BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakantindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil. Pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana ini seringkali terabaikan pada masyarakat yang belum memiliki pengalaman langsung dengan bencana (Priyanto, 2006). Keluarga diharapkan memiliki kemampuan untuk mengatasi bencana seperti banjir, karena peran keluarga dalam kesiapsiagaan sangat penting alasannya kepala keluarga berperan dalam menyampaikan informasi bagi keluargannya, mengambil keputusan yang cepat dapat mempengaruhi anggota keluarganya dan juga kepala keluarga sebagai sumber dukungan sosial bagi keluarganya. akibat pengaruhnya semua ucapan, tingkah laku dan tindakannya akan dijadikan panutan oleh keluarganya (Effendi, 2009). Kemampuan yang harus dimiliki kepala keluarga sebagai wujud dari kesiapsiagaan adalah mempunyai pengetahuan dan sikap terhadap bencana seperti ketrampilan pertolongan pertama, menggerakkan anggota keluarga untuk mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi, menyiapkan kebutuhan makanan yang dapat disimpan dan tahan lama, menyiapkan kotak P3K dirumah (LIPI, 2006).
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah: 1. Apa pengertian dari pemberdayaan keluarga? 2. Bagaimana penggolongan bencana? 3. Bagaimana sifat bencana?
4. 5. 6. 7.
Apa tujuan penanggulangan bencana? Apa saja langkah-langkah dalam penanggulangan bencana? Apa masalah kesehatan akibat bencana? Apa prinsip penanggulangan bencana?
1.3 Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengertian dari pemberdayaan keluarga 2. Untuk mengetahui penggolongan bencana 3. Untuk mengetahui sifat bencana 4. Untuk mengetahui tujuan penanggulangan bencana 5. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam penanggulangan bencana 6. Untuk mengetahui masalah kesehatan akibat bencana 7. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan bencana 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari pembuatan makala ini yaitu: Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran mata kuliah Keperawatan Keluarga, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan Keperawatan Keluarga dalam Pemberdayaan Keluarga dalam Kesiapsiagaan Bencana.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pemberdayaan Keluarga Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadiankejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994:106).
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-baran dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka.
Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan dalam Effendy (1998), mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat , terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan .
Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing - masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Definisi operasional dari pemberdayaan keluarga merupakaan upaya untuk menjalankan peran sesuai dengan fungsinya dalam keluarga, dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anggota keluarga secara maksimal, sehingga terbentuk ketahanan keluarga. B. Penggolongan Bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Penggolongan Bencana: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.
Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tibatiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, akibat ulah manusia dan wabah penyakit.
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.
Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.
Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.
C. Sifat Bencana Bencana dapat terjadi dengan sifat kejadian sebagai berikut: a. Mendadak (akut), seperti gempa bumi, gelombang tsunami dan tanah longsor. Bencana yang mendadak sifatnya datang tidak di duga, tidak dapat diramalkan, banyak memakan korban, menimbulkan penderitaan orang banyak, ketidak berdayaan, angka kematian dan kesakitan tinggi, dan kehidupan sehari-hari mendadak terganggu. b. yang dapat diramalkan seperti kemarau panjang. Bencana ini sifatnya dapat diramalkan kapan akan terjadinya, mungkin dapat dikendalikan, memiliki tanda-tanda
awal, luas daerah bencana, intensitas peristiwa dan kecepatan terjadinya bencana dapat diperkirakan
D. Tujuan Penanggulangan Bencana Penanggulangan Bencana adalah Suatu proses yang dinamis, terpadu dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan penanganan, merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan pembangunan kembali. Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan dari penanggulangan bencana adalah : 1. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; 4. Menghargai budaya lokal; 5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; 6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan 7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
E. Langkah-Langkah Dalam Penanggulangan Bencana Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pencegahan dan Mitigasi Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah: a. Penyusunan peraturan perundang-undangan b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah. c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur d. Pembuatan brosur/leaflet/poster e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana f. Pengkajian / analisis risiko bencana g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain: a.
Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
b.
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
c.
Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
d.
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
e.
peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
f.
Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
g.
Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
h.
daerah yang lebih aman.
i.
Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
j.
Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
k.
evakuasi jika terjadi bencana.
l.
Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
m. mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang n.
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi
o.
pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat nonstruktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
1. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: a.
Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
b.
Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
c.
Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
d.
Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e.
Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
2.
f.
Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
g.
Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
h.
Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/saranaperalatan)
Tanggap Darurat Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya; b. Penentuan status keadaan darurat bencana; b. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
c. Pemenuhan kebutuhan dasar; d. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan e. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3.
Pemulihan Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upayayang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikankondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana; b. Perbaikan prasarana dan sarana umum; c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; b. Pemulihan sosial psikologis; c. Pelayanan kesehatan; d. Rekonsiliasi dan resolusi konflik; e. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; f. Pemulihan keamanan dan ketertiban; g. Pemulihan fungsi pemerintahan; dan h. Pemulihan fungsi pelayanan publik Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangunkembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebihbaik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dariberbagai ahli dan sektor terkait. a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana; b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat b. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; c. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; d. Peningkatan fungsi pelayanan publik; atau e. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. F. Masalah Kesehatan Akibat Bencana Bencana alam yang terjadi selalu menyisakan kepedihan yang mendalam. Baik berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, gunung meletus, ataupun tsunami. Banyak korban nyawa, fisik, dan harta akibat bencana yang terjadi. Bencana menyebabkan korban yang selamat, menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Menurut Ketua Umum PB IDI Fachmi Idris, secara umum, masalah kesehatan utama setelah bencana adalah trauma fisik seperti luka dan patah tulang. Kemudian, selama dan sesudah masa itu korban bencana yang selamat dan tinggal di pengungsian juga terancam penyakit jika upaya antisipasinya tidak memadai. Berbagai penyakit yang muncul pascabencana alam antara lain malaria, ISPA, diare, leptospirosis, kolera, dan infeksi kulit. Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 3 fase: 1.Penyakit akut pasca bencana. Yaitu penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Misalnya, kasus gempa bumi di Padang tanggal 30 September 2009, penyakit yang berhubungan langsung dengan gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang. 2. Penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca bencana a. Malaria Penyakit malaria dapat timbul misalnya saat masyarakat berada di pengungsian ( tenda-tenda darurat ), nyamuk anopheles bisa menginfeksi korban-korban bencana. b. DBD Misalnya banjir, air yang tergenang dapat menyebabkan bersarangnya nyamuk aides aigypti. Kemudian menginfeksi korban-korban bencana. c. Diare dan penyakit kulit
Penyakit ini bisa menginfeksi korban bencana karena sanitasi yang jelek. Misalnya kuman-kuman penyebab diare seperti ; Vibrio kolera, Salmonella dysentriae pada genangan banjir, diare akibat kurangnya asupan air bersih karena saluran air bersih dan sanitari yang rusak. Seseorang menderita diare bila frekuensi buang air besar telah melampaui kebiasaannya dengan kotoran encer dan banyak cairan. Diare yang terus menerus mungkin merupakan gejala penyakit berat seperti tipus, kolera dan kanker usus. Diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa. Gejala-gejalanya seperti frekuensi buang air besar melebihi normal, kotoran encer/cair,
sakit/kejang
perut,
demam
dan
muntah.
Penyebabnya
bisa
dari Anxietas (rasa cemas), keracunan makanan, infeksi virus dari usus, alergi terhadap makanan tertentu. Penanggulangannya adalah dengan minum banyak cairan, hindari makanan padat atau yang tidak berperasa selama 1-2 hari, minum cairan rehidrasi oral-oralit. d. ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Atas ) ISPA terjadi karena masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris acute respiratory infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut: 1) Infeksi adalah masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2) Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli. Secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernpasan bagian bawah (termasuk jaringan saluran pernapasan). 3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Selain ISPA sering juga ditemukan pnemonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan
dengan
proses
infeksi
akut
pada
bronkus
(biasa
disebutbronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia dua bulan sampai kurang dari satu tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia satu tajun sampai kurang dari lima tahun. Pada anak di bawah usia dua bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia. Pencegahannya dengan pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai, perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan gizi balita. e. Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira berbentuk
spiral
dan
hidup
di
air tawar. Penyakit
ini
timbul
karena
terkontaminasinya air oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Biasanya penyakit ini terdapat pada korban banjir.
f. Demam Tifoid Penyakit demam tifoid sebenarnya juga berkaitan erat dengan faktor daya tahan tubuh seseorang. Oleh sebab itu, untuk mencegah terkena penyakit tipes, masyarakat harus menjaga kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi dan jangan sampai kelelahan.
3. Masalah kesehatan mental Penyakit psikologis / Trauma berkepanjangan akibat reaksi stres akut saat bencana bisa menetap menjadi kecemasan yang berlebihan. Akibat kehilangan rumah, kehilangan anggota keluarga atau bisa juga trauma karena ketakutan yang mendalam G. Prinsip Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bencana alam dan tampak yang di timbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya harus memerhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam.Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu : 1. Cepat dan Tepat Yang dimaksud ‘cepat dan tepat’ adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2. Prioritas Yang dimaksud ‘prioritas utama’ adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan keterpaduan Yang dimaksud dengan ‘prinsip koordinasi’ adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan ‘prinsip keterpaduan’ adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna Yang dimaksud dengan ‘prinsip berdaya guna’ adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan ‘prinsip berhasil guna’ adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Yang dimaksud dengan‘prinsip akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara itek dan hukum.
6. Kemitraan Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dan masyarakat secara luas, termasuk LSM dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.
7. Pemberdayaan Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan, dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.
8. Nondiskriminatif Yang dimaksud dengan ‘prinsip nondriskiminatif’ adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik apapun. 9. Nonproletisi Yang dimaksud dengan ‘nonproletisi’ adalah bahwa dilarang menyabarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Dengan adanya pemberdayaan pengelolaan bencana dalam keluarga dapat membantu mengurangi timbulnya korban akibat bencana alam.
3.2 Saran Saran yang dapat disampaikan setelah pembahasan makalah ini adalah :
1. Kepada pemerintah agar meningkatkan manajemen bencana agar sedini mungkin dapat diantisipasi terjadinya bencana alam di Indonesia. 2. Kepada masyarakat agar lebih menjaga lingkungan karena bagaimanapun bencana yang terjadi tidak terlepas dari kerusakan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
BNPB. 2015. Definisi dan Jenis Bencana. http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisidan-jenis-bencana. Diakses pada 11 oktober 2017 Drs. Muhajir, M.Ed. 2007.Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.Jakarta:Ghalia Indonesia Printing Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta: EGC http://documents.tips//link/langkah-langkah-penanggulangan-bencana. Di unduh pada 11 oktober 2017 https://www.bnpb.go.id/home/definisi https://www.idoub.com/doc/157689946/Penyuluhan-Pencegahan-Penyakit-Pada-BencanaBanjir. Diakses pada 11 Oktober 2017
IWAN_SETIAWAN/Penanggulangan_bencana.pdf. Diakses pada 11 oktober 2017 Ma’arif,Syamsul.2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun
2008
Tentang
Bencana.Jakarta:BNPB
Pedoman
Penyusunan
Rencana
Penanggulangan