Makalah hipertensi kronik dalam kehamilan
HIPERTENSI KRONIS DALAM KEHAMILAN I.
Pengertian Hipertensi Kronis Dalam Kehamilan
Hipertensi kronik sendiri didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 140 mmhg dan atau tekanan darah diastolik lebih atau sama dengan 90 mmhg yang telah ada sebelum kehamilan, yang bertahan sampai lebih dari 20 minggu pasca partus 1 atau setelah 12 minggu menurut kepustakaan yang lain. (Saifuddin, 2010 : 531). Hipertensi
kronik
atau
biasa
disebut
dengan
hipertensi
adalah penyakithipertensi yang
esensial disebabkan
oleh faktor herediter, faktor emosi dan lingkungan. Wanita
hamil dengan hipertensi esensial
memiliki tekanan darah sekitar 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Gejala-gejala lain seperti kelainan jantung, arteriosklerosis, perdarahanotak, dan penyakit ginjal akan timbul setelah
dalam
waktu
dalam kehamilan akan
yang
lama
dan penyakit terus
berlangsung normal sampai
berlanjut. Hipertensi esensial
usiakehamilan aterm.
Sekitar
20%
dari wanita hamil akan menunjukkan kenaikan tekanan darah. Hipertensi kronis pada masa kehamilan didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah sekurang-kurangnya sistolik 140 mm Hg dan dengan tekanan darah diastolik sekurangkurangnya 90 mm Hg pada masa sebelum kehamilan. Untuk wanita yang baru pertama kali hamil hipertensi tersebut dimulai sekurang-kurangnya 20 minggu sebelum kehamilan. Prevalensi hipertensi kronis di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 3% dan terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan prevalensi ini terutama disebabkan oleh peningkatan prevalensi obesitas, yang merupakan faktor resiko utama hipertensi. Penundaan masa
kehamilan sering terjadi pada perempuan yang mengalami hipertensi kronis tersebut. Sehingga peningkatan jumlah wanita hamil yang disertai dengan hipertensi memerlukan pemantauan khusus kemungkinan terjadinya hipertensi kronis dan perlunya penyesuaian terapi antihipertensi sebelum dan selama masa kehamilan Umumnya wanita hamil yang disertai dengan hipertensi kronis akan memiliki kondisi kehamilan yang baik, tetapi mengalami resiko peningkatan komplikasi kehamilan dibandingkan dengan wanita hamil yang tanpa hipertensi. Resiko perburukan kehamilan meningkat seiring peningkatan keparahan hipertensi. Selain itu beberapa agen antihipertensi beresiko pada kehamilan dan harus dihentikan penggunaannya sebelum pembuahan (konsepsi). Mengingat sebagian besar kehamilan adalah kehamilan yang tidak direncanakan, maka pada wanita usia produktif yang mengalami hipertensi harus mendapatkan nasehat khusus sehubungan dengan kehamilan dan upaya perawatan rutin.
Wanita hamil dengan hipertensi kronis memiliki resiko peningkatan preeklamsia sebesar 1725% dibandingkan populasi umum yang hanya sebesar 3-5%, abrupsi plasenta, pembatasan pertumbuhan janin, kelahiran prematur, dan operasi caesar. Resiko preeklamsia semakin meningkat seiring lamanya masa hipertensi. Preeklamsia merupakan penyebab utama kelahiran prematur dan persalinan dengan operasi caesar pada kelompok ini. II.
Etiologi
Etiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi : Primer (idiopatik) : 90 % Sekunder : 10%, yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (diabetes melitus), penyakit hipertensi dan vascular
III.
Diagnosis
Diagnosis pada hipertensi kronik bila ditemukan pada pengukuran tekanan darah ibu ≥ 140/90 mmhg sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan mencapai 20 minggu serta didasarkan atas faktor risiko yang dimiliki ibu, yaitu : pernah eklampsia, umur ibu > 40 tahun, hipertensi > 4 tahun, adanya kelainan ginjal, adanya diabetes mellitus, kardiomiopati, riwayat pemakaian obat anti hipertensi. Diperlukan juga adanya pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium ( darah lengkap, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT ), EKG, Opthalmology, USG). Dahulu direkomendasikan bahwa yang digunakan sebagai kriteria diagnosis adalah peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mmhg atau diastolik 15 mmhg, bahkan apabila angka absolut dibawah 140/90 mmhg. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan. Namun, wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmhg atau diastolik 15 mmhg perlu diawasi dengan ketat.
IV.
Komplikasi pada ibu dan janin
Pada wanita hamil yang mengalami hipertensi kronik terjadi peningkatan angka kejadian stroke. Selain itu komplikasi lain yang sangat mengkhwatirkan yaitu terjadinya superimposed preeclampsia dimana hal ini dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi hepar, gagal ginjal, serta tendensi timbulnya perdarahan yang meningkat dan perburukan kearah eclampsia. Pada janin sendiri dapat terjadi bermacam – macam gangguan sampai kematian janin dimana efek kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah wanita hamil akan merusak sistem vaskularisasi darah, sehingga mengganggu pertukaran oksigen dan nutrisi melalui plasenta
dari ibu ke janin. Hal ini bisa menyebabkan prematuritas plasental dengan akibat pertumbuhan janin yang lambat dalam rahim, bahkan kematian janin. V.
Penanganan Umum
a
Istirahat cukup
b
Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung protein dan
mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta lemak. c. Kalau keadaan memburuk namun memungkinkan dokter akan mempertimbangkan untuk segera melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi VI.
Penatalaksanaan
a. Risiko rendah hipertensi - Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ³100 mmHg - Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ³ 90 mmHg b. Obat antihipertensi Alasan utama untuk mengobati hipertensi pada kehamilan adalah untuk mengurangi morbiditas ibu terkait hipertensi. Sebuah metaanalisis termasuk 28 uji acak membandingkan pengobatan dengan antihipertensi baik dengan plasebo maupun tanpa pengobatan menunjukan bahwa pengobatan dengan antihipertensi secara signifikan mengurangi hipertensi berat. Namun pengobatan tidak mengurangi resiko preeklamsia berlapis, abrupsi plasenta atau pembatasan pertumbuhan janin, juga tidak memberikan manfaat pada neonatus.
Obat-obat antihipertensi kronis yang dapat digunakan pada masa kehamilan yaitu:
Metildopa, sebuah agonis reseptor alfa yang bekerja sentral, dosis sebesar 250-1500 mg dua kali perhari peroral. Metildopa sering digunakan sebagai terapi lini pertama, data jangka panjang menunjukan keamananya pada keturunan. Labetalol, yang merupakan kombinasi alfa dan beta bloker. Dosis 2x100-1200 mg peroral. Sering menjadi terapi lini pertama. Obat ini dapat memperburuk asma. Formulasi intravena tersedia untuk pengobatan darurat hipertensi. Metoprolol, sebuah beta bloker dengan dosis 2x25-200 mg peroral. Obat ini dapat memperburuk asma dan kemungkinan berhubungan dengan penghentian pertumbuhan janin. Beta bloker lainnya misal: pindolol dan propranolol dapat dipakai secara aman. Beberapa ahli merekomendasikan untuk menghindari penggunaan atenolol. Nifedipin (kerja panjang), sebuah pemblok kanal kalsium. Dosis 30-120 mg perhari. Nifedipin kerja cepat tidak direkomendasikan untuk terapi ini, mengingat kemungkinan resiko hipotensi. Pemblok kanal kalsium lainnya dapat digunakan secara aman. Hidralazin, merupakan sebuah vasodilator perifer. Dosis 50-300 mg perhari dalam dosis terbagi 2 atau 4. Sediaan hidralazin intravena tersedia untuk terapi darurat hipertensi. Hidroklorotiazid, sebuah diuretik dengan dosis 12,5-50 mg sekali perhari. Ada kekhawatiran sehubungan penggunaan obat ini, namun tidak ada data studi yang mendukung. Metildopa, sebuah agonis reseptor alfa yang bekerja sentral, dosis sebesar 250-1500 mg dua kali perhari peroral. Metildopa sering digunakan sebagai terapi lini pertama, data jangka panjang menunjukan keamananya pada keturunan. Labetalol, yang merupakan kombinasi alfa dan beta bloker. Dosis 2x100-1200 mg peroral. Sering menjadi terapi lini pertama. Obat ini dapat memperburuk asma. Formulasi intravena tersedia untuk pengobatan darurat hipertensi.
Metoprolol, sebuah beta bloker dengan dosis 2x25-200 mg peroral. Obat ini dapat memperburuk asma dan kemungkinan berhubungan dengan penghentian pertumbuhan janin. Beta bloker lainnya misal: pindolol dan propranolol dapat dipakai secara aman. Beberapa ahli merekomendasikan untuk menghindari penggunaan atenolol. Nifedipin (kerja panjang), sebuah pemblok kanal kalsium. Dosis 30-120 mg perhari. Nifedipin kerja cepat tidak direkomendasikan untuk terapi ini, mengingat kemungkinan resiko hipotensi. Pemblok kanal kalsium lainnya dapat digunakan secara aman. Hidralazin, merupakan sebuah vasodilator perifer. Dosis 50-300 mg perhari dalam dosis terbagi 2 atau 4. Sediaan hidralazin intravena tersedia untuk terapi darurat hipertensi. Hidroklorotiazid, sebuah diuretik dengan dosis 12,5-50 mg sekali perhari. Ada kekhawatiran sehubungan penggunaan obat ini, namun tidak ada data studi yang mendukung. Metildopa merupakan agen antihipertensi yang paling banyak didukung dengan data penelitian tentang khasiat dan keamanan penggunaannya pada wanita hamil. Obat ini telah digunakan sejak tahun 1960-an. Dalam sebuah studi, metildopa tidal menimbulkan efek yang merugikan pada anak-anak yang dilahirkan. Karenanya metildopa sering dijadikan sebagai terapi lini pertama hipertensi pada wanita hamil. Namun, metildopa sering menyebabkan kantuk yang membatasi tolerabilitasnya.