Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air. Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Soerianegara (1990) bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1) tidak terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa. Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan payau. Hutan mangrove yang tumbuh di atas rawa-rawa atau berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah 'mangrove' digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya
yang
tinggi;
serta
mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan
bersifat
khas
hutan
bakau
karena
telah
melewati
proses adaptasi danevolusi. Diperkirakan terdapat sekitar 89 species mangrove yaang tumbuh di dunia, yang terdiri atas 31 genera dan 22 famili. Tumbuhan mangrove tersebut pada umumnya hidup di hutan pantai Asia Tenggara, yaitu sekitar 74 species dan hanya sekitar 11 species yang hidup di daeraah Karibbia. Di Indonesia terdapat sekitar 38 species yang tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua (Soegiarto dan Pollunin, 1982) Hutan mangrove terdiri atas berbagai jenis vegetasi. Beberapa jenis yang dikenal antara lain Tanjang Wedok (Rhizophora apiculata BL) atau bakau putih, Tanjang Lanang (R. mucronata LMK) atau bakau hitam, dan bakau (R. stylosa Griff). Sebenarnya, istilah
tanjang adalah sebutan khusus untuk Bruguiera yang
digolongkan kedalam famili yang sama dengan Rhizophoraceae. Namun telah terjadi salah pengertian dalam masyarakat, terutama masyarakat pesisir, yakni tercampur dengan istilah daerah, sehingga pengertiannya menjadi rancu untuk seterusnya. Famili Rhizophoraceae terdiri atas banyak jenis, antara lain B. gymnorrhiza (L.) LMK, B. parviflora (L.) LMK, B. cylindrika (L.) LMK.
Beberapa jenis yang masih satu famili, khususnya jenis Rhizophora spp., berbeda dalam hal ciri-ciri pertumbuhan akar. R. mucronata dan R. apiculatatumbuh tegak dan menjangkar bagai busur panah, sedang R. stylosa tumbuh memanjang, rebah, dan sedikit menjangkar. Buah R. apiculata agak pendek dan lurus namun jika tidak benar-benar teliti akan terkecoh dengan jenis R. stylosa yang juga berbentuk hampir sama dengan R. mucronata, hanya buah R. stylosa kurus dan kecil. Ciri-ciri hutan mangrove, yaitu : memiliki jenis pohon yang relatif sedikit memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp. memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon. Sedangkan ciri tempat hidup hutan mangrove , yaitu : ·
tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya
tergenang pada saat pasang pertama ·
tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat ·
airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 - 22 o/oo) hingga asin.
B. Manfaat Hutan Mangrove Fungsi ekosistem mangrove mencakup fungsi fisik (menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut/abrasi, intrusi air laut, mempercepat perluasan lahan, dan mengolah bahan limbah), fungsi biologis (tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air, tempat bersarangnya burung, habitat alami bagi berbagai jenis biota) dan fungsi ekonomi (sumber bahan baker,
pertambakan, tempat pembuatan garam, bahan bangunan dll. (Naamin, 1990), makanan, obat-obatan & minuman, gula alcohol, asam cuka, perikanan, pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas & tannin dll. Menurut Wada (1999) bahwa 80% dari
ikan komersial yang tertangkap di perairan lepas/dan pantai ternyata
mempunyai hubungan erat dengan rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem mangrove. Hal ini membuktikan bahwa kawasan mangrove telah menjadi kawasan tempat breeding & nurturing bagi ikan-ikan dan beberapa biota laut lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi sebagai habitat satwa liar, penahan angina laut, penahan sediment yang terangkut dari bagian hulu dan sumber nutrisi biota laut.
Kusmana (1996) menyatakan bahwa hutan mangrove berfungsi sebagai: 1) penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2) pengolah limbah organic; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4) habitat berbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu dan non kayu; 6) potensi ekoturisme. Gosalam et al. (2000) telah mengisolasi bakteri dari ekosistem hutan mangrove yang mampu mendegradasi residu minyak bumi yaitu Alcaligenes faecalis, Pseudomonas pycianea, Corynebacterium
pseudodiphtheriticum, Rothia
sp., Bacillus
coagulans,Bacillus brevis dan Flavobacterium sp. Hutan mangrove secara mencolok mengurangi dampak negative tsunami di pesisir pantai berbagai Negara di Asia (Anonim, 2005a). Ishyanto et al. (2003) menyatakan bahwa Rhizophora memantulkan, meneruskan dan menyerap energi gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang tsunami ketika menjalar melalui rumpun Rhizophora (bakau). Venkataramani (2004) menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebat berfungsi seperti tembok alami. Dibuktikan di desa Moawo
(Nias) penduduk selamat dari terjangan tsunami karena daerah ini terdapat hutan mangrove yang lebarnya 200-300 m dan dengan kerapatan pohon berdiameter > 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami melalui dua cara, yaitu: kecepatan air berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air dari gelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran (kanal) yang terdapat di ekosistem mangrove.
C.
Penyebab Terjadinya Kerusakan Hutan Mangroove
Beberapa faktor penyebab rusaknya hutan mangrove :
1.
Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang
menempati wilayah pesisir sangat tinggi. 2.
Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak,
pemukiman, kawasan industri, wisata dll.) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
A.
Akibat Yang Ditimbulkan Dari Kerusakan Hutan Mangrove
Akibat rusaknya hutan mangrove, antara lain : 1.
Instrusi air laut
Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
2.
Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi
an lain-lainl. 3.
Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir
4.
Peningkatan abrasi pantai
5.
Turunnya sumber makanan, tempat pemijah dan bertelur biota laut. Akibatnya
produksi tangkapan ikan menurun. 6.
Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air
laut dan lain-lain. 7.
Peningkatan pencemaran pantai.
B.
Penaggulangan Masalah Kerusakan Hutan Mangrove
Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove : Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah R I telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi kearah daratan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain: 1. a.
Penanaman kembali mangrove Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat
masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan
hutan
mangrove
berbasis
konservasi.
Model
ini
memberikan
keuntungan kepada masyarakat antara lain terbukanya peluang kerja sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat. b.
Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll.
Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya. 2.
Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan
memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab. 3.
Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.
4.
Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi
5.
Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir
6.
Program komunikasi konservasi hutan mangrove
7.
Penegakan hukum
8.
Perbaikkan
ekosistem
wilayah
pesisir
secara
terpadu
dan
berbasis
masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan
yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal
(kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-
kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.
TERUMBU KARANG
A. MANFAAT EKOLOGI a. Penunjang Kehidupan Oleh karena terumbu karang merupakan suatu ekosistem, maka ia menunjang kehidupan berbagai jenis makhluk hidup yang ada di sekitar terumbu karang. Dengan adanya terumbu karang maka tumbuhan dan hewan laut lainnya dapat tinggal, mencari makan dan berkembang biak di terumbu karang. Contohnya hewan-hewan laut seperti lili laut, kerang, cacing, dan tumbuhan alga dapat menempel pada koloni karang keras. Ikan-ikan dapat mencari makan dan bersembunyi dari incaran hewan pemangsa di balik koloni karang keras. b. Mengandung Keanekaragaman Hayati yang Tinggi Jika hutan hujan tropis memiliki biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem lainnya dalam tingkatan spesies, terumbu karang memiliki biodiversitas tertinggi dalam tingkatan filum.
Terumbu karang juga
merupakan ekosistem dengan
biodiversitas tertinggi dibandingkan ekosistem pesisir dan laut lainnya, dalam unit skala tertentu. Artinya dalam luas 1 km2 di wilayah terumbu karang mengandung lebih banyak spesies dibandingkan dengan 1 km2 di wilayah laut dalam. Terumbu karang di Indonesia terkenal dengan kekayaan dari biodiversitasnya. Dari sekitar 800 spesies karang keras yang berhasil diidentifikasi di dunia, sekitar 450 di antaranya ditemukan di Indonesia.
Spesies ikan karang
Indonesia sendiri
mencapai lebih dari 2.400 spesies (Tomascik dkk., 1997). Mengapa biodiversitas menjadi penting ? Dengan memiliki biodiversitas yang tinggi, maka itu akan menjadi sumber keanekaragaman genetik dan spesies. Dengan adanya keanekaragaman genetik yang tinggi maka akan ditemukan banyak variasi dalam makhluk hidup sehingga tingkat ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan bertahan hidup suatu makhluk hidup dapat menjadi lebih tinggi. Selain itu dengan begitu banyaknya spesies maka akan dapat dimanfaatkan untuk sebagai sumber pangan dan obat-obatan. c. Pelindung Wilayah Pantai
Terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau merupakan ekosistem yang saling berhubungan. Terumbu karang-lah yang pertama kali menghalau ombak besar dari laut, agar tidak merusak daratan. Kemudian ombak tiba di padang lamun maka energinya akan diperkecil lagi oleh daun-daun tumbuhan lamun. Ketika ombak tiba di dekat pantai, maka akar dan batang pohon-pohon mangrove akan memperkecil lagi energi ombak, sehingga ombak tidak merusak pantai. Dengan demikian kehidupan di sekitar pantai akan terlindung. Terumbu karang bermanfaat dalam menghalangi pengikisan akibat energi ombak dan arus, sehingga masalah abrasi pantai akan lebih mudah diatasi. d. Mengurangi Pemanasan Global Mungkin kita telah mengetahui bahwa hutan hujan tropis merupakan “paru-paru dunia” dimana menyerap gas CO2 hasil pembakaran sehingga mengurangi pemanasan pada bumi. Terumbu karang pun dinilai memiliki peran yang sama, karena gas CO2 juga banyak diserap oleh air laut, dan selanjutnya melalui reaksi kimia dan bantuan karang, akan diubah menjadi zat kapur yang menjadi bahan baku terumbu (Muller-Parker & D’Elia, 1997). Dalam proses yang disebut kalsifikasi ini, karang juga dibantu oleh zooxanthellae (tumbuhan bersel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang). Bagaimana hal itu dapat terjadi akan diterangkan di bagian Biolog Karang. Ekonomi B. MANFAAT EKONOMI a. Sumber Makanan Di terumbu karang kita dapat menemui banyak sekali jenis tumbuhan dan hewan laut yang dapat kita manfaatkan sebagai sumber makanan. Contohnya alga atau rumput laut yang dapat kita jadikan agar-agar. Selain itu berbagai jenis ikan, udang, kepiting, dan teripang merupakan sumber protein. Dari 1 km2 terumbu karang yang sehat dapat diperoleh sekitar 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan sekitar 1.200 orang setiap tahunnya (Burkedkk., 2002). Cesar (1996) menyebutkan 5 – 10 % hasil perikanan laut berasal dari terumbu karang. b. Sumber Bahan Dasar Untuk Obat-obatan dan Kosmetika
Beberapa jenis dari alga atau rumput laut, dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk keperluan kosmetik (dijadikan sabun), dan juga untuk membalut kapsul obat. Selain itu hewan laut seperti spon dan tunicata (Ascidian) yang ada di terumbu karang, diketahui memiliki senyawa kimia yang berguna untuk bahan antibiotika, anti radang, dan anti kanker. Namun demikian, masih banyak potensi biota laut bagi industri obat dan bahan kimia, yang belum digali. c. Sebagai Objek Wisata Terumbu karang juga memiliki keindahan karena adanya berbagai jenis karang, ikan, lili laut, teripang, kerang-kerangan, siput laut, dan lain sebagainya, yang membuat takjub para wisatawan.
Terumbu karang dapat menjadi objek wisata melalui
kegiatan snorkeling, menyelam, ataupun hanya melihat keindahannya dari atas kapal yang dilengkapi kaca pada lantainya (glass bottom boat). d. Sebagai Sumber Mata Pencaharian Adanya terumbu karang dapat menunjang perekonomian masyarakat di sekitarnya. Masyarakat memiliki lapangan pekerjaan sebagai nelayan. Apabila terumbu karang dikembangkan menjadi suatu objek wisata yang mengundang banyak turis, maka masyarakat dapat menjadi menjadi pemandu wisata, membuka usaha warung makanan, menyewakan penginapan, menyewakan kapal, menjual cenderamata ke turis, dan lain sebagainya. e. Sebagai Sumber Bibit Budidaya Berbagai jenis ikan, teripang dan rumput laut, yang ada di terumbu karang, dapat dijadikan bibit untuk usaha budidaya. Contohnya ikan kerapu, ikan kakap, rumput laut dari MargaEucheuma dan Gracilaria, dan teripang dari Marga Holothuria. Berdasarkan Riopelle (1995) (lihat Cesar (1996) , yang mengkalkulasi nilai ekonomi dari 1 km2 terumbu karang di wilayah Lombok Barat, dimana terumbu karangnya dimanfaatkan secara optimal (tidak saja untuk sumber perikanan dan pelindung pantai, namun juga untuk kegiatan wisata), sehingga diperkirakan 1 km2 terumbu karang di Lombok Barat bernilai sekitar US $ 1 juta. Sosial
C. MANFAAT SOSIAL a. Menunjang Kegiatan Pendidikan dan Penelitian Terumbu karang dapat menjadi sarana yang ideal bagi kegiatan pendidikan untuk mengenal ekosistem pesisir, mengenal tumbuhan dan hewan laut, dan pendidikan cinta alam. Antara lain karena terumbu karang ada di perairan yang dangkal, sehingga mudah dijangkau, dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga banyak biota laut yang dapat kita amati. Selain itu terumbu karang juga berperan sebagai sarana penelitian.
Untuk
melindungi terumbu karang dan biota laut yang hidup di dalamnya, serta untuk dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan di terumbu karang, maka perlu adanya berbagai jenis penelitian. Apabila kita ingin mejaga kelestarian terumbu karang, maka kita perlu meneliti faktor apa saja yang dapat mengancam kelestariannya, dan bagaimana memulihkan terumbu karang yang terganggu, sehingga kita dapat melakukan upaya-upaya yang diperlukan. Demikian pula apabila kita ingin melindungi satu jenis spesies di terumbu karang maka kita perlu meneliti cara hidup spesies tersebut, apa saja yang dimakannya, bagaimana cara berkembang biaknya, dan lain sebagainya. b. Sebagai Sarana Rekreasi Masyarakat Terumbu karang dengan segala keindahannya dapat dijadikan sarana rekreasi keluarga untuk melakukan aktivitas renang, dan lain sebagainya. FAKTOR PENGANCAM KELESTARIAN TERUMBU KARANG 1. FAKTOR DARI ALAM Bencana alam dan kejadian lainnya yang terjadi secara alamiah dapat merusak terumbu karang. Di bawah ini tercantum hal-hal yang dapat merusak terumbu karang yang terjadi secara alamiah, antara lain ialah: 1. Gempa bumi berakibat memporak-porandakan terumbu karang 2. Badai di laut seperti halnya tsunami berakibat menghancurkan terumbu karang
3. Kenaikan suhu air laut dan kenaikan permukaan air laut pada tahap tertentu dapat mematikan karang 4. Penyakit antara lain akibat infeksi oleh bakteri berakibat mematikan karang 5. Serangan hewan pemangsa (Bulu Seribu) berakibat mematikan karang