Meiosis 3p4d73

MEIOSIS Kelas B Kelompok VII Selfela Restu Adina (1310422038), Tisa Armalina Syarif (1310421070), Cici Arianti (1310421018), Endah Murwandari (1310422026), Ahmad Effendi (1310422033) ABSTRAK Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Oktober 2015 di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengaplikasikan teknik pembuatan preparat kromosom hewan, dan untuk menentukan fase-fase pembelahan meiosis sel yang teramati pada testis Valanga sp. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode eksperimental dengan teknik squash. Adapun hasil yang didapatkan pada fase meiosis adalah fase profase yang terdiri dari leptoten, zigoten, diploten, dan diakinesis. Fase metafase I, telofase I, metafase II, anafase II, dan telofase II. Keyword : Meiosis, testis, Valanga sp., kromosom PENDAHULUAN Kelestarian suatu species secara keseluruhan mengharuskan tiap individu memperbanyak diri, tiap generasi menghasilkan individu baru untuk menggantikan yang telah mati. Proses penting yang diperlukan untuk kelangsungan hidup tiap organisme ini adalah proses reproduksi (Ville, 1988). Reproduksi adalah salah satu karakter kunci dari makhluk hidup untuk mempertahankan eksistensi species dari waktu ke waktu. Kemampuan hewan untuk menghasilkan turunan yang variabel terkait erat dengan kemajuan evolusinya. Penyusunan kembali gengen, yang mungkin terjadi selama reproduksi, telah memberikan peluang untuk munculnya variasi-variasi dari berbagai karakter yang dimiliki oleh hewan (Abbas, 2009). Reproduksi pada tingkat organisme berkisar dari fisi

(pembelahan). Pembentukan gamet tidak lepas dari pembelahan yang disebut dengan pembelahan secara meiosis. Meiosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berkurang, yang berarti mengurangi jumlah kromosom (Ville, 1988). Menurut Pai (1985) meiosis merupakan cara pembelahan sel yang khusus, terjadi pada waktu pematangan sel-sel gamet. Meiosis adalah proses menghasilkan gamet yang haploid dari diploid. Meiosis mereduksi atau mengurangi jumlah kromosom menjadi setengahnya. Sel anakan yang dihasilkan adalah 4 sel, bukan 2 sel seperti mitosis. Dua pembelahan meiosis dilangsungkan oleh hanya satu proses duplikasi kromosom, sehingga hasilnya keempat sel anakan hanya memilki separuh jumlah kromosom induknya (Campbell, 1993). Cooper (2000) mengatakan bahwa pembelahan meiosis terdapat dua macam pembelahan, yaitu

pembelahan reduksi (meiosis I) dan pembelahan sel (meiosis II). Meiosis II akan melakukan pembelahan sel seperti yang terjadi pada pembelahan mitosis, sedangkan pada meiosis I terjadi peristiwa reduksi kromosom yang nantinya akan berpengaruh terhadap sifat sel anakan. Farabee (2000) juga mengatakan bahwa meiosis menghasilkan sel anak yang berbeda dengan induknya. Berbeda dengan mitosis yang menghasilkan sel anak yang identik dengan induk. Tahap-tahap meiosis menurut Keeton and James (1993) berlangsung dua tahap pembelahannya yaitu dikenal dengan meiosis I dan meiosis II. Profase I meliputi leptonerma, merupakan kondisis atau fase benang-benang kromatin menjadi kromosom, zigonema, kromosom yang sama bentuknya atau kromosom homolog berdekatan dan bergandengan. Pakinema, tiap-tiap bagian dari kromosom homolog mengganda, tetapi masih dalam satu ikatan sentromer, sehingga terbentuk tetrad. Diplonema, kromatid dari tiap belahan kromosom memendek dan membesar, terjadi pindah silang (crossing over). Diakinesis, sentrosom membentuk dua sentriol yang lain bergerak menuju kekutub yang berlawanan. Membran inti dan nucleolus hilang. Menurut Suryo (2010) Metafase I adalah tahap penempatan kromosomkromosom di bidang ekuatorial dari sel. Anafase I adalah tahap berpisah dan bergeraknya kromosom homolog ke kutub sel yang berlawanan. Telofase I adalah tahap terbentuknya dua sel anakan yang masing-masing memiliki setengah jumlah kromosom sel semula.

Setelah itu dilanjutkan pada tahap meiosis II, dimana dinding inti langsung menghilang lagi dan terbentuk benang gelendong inti pada tiap kutub sel anakan yang disebut dengan fase profase II. Kromosomkromosom menempatkan diri di bidang ekuatorial, sel mengalami metafase II. Anafase II, sentromer membelah dan kromosom yang terdiri dari satu kromatid bergerak ke masing-masing kutub sel. Meiosis II diakhiri dengan Telofase II, yaitu terbentuknya empat inti yang haploid (Suryo 2010). Pada hewan, meiosis terjadi di dalam gonad dan menghasilkan sel gamet seperti spermatosit atau sel telur. Disini fase diploid lebih dominan sedangkan fase haploid hanya merupakan gamet bersel satu. Pada tumbuhan, meiosis terjadi pada anthers dan ovaries dan menghasilkan meiospor yang perlahan terdiferensiasi menjadi sel gamet juga. Disini fase haploid dan diploid sama-sama dominan (Siregar, 2000). Pada tumbuhan tingkat tinggi, pembentukan serbuk sari disebut mikrosporogenesis, sedangkan pembentukan bakal buah disebut makrosporogenesis atau megasporogenesis (Suryo, 2007). Manfaat dari meiosis ada dua, diantaranya menjamin jumlah kromosom agar tetap dari generasi ke generasi. Meiosis erat kaitannya dengan Crossing over terutama pada fase pakiten. Crossing over dapat menciptakan diversitas atau variasi genetik, sehingga tiap mahluk hidup akan berbeda satu sama lain. Keacakan penyebaran dari homolog ke nukleus anak selama pembelahan reduksi ikut menambah diversitas

genetik dari gamet (Bloom dan Fawcett, 2002). Pengamatan pembelahan sel meiosis menggunakan Valanga sp jantan sebagai subjek pengamatan. Species ini dipilih karena cepat menuju kematangan seksual, ukurannya yang relatif besar, dan mudah diperoleh. Testis adalah organ yang digunakan dalam pengamatan, karena di dalam testis banyak mengandung sel-sel kelamin (sperm) yang sedang membelah (Rittner & McCabe 2004). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengaplikasikan teknik pembuatan preparat kromosom hewan, pengamatan strukturnya serta menentukan fase-fase pembelahan meiosis sel yang teramati pada testis belalang. METODE Waktu dan Tempat Praktikum mengenai Genetika Populasi dan Interaksi Gen dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Oktober 2015 di Laboratorium Teaching IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada pratikum meiosis adalah mikroskop, pipet tetes, kaca objek, cover glass, pinset, dan tissue. Sedangkan bahan yang digunakan adalah testis belalang, zat pewarna orcetoorsein. Cara Kerja Testis belalang dicuplik, kemudian diletakkan diatas kaca objek dan ditetesi dengan aquadest, lalu ditetesi dengan zat pewarna Aersetoorcein 2%, diamkan selama 10-15 menit.

Lalu squash mikroskop.

dan

amati

pada

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Leptoten

(a)

(b)

Gambar 1. Leptoten (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (b) Sumber: Welsh, 1981

Pada fase leptoten, terlihat benangbenang halus kromosom yang mulai terbentuk. Saat pengamatan, fase yang diperoleh tidak terlalu jelas. Menurut Yatim (1996) pada fase leptoten, kromosom masih berbentuk benang halus panjang, sedikit lebih besar dari kromatin. Hal ini juga didukung oleh Subowo (2011) yang menyatakan bahwa pada tahap ini kromosom mulai tampak semakin jelas sebagai benang-benang panjang halus dengan penebalan pada beberapa tempat. Penebalan ini disebabkan adanya khromomer. 2. Zigoten

(a) (b) Gambar 2. Zigoten (c) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (d) Sumber: Welsh, 1981

Pada fase zigoten terlihat benangbenang kromosom yang saling berdekatan. Menurut Subowo (2011) pada tahap ini kromosom homolog akan berpasang-pasangan secara rapih yang berarti bahwa antara tiap kromomer yang homolog akan berdampingan dengan hanya dipisahkan oleh celah yang berjarak sekitar 0.2 mikron. Suryani (2004) juga menyatakan pada fase zigoten benang-benang kromosom saling berdekatan dan membentuk satu pasangan yang disebut sinapsis.

4. Diakinesis

(a)

(b)

Gambar 4. Diakinesis (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (b) Sumber: Welsh, 1981

3. Diploten

(a)

berpisah. Subowo (2011) menjelaskan bahwa pada tahap ini terjadi pemisahan kromosom homolog yang tadinya masing-masing menempel rapat satu sama lain. Tetapi pemisahan tersebut belum sempurna karena masih terdapat pelekatan yang disebut chiasma yang sekaligus merupakan tempat terjadinya crossing over. Menurut pendapat Crowder (1997), pada tahap diploten profase I terjadi pemendekan kromosom yang berlangsung terus menerus. Mulai terjadi pemisahan pasangan kromosom. Bukti terjadinya pindah silang yaitu terbentuknya kiasma yang terlihat sebagai bentuk silang dari lengan kromosom. Pemisahan gen terdapat pada kromosom yang sama. Synaptinemal complex kemudian terlepas dari kromatid.

(b)

Gambar 3. Diploten (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (b) Sumber: Welsh, 1981

Pada fase diploten terlihat kromosom homolog yang jelas sedikit tertarik

Pada fase diakinesis terlihat kromosom lebih pendek. Subowo (2011) menjelaskan bahwa pada tahap diakinesis kromosom mengalamo pemendekan hingga penampilannya lebih jelas lagi. Kromosom tersebar diseluruh inti yang sudah tidak menampakkan adanya nukleolus lagi. Sementara itu terjadi gerakan chiasma (titik persimpangan kromosom pada pindah silang) menjauhi sentromer menuju ke ujung-ujung kromosom (terminalisasi), sehingga kromosom homolog hanya berhubungan melalui ujung-ujungnya.

Crowder (1997) juga menyatakan bahwa pada tahap diakinesis mulai terbentuk benang benang spindle dan kromosom mengalami terminalisasi. 5. Metafase I

(a)

(b)

Gambar 5. Metafase I (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (b) Sumber: Syulasmi, 2015

Pada fase metafase I terlihat bahwa pasangan kromosom homolog tersusun pada bidang equator. Menurut Pai (1985), pada metafase I kromosom dipindahkan ke equator oleh serat-serat gelendong, kemudian tersusun demikian rupa sehingga tiaptiap homolog berada pada belahan yang berbeda dari bidang pembelahan. Crowder (1997) juga menyatakan bahwa pada tahap ini benang benang spindle tersusun teratur dan melekat pada sentromer yang berada pada bidang equator sel. 6. Telofase I

(a)

(b)

Gambar 6. Telofase I (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. (b) Sumber: Syulasmi (2015)

Pada tahap ini kromosom homolog telah mencapai kutub masing-masing, sehingga terlihat dua kelompok kromosom. Menurut Pai (1985), pada telofase I perpindahan diad terus berlangsung hingga homolog-homolog mencapai kutub masing-masing.

Karakteristik dari pembelahan ini adalah dalam suatu sel terdapat dua kelompok kromosom, dan tiap-tiap kelompok mengandung setengah dari jumlah asalnya. Yatim (1996) juga menyatakan bahwa pada fase telofase ini terjadi reduksi jumlah kromosom (haploid). Menurut Goodenough (1984), selaput inti atau nukleus direorganisasi megelilingi kedua perangkap kromosom homolog yang terpisah selama telofase I, atau kromosom mungkin langsung memasuki pembelahan meiosis II. Demikian juga pembelahan mungkin membagi sel menjadi dua sel anak atau tidak.

7. Metafase II

(a)

(b)

Gambar 7. Metafase II (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel. IB (b) Sumber: Syulasmi (2015)

Pada tahap ini kromosom tersusun pada bidang equator. Pada tahap ini sama halnya dengan fase metafase mitosis. Menurut Subowo (2011) pada tahap ini kromosom tersusun pada bidang equator. Pada saat ini sentromer akan berpisah. Jumlah kromosom masih tetap haploid. Crowder (1997) juga menyatakan bahwa pada metafase II, kromosom terletak pada bidang equator. Kromosom terdiri dari 2 kromatid dan sentromer mulai membelah. Penyebaran kromatid kearah kutub secara rambang. Sentromer melekat pada benang gelendong.

8. Anafase II

(a)

(b)

Gambar 8. Anafase II (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel.IB (b) Sumber: Syulasmi (2015)

Pada tahap anafase II ini, sama halnya dengan anafase I, kromatid bergerak menuju kutub sel. Menurut Pai (1985), pada anafase II seratserat gelendong mengerut dan menarik diad-diad menjadi terpisah, memisahkan kromatid-kromatid satu dengan yang lain. Sentromer membelah dua. Yatim (1996) juga menjelaskan bahwa pada anafase II benang spindle mulai menarik kromatid menuju ke kutub pembelahan yang berlawanan tersebut. Akibatnya kromosom memisahkan kedua kromatidnya dan bergerak menuju kutub yang berbeda. 9. Telofase II

(a)

(b)

Gambar 9. Telofase II (a) Sumber: Dok. Pribadi Kel.IB (b) Sumber: Syulasmi (2015)

Pada tahap telofase II terlihat dua kelompok sel anak dengan kromosom tunggal. Kemudian terjadi pengerutan yang menghasilkan pembelahan sel kedua. Menurut Subowo (2011) telofase II adalah akhir dari pembelahan meiosis, akan terbentuk 4 buah sel dengan masing-masing intinya yang mengandung kromosom dengan jumlah kromosom aslinya

(haploid). Crowder (1997) juga menyatakan bahwa pada telofase II selaput inti mulai terbentuk mengelilingi empat hasil pembelahan. Bentuk kromosom tidak jelas dan masing masing inti mengandung satu dari pasangan kromosom, keaadan haploid. Terjadi modifikasi sel lebih lanjut untu menghasilkan gamet. KESIMPULAN Dari praktikum dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada pembelahan meiosis I didapatkan fase fase sebagai berikut: 1) Profase I a) Leptoten yang memiliki ciri ciri kromatin berubah menjadi kromosom dan terlihat sebagai benang tunggal panjang b) Zigoten dengan ciri ciri sentromer membelah menjadi 2 bagian dan bergerak menuju kutub berlawanan c) Diploten dengan ciri ciri kromosom homolog saling menjauh dan di temapat tertentu terbentuk kiasma d) Diakinesis dengan ciri ciri nukleus menghilang dan memberan nukleus serta tetrad mulai bergerak ke bidang equator 2) Metafase I dengan ciri ciri benang benang spindle menjadi teratur dan melekat pada sentromer. Sentromer berada pada bidang equator. 3) Anafase I dengan ciri ciri kromosom homolog bergerak menuju kutub yang berlawanan dan sentromer belum membelah

4) Telofase I dengan ciri ciri bahwa kromosom telah berada pada kutup dan mulai tereduksi 2. Pada pembelahan meiosis II didaptkan fase fase sebagai berikut: 1) Metafase II dengan ciri ciri kromosom terletak pada bidang equator yang terdiri dari 2 kromatid dan sentromer mulai membelah 2) Anafase II dengan ciri ciri sentromer dari masing masing kromosom telah membelah dan kromatid telah memisah dan menjadi satu kromosom 3) Telofase II dengan ciri ciri selaput inti terbentuk kembali namun bentuk kromosom tidak jelas, masing masing mengandung satu dari pasangan kromosom (haploid) DAFTAR PUSTAKA Abbas, N.D. & Santoso, P. 2009. Buku Ajar Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang. Bloom dan D. W, Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. EGC. Jakarta. Campbell, N.A. 1993. Biology. Benyamin Cummings Publishing Company, Inc. Redward City. Cooper, G.M. 2000. Sel Molekuler. www.as.utexas.edu/biologi/educ ation/spring07/scalo/secure/Co operCh2 Cell.pdf. diakses tanggal 10 November 2015. Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 499 hlm. Farabee, M.J. Pembentukan Sel: Meiosis dan Reproduksi Seksual. Diakses 10 November 2015.

Goodenough, V. 1998. Genetika. Edisi 3 Jilid I. Erlangga. Jakarta. Syulasmi,A.https://www.modulsiklusre produksisel.file.upi.edu.FPMIPA .JUR._PEND._BIOLOGI.AMMI_ SYULASMI.BIOLOGI.Diakses tanggal 13 November 2015. Keeton W.T. dan James L. G. 1993. Biological Science. Fifth edition. W.W. Norton and Company, Inc. USA. Pai, A.C. 1985. Dasar-Dasar Genetika Edisi ke-2. Erlangga. Jakarta. Rittner, D. & T.L. Mc.Cabe. 2004 Encyclopedia of Biology. Facts On File, Inc., New York. Siregar, N. 2000. Biologi Kedokteran Reproduksi dan Embryologi. Departemen Biologi FK UPN. Jakarta Subowo. 2011. Biologi Sel Edisi 6. Sagung Seto. Jakarta. Suryani, Y. 2004. Biologi Sel dan Molekuler. Jica. Yogyakarta. Suryo. 2010. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Ville, C.A., dkk. 1988. Zoologi Umum. Erlangga. Jakarta. Yatim, W. 1996. Genetika. Tarsito. Bandung.