Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional Penyelenggaraan SKN dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut: 1. Penetapan SKN Untuk memperoleh kepastian hukum yang mengikat semua pihak, SKN perlu ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Sosialisasi dan Advokasi SKN SKN perlu disosialisasikan dan diadvokasikan ke seluruh pelaku pembangunan kesehatan dan seluruh pemangku kepentingan kesehatan untuk memperoleh komitmen dan dukungan dari semua pihak. Sasaran sosialisasi dan advokasi SKN adalah semua penentu kebijakan, baik di pusat maupun daerah, baik di sektor publik maupun di sektor swasta.
3. Fasilitasi Pengembangan Kebijakan Kesehatan di Daerah Dalam pembangunan kesehatan di Daerah perlu dikembangkan kebijakan kesehatan, seperti: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), (RPJM-D), Rencana
Strategis
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
(Renstra
SKPD),
yang
penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi, dinamika, dan masalah spesifik daerah dalam kerangka SKN. Pemerintah Pusat memfasilitasi pengembangan kebijakan kesehatan di daerah, memfasilitasi pengukuhannya dalam bentuk peraturan perundangundangan daerah, serta memfasilitasi sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah sesuai kebutuhan. Pelaku Penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional Pelaku penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah: 1. Individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, media massa, organisasi profesi, akademisi, praktisi, serta masyarakat luas termasuk
swasta,
yang
berperan
dalam
advokasi,
pengawasan
sosial,
dan
penyelenggaraan berbagai pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuan masing-masing.
2. Pemerintah,
baik
Pemerintah
maupun
Pemerintah
Daerah
berperan
sebagai
penanggungjawab, penggerak, pelaksana, dan pembina pembangunan kesehatan dalam lingkup wilayah kerja dan kewenangan masing-masing. Untuk Pemerintah, peranan tersebut ditambah dengan menetapkan kebijakan, standar, prosedur, dan kriteria yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah. 3. Badan Legislatif, baik di pusat maupun di daerah, yang berperan melakukan persetujuan anggaran dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan, melalui penyusunan produk-produk hukum dan mekanisme kemitraan antara eksekutif dan legislatif. 4. Badan Yudikatif, termasuk kepolisian, kejaksaan dan kehakiman berperan menegakan pelaksanaan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kesehatan. 5. Sektor swasta yang memiliki atau mengembangkan industri kesehatan seperti industri farmasi, alat-alat kesehatan, jamu, makanan sehat, asuransi kesehatan, dan industri pada umumnya. Industri pada umumnya berperan besar dalam memungut iuran dari para pekerja dan menambah iuran yang menjadi kewajibannya. 6. Lembaga pendidikan, baik pada tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi, baik milik publik maupun swasta. Sebagian besar masalah kesehatan berhubungan dengan perilaku dan pemahaman. Pendidikan memegang kunci untuk menyadarkan masyarakat akan berbagai risiko kesehatan dan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan Sistem Kesehatan Nasional Pertama kali disusun pada tahun 1982 yangdisebut “Sistem Kesehatan Nasional 1982(disyahkan dengan KEPMENKES No.99a/Men.Kes/SK/III/1982). SKN adalah suatu tatanan yang mencerminkanupaya bangsa indonesia meningkatkan kemampuanmencapai derajat kesehatan optimal (SKN 1982) Sesuai dengan tuntutan reformasidisempurnakan pada tahun 2004 disebut Sistem Kesehatan Nasional 2004)(disyahkan dengan KEPMENKES RI No.131/Men.Kes/SK/II/2004). SKN adalah suatu tatanan yang menghimpunberbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadudan
saling mendukung guna menjamin tercapainyaderajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umumseperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945(SKN, 2004) Subsistem Upaya (Pelayanan) Kesehatan tahun 2004 diartikan sebagai tatanan yang menghimpun berbagaiupaya (pelayanan) kesehatan masyarakat(UKM) dan upaya (pelayanan) kesehatanperorangan (UKP) secara terpadu dansaling mendukung guna menjamintercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (SKN, 2004) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 sebagai penyempurnaan dari SKN sebelumnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh elemen bangsa dalam rangka untuk meningkatkan tercapainya pembangunan kesehatan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang disempurnakan ini diharapkan mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Adanya SKN yang disempurnakan tersebut menjadi sangat penting kedudukannya mengingat penyelenggaraan pembangunan kesehatan pada saat ini semakin kompleks sejalan dengan kompleksitas perkembangan demokrasi, desentralisasi, dan globalisasi serta tantangan lainnya yang juga semakin berat, cepat berubah dan, sering tidak menentu. Proses Penyelenggaraan SKN 1. Menerapkan pendekatan kesisteman yaitu cara berpikir dan bertindak yang logis, sistematis, komprehensif, dan holistik dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan: a. Masukan : subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem SDM kesehatan, dan subsistem obat dan perbekalan kesehatan. b.
Proses : subsistem upaya kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem manajemen kesehatan.
c. Keluaran : terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna, bermutu, merata, dan berkeadilan. d. Lingkungan : berbagai keadaan yang menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamnaan baik nasional, regional, maupun global yang berdampak terhadap pembangunan kesehatan.
2. Penyelenggaraan SKN memerlukan keterkaitan antar unsur-unsur SKN, yaitu : a. Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan ketersediaan pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesmas maupun perorangan dapat diselenggarakan secara merata, tercapai, terjangkau, dan bermutu bagi seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang memadai juga akan menunjang terselenggaranya subsistem SDM kesehatan, subsistem obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem manajemen b. Subsistem SDM kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah yang mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem obat dan perbekalan kesehatan, subsistem pemberdayaan masyarakat, subsistem manajemen kesehatan c. Subsistem obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, aman, bermutu, dan bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna d.
Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan guna menghasilkan individu, kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kes. e. Subsistem manajemen kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kesehatan, informasi kesehatan, IPTEK kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna.
3. Penyelenggaraan SKN memerlukan penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN.
4. Penyelenggaraan SKN memerlukan komitmen yang tinggi dan dukungan serta kerjasama yang baik dari para pelaku SKN yang ditunjang oleh tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance). 5. Penyelenggaraan SKN memerlukan adanya kepastian hukum dalam bentuk penetapan berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai. 6. Dilakukan melalui sikklus perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, serta
pengawasan dan pertanggungjawaban secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan.