LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SEPSIS NEONATORUM
OLEH MADE AYU WEDASWARI WIDYA 1302106080
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM A FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017
1. Konsep Dasar Penyakit A. Definisi Terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis dalam sepuluh tahun terakhir. Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC, 2001) sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian (Depkes, 2007). Sepsis neonatorum merupakan infeksi bakteri pada aliran darah neonatus selama bulan pertama kehidupan (Stoll, 2007). Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan (usia 0 sampai 28 hari). B. Epidemiologi Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 dikemukakan bahwa 36% dari kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi, diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare. Sedangkan 23% kasus disebabkan oleh asfiksia, 7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh bayi kurang bulan dan berat badan lahir rendah, serta 7% kasus oleh sebab lain. Sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada bayi baru lahir masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan sampai saat ini. C. Etiologi Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu menyebabkan sepsis. Berbagai macam patogen seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada sepsis neonatorum. Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bakteri gram negatif merupakan
penyebab terbanyak kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang (Modi dan Carr, 2000). Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization dimana pada penelitian tersebut mengemukakan bahwa bakteri tersering yang ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas sp, dan Enterobacter sp (WHO, 1999). Bakteri penyebab sepsis neonatorum di RSUP Sanglah Denpasar didominasi oleh bakteri gram negatif (68,3%), terbanyak adalah Serratia marcescens (23,5%). Bakteri gram positif didapatkan proporsi sebesar 31,7%, terdiri dari Staphylococcus coagulase positive (16,4%), Staphylococcus coagulase negatif (10,2%), dan Streptococcus viridans (4,6%) (Kardana, 2011). D. Patofisiologi Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu (Honkenberry, 2007): a) Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll. b) Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor antisepsis misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin. c) Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman
pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Setelah lahir kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, rawat inap yang terlalu lama dan hunian terlalu padat. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit. E. Klasifikasi Sepsis neonatorum diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya menjadi dua, yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis) (Depkes, 2007). Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal (Depkes, 2007). Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah (bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi (FIRS: Fetal Inflammatory Response Syndrome/SIRS: Systemic Inflammatory Response Syndrome) ke sepsis, sepsis berat, syok sepsis, kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian. Tabel kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik. Bila ditemukan dua atau lebih keadaan: Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi dinding dada dan desaturasi O2 Suhu tubuh tidak stabil
FIRS/ SIRS
(<360C atau >37,5oC) Waktu pengisian kapiler >2 detik Hitung leukosit 9 <4000x10 /L atau >34000x109/L Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS disertai dengan gejala klinis infeksi Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular atau disertai gangguan napas akut atau terdapat gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi). Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan dan obatobat inotropik. Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <65 mmHg pada bayi <7 hari dan <75 mmHg pada bayi 7-30 hari). Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan optimal.
SEPSIS
SEPSIS BERAT
SYOK SEPTIK
SINDROM DISFUNGSI MULTIORGAN
F. Gejala Klinis Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung. Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya (Arief, 2008): Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar.
Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.
G. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum pasien. Kesadaran : dapat menurun, letargi. Suhu : dapat hipertermi/hopotermi. Nadi : takikardi/bradikardi, nadi cepat dan teraba kecil. RR : frekuensi napas meningkat, apnea 2) Kepala Mata : sclera ikterus, konjungtiva pucat. Hidung : terdapat sekret, pernapasan cuping hidung (+). Bibir : sianosis, mukosa bibir kering. Leher : adanya pemeriksaan otot bantu napas, sternokledomastoid. 3) Thorak Paru-paru : sesak napas, apnea, pernapasan tidak teratur, takipnea (60x/m). Jantung : takikardi (>160x/mnt). 4) Abdomen : perut kembung, hepatomegali. 5) Neurologi : letargi dan kejang. 6) Integumen : turgor kulit, kelembaban, sianosis. H. Pemeriksaan Diagnostik Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut (Surasmi, 2003) pemberian antibiotik hendaknya
memenuhi
kriteria
efektif berdasarkan hasil pemantauan
mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan yaitu ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3
atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian; Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. I. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sarwono, 2008): 1. Pada masa antenatal Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. 2. Pada saat persalinan Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir. 3. Sesudah persalinan Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. J. Komplikasi Komplikasi sepsis
neonatorum
antara
lain
meningitis
yang
dapat
menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/ atau leukomalasia periventrikular. Komplikasi acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan syok septik dapat dijumpai pada pasien sepsis neonatorum. Komplikasi lain adalah berhubungan
dengan penggunaan aminoglikosida, seperti tuli dan/ atau toksisitas pada ginjal, komplikasi akibat gejala sisa berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental bahkan sampai menimbulkan kematian (Depkes, 2007). K. Prognosis Prognosis pasien adalah lebih baik bila diagnosis dilakukan lebih dini dan terapi yang diberikan tepat. Angka kematian dapat meningkat bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum tidak dapat dikenali dengan baik. Rasio kematian pada sepsis neonatorum dua sampai empat kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan (Depkes, 2007).
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian a) Identitas klien - Pasien - Orang tua/wali b) Keluhan utama c) Riwayat kehamilan dan kelahiran - Prenatal Pada saat prenatal dilakukan pengkajian diantaranya berapa kali kunjungan ANC dilakukan, dimana melakukan kunjungan ANC, apa saja edukasi yang diperoleh saat kunjungan, HPHT, kenaikan BB saat hamil, komplikasi kehamilan, komplikasi obat, obat-obatan yang didapat, riwayat hospitalisasi, golongan darah ibu, pemeriksaan kehamilan/maternal screening, riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll) serta apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (misalnya -
rubella, toksemia gravidarum dan amnionitis). Natal Kaji awal persalinan, lama persalinan, komplikasi persalinan, terapi yang diperoleh, cara melahirkan, tempat persalinan, ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau sangat cepat, riwayat persalinan
-
dikamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain. Postnatal
Hal yang dikaji yaitu usaha napas bayi, kebutuhan resusitasi cairan, skor APGAR, obat-obatan yang diberikan pada neonatus, interaksi orang tua dan bayi, trauma lahir, keluarnya urin dan BAB, respon fisiologis. d) Riwayat keluarga e) Genogram f) Riwayat sosial - Sistem pendukung - Hubungan orang tua dengan bayi - Lingkungan rumah - Problem sosial yang penting (kurangnya sistem pendukung sosial, perbedaan bahasa, riwayat penyalahgunaan zat adiktif, lingkungan rumah yang kurang memadai). g) Keadaan kesehatan saat ini - Diagnosa medis - Tindakan operasi - Status nutrisi - Status cairan - Obat obatan - Aktivitas - Tindakan keperawatan yang dilakukan - Hasil laboratorium (bilirubin, kadar gula darah serum, protein aktif C, IgM, hasil kultur feses dan urin, serta dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi. - Pemeriksan penunjang - Lain lain h) Data objektif Pemeriksaan fisik : perawat melakukan pengkajian dengan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi untuk mengidentifikasi apakah terdapat tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut: - Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama), tidak mau minum/reflek menghisap
lemah,
regurgitasi,
peka
rangsang,
pucat,
hipotermi/hipertermi, sianosis, dehidrasi, pengisian kembali kapiler lambat, BB bayi dibawah normal <2500 gram. i) Informasi lain j) Ringkasan riwayat keperawatan B. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea.
2. PK infeksi. 3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan pada otak. 4. Risiko syok berhubungan dengan sepsis. 5. Hipertermia berhubungan dengan sepsis ditandai dengan suhu tubuh dan kulit kemerahan. 6. Risiko pertumbuhan tidak proporsional.
peningkatan
C. Perencanaan Keperawatan NO 1.
DIAGNOSIS Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
Setelah dilakukan NIC Label : Respiratory tindakan keperawatan Monitoring selama …x 24 jam pasien Monitor frekuensi menunjukkan keefektifan 1. pernafasan dan pola nafas, dengan kriteria kedalaman. Catat upaya hasil: pernafasan, penggunaan NOC Label : otot bantu pernafasan Respiratory Status 2. Observasi retraksi 1. RR klien dalam batas dinding dada. Selidiki normal penurunan ekspansi atau 2. Tidak ada retraksi ketidaksimetrisan gerakan dada saat klien dada bernapas. 3. Lihat kulit dan 3. Tidak ada membran mukosa untuk penggunaan otot mengetahui adanya bantu napas sianosis 4. Tidak ada sesak napas
RASIONAL Respiratory Monitoring 1. Untuk mengetahui status pernapasan. 2. Untuk mengetahui adanya daya-daya tambahan yang digunakan untuk melakukan pernapasan 3. untuk mengetahui derajat kebutuhan O2 yang tidak terpenuhi secara konvensional NIC label : Oxygen Therapy
EVALUASI S:O: Klien tampak tidak sesak Tidak ada penggunaan otot bantu napas RR dalam batas normal A: P: -
5. Ritme pernapasan NIC label: Oxygen Therapy 1. Atur kebutuhan oksigen normal 6. Saturasi oksigen klien pasien dan berikan 95%-100% humidifier sebagai pelembap udara 2. Monitor aliran oksigen 3. Monitor posisi selama pemberian oksigen 4. Monitor keefektifan terapi oksigen 5. Observasi tanda keracunan oksigen 6. Konsultasikan dengan dokter berhubungan dengan pemberian oksigen
1. Pola napas pasien takipneu, memerlukan terapi oksigen, kelembapan udara dari humidifier 2. Kebutuhan oksigen pasien selama perawatan 3. Posisi selama pemberian oksigen membantu dalam mengoptimalkan pemberian oksigen 4. Melihat efektifnya terapi oksigen yang diberikan 5. Cegah komplikasi dari pemberian terapi oksigen 6. Membantu mengoptimalkan terapi pasien dengan kolaborasi
dengan tenaga kesehatan lain 2.
PK Infeksi
Setelah dilakukan asuhan NIC Label : Infection NIC Label : Infection keperawatan selama ... x control Control 24 jam diharapkan 1. Mengganti setiap alat yang dipakai oleh pasien 1. Mencegah bersihan jalan napas klien penularan pada sesuai dengan protokol. membaik dengan kriteria 2. Mencuci tangan dengan orang lain dan hasil/evaluasi : tepat pasien 3. Menjaga teknik isolasi 2. Mencegah NOC Label : Infection dengan tepat penularan severity 4. Batasi jumlah pengunjung 1. Sputum tidak terdapat mikroorganisme nanah/purulen melalui tangan 5. Gunakan gloves sesuai 2. Pasien tidak demam 3. Agar tenaga dengan kebijakan 3. Leukosit dalam kesehatan tidak pencegahan universal rentang normal (4000tertular penyakit 6. Gunakan gown saat 10.000 sel/mm3) 4. Karena pegunjung menangani bahan yang dapat membawa terinfeksi mikroorganisme 7. Tingkatkan intake nutrisi NOC Label : Immune yang berbahaya yang tepat Status bagi pasien 8. Menganjurkan untuk 5. Untuk 1. Suhu dalam keadaan beristirahat meningkatkan 9. Monitor suhu tubuh klien normal (36,5-37,5 C0) proteksi tenaga 10. Kolaborasi : 2. Hasil screening pasien
S: O: Tidak ada tanda dan gejala infeksi pada klien Klien tampak tenang Jumlah leukosit dalam batas normal A: P:-
negatif
a. istrasikan antiviral atau antibiotik b. istrasikan antipiretik jika diperlukan c. Pemberian intake nutrisi yang dapat meningkatkan status immune
kesehatan 6. Untuk meningkatkan proteksi terhadap virus
7. Meningkatkan imunitas pasien NIC Label:Infection Protocol 8. Membantu proses 1. Monitor jumlah penyembuhan granulosit, dan WBC 9. Untuk mengetahui perubahan suhu 2. Memperoleh kultur jika tubuh pasien. diperlukan 10. Kolaborasi a. Menekan pertumbuhan mikroorganisme b. Menurunkan suhu tubuh pasien c. Mambantu proses penyembuhan
NIC Label : Infection Protocol 1. Untuk mengetahui perkembangan kondisi klien 2. Untuk mengetahui penyebab sepsis dan terapi selanjutnya 3.
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan pada otak
Setelah dilakukan NIC label: Neurogical NIC label: tindakan keperawatan Monitoring Neurogical selama ... x 24 jam perfusi Monitoring 1. Monitor ukuran, bentuk, jaringan ke serebral klien kesimetrisan, dan 1. Untuk mengetahui menjadi efektif, dengan: reaktivitas pupil keadaan pupil dan NOC label: Tissue respon pupil 2. Monitor tingkat kesadaran Perfution: Cerebral terhadap pasien rangsangan 1. Tekanan intracranial normal (0-10 mmHg) 3. Monitor tingkat orientasi 2. mengetahui tingkat kesadaran pasien 2. Tekanan darah sistolik 4. Monitor GCS pasien normal 3. Untuk mengatahui 5. Monitor status pernafasan :
S: O: TIK 0-10 mmhg, TD normal, refleks patologis (-) A: P:-
3. Tekanan darah diastole normal 4. Tidak mengalami sakit kepala 6. 5. Tidak muntah
mengalami
6. Tidak mengalami gangguan kognitif 7. Tidak mengalami gangguan reflex neurologis
4.
ABC level, denyut oksimetri, kedalaman, pola, laju dan kekuatan Monitor adanya respon Cushing dan adanya peningkatan tekanan intracranial
apakah pasien mengalami disorientasi atau tidak 4. mengetahui tingkat kesadaran pasien 5. Untuk mengetahui adanya perubahan status pernasan pasien 6. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
Risiko syok Setelah diberikan asuhan NIC Label : Shock NIC Label : Shock berhubungan keperawatan selama…. x Management Management dengan sepsis 24 jam, diharapkan tidak 1. Untuk terjadi syok dengan 1. Pantau vital sign, tekanan darah ortostatik, status mengetahui kriteria hasil: mental, keluaran urine perkembangan
S: O: -
Hematokrit dalam rentang
NOC Label: Hydration 1. Asupan cairan meningkat 2. Hematocrit menurun (35%-45%) 3. Pengeluaran urine meningkat NOC Label: Balance
Fluid
1. Nadi perifer normal (80-100x/menit pada dewasa ) 2. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam 3. Turgor kulit normal 4. Membran mukosa lembab 5. Hematokrit normal 6. Tidak terjadi hipotensi ortostatik 7. Tidak mengalami
2. Pantau hasil laboratorium perfusi jaringan yang tidak memadai (misalnya : peningkatan kadar asam laktat, penurunan Ph arteri) 3. Memberi cairan IV yang sesuai 4. Pantau kecenderungan parameter hemodinamik (misalnya: tekanan vena sentral, kapiler paru, dan tekanan arteri) 5. Menjaga patensi akses IV 6. Catat takikardia atau bradikardia, penurunan tekanan darah, atau tekanan arteri sistemik abnormal, serta pucat, sianosis, dan diaforesis 7. Pantau status cairan termasuk intake dan output dengan sesuai
2.
3.
4.
5.
6.
kondisi klien melaui perubahan tekanan darah Untuk menentukan terapi berikutnya yang sesuai untuk klien Untuk mempertahankan status hidrasi klien Untuk mengetahui apakah klien mengalami syok melalui perkembangan hemodinamiknya Untuk mempertahankan intake cairan Untuk
normal -
Nadi normal (80100x/menit)
-
Cairan balance
-
Turgor normal
-
Membran mukosa lembab
-
Tidak mengalami ascites
-
Tidak ada peteki, hemoptymis, melena
-
Tidak ada penurunan
kulit
ascites
NIC Label management
:
Fluid
1. Pertahankan intake dan output yang adekuat 2. Berikan pasien cairan, jika diperlukan
mengetahui tanda syok 7. Menetukan balance cairan klien
NIC Label : Fluid management 1. Mencegah terjadinya ketidakseimbangan cairan 2. Mencegah terjadinya dehidrasi 5.
Hipertermia berhubungan dengan sepsis ditandai dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
NIC Label : Temperature Temperature Regulation Regulation 1. Pantau suhu tubuh klien 1. Mengetahui suhu 2. Pantau perubahan warna tubuh pasien
tekanan darah sistolik (90110mmHg) -
tidak ada penurunan tekanan darah diastolik (6283mmHg)
A: P: -
S: O: -
Suhu klien
tubuh dalam
peningkatan tubuh, kemerahan
suhu hipertermia dengan kulit kriteria hasil NOC label: Thermoregulation Newborn 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,50C 2. Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna kulit 4. Tidak terjadi kejang dan muntah
6.
Setelah diberikan asuhan Risiko keperawatan selama…. x pertumbuhan tidak 24 jam, diharapkan tidak
kulit klien 2. Untuk mengetahui rentang normal 3. Kolaborasi pemberian perubahan warna 36,50 C -37,50 C obat antipiretik sesuai - Rr dan Nadi kulit pasien kebutuhan 3. Untuk dalam rentang menurunkan panas normal NIC Label : Vital Sign klien pasien dengan - Kulit Monitoring hangat pemberian 1. Pantau TTV (Tekanan kolaborasi obat darah , denyut nadi, antipiretik sesuai A: P: respirasi rate) dengan kebutuan 2. Monitor warna kulit, temperatur dan kelembapan Vital Sign Monitoring 1. Untuk mengetahui perubahan TTV pasien. 2. Mengetahui warna kulit dan temperatur pasien
NIC Label therapy
:
Nutrition
NIC Label Nutrition therapy
: S: O:
proporsional
terjadi syok kriteria hasil:
dengan
K 1. Mengetahui kondisi - Berat badan aji status nutrisi klien klien saat ini normal 2. M 2. Agar sesuai Panjang badan NOC Label: Growth onitor intake dan hitung kebutuhan normal 3. Nutrisi dapat - BB/TB normal 1. Persentil berat badan intake harian 3. M mempengaruhi dan - LK dan lila sesuai usia dan jenis onitor hasil labyang dipengaruhi kondisi kelamin normal 2. Persentil berat badan terkait sistemik B 4. Agar keluarga A: dan tinggi badan 4. eritahu keluarga tentang kooperatif dan normal P: 3. Lingkar kepala sesuai diet yang disarankan paham usia 4. Panjang badan sesuai NIC Label : Nutrition NIC Label : dengan usia dan jenis management Nutrition kelamin 1. kolaborasi dengan ahli gizi management 2. timbang berat badan 1. menentukan jumlah NOC label : Nutritional berkala nutrisi yang tepat status 3. kaji kebutuhan enteral tube 2. mengetahui perubahan status 1. Intake nutrisi adekuat nutrisi 2. Membran mukosa dan 3. agar intake tetap konjungtiva tidak puca dapat diberikan 3. Intake makanan dan ciran sesuai kebutuhan pasien
1.
Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta: Depkes RI. Dochterman, Joanne McCloskey & Bulecheck, Gloria M. (2008). Nursing Intervention Classification (NIC) Fourth Edition. St Louis, Missouri : Mosby. Honkenberry.Wilson.(2007).Wong’s: Nursing Care of Infant and Children 8th.Mosby Elsevier:Canada Morhead, Sue, dkk. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St Louis, Missouri : Mosby. NANDA. (2015). Diagnose Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC Stoll, B. J. (2007). The Global Impact of Infection. Clinics in Perinatologi. 24(4): 1-21. Sarwono, E. (2008). Neonatal Pathology and Management of Newborn Pedoman Diagnosa dan Terapi Neonatologi RSUD dr. Soetomo Surabaya. 11(16). Surasmi. (2003). Perawatan bayi risiko tinggi. Jakarta: EGC