomite) mutu dan manajemen risiko dari Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 2. Level unit kerja / bagian dalam rumah sakit oleh kepala instalasi atau kepala bagian dari masingmasing unit kerja. Uraian tanggung jawab manjemen risiko : 1. Tangung jawab pimpinan rumah sakit. a. Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko rumah sakit. b. Menetapkan dan membina tim amnajemen risiko rumah sakit. c. Mengawasi dan memastikan sistem manajeman risiko berjalan dengan baik dan berkesinambungan. d. Menerima laporan dan rekomendasi pengelolaan / pengendalian risiko serta menindaklanjuti sesuai arah kebijakan rumah sakit termasuk pendanaannya. e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden keselamatan pasien sesuai grading risiko. 2. Tanggung jawab komite mutu dan keselamatan pasien a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan memberi rekomendasi untuk menurunkan skor risiko. b. Meninjau risko-risko, ekstrim, tindakan , pengendalian, dan menyoroti area-area utama kepada masing-masing kepala unit kerja terkait. 3. Tim manajemen risiko a. Membuat dan meninjau strategi dan kebijakan manajemen risko. b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko.
c. Memantau daftar risko per unit kerja untuk setiap perubahan, bagian yang tidak lengkap, dengan perhatian pada tingkat risiko dan jadwal waktu. d. Memberi saran kepada penilai risiko, kepala unit kerja dan pihak esekutif perihal manajemen risiko. e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif. f. Menaggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan manajemen risiko. g. Menanggapi permintaan pihak eksternal untuk informasi berkaitan proses risiko. 4. Tanggung jawab penilai risiko Penilai risiko harus dipilih oleh kepala unit kerja untuk memastikan bahwa penilai resiko yang dipilih mempunyai keterampilan kerja, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai untuk memenuhi perannya. Staf yang berminat pada peran penilai risiko harus mendiskusikan peran tersebut dan mendapat persetujuan dari kepal unit kerja. Penilai risiko bertanggung jawab untuk : a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pemutakhiran yang diselengarkan oleh tim manajemen risiko. b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan form penilaian risiko, mengidentifikasi seluruh risiko yang penting telebih dahulu dan memastikan bahwa kepala unit kerja mengambil perhatian terhadap risiko tersebut. c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian risiko yang asli dan memberikan satu salinan kepada kepala unit kerja untuk di simpan di dalam arsip. d. Menunjukan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan jadwal waktu penyelesaian. e. Jika peniai risiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak memeperoleh perhatian yang memadai, mereka harus menghubungi komite mutu dan keselamatan pasien untuk meminta nasihat. 5. Tanggung jawab kepala unit kerja a. Mengelola seluruh risiko di tempat kerja mereka. Kepal unit kerja boleh mendelegasikan tugas melakukan penilain risiko kepadaanggota tim yang telah menghadiri pelatihan penilaian risiko untuk penilai b. Kepala unit kerja bertanggung jawab untuk : 1. Pelaksanaan startegi dan kebijakan manajemen risiko di area tanggung jawab mereka. 2. Mengelola daftar risiko unit kerja masing-masing. Hal ini termasuk mengumpulkan, meninjau, dan memutahirkan data. 3. Menunjuk penilai risiko untuk area mereka, memastikan bahwa mereka diijinkan untuk menghadiri pelatihan penilai risiko dan sesi pemutakhiran.
4. Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang memadai untuk melakukan penilain risiko. 5. Melakukan validasi seluruh penilain risiko yang dilakukan, dan melakuakn tindakan untuk mengurangi risiko yang teridenfikasi sampai pada tingkat terendah yang mungkin di capai. 6. Melengkapi form penilain risiko (meninjau/menyetujui pemeringkatan matriks : menyatakan tindakan apa yang diperlukan/ diambil untuk menurunkan risiko sampai pada tingkat terendah yang mungkin dicapai). 7. Jadwal waktu untuk memulai / meningkatkan langkah pengendalian. (pada tingkat berapa risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan tindakan/peningkatan langkah pengendalian: apakah risiko perlu dimasukkan ke dalam daftar risiko unit kerja / rumah sakit). 8. Penyediaan informasi yang sessuai dan memadai, pelatihan dan supervise bagi staf untuk mendukung penurunan risiko. (Hal ini mencakup bahwa seluruh staf menghadiri traning wajib yang terkait). 9. Meemlihara catatan penilaian risiko yang dilakasanakan dan untuk mancatat perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan yang direncanakan. 10. Kepala unit kerja harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai risiko meninggalkan / tidak lagi memenuhi perannya sehingga tim manajemen risiko mempunyai tanggung jawab untuk memutakhirkan data penilai risiko organisasi. 11. Berkoordinasi dengan unit kerja lain di dalam rumah sakit. 12. Dalam keadaan dimana rencana unit mengelola risiko berada di luar kewenagan kepala unit kerja atau dimana ada implikasi sumber daya yang besar, risiko akan diprioritaskan oleh Direktur Rumah Sakit. 13. Memastikan bahwa penilain risiko divalidasi ulang pada jangka waktu yang sesuai atau mengikuti perubahan keadaan. Frekuensi peninjauan akan bervariasi mengikuti tingkat sisa risiko. 6.
Tanggung jawab karyawan a. Seluruh staf mempunyai tanggung jawab untuk memberi informasi kepada atasan mereka setiap bahay yang bermakna di tempat kerja. Merupakan suatu hal yang mendasar bahwa jika seorang staf menggap ada hal yang serius yang telah mereka laporkan kepada atasan langsung mereka, tetapi belum ditindak lanjuti mereka harus melaporkan ini kepada tingkat yang lebih tinggi. b. Dalam rangka memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif, setiap karyawan harus :
1. Menghadiri pelatihan sebagaimaan ditentukan oleh atasan mereka atau oleh rumah sakit (missal induksi / orientasi dan prosedur baru, pelatihan wajib : induksi, keselamatan kebakaran, memindahkan dan mengagkat, keselamatan personal, dan lain-lain). 2. Dapat bekerja sama secara penuh dalam menerapkan pedoman, protokol, dan kebijakan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan, dan manajemen risiko. 3. Melaporkan setiap insiden, kecacatan, atau setiap perubahan yang dapat mempengaruhi kondisi kerja langsung kepada atasan/ penilai risiko lokal dan melengkapi form insiden report dengan tepat. 4. Mengikuti petunjuk kerja yang tertulis serta pelatihan yang disediakan. 5. Berpasrtisispasi aktif dalam proses penilain risiko. 6. Memenuhi dan melaksanakan langkah pengendalian / tindakan setelah penilaiana dilakukan. 5. Cara melaksanakan kegiatan Langkah –langkah menyusun assessment Risiko a. Membuat daftar potensial risiko (masalah) b. Menetapkan nilai untuk setiap risiko c. Menilai/memberi skor setiap risiko (masalah) dengan mengalikan setiap risiko d. Menyusun dan mengurutkan prioritas (risiko) masalah dari skor tinggi sampai yang paling rendah e. Membuat dan menyusun tindak lanjut penyelesaian – action plan (tujuan, startegi, evaluasi f.
dan analisis dari amsing-masing masalah) Melaporkan hasil risk assessment dan tindak lanjut kepada direktur dan di kepada seluruh unit.
6. Sasaran. Saran kegiatan program manajemen resiko meliputi : seluruh staf unit pelayanan RIR di RS 7. Schedule / Jadwal pelaksanaan 8. Evaluasi pelaksanaan kegitan dan pelaporan. Evaluasi program dilaksanakan pada tiap akhir tahun dan rapat koordinasi tiap tri bulan dengan komite PMKP Rumah Sakit. 9. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi kegiatan. Setiap kegiatan yang dilakukan harus terdukumentasi dengan baik dan tersimpan rapih, mudah dibuka kembali jika dibutuhkan dan dilaporkan rutin PMKP setiap bulan.
PROGRAM PENGUKURAN INDIKATOR UNIT RADIOLOGI, IMAJING DAN RADIODIAGNOSTIK INTERVENSIONAL RSIA CAHAYA BUNDA TAHUN 2018
1.1
Program Kendali Mutu Pelaratan RIR 1. Pendahuluan Radiologi, imejing dan diagnostik intervensional adalah unit pelayanan yang menyediakan pelayanan pemeriksaan RIR yang terdiri dari berbagai jenis pemeriksaan dimana semua pemeriksaan memiliki prosedur yang kompleks. Pelayanaan Radiologi, Imejing dan Intervensional Radiologi (RIR) merupakan bagian integral dari pelayanan medic yang perlu mendapat perhatian khusus karena selain bermanfaat dalam menegakan diagnosa, juga sangat berbahaya baik bagi pasien, petugas maupun lingkungan sekitarnya bia tidk diselenggarakan secara benar. Dalam upaya mencapai pelayanan RIR yang bermutu dan aman, diperlukan pengelolaan manajemen dan teknis yang prima yang didukung oleh sarana/prasarana, sumber daya manusia dan peralatan yang baik pula. Agar seluruh saran pelayanan kesehatan mempunyai mutu yang sama dalam menyelenggarakan pelayana RIR, maka diperlukan program kendali mutu pelayanan RIR yang dapat dipakai sebagai acuan dan di penuhi oleh sarana pelayanan kesehat7an yang akan menyelenggarakan pelayanan RIR ini. Kegiatan kendali mutu ini di latar belakangi oleh peningkatan jumlah pasien yang mengakibatkan bertambahnya cakupan pelayanan yang harus di lakukan dan menuntun kecepatan pelayanan tanpa mengabaikan mutu dan keamanan dari tindakan yang dilakukan, sehingga diperlukan sebuah usaha untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pelanggan dalam hal ini pasien.
2. Latar Belakang Pelayanan RIR sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang- Undang Dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan RIR sudah selayaknay meberikan pelayanan yang berkualitas. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas RIR diagnostik yaitu pelayanan yang menggunkaan radiasi pengion dan non pengion. Denagn berkembangnya waktu, RIR diagnostic juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodenya. 3. Tujaun Umum dan Tujuan Khusus Tujuan Umum : Peralatan yang digunakan dalam pelayanan RIR dalam kondisi prima dan adekuat. Tujuan Khusus : a. Sebagai acuan bagi sarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit untuk menyelengarakan pelayanan RIR. b. Sebagai tolak ukur dalama menilai penampilan sarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit dalam menyelengarakan pelayanan RIR. c. Sebagai pedoman dalam upaya pengembangan lebih lanjut yang arahannya disesuaikan dengan tikat pelayanan RIR yang telah di capai dan proyeksi kebutuhan pelayanan Rumah Sakit di masa depan.
4. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan a. Dokumen : beberapa dokumen harus dilengkapi sekurang-kurangnya terdiri dari prosedur manajemen operasi dan kedaruratan, instruksi kerja, himpunan data dan dokumen acuan, form permintaan, serta expertise. b. Aspek klinis : meliputi kebijakan pengobatan (treatment policy), diskusi kasus klinis (clinical cases conference) , dan kajian statistic. c. Aspek fisis : meliputi pelatihan dan kualifikasi, pengukuran peralatan, inspeksi dana pengujian rutin, kendali ketidaksesuaian dan tindakan pembetulan, kendali dokumen dan rekaman, serta pengkajian. d. Program pemeliharan instalasi secara teratur, seperti : haraian, bulanan dan tahunan yang dilakukan tim jaminan mutu radiodiagnostik RS maupun oleh vendor. e. Investigasi pada kecelakaan penyinaran medis. f. Audit kualitas. 5. Cara Melakasanakan Kegiatan Perawatan dan pemeliharaan
a. Dokumen, adanya suatu kendali dokumen dan rekaman secara berkala serta adanya suatu prosedur atau tatacara untuk mempersiapkan, mereview, menyetujui, menertibkan, mengesahakan, merevisi, dan hal lainnya yang diperlukan seperti, dokumen, prosedur, instruksi kerja, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk menjamin kecukupan dan efektifitasnya. b. Aspek Klinis. i. Kebijakan,/ Justifikasi pemelihan peralatan penunjang diagnostic dalam pengobatan, untuk mencegah suatu ketidaksesuain filosofi pengobatan, untuk mencegah praktik ii.
yang tidak sesuai dengan pedoman yang ditentukan. Diskusi kasus klinis untuk mengkaji hasil bacaan/tindakan pelaksanaan penunjang diagnostik untuk menyimpulkan dan atau tindakan pelaksanaan penunjang lebih lanjut dalam pengobatan pasien. Diskusi kasus dilaksanakan secara regular dengan melibatkan seluruh personil teknis dan professional yang mungkin berperan dalam memastikan kualitas penunjang diagnose pengobatan. Tujuannya adalah untuk ,engurangi keslaahan yang muncul dari kurangnya pemahaman mengenai masalah klinis, tujuan pengobatan, serta keragu-raguan dari analisa individual. Pertemuan
iii.
seperti itu digunakan juga untuk mengkaji sumber daya secara berkelanjutan. Tindak lanjut klinis dan kajian statistik. Setiap usaha harus dilakukan pengkajian hasil penunjang diagnostik yang dilakukan dalam pengobatan dan membandingkan hasil yang didapat dengan yang dipublikasikan oleh praktisi mapan yang mengikuti kebijkan dan rencana pengobatan sistematis yang sama. Tujuannya adalah untuk memungkinkan perbaikan yang aman dan terkendali terhadap rencaan pengobatan sistematis. Jika hasil local yang diperoleh secara signifikan lebih buruk, maka harus terdapat suatu mekanisme untuk mengkaji, dan mungkin mengubah, prosedur local. Metode statistic mengikuti praktik yang di terima. Metode pengumpulan dan penyimpanan data, serta
mekanisme untuk tindak lanjut, pengkajian, dan revisi cara harus didokumentasikan. c. Apek fisis, Pengujian dilakukan hanya oleh personil yang memenuhi syarat dan berpengalaman, seperti ahli fisika medis, yang dapat mendelegasikan pekerjaannya kepada orang yang telah ia latih. Siapa pun yang melakukan pengujian, ahli fisika medis tetaplah menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk menjamin kinerja peralatan yang benar. d. Program pemeliharaan instalasi secara teratur : manajemen keseluruhan dari program pemeliharan disedikan oleh ahli fisika medis. Setiap program radioterpi membutuhkan
pemeliharaan yang berkelanjutan oleh teknisi Rumah Sakir serta vendor dengn dikoordinasikan bersama fisikawan medis dan staff terkait. Tiga cara pemeliharaan dan staff terkait. - Layanan di dalam Rumah Sakit untuk perbikan kecil yang sering. - Penunjang lokal oleh sebuah perusahaan pemeliharaan yang khusus. - Penunjang langsung oleh pembuat untuk perbaikan yang besar. e. Investigasi pada kecelakaan penyinaran medis Investigasi yang dilakukan mencakup : 1. Suatu perhitungan atau estimasi dari dosis yang diterima dan distribusinya dalam diri pasien. 2. Tindakan pembetulan yang dibutuhkan untuk menghindari terulangnya kecelakaan serupa. 3. Metode untuk mengimplementasi setiap tindakan pembetulan. Setelah investigasi, suatu laporan keselakaan dibuat. Laporan ini harus mencakup temuan dari investigasi ini. Keculai jika terdapat suatu alasan medis untuk tidak melakukannya. Setiap f.
kesimpulan dari investigasi yang hendaknya diinformasikan pasien tersebut secepatnya. Audit kualitas, tim jaminan kualitas radiodiagnostik ditunjuk untuk melakukan inpeksi dan pengujian barang, jasa dan proses dengan menggunakan kriteria penerimaan yang telah ditetapkan. Setiap dari barang, jasa, dan proses yang tidak memenuhi kriteria penerimaan atas inspeksi dan pengujian harus dicegah. Secara keseluruhan, audit kualitas dilakukan untuk mengukur keefektifan proses manajemen dan kecukupan kinerja, selain selain untuk memantau kualitas barang, jasa, dan proses. Perbaikan dan penanganan masalah Jika terjadi kerusakan maka : a. Melaporkan kepada layanan teknik untuk dilakukan observasi awal. b. Petugas teknik medical equipment akan melakukan diagnose awal, jika kerusakan ringan, masalah di handale oleh teknisi medical equipment, jika harus penggantian spare part, petugas medical equipment memberikan laporan diagnosa awal dan berkoordinasi dengna vendor terkait. c. Teknisi vendor melakukan verifikasi dan analisa ulang untuk memastiakn diagnose dari teknisi medical equipment RS. d. Jika ada penggantian spare part maka harus merujuk pada mekanisme ada atau tidaknya kontrak service dengan vendor tersebut. e. Sehingga jika ada mekanisme yang sudah disepakati dalam kontrak servis dijalankan. f. Jika tidak ada kontrak maka diawali dengan penawaran spare part terlebih dahulu smpai negosiasi untuk pengadaannya.
6. Sasaran
Program kendali mutu ini disususn untuk dipergunakan bagi para pihak terkait, yaitu : 1. Pelayaan radiodiagnostik, yaitu pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi anatara lain pelayanan x- ray konvensional. 2. Pelayanan imejiong diagnostic, yaitu pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, anatara lain pemeriksaan dengan USG. 7. Schedule (Jadual) pelaksanaan Pelaksaan suatu program jaminan kualitas radiodiagnostik dilakukan secara harian, bulanan dan tahunan dengan di koordinasikan bersama
teknisi internal, teknisi eksternal
(vendor ), fisikawan medis dan staf lain yang bersangkutan. Adapun beberaap program jaminan kualitas dilakukan secara harian, bulanan, dan tahunan antara lain : - Harian : Dilakukan oleh radiografer atau fisikawan medis Tempratur ruangan Kelayakan fungsi interlock dan system kedaruratan seperti penanda lampu radiasi. Sistem warm up peralatan. Tes fungsi alat. - Bulanan. Pemeriksaan oleh teknisi eksternal (vendor) preventive maintenance seperti : cek fisik -
peralatan, system keselamatan, serta pemeriksaan fungsi alat. Tahunan Pelaksanaan uji kesesuain oleh perusahaan eksternal yang bersertifikasi dari BAPETAN 3 atau 4 tahun sekali tergantung alatnya.
8. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan. Pengukuran indikator dilakukan untuk memantau pelaksaan kegitan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan dan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Pengukuran indikator dilakukan secara berkala dan terus menerus, yaitu : a. Dilakukan di dalam instalasi RIR itu sendiri : oleh pimpinan instalasi / unit dengan staf untuk mengetahui kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan perencanaan dan pencapaian target yang telah di tentuakn. Evaluasi terhadap pelaksaan program kendali mutu internal dilaporkan secara tertulis pelaksanaannya ke atasan lansung sampai ke pihak manajemen. Jika ada gap amsalah, hasil evaluasi ditindak lanjuti untuk mengupayakan peningkatan mutu dan kualitas pelayanan. b. Dilakukan oleh Depkes/ Dinkes Propinsi/ Dinkes Kabupaten/ Kota bersama sama dengan organisasiprofesi dan institusi lain terkait untuk mengetahui pelaksanaan program yang telah ditetapkan. Hasil pemantaun dievaluasi dan diinformasikan
kepada saran pelayanan kesehatan yang bersangkutan untuk kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan upaya lainnya. c. Dilakukan oleh BAPETAN dalam bentuk Inspelsi BAPETAN.
9. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi kegiatan. Setiap kegiatan yang dilakukan harus terdokumentasi dengan baik dan tersimpan rapih, mudah dibuka kembali jika dibutuhkan. Dokumentasi program disimpan dalam outner khusus dan selalu di update perkembangannya. 10. Pembiyaan / Anggaran. Pembiayaan kegitan melalui RAB yang sudah ditetapkan.