PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN FARMASI DI PUSKESMAS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan Otonomi Daerah secara penuh pada 1 Januari 2001 membawa perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Demikian juga halnya di bidang pengelolaan obat. Sebelum penerapan Otonomi Daerah, pengelolaan obat pada dasarnya dilakukan secara terpusat. Akan tetapi sejak tahun 2001 sejalan dengan penerapan Otonomi Daerah, pengelolaan obat dilakukan secara penuh oleh Kabupaten/Kota. Mulai dari aspek perencanaan, pemilihan obat, pengadaan, pendistribusian dan pemakaian. Fungsi pemerintah pusat pada pengelolaan obat di era desentralisasi meliputi: penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional, Penetapan harga Obat Pelayanan Kesehatan Dasar dan Program, penyiapan modul-modul pelatihan dan pedoman pengelolaan. Sejak penerapan Otonomi Daerah, penambahan jumlah Kabupaten-Kota sangat pesat. Bila sebelum Otonomi Daerah, jumlah Kabupaten/Kota sekitar 265, maka sampai saat ini telah ada sekitar 429 Kabupaten/Kota. Penambahan jumlah Kabupate/Kota ini tidak selalu diiringi dengan tersedianya tenaga terampil di berbagai sektor. Termasuk di dalamnya keterbatasan tenaga pengelola obat yang mempunyai latar pendidikan farmasi dan telah mengikuti berbagai pelatihan pengelolaan obat. Di sisi lain pedoman pengelolaan obat yang tersedia masih bernuansa sentralistik. Oleh karena itu diperlukan adanya buku pedoman pengelolaan obat baik di tingkat Kabupaten/Kota maupun Puskesmas yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Penyusunan buku pedoman pengelolaan obat Puskesmas ini merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi apa yang terjadi di lapangan. Tersedianya buku pedoman pengelolaan obat Puskesmas ini merupakan salah satu pelengkap dari buku pedoman pengelolaan obat Kabupaten/Kota yang lebih dahulu terbit. Diharapkan tersedianya kedua buku pedoman pengelolaan obat ini dapat menjadi pedoman bagi petugas pengelolaan obat di Kabupaten/Kota maupun Puskesmas dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Selain itu tumbuhnya jumlah Kabupaten/Kota yang sangat pesat tidak diikuti pula dengan penyediaan dana alokasi obat pelayanan kesehatan dasar yang memadai. Sampai saat ini kekurangan item obat masih kerap terjadi terutama di Kabupaten/Kota bentukan baru. Mengingat terbatasnya dana pelatihan bagi petugas pengelolaan obat, maka penyediaan pedoman pengelolaan obat Puskesmas merupakan salah satu upaya untuk menyediakan informasi bagi para petugas di lapangan. Sehingga dana alokasi obat yang tersedia untuk pelayanan kesehatan dasar dapat digunakan lebih efektif dan efisien guna menunjang pelayanan kesehatan dasar yang lebih baik.
B. Tujuan Pengelolaan Obat Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif dan rasional.
BAB II PERAN SETIAP TINGKATAN A. Pembagian Tugas Tujuan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar adalah agar dana yang tersedia dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat ke Puskesmas. Agar tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka di antara semua yang terlibat dalam pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar sebaiknya ada pembagian tugas dan peran seperti berikut ini: 1. Tingkat Pusat a. Menyiapkan dan mengirimkan berbagai Keputusan Menteri Kesehatan ke unit-unit terkait antara lain: 1) Daftar Harga Obat PKD, Obat Program dan Obat Generik 2) Pedoman Teknis Perencanaan Pengadaan, Pengelolaan, Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) b. Menyediakan Obat Buffer Stok Nasional c. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota khususnya bentukan baru d. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan e. Menyediaan Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas f. Menyediakan Fasilitator untuk Pelatihan Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan g. Menyediakan Pedoman Advokasi Penyediaan Anggaran kepada Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota 2. Tingkat Propinsi Dinas Kesehatan Propinsi: a. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat public dan Perbekalan Kesehatan untuk Kabupaten/Kota b. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Kabupaten/Kota c. Menyediaan Fasilitator untuk Pelatihan Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Kabupaten/Kota d. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran kepada Pemerintah Propinsi 3. Tingkat Kabupaten/Kota a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh Tim Perencanaan Kebutuhan Obat Terpadu berdasarkan sistem “bottom up” b. Perhitungan perencanaan kebutuhan obat untuk satu tahun anggaran disusun dengan menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih d. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan rencana kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Pusat, Propinsi dan sumber lainnya e. Melakukan Pelatihan Petugas Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Puskesmas f. Melakukan Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ke Puskesmas g. Melaksanakan Advokasi Penyediaan Anggaran kepada Pemerintah Kabupaten/Kota h. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap pendistribusian obat i. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluarsa j. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap terhadap jaminan mutu obat yang ada di bawah pengelolaan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan UPK
4. Tingkat Puskesmas dan Sub Unit Pelayanan a. Menyediakan data dan informasi mutasi obat dan perbekalan kesehatan serta kasus penyakit dengan baik dan akurat b. Setiap akhir bulan menyampaikan laporan pemakaian obat dan perbekalan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat c. Bersama Tim Perencana Obat terpadu membahas rencana kebutuhan Puskesmas d. Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan e. Melaporkan dan mengirim kembali semua jenis obat rusak/kadaluwarsa kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota f. Melaporkan kejadian obat dan perbekalan kesehatan yang hilang kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota B. Tugas Dan Tanggungjawab Pengelolaan Obat Di Puskesmas 1. Kepala Puskesmas a. Tugas: 1) Membina petugas pengelola obat 2) Menyampaikan laporan bulanan pemakaian obat kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat 3) Melaporkan dan mengirimkan kembali semua obat yang rusak/kadaluwarsa dan atau obat yang tidak dibutuhkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat 4) Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat b. Tanggungjawab: Pengelolaan dan pencatatan pelaporan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas. 2. Petugas Gudang Obat Di Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan: a. Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota b. Pemeriksaan kelengkapan obat dan perbekalan kesehatan c. Penyimpanan dan pengaturan obat dan perbekalan kesehatan d. Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan untuk sub unit pelayanan e. Pengendalian penggunaan persediaan f. Pencatatan dan pelaporan g. Menjaga mutu dan keamanan obat dan perbekalan kesehatan h. Penyusunan persediaan obat dan perbekalan kesehatan i. Permintaan obat dan perbekalan kesehatan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota j. Penyusunan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 3. Petugas Kamar Obat Puskesmas mempunyai tugas: a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat dan perbekalan kesehatan yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh kamar obat Puskesmas dalam bentuk buku catatan mutasi obat b. Membuat laporan pemakaian dan penerimaan obat dan perbekalan kesehatan
c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada petugas gudang obat d. Menyerahkan obat sesuai resep ke pasien e. Memberikan informasi tentang pemakaian dan penyimpanan obat kepada pasien 4. Petugas Kamar Suntik mempunyai tugas: a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat dan perbekalan kesehatan yang dikeluarkan maupun yang diterimanya b. Membuat laporan pemakaian dan penerimaan obat dan perbekalan kesehatan c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada petugas gudang obat 5. Petugas Lapangan Puskesmas Keliling mempunyai tugas: a. Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang diperlukan kepada Kepala Puskesmas b. Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan c. Setelah selesai dengan kegiatan lapangannya, segera mengembalikan sisa obat kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat 6. Petugas Lapangan Posyandu mempunyai tugas: a. Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang diperlukan kepada Kepala Puskesmas b. Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan c. Setelah selesai dengan kegiatan lapangannya, segera mengembalikan sisa obat kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat 7. Petugas Obat Puskesmas Pembantu mempunyai tugas: a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam bentuk kartu stok/buku b. Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat 8. Bidan Desa a. Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam bentuk kartu stok/buku b. Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat kepada Kepala Puskesmas c. Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat
BAB III PENGELOLAAN OBAT Ruang lingkup pengelolaan obat secara keseluruhan mencakup: A. B. C. D. E. F.
Perencanaan Permintaan Penyimpanan Distribusi Pengendalian penggunaan Pencatatan dan pelaporan
A. Perencanaan Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan: Perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati kebutuhan Meningkatkan penggunaan obat secara rasional Meningkatkan efisiensi penggunaan obat Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Oleh karena itu data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di Puskesmas. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupaten/Kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.
B. Permintaan Obat Tujuan permintaan obat adalah: Memenuhi kebutuhan obat di masing-masing unit pelayanan kesehatan sesuai Sumber penyediaan di di Puskesmas adalah berasal dari Dinas Kesehatan dengan pola penyakit obat yang ada wilayah kerjanya Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di Puskesmas adalah obat Esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No : 085 tahun 1989 tentang Kewajiban menuliskan Resep dan atau menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas. Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah: Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi
pelayan kesehatan public Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar pengobatan Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan public bagi masyarakat Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan public
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan public
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan PP No. 72 tahun 1999 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, yang diperkenankan untuk melakukan penyediaan obat adalah tenaga Apoteker. Untuk itu, Puskesmas tidak diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri-sendiri. Permintaan untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing Puskesmas diajukan oleh Kepala
Puskesmas
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
dengan
menggunakan LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodic menggunakan LPLPO Sub Unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu penyerahan obat kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai alur permintaan dan penyerahan obat secara langsung dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ke Puskesmas.
1. Kegiatan: a. Permintaan rutin Dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing Puskesmas b. Permintaan khusus Dilakukan di luar jadwal distribusi rutin apabila: Kebutuhan meningkat Menghindari kekosongan Penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), obat rusak dan kadaluwarsa c. Permintaan obat dilakukan dengan menggunakan formulir Laporan Pemakaian Lembar Permintaan Obat (LPLPO) d. Permintaan obat ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan selanjutnya diproses oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota 2. Menentukan jumlah permintaan obat Data yang diperlukan: Data pemakaian obat periode sebelumnya Jumlah kunjungan resep Data penyakit Frekuensi distribusi obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Sumber data: LPLPO LB1
3. Cara menghitung kebutuhan obat Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya SO = SK + WK + WT+ SP Kebutuhan = SO - SS Keterangan: SO = Stok Optimum SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan) WK = Waktu Kekosongan Obat WT = Waktu Tunggu (Lead Time) SP = Stok Penyangga SS = Sisa Stok Stok kerja= pemakaian rata-rata per periode distribusi Waktu kekosongan= lamanya kekosongan obat dihitung dalam hari Waktu tunggu= waktu tunggu, dihitung mulai dari permintaan obat oleh Puskesmas sampai dengan penerimaan obat di Puskesmas Stok penyangga= adalah persediaan obat untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan kunjungan, keterlambatan kedatangan obat, pemakaian. Besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Puskesmas dan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Sisa stok = adalah sisa obat yang masih tersedia di Puskesmas pada akhir periode distribusi Contoh perhitungan kebutuhan obat : Pada tanggal 1 Maret 2006 di Puskesmas Murah Senyum, Kabupaten Manisapa sisa persediaan Amoksisilin kaplet 500 mg= nihil. Penerimaan selanjutnya diperkirakan akan diperkirakan akan diperoleh pada bulan April 2006. Pemakaian Amoksisilin kaplet per triwulan selama ini di Puskesmas adalah 60 botol @ 100 tablet. Permintaan obat pada periode Aprl-Juni 2006 diajukan oleh Puskesmas ke Instalasi Farmasi Kabupaten pada akhir bulan Maret 2006, terjadi kekosongan obat selama enam hari kerja. Perhitungan : 1. Pemakaian per triwulan= 60 botol @ 100 kaplet 2. Sisa stok= nihil 3. Pemakaian rata-rata per bulan= 60/3 = 20 botol @ 100 kaplet 4. Pemakaian rata-rata per hari= 20/25x100kaplet = 80 kaplet 5. Waktu kekosongan obat= 6 hari kerja = 6x80 kaplet = 480 kaplet 6. Kebutuhan waktu tunggu (5hari) = 5x80kaplet = 400 kaplet 7. Rencana permintaan untuk Amoksisilin kaplet 500 mg periode April-Juni 2006 = pemakaian riil triwulan + kebutuhan waktu tunggu + waktu kosong obat Sisa stok= (6000+400+80-0) kaplet = 6880 kaplet, dibulatkan menjadi 70 botol @ 100 kaplet.
C. Penerimaan Obat Tujuan adalah: Agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Setiap petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan obat bertanggungjawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas Pembantu dan sub unit kesehatan lainnya merupakan tanggungjawab Kepala Puskesmas Induk. Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO) dan ditandatangani oleh petugas penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerima obat wajib menuliskan jenis yang kurang (rusak, jumlah kurang dan lain-lain). Setiap penambahan obat-obatan, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok. D. Penyimpanan Tujuan penyimpanan adalah: Agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.
1. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan obat a. Persyaratan Gudang Cukup luas minimal 3x4 m2 Ruang kering tidak lembab Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab/panas Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis
Lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu
dan kotoran lain. Bila perlu diberi alas papan (palet) Dinding dibuat licin Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan b. Pengaturan penyimpanan obat Obat disusun secara alfabetis Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO Obat disimpan pada rak Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan di atas palet Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk Cairan dipisahkan dari padatan Sera, vaksin, supositoria disimpan dalam lemari pendingin 2. Kondisi penyimpanan Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: a. Kelembaban Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya berikut: Ventilasi harus baik, jendela dibuka Simpang obat di tempat yang kering Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka Bila memungkinkan pasang kipas angina atau AC. Karena makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet dan kapsul Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki b. Sinar matahari Kebanyakan cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh: Injeksi Klorpromazin yang terkena sinar matahari, akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan karena sinar matahari: Gunakan wadah botol atau vial yang berwarna gelap (coklat) Jangan letakkan botol atau vial di udara terbuka Obat yang penting dapat disimpan di dalam lemari Jendela-jendela diberi gorden Kaca jendela dicat putih
c. Temperatur/panas Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat sensitive terhadap pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh: Salep Oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4-80C, seperti: Vaksin Sera dan produk darah Antitoksin Insulin Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa) Injeksi oksitosin Ingat DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas: Pasang ventilasi udara Atap gedung jangan dibuat dari bahan metal Buka jendela sehingga terjadi sirkulasi udara
d. Kerusakan fisik Untuk menghindari kerusakan fisik: Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan obat di dalam dus yang teratas Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis ada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus Hindari kontak dengan benda-benda yang tajam e. Kontaminasi bakteri Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. f. Pengotoran Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan ruangan paling sedikit satu minggu sekali. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak dibersihkan. 3. Bila ruang penyimpanan kecil Dapat digunakan sistem dua rak
Bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan sisanya di bagian rak B Pada saat mulai menggunakan obat di rak A maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi sambil menunggu obat datang, sementara itu obta di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B habis maka obat yang dipesan diharapkan sudah datang Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu) Misalnya permintaan dilakukan setiap empat bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua bual. Maka jumlah pemakaian empat bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. apabila waktu tunggu yang diperlukan hanya satu bulan maka 3/4 bagian obat disimpan di rak A dan 1/4 bagian di rak B a. Tata Cara Penyimpanan dan Menyusun Obat Pengaturan penyimpanan obat Pengaturan obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contoh kelompok sediaan
tablet, kelompok sediaan sirup dan lain-lain. Penerapan sistem FIFO dan FEFO Penyusunana dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Iut (FEFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang lebih dahulu kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian. Hal ini sangat penting karena: Obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang Beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian
artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektifitasnya Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokkan untuk
memudahkan pencarian, pengawasan dan pengendalian stok obat Pemindahan, harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak Golongan antibiotik, harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar
dari cahaya mataharim disimpan di tempat kering Vaksin dan serum, harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari es. Kartu temperatur yang terdapat dalam
lemari es harus selalu diisi Obat injeksi, disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari
Bentuk dragee (tablet salut), disimpan dalam wadah tertutup rapay dan
pengambilannya menggunakan sendok Untuk obat yang mempunyai waktu kadaluwarsa, supaya waktu
kadaluwarsanya ditulis di dus luar dengan menggunakan spidol Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari
tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya Cairan diletakkan di rak bagian bawah Kondisi penyimpanan beberapa obat Beri tanda/kode pada wadah obat: a) Beri tanda semua wadah obat dengan jelas. Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan b) Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum: Jumlah isi dus, misalnya 20 kaleng @500 tablet Kode lokasi Tanggal diterima Tanggal kadaluwarsa (kalau ada) Nama produk/obat Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas)
Informasi tambahan untuk menyusun/mengatur obat: Susunan obat yang berjumlah besar di atas papan atau diganjal dengan kayu rapi dan teratur Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan obat-obat yang berjumlah sedikit tetapi harganya mahal Susunan obat dalam rak dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai Susun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan obat dalam dengan obat luar Cantumkan nama masing-masing obat pad arak dengan rapi, atau letakkan bagian etiket yang berisi nama obat yang jelas terbaca Barang yang mempunyai volume besar seperti kapas disimpan dalam dus Letakkan kartu stok di dekat obatnya b. Pengamanan mutu Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan. Pengamatan mutu obat:
a. Mutu obat yang disimpan dapat mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia b. Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota untuk diteliti lebih lanjut c. Secara sederhana pengamatan dilakukan secara visual, dengan melihat tandatanda sebagai berikut: 1) Tablet: Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan rapuh Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat Untuk tablet salut, disamping informasi di atas juga basah dengan lengket satu dengan lainnya, bentuknya sudah berbeda Wadah yang rusak 2) Kapsul Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya, wadah rusak Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun yang lainnya 3) Cairan Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan Cairan suspense tidak bisa dikocok Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali 4) Salep Konsistensi, warna dan bau berubah (tengik) Pot/tube rusak atau bocor 5) Injeksi Kebocoran Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga keruh atau partikel asing dalam bentuk serbuk untuk injeksi Wadah rusak atau terjadi perubahan warna
jangan gunakan obat yang sudah kadaluwarsa karena: Efektifitas obat berkurang hal ini penting untuk diketahui mengingat penggunaan antibiotik yang sudah kadaluwarsa dapat menimbulkan resistensi mikroba. Resistensi mikroba berdampak terhdap mahalnya biaya pengobatan. Obat dapat berubah menjadi toksis Selama penyimpanan beberapa obat dapat terurai menjadi substansi-substansi yang toksik. Sebagai contoh: tetrasiklin dari serbuk warna kuning dapat berubah menjadi warna coklat yang toksik. E. Distribusi Tujuan: Memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu
Penyaluran/distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyaluran obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain: 1. Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (kamar obat, laboratorium) 2. Puskesmas Pembantu 3. Puskesmas Keliling 4. Posyandu 5. Polindes Kegiatan: 1. Menentukan frekuensi distribusi Dalam menentukan frekuensi distribusi perlu dipertimbangkan: Jarak sub unit pelayanan Baiya distribusi yang tersedia 2. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan Dalam menentukan jumlah obat perlu dipertimbangkan: Pemakaian rata-rata per jenis obat Sisa stok Pola penyakit Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan 3. Melaksanakan penyerahan obat Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara: Gudang obat menyerahkan/mengirimkan obat yang diterima di unit pelayanan Penyerahan di gudang Puskesmas diambil sendiri oleh sub unit-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama dengan formulir LPLPO dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti penerimaan obat F. Pengendalian Tujuan: Agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar Pengendalian obat terdiri dari: 1. Pengendalian persediaan 2. Pengendalian penggunaan 3. Penanganan obat hilang Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan pengendalian adalah: 1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu di Puskesmas dan seluruh unit pelayanan. Jumlah stok ini disebut stok kerja 2. Menentukan:
Stok optimum, yaitu jumlah stok obat yang diserahkan kepda unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan Stok pengaman, yaitu jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman dari Instalasi farmasi Kabupaten/Kota 3. Menentukan waktu tunggu (lead time), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima Secara lebih jelas maka untuk melakukan pengendalian perlu ada sasaran yang ditetapkan. Jika misalnya sasaran tingkat persediaan rata-rata 5.000 tablet perbulan, dan rata-rata pemakaian 1.250 tablet perminggu, maka persediaan 5.000 tablet akan habis dalam empat minggu. Agar pada waktu empat minggu berikutnya masih tersedia 5.000 tablet, maka jumlah persediaan pada minggu keempat haruslah 5.000 tablet juga. Jika pengiriman dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota setiap dua bulan, maka jumlah yang harus ada dalam persediaan pada minggu pertama, kedelapan dan seterusnya adalah 10.000 tablet, agar tercapai persediaan rata-rata 5.000 tablet. 1. Pengendalian Persediaan Untuk melakukan pengendalian persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok kerj stok pengaman, waktu tunggu dan sisa stok. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan, perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu kedatangan obat atau kalau dimungkinkan memesan, maka dapat dihitung jumlah obat yang dapat dipesan (Q) dengan rumus berikut: Q = SK + SP + (WT x D) SS Keterangan: Q = jumlah stok yang dipesan SK = stok kerja SP = stok pengaman WT = waktu tunggu (lead time) D = pemakaian rata-rata perminggu/perbulan SS = sisa stok Pencegahan Kekosongan Obat Agar tidak terjadi kekosongan obat dalam persediaan, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Cantumkan jumlah stok optimum pada kartu stok b. Laporkan segera kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota jika terdapat pemakaian yang melebihi rencana karena keadaan yang tidak terduga
c. Buat laporan sederhana secara berkala kepada Kepala Puskesmas tentang pemakaian obat tertentu yang banyak dan obat lainnya yang masih mempunyai persediaan yang banyak Pemeriksaan Besar (Pencacahan) Pemeriksaan besar dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah setiap jenis obat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan, triwulan, semester atau setahun sekali. Semakin sering pemerikasaan dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi perbedaan antara fisik obat dan kartu stok. 2. Pengendalian Penggunaan Tujuan pengendalian penggunaan adalah untuk menjaga kualitas pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan dana obat. Pengendalian penggunaan meliputi: a. Prosentase penggunaan antibiotik b. Prosentase penggunaan injeksi c. Prosentase rata-rata jumlah R/ d. Prosentase penggunaan obat generik e. Kesesuaian dengan pedoman Instrumen yang digunakan adalah Format monitoring Peresepan seperti terlampir. 3. Penanganan Obat Hilang, Obat Rusak dan Kadaluwarsa a. Penanganan Obat Hilang Tujuan: Sebagai bukti pertanggungjawaban Kepala Puskesmas sehingga diketahui persediaan obat saat itu Kejadian obat hilang dapat terjadi karena adanya peristiwa pencurian obat dari tempat penyimpanannya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Obat juga dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat penyimpanannya ditemukan kurang dari catatan sisa stok pada Kartu Stok yang bersangkutan. Pengujian silang antara jumlah obat dalam tempat penyimpanannya dengan catatan sisa stok pada Kartu Stok perlu dilakukan secara berkala, paling tidak 3 (tiga) bulan sekali. Pengujian semacam ini harus dilakukan oleh Kepala Puskesmas. Untuk menanganu kejadian obat hilang ini, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang segera menyusun daftar jenis dan jumlah obat hilang, serta melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang tersebut nantinya akan digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
2) Kepala Puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan kejadian tersebut, serta menerbitkan Berita Acara Obat Hilang 3) Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, disertai Berita Acara Obat Hilang bersangkutan 4) Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan jumlah obat yang hilang tersebut pada masing-masing Kartu Stok 5) Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak lagi mencukupi kebutuhan pelayanannya, segera dipersiapkan LPLPO untuk mengajukan tambahan obat, seperti telah dibahas rinci di bagian depan 6) Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan membuat berita acara (contoh berita acara terlampir) b. Penanganan Obat Rusak/Kadaluwarsa Tujuan: Melindungi pasien dari efek samping penggunaan obat rusak/kadaluwarsa Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak layak pakai (karena rusak/kadaluwarsa), maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Petugas kamar obat, kamar suntik, atau unit pelayanan kesehatan lainnya segera melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat Puskesmas 2) Petugas gudang obat Puskesmas menerima dan mengumpulkan obat rusak dalam gudang. Jika memang ditemukan obat tidak layak pakai maka harus segera dikurangi dari catatan sisa stok pada masing-masing kartu stok yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan obat rusak/kadaluwarsa yang diterimanya dari satuan kerja lainnya, ditambah dengan obat rusak/kadaluwarsa dalam gudang, kepada Kepala Puskesmas 3) Kepala Puskesmas selanjutnya melaporkan dan mengirim kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, untuk kemudian dibuatkan berita acara sesuai dengan ketentuan yang berlaku G. Pelayanan Obat Tujuan: Agar pasien mendapat obat sesuai dengan resep doketr dan mendapat informasi bagaimana menggunakannya Pelayanan obat adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep doketr sampai penyerahan obat kepada pasien. Semua resep yang telah dilayani oleh Puskesmas harus dipelihara dan disimpan minimal 2 (dua) tahun dan pada setiap resep harus diberi tanda:
“Umum” untuk resep umum “Askes” untuk resep yang diterima oleh peserta asuransi kesehatan “Gratis” untuk resep yang diberikan kepada pasien yang dibebaskan dari pembiayaan retribusi Untuk menjamin keberlangsungan pelayanan obat dan kepentingan pasien maka obat yang ada di Puskesmas tidak dibeda-bedakan lagi sumber anggarannya. Semua obat yang ada di Puskesmas pada dasarnya dapat digunakan melayani semua pasien yang datang ke Puskesmas. Semua jenis obat yang tersedia di unit-unit pelayanan kesehatan yang berasal dari berbagai sumber anggaran dapat digunakan untuk melayani semua kategori pengunjung Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Puskesmas bertanggungjawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh aspek pengelolaan Kegiatan pelayananobat. obat meliputi: Penataan ruang pelayanan obat Penyiapan obat Penyerahan obat Informasi obat Etika pelayanan Daftar perlengkapan peracikan obat 1. Penataan ruang pelayanan: a. Ruang pelayanan adalah tempat dimana dilaksanakan kegiatan penerimaan resep, penyiapan obat, pencampuran, pengemasan, pemberian etiket dan penyerahan obat. Di ruang tersebut terdapat tempat penyimpanan obat, alat-alat peracikan, penyimpanan arsip dan temat pelaksanaan tata usaha obat. b. Luas ruang pelayanan berukuran kurang lebih 3x4 meter dan mempunyai penerangan yang cuku c. Tempat penyerahan obat harus mempunyai loket yang memadai untuk 2. H.
6.