Bukit Asam BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Universitas
Bengkulu
merupakan
perguruan
tinggi
negeri
yang
menyelenggarakan pendidikan terapan dan sejumlah bidang pengetahuan khusus. Pendidikan yang dimaksud bersifat professional yang berorientasi pada kebutuhan industri. Fakultas Teknink Universitas Bengkulu didirikan dengan tujuan utama mendukung pengembangan industri dan memperbaiki mutu industri yang ada. Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Bengkulu mempunyai langkah-langkah tertentu dalam kurikulum yang disusunnya. Salah satunya mewajibkan mahasiswa untuk melakukan kerja praktek di industri. Sejauh ini pelaksanaan kerja praktek memberikan andil yang besar untuk memberikan pengalaman agar lulusan Teknik Mesin Universitas Bengkulu mampu berorientasi dimasa yang akan datang dalam bidang industri. Ilmu pengetahuan yang mahasiswa pelajari selama perkuliahan umumnya bersifat teori dan mengacu kepada keadaan ideal yang berbeda dengan kenyataannya dilapangan. Langkah awal bagi mahasiswa untuk mencoba merasakan terjun langsung dalam lingkungan kerja adalah dengan melaksanakan kerja praktek. Dengan praktek langsung di lapangan, akan dapat meningkatkan wawasan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengetahuan dibidang teknik mesin sehingga mahasiswa akan mempunyai kemampuan yang lebih cermat dalam membuat suatu perencanaan dan perhitungan teknik, mencari permasalahan keteknikan,
memahami
pengoperasian
dan
perawatan,
serta
mampu
mengembangkan teknologi dalam lingkungan industri. Semua ini penting untuk mempersiapkan tenaga profesional yang berwawasan dan memiliki kemampuan yang baik. Dalam hal ini pihak Jurusan Teknik Mesin Universitas Bengkulu telah menyiapkan suatu program berupa mata kuliah kerja Praktek yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa. Dalam mencapai tujuan dan fungsi yang optimal, maka Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~1~
Bukit Asam kerja praktek dilaksanakan diperusahaan yang sesuai dengan jurusan masingmasing. Sehingga mahasiswa dapat memahami ilmu teknik yang didapat secara lebih terarah serta dapat mengukur menerapkan kemampuan yang didapat dibangku kuliah dengan kondisi lapangan. Disamping itu juga kegiatan Kerja Praktek ini juga bisa memberikan pengalaman yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk melaksanakan program Kerja Praktek ini diperlukan suatu kerja sama yang baik anatara pihak perguruan tinggi dengan kalangan praktisi industri terkait. PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Merupakan salah satu perusahaan yang mamu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melaksanakan Kerja Praktek, karena secara umum kegiatan penambangan menggunakan berbagai jenis mesin dalam kegiatan operasional. 1.2 Tujuan Kerja Praktek a. Tujuan umum Tujuan kerja praktek secara umum adalah: 1. Menjalin kerjasama antara pihak kampus dengan praktisi industri, dalam hal ini adalah PT Tambang Batu Bukit Asam (Persero) Tbk. 2. Memperoleh pengalaman adan wawasan yang luas mengenai teknologi control yang digunakan dalam industri. 3. Mengetahui ruang lingkup dan gambaran PT. Bukit Asam (Persero), Tbk
yang bergerak dalam bidang petambangan.
4. Mengamati, membandingkan, menganalisa dan menerapkan hal-hal yang didapat dari bangku kuliah dengan yang ada pada dunia kerja 5. Mengetahui
persoalan-persoalan
yang
timbul
pada
keadaan
sebenarnya pada dunia industri. 6. Memperluas wawasan mahasiswa dalam bidang teknik umumnya dan teknik mesin pada khususnya.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~2~
Bukit Asam b. Tujuan khusus Tujuan kerja praktek secara khusus yaitu tertuju pada bidang teknik mesin yang mengacu pada permasalahan yang tengah terjadi diperusahaan. Pada kerja praktek ini penulis melakukan perancangan kontruksi crane pada Train Loading Station (TLS) untuk mengangkat atau menurunkan drive unit conveyor apabila dilakukan perawatan atau perbaikan. 1.3 Manfaat Kerja Praktek Dalam melakasanakan Kerja praktek ini ada beberapa manfaat yang dapat diambil antara lain : 1. Mengetahui ruang lingkup dan gambaran PT. Bukit Asam( Persero ),tbk yang bergerak dalam bidang penambangan. 2. Merasakan dunia kerja dengan membiasakan diri pada suasana lingkungan kerja dikemudian hari. 3. Mahasiswa dapat mengamati, membandingkan, menganalisa dan menerapkan hal-hal yang didapat dari bangku kuliah dengan yang ada pada dunia kerja 4.
Dapat mengetahui persoalan-persoalan yang timbul pada keadaan sebenarnya pada dunia industri.
5. Memperluas wawasan mahasiswa dalam bidang teknik umumnya dan teknik mesin pada khususnya. 6. Mahasiswa dapat merancang kontruksi crane pada Train Loading Station (TLS) yang harapanya dapat bermanfaat untuk perusahaan. 1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Dalam Pelaksaaan Kerja Praktek ini penulis di tempatkan pada Departemen ASI-UM (Annual Safety Inspection dan Uji Material) yang berlangsung dari tanggal 1 Juli 2010 sampai 30 Juli 2010.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~3~
Bukit Asam 1.5 Latar Belakang Masalah Train Loading Station (TLS) merupakan station pemuat batubara yang akan didistribusikan
ke gerbong-gerbong kereta api bekerja secara otomatis yang
dihubungkan dengan S/R. TLS pada PT Bukit Batubara terdiri dari 3 unit,yaitu : TLS 1, TLS 2dan TLS 3. TLS 2 merupakan TLS alternative yang digunakan jika TLS 1 ada kerusakan/rawatan. Material pada TLS 2 berasal dari bukit kendi dan juga merupakan pemuat konvensional dan dilengkapi dengan seperangkat pencampur guna meningkatkan kualitas batubara yang dimuat ke gerbong-gerbong. Stasiun pemuat batubara ke gerbong merupakan bangunan batubara ke gerbong terdiri dari ban berjalan atau belt conveyer. Pada drive unit penggerak pulley conveyer sering terjadi keruskan sehingga perlu diadakan perbaikan. Namun masalah yang terjadi adalah tidak ada alat pemindahan drive unit dari Surge Bin (peti curah) kedasar. Selama ini alat yang dipakai untuk memindahkan drive unit conveyer dengan menggunakan alat berat sehingga memerlukan cost (biaya) yang tinggi dan terlalu merepotkan. Oleh karena itu dibuatlah alat pengangkat alternative yang memudahkan proses pemindahan drive unit conveyor tersebut yaitu crane. Atas dasar ini penulis merencanakan kontruksi crane agar proses repair dan maintenance drive unit conveyor yang terpasang pada surge bin di TLS 2 dapat mudah dilakukan. 1.6 Batasan masalah Mengingat luasnya permasalahan yang ada di PT. Tambang Batu Bukit Asam (Persero) dan waktu yang tersedia sangat terbatas, maka pembahasan difokuskan pada perancangan kontruksi crane pada Train Loading Station (TLS)
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~4~
Bukit Asam 1.7 Metode Penulisan Dalam pembahasan dan penyelesaian masalah serta penyusunan laporan ini penulis menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut : 1.
Metode Observasi, dilaksanakan dengan cara mengadakan pengamatan dan pelaksanaan kerja langsung dilapangan yaitu pada unit Tambang Air Laya ( TAL )
2.
Metode Intervie, dilakuakn dengan cara melaksanakan tanya jawab langsung kepada pembimbing.
3.
Metode literature, yaitu dengan cara mengumpulkan data dan mempeljari buku-buku kuliah dan buku-buku referensi baik yang ada dilokasi tambang yang disediakan di Engineering Document Centre (EDC), maupun diperpustakaan ( DIKLAT PTBA ).
1.8 Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan ini terbagi atas lima bab dan sub bab dan pada akhir laporan juga disertai lampiran untuk memperjelas dan mendukung laporan ini. Dibawah ini uraikan singkat dari bab-bab yang terdapat dalam laporan ini : Bab I : Pendahuluan Membahas Latar Belakang Kerja Praktek, Tujuan Kerja Praktek, Manfaat Kerja Praktek, Tempat dan Waktu Pelaksanan, Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II : Tinjauan Umum Perusahaan Berisi gambaran umum PT.Bukit Asam (Persero), tbk beserta ruang lingkupnya dan uraian umum tentang Alat Tambang Utama (ATU) yang digunakan.. Bab III : Landasan Teori Menjelaskan secara singkat mengenai Hidrolik, prinsip kerja dan berbagai hal yang berkaitan tentang hidrolik. Landasan teori sebagai dasar pemikiran dalam pelaksanaan laporan kerja praktek. Bab IV: Perancangan kontruksi crane pada Train Loading Station (TLS)
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~5~
Bukit Asam Bab V : Penutup Merupakan bab penutup dalam laporan ini yang berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari pengamatan dan permasalahan yang terjadi dalam penyusunan laporan ini.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~6~
Bukit Asam BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1
Sejarah Singkat Perusahaan PT Tambang Batubara Bukit Asam ( Persero ) Tbk, adalah badan usaha
yang didirikan pada tamgal 2 maret 1981 dengan dasar peraturan pemerintah No. 42 tahun 1980 dengan berkantor pusat di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Penambangan batubara Bukit Asam diawali dengan penyelidikan eksplorasi oleh bangsa belanda pada tahun 1915 sampai denga tahun 1928 yang dipimpin oleh Ir. Man Haat. Hasil penyelidikan menunjukan adanya kandungan batubara yang besar dikawasan Bukit Asam. Tambang Batu Bara Bukit Asam dibuka pada tahun 1919 yang terletak dimuara Enim Sumatera Selatan. Penambangan pertama mampu menghasilkan Batu bara sebayak 9,765 ton. Yang diangkut kepelabuhan Kertapati Palembang melalui kereta api sejauh ± 165 Km dan jalur darat (mobil) sejauh ± 200 Km. Pada dekade 60-an batubara mengalami masa-masa kelam karena kalah bersaing dengan bahan bakar minyak yang harganya lebih murah dengan jumlah yamg melimpah, sehingga banyak PLTU dan perusahaan kereta api yang menggunakn bahan baker minyak . Kondisi seperti ini sangant mempengaruhi kapasitas produksi PT. Tambang Batubara Bukit Asam sehingga terjadi penurunan produksi pada Tambang Batu Bara Mahakam Kalimantan Timur. Ditinjau dari lembaga yang megurusnya sampai saai ini PT. Tambang Batubara Bukit Asam secara berturut-turut sebagai berikut :
Tahun 1919 sampai dengan tahun 1942 dikelola oleh pemerintah Belanda
Tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 dikelola militer jepang
Tahun 1947 sampai dengan tahun 1949 dikelola oleh pemerintah Belanda ( dalam agresi militer )
Tahun 1949 sampai dengan sekarang PT. Bukit Asam dikelola oleh pemerintah Indonesia yang terdiri :
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~7~
Bukit Asam o Tahun 1959 sampai denga tahun 1960 dikelola oleh Biro Perusahaan Tambang Negara ( BUPATAN ) berdasarkan PP.No. 86 tahun 1958 o Thun 1961 sampai dengan 1967 dikelola oleh Badan Pimpinan Umum (BPU). Perusahan-perusahaan tambang batubara yang dibawahi oleh BPU yaitu PN. Batubara Ombilin disumatera Barat, PN. Tambang Bukit Asam di Tanjung Enim-Sumatera Selatan, PN. Tambang Batubara Mahakam di Kalimantan Timur. Dalam upaya merehabilitasi tambang di Indonesia khususnya Tambang Batubara Bukit Asam ,maka dibentuklah proyek Pembangunan Pertambangan dan Pengangkutan Batubara Bukit Asam ( P4BA ) dengan ruang lingkup sebagai berikut : 1. Penambangan terbuka Batubara Bukit Asam dengan kapasitas produksi 3 juta ton per tahun 2. Daerah pemukiman untuk menampung ± 3 ribu karyawan PT. Tambang Batubara Bukit Asam beserta keluarga. 3. Sistem angkutan kereta api untuk mengangkut batubara dari tanjung enim ke pelabuhan Tarahan Bandar Lampung 4. Pelabuhan Tarahan Bandar Lampung 5. Kapal yang dilengkapi dengan alat bongkar untuk mengangkut batubara dari Tarahan menuju PLTU Suralaya Jawa Barat. 6. Gerbong kereta api dari pelabuhan Kertapatih untuk memuat dan mengangkut batubara ke Suralaya. Sistem komunikasi terpadu antara tambang,Perumka,kapal laut dan PLTU. Sejalan dengan itu pemerintah RI tanggal 15 Desember 1980 dengan PP.No.42 tahun 1980 telah memutuskan tentang penyertaan modal pemerintah untuk pendirian perusahaan perseroaan Tambang Batubara Bukit Asam. Tujuan PT.Bukit Asam adalah penyediaan batubara yang diperlukan sebagai bahan baku PLTU Bukit Asam. Selain itu juga untuk menyediakan batubara pada :
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~8~
Bukit Asam
1.
Pabrik semen di Sumatera Selatan
2.
PLTU Suralaya Jawa Barat
3.
konsumen lain khususnya untuk kebutuhan masyarakat.
Pada periode sebelum tanggal 22 Maret 1986,kegiatan perencanaan istrative serta perakitan peralatan tambang utama. Namun pada periode selanjutnya tanggal 22 maret 1986 sampai dengan 18 april 1988, kegiatan lebih ditandai dengan mulai beroperasinya Tambang Air Laya dengan system Continous Mining sejak tanggal 26 mei 1986. tambang ini diantaranya menggunakan 5 unit Bucket Whell Excavator (BWE), 2 unit Spreader dan Conveyor system. Pada decade 18 mei 1988,sampai dengan 18 Desember 1989,PT. Tambang Batubara Bukit Asam mulai dipandang sebagi badan usaha yang bersifat komersil.bahkan pada bulan Agustus 1988, pelabuhan batubara Tarahan unit I siap menerima batubara untuk pengapalan ke PLTU Suralaya. Pada tanggal 17 mei 1990 diresmikan tiga proyek besar PT. Tambang Batubara Tarahan. Dan rumah sakit Bukit Asam. Untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN pada bidang batu bara nasional pada 30 oktober 1990 pemerintah menggabungakan kembali perum batubara dengan PT. Bukit Asam. Sejak itulah PT. Bukit Asam merupakan satusatunay BUMN yang bergerak dibidang penambangan batubara dan menempatkan Ombilin sebagai unit Produksi diluar UPTE. Seiring dengan itu, perum batubara yang sebelumnya ditugasi oleh pemerintah sebagai pengawasan kontraktor perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dengan sendirinya hal ini menjadi tanggung jawab PT. Bukit Asam. Pada tanggal 14 oktober 1993, PT. Bukit Asam ditugasi oleh pemerintah sebagai produsen dan untuk memasarkan briket batubara sebgai energi alternative bagi kebutuhan rumah tangga dan industri kecil. Pada tanggal 25 September 1996, pemerintah mengambil kembali funsi pengawasan PKP2B
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~9~
Bukit Asam agar PT. Bukit Asam dapat lebih berkonsentrasi untuk menangani core bussineesnya. 2.2
Struktur Organisasi Struktur organisasi yang mampu mengakomodir tuntutan pengembangan
usaha harus disertai kemampuan untuk mengarahkan semua system yang terlibat di dalamnya agar bekerja lebih efisien, efektif dan produktif. Struktur organisasi kami diformulasikan berdasarkan spesialisasi dan fungsi masing-masing anggota di dalam unit kerja perusahaan.
Keterangan :
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 10 ~
Bukit Asam
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT.BA 2.3
Lokasi Topografi dan Geologi pada Tambang Air Laya ( TAL )
2.3.1 Lokasi TAL Tambang Air Laya (TAL) Merupakan salah satu daerah kuasa tambang PT. Bukit Asam, yang terletak didaerah barat laut sekitar 3 Km dari kota Tanjung Enim dikecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Sekitar 200 km dari kota Palembang. Secara geografis terletak pada kedukdukan ± 4 ' LS dan ± 103 ' BT. Tambang air laya diapit oleh bukit asam disisi timur daerah penggalian memiliki luas 5,6 km 2 yang terletak ± 3 km kearah utara dari lokasi penggalian. 2.3.2 Keadaan Topografi TAL Topografi TAL dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan dan lembah dengan
terdapat
sungai-sungai
kecil.
Bukit
Asam
merupakan
bukit
tertinggi.dengan ketinggian 282 meter diatas permukaan laut ( dpl). Topografi terendah adalah 30 meter dpl yaitu daerah aliran sungai Enim.Jenis tumbuh-tumbuhan terdiri dari berbagai macam pohon, semak dan rumputrumputan. 2.3.3 Kondisi Geologi TAL Geologi TAL adalah merupakan bagian dari antiklonorium, muara enim merupakan daerah dari lingkungan sumatera selatan. Lithopologi uatama yang dijumpai adalah formasi Muara Enim sebagai formasi pembawa batu bara yang didominasi batuan lempung lanauan dengan umur Mia-Pliosen, selain itu pula dijumpai pula endapan. Sungai tua yang berumur kuarter serta tanah timbunan (old dump). 2.4
Alat Tambang Utama (ATU ) Alat-alat tambang yang merupakan peralatan utama dalam melaksanakan
penambanagn terbuka secara terus-menerus dan berkesinambungan(Continuous Surface Mining) dilokasi Tambang Air Laya (TAL) dapat dikelompokan sebagai berikut : Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 11 ~
Bukit Asam
2.4.1. Bagian Penggalian 1. Bucket Wheel Excavator (BWE) Buchet Wheel Excavator (BWE) adalah peralatan utama yang berada dibarisab paling depan yang mempunyai fungsi sebagai penggali atau pengeruk material tambang (batubara dan tanah). BWE ini mempunyai berat mati 552 ton. Material hasil pengerukan atau penggalian dari BWE diteruskan ke Belt Wagon (BW).
Gambar 2.2 Bucket Whell Excavator Tambang air laya mempunyai lima unit BWE dimana masing-masing unit mebutuhkan konsumsi listrik sebesar 1448 KW, yang dengan data teknik sebagai berikut : Type
: Sch Rs 800 x 151,2
Garansi
: 1300 m/jam
Efetif
: 1050
Isi mangkok
: 800 li
Jumlah mangkok
: 14 bi
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 12 ~
Bukit Asam Diameter roda gali
: 9,1
Tine-1 jenjang
: 24
Jangkauan gali maksimum
: 90 meter
Daya
: 1448 KW
Berat Total
: 552 ton
Daya dukung tanah
: 160 Kpa
Lebar belt
: 1400mm
Kecepatan Belt
: 4,5 in/detik.
Bagian-bagian utama dari BWE adalah : a.
Bucket Wheel ( roda singkup ) Roda singkup ini merupakan alat utama dari unit BWE karena tanpa alat
ini maka BWE tidak akan dapat melakukan tugas penggalian roda singkup ini berdiameter 9,1 meter .pada keliling luarnya terdapat singkup atau sudut-sudut yang bergerigi baja. Jumlah singkupnya 14 buah, masing-masing berkapasitas 800 liter. Mekanisme roda singkup ini digerakan oleh sebuah motor slipping 700 KW,6 KV,987 rpm melalui roda gigi (gear box) umtuk menurunkan putaran sehingga menjadi 4,64 rpm dan 5,72 rpm, tergantung torsi motor listik AC 4 KW, 500 V dalam keadaan diam roda singkup juga rem. Mekanisme rem ini digerakan oleh tenaga hidrolik yang disebut ELDRO (break Throwsky) hidroliknya digerakkan oleh motor listik AC 4 KW, 500 V. b.
Hoist Gear Receiving Boom Roda singkup terpasang kokoh pada lengan BWE yang disebut receiving
boom ( lengan penerimaan) yang panjangnya 15,9 m. pada receiving boom ini terdapat system ban berjalan ( belt conveyor ) untuk mengangkat material yang dikeruk oleh roda singkup. Disamping itu receiving boom ini dapat diangkat atau hal ini dilakuakan oleh unit Hoist gear.Mekanisme hoist gear ini digerakan oleh tenaga hidrolik dimana diameter silinder hidroliknya 550 mm dan langkahnya 3850 m. tekanan hidrolinya 200 bar denga debit 180 liter /menit. Sedangkan pompa hidrolinya 200 bar dengan debit 180 liter/menit. Sedangkan pompa hidroliknya digerakan oleh motor listrik PC 90KW. Dengan adanya unit Hoisting
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 13 ~
Bukit Asam pada receiving boom ini maka roda singkup dapat melakukan penggalianlebih leluasa. c.
Hois Gear Discharge Boom Hois Gear Discharge Boom adalah lengan kedua BWE yang menampung
material galian dari receiving boom. Panjang discharge boom ini 27,2 m seperti halnya pada receiving boom.disharge boom juga dapat diangkat dan diturunkan oleh perlengkapan hoist gear. Diameter silinder hidroliknya 259 mm, tekanan minyak 200 bar dengan debit 55 liter/menit. Pompa hidroliknya digerakan oleh motor listrik AC 15 KW,100V 986 rpm, d.
Slew Gear Receiving Boom Disamping dapat digerakan naik dan turun,receiving juga dapat
diayunkan ( slewing ) kekiri atau kekanan tergantung kebutuhan. Mekanisme slewing ini digerakan oleh dua motor arus searah penguat terpisah yang berkapasitas 17 KW melalui roda gigi penurunan putaran yang dilengkapi dengan system pengeraman dengan tenaga hidrolik. Tegangan DC untuk mencatu daya ke kumparan jarum motor Slewing Gear ini didapat dengan menyearahkan system jala-jala tiga fasa dengan menggunakan thrystor control. Sesuai dengan besaar arus triggernya, maka tegangan DC yang dihasilakan dapat bervariasi mulai dari 0- 460 Volt DC. Sedangkan catu arah penguat medan maghnet diperoleh dengan menyearahkan system jala-jala tiga fasa dengan dioda, dimana tegangan DC yang dihasilkan konstan,yaitu sebesar 180 volt. e.
Slew Gear Disharge Boom Seperti halnya pada receiving boom, disharge boom juga dapat
diayunkan kekiri atau kekanan tergantung kebutuhan penggalian. Mekanisme Slewing sama seperti pada receiving boom. f.
Travel Gear Roda singkup dalam operasinya, disamping ban dapat bergerak naik,
turun, ayun kekanan kiri, juga ban dapat mengikuti kemajuan galia. Untuk gerakan maju mundur atau belok ini dilayani oleh system traveling. Seluruh Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 14 ~
Bukit Asam konstuksi BWE berdiri kokoh diatas roda crawler ( roda rantai krapyak ).masingmasing crawler digerakan oleh sebuah motor DC penguat terpisah berkekuatan 90 KW,cara mendapatkan tegangan searah seperti halnya pada unit slewing . untuk gerakan maju atrau mundur maka kecepatan motor pada crawler 1 dan 2 dibuat sama. Sedangakan untuk gerakan membelok maka salah satu kecepatan motor ban dikurangi. Kecepatan motor crawler dapat diatur mulai 200 rpm sampai 1000 rpm. 2. Hopper Car (HC)
Gambar 2.3 Hopper Car Hopper Car adalah peralatan penumbuk material pada Conveyor Excavating ( CE ),dimana Hopper Car ( HC) mempunyai fungsi sebagai berikut pengarah jatuhya material sehingga dapat masuk ke belt coveyor system, juga sebgai penahan agar datya potensial material tidak terlalu besar. Hopper Car ( HC) dapat bergerak sepanjang rel yang terpasang dikanan dan kiri system ban berjalan. selain itu dalam operasi penambangan di BWE, pergerakan Hopper Car akan selalu mengikuti gerakan BWE. Data teknis dari Hopper Car adalah sebagai berikut : Type
: w 1200
Kapasitas
: 1300 Bcm/jam( 16 ton)
Konsumsi
: 10,3 kW
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 15 ~
Bukit Asam
3. Belt Wagon
Gambar 2.4 Belt Wagon Belt Wagon ( BW ) berfungsi sebagai penambah jangkauan BWE sehingga dapat berg erak lebih jauh dari BeltConveyor System atau sebagai penghubung antara BWE dengan Conveyor Excavator. Dengan adanya BW maka Belt Conveyor System tidak perlu dipindahkan sehingga mengurangi frekuensi prgeseran ( shifting ) belt conveyor dijalur excavating. Letak dari BW ini terdiri dari dua bagian bawah dengan peralatan roda rantai adalah pemikul beban dari bangunan diatasnya. Bagian atas terdapat bagian penting yaitu Belt Conveyor System. Agar BW dapat mengikuti gerakan BWE maka BW dilengkapi denga unit-unit khusus yaitu : Crawler Travel Gear Seluruh konstruksi BW berdiri kokoh diatas dua roda crawler yang masingmasing roda digerakan oleh sebuah motor slipping berkekuatan 45 kW, 500 Volt dengan pengaman sebuah rem ELDRO berkekuatan 4 Kw. Untu gerakan maju kecepatan motor pada crawler 1 dan 2 dibuat sama, sedangkan untuk belok kecepatan salah satu motor dikurangi.
Slewing Gear
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 16 ~
Bukit Asam Receiving boom dan discharge boom belt wagon dapat diayunkan secara bersamaan kekiri atau ke kanan yang digerakkan oleh mekanine Slewing gear dengan daya motor 4 Kw, 500 Volt.
Hoist Gear Unit hoisting pada receiving dan discharge boom ini digerakkan ole tenaga
hidrolik dengan
motor pompa berkapasitas 30 kW. Gerakan receiving dan
dishcharge boom ini dapat digerakkan sendiri-sendiri walau hanya dengan satu motor. Data teknis dari belt Wagon ( BW ) adalah : Type
: BRS140OR26-21
Kapasitas
: 1300 Bcm/jam
Lebar Belt
: 1400 mm
Kecepatan Belt
: 4,5 m/detik
Panjang receiving boom
: 26,4 m
Panjang discharge boom
: 21,4 m
Konsumsi listrik
: 471 kW
Berat Total
: 275 ton
Tekanan Terhadap tanah 4.
: 162 Kpa
Cable Reel Car ( CRC ) Cable Reel Car adalah kendaraan pembawa kabel listrik untuk menyalurkan
energi ke BWE. Seperti halnya Hopper Car, maka juga mengikuti Conveyor Excavator dan juga berada diatas bersamaan dengan Hopper Car yang dibuat gandeng . CRC memuat gelondong kabel dengan tegangan 20 KV untuk mencatu kebutuhan energi listrik peralatan tambang pada penggalian panjang kabel listrik yang diperlukan digelondomg kabel ini 11,0 meter. Mekanisme penggulungan kabel ini digerakan oleh motor slipping khusus ( stand steel motor ). Pada saat menggulung, torsi motor diperbesar, sedangkan saat mengulur torsi motor diperkecil saat diam torsi motor sama dengan torsi beban. 2.4.2 Bagian Pengangkutan
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 17 ~
Bukit Asam Bagian pengangkutan dilakukan dengan system ban berjalan ( Belt Conveyor ) yang bertugas membawa material hasil galian 1 maka prinsip dasar dari keseluruhan system yang ada ditambang Air laya ( TAL ) dari lahan penggalian sampai ke pembuangan atau lahan penimbunan bahkan sampai ke Train Loading Station ( TLS ) adalah sama. Rangkaian belt conveyor yang saling berkesinambungan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu system pengoperasan ,lokasi dan ukuran statiunnya. 1. Klasifikasi dari Belt Conveyor menurut sistem pengoperasiannya yaitu system conveyor yang pengoperasiannya ditempatkan pada sisi penggalian. Ada tiga jenis conveyor yang membentuk rangkaina CE yang menghubungkan Excavating Area dan Central Distribution Point ( CDP ), yaitu :
Bench Conveyor BELT adalah Conveyor pada Excavating Benches pada lokasi penggalian yang dapat dipindahkan sesuai dengan rencana penambangan.
Connecting Head Conveyor BWE ( Connecting Head Conveyor BW 1200 ) Terdiri atas dua jenis yaitu shiftable Conveyor dan Relocatable Conveyor. Dimana keduanya dapat digerakkan sesuai dengan rencana penambangan.
Shutting Head Convevor merupakan conveyor yang membawa material galian ke Central Distribution Poin ( CDP ). Conveyor ini berada di CDP dengan lebar belt 1200 mm, kecepatan 5,5 meter/detik dengan motor shutting 80 KW, dengan kecepatan putar 986 rpm. Conveyor yangmembentuk rangkaian yamg menghubunkan Distribution Point dan Dumping Side.
Ketiga jenis Conveyor tersebut adalah : 1. Conveyor Coal ( CC ) BE 1600 Conveyor Coal mengangkut batubara ketempat penimbunan ( stock file ) atau langsung dibawa ke TLS ( Train Loading Station ). Konstruksi tidak dapat digeser atau dipindahkan. 2. Connecting Conveyor BW 1600 Connecting Conveyor jenis shiftable dapat digeser dan jenis relocatable conveyor juga dapat dipindahkan tujuannya yaitu memperluas area penambangan dan peraltan penambangan overburden dan interbuden oleh Spreader.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 18 ~
Bukit Asam 3. Conveyor Dumping BW 1600 Conveyor Dumping mengangkut overburden dan interburden dari CDP ke tempat pembuangan. Lebar sabuk 1600 mm, kecepatan sabuk 5,5 m/detik.sebagai tenaga penggeraknya adalah slipping 600 KW, 6KV,986 rpm. 2. Klasifikasi belt conveyer menurut lokasinya
yaitu dibagi menjadi 4
bagian, yaitu :
Conveyor Excavating Pada sisi penggalian yang berfungsi mengangkut material galian dari BWE ke Conveyor Shutting. Belt Conveyor ini dapat diperpanjang dan diperpendek ataupun digeser kekanan dan kekiri. Conveyor Shutting ( CS )
Fungsinya yaitu untuk mengangkut dan mengatur pembuangan material galian pada Central Distribustion Point ( CDP ). Untuk material tanah diteruskan ke Conveyor Dumping ( CD ) dan untuk batubara diteruskan ke Conveyor Coal dapat dimajukan atau dimundurkan. Conveyor Dumping
Berfungsi untuk mengangkut material tanah ke daerah penimbunan. Belt Conveyor ini dapat diperpanjang dan dapat pula diperpendek ataupun digeser kekiri dan kanan. Conveyor Coal ( CC) Berfungsi untuk mengagkut material batubara kedaerah penimbunan (Stock Pile/TLS ). 3. Klasifikasi belt conveyer menurut stasiunnya dibagi menjadi dua yaitu :
Statiun Belt Conveyor Type adalah station listrik untuk belt Conveyor Excavating dan belt Conveyor Shutting
Statiun Belt Type B adalah station listrik untuk Belt Conveyor Dumping dan untuk Conveyor Coal.
2.4.3 Bagian Pembuangan Tanah Galian
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 19 ~
Bukit Asam 1. Tripper Car ( TC ) Material (batu bara dan tanah) setelah masuk ke Central Distribution Point (CDP) terpisah antara tanah dan batubara. Tanah yang sudah terpisah kemudian diangkut oleh Conveyor Dumping (CD) untuk dibuang
ke dumping area.
Sebelum masuk ke penebar tanah (spreader) terlebih dahulu melalui Tripper Car (TC). Dengan adanya TC ini, maka spreader dapat melakukan pembuangan material secara merata keseluruh area pembuangan. Data teknis Tripper Car (TC) : Kapasitas produksi
: 2600 m/jam
Lebar belt
: 1600 mm
Kecepatan belt
: 5,5 m/detik
Konsumsi listrik
: 265 KW
Berat total
: 194 ton
2. Spreader (SP)
Gambar 2.5 Spreader Spreader adalah alat yang mempunyai fungsi penghambat material nonbatubara (tanah). Material non-batubara disebarkan kekawasan pembuangan
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 20 ~
Bukit Asam (dumping area). Dengan alat ini penghamparan material non batu bara dapat efisien dan merata.
Data Spreader : Type
: -RS 1600X 15/35
Kapasitas
: 2600 m/jam
Lebar belt
: 1600 mm
Kecepatan belt
: 6,5 m/detik
Konsumsi listrik
: 1,96 KW
Berat
: 100 ton
2.4.4 Bagian Penanganan Batubara 1. Stacker/Reclaimer (S/R)
Gambar. Stacker/Reclaimer Peralatan penimbunan dan pengambilan batu bara ini adalah peralatan yang digunakan dalam penimbunan batubara (Stock Pile). Stacker/Reclaimer dapat bekerja sebagai penimbun, pengambilan atau bekerja secara bersama-sama (pengambilan dan penimbunan). S/R ini bergerak diatas rel. Alat ini dapta melakukan 4 macam operasi,yaitu :
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 21 ~
Bukit Asam a. Operasi Stacing,yaitu batubaradiangkut oleh Conveyor Coal (CC) dan diterima oleh S/R dan selanjutnya ditimbun di Stock Pile b. Operasi Reclaiming,yaitu S/R mengambil batubara di stok pile kemudian diangkut oleh belt coveyor menuju Train Loading Station (TLS). c. Operasi by , yaitu batubara yang diangkat oleh CC langsung dialirkan menuju TLS tanpa singgah distok pile. d. Operasi gabungan, yaitu gabungan antara operasi Reclaiming dan by . Mekanisme perubahan operasi ini dapat dilakukan dengan menggeser corong (Chute) yang digerakan oleh system hidrolik sesuai dengan posisi yang dikehendaki dan merubah arah putaran pulley penggerak Belt conveyor pada S/R. Tipe
: LDC 110.1800
Kecepatan jalan
: 2,5 m/menit
Tenaga penggerak
: 14,8 KW
Kecepatan pemotongan
: 2,39 m/detik
Kapasitas Stacking (menumbuk)
: 5600 ton/jam
Kapasitas Reclaming (mengambil kembali)
: 2800 ton/jam
Lebar belt
: 1800 mm
Konsumsi listrik
: 950 kw
Berat total
: 628 ton
Jumlah mangkok
: 9 buah
Kapasitas mangkok
: 1100 liter
Pengisian mangkok
: 72 mangkok/menit
High Cut/Deep Cut
: 16,4 m /2-4 m
2. Train Loading Station ( TLS )
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 22 ~
Bukit Asam
Gambar 2.6 Train Loading Station ( TLS ) TLS berfungsi sebagai station alat pemuat batubara ke gerbong-gerbong kereta api yang terdiri dari 3 unit,yauit : TLS 1, TLS 2dan TLS 3. TLS 1bekerja secara otomatis yang dihubungkan dengan S/R. TLS 2merupakan TLS alternative yang digunakan jika TLS 1 ada kerusakan/rawatan. Material pada TLS 2 berasal dari bukit kendi dan juga merupakan pemuat konvensional dan dilengkapi dengan seperangkat pencampur guna meningkatkan kualitas batubara yang dimuat ke gerbong-gerbong. Sedang TLS 3bangko staiun pemuat dan Apron Feeder. Staiun pemuat batubara ke gerbong merupakan bangunan batubara ke gerbong terdiri dari ban berjalan CC 11, tempat pengisian gerbong dengan ukuran sebagai berikut : Total Height (Tinggi total)
: 31 m
Control Room and Weight-Bin Level
: 3m
Tinggi Surge-Bin (Peti Curah)
: 10 meter
Lebar Surge-Bin (Peti Curah)
: 8,7 meter
Volume Surge-Bin ( Peti Timbang)
: 1000 ton
Voulume Weight-Bin ( Peti Timbang)
: 50 ton
Jumlah Load Cell ( Sensor Berat)
: 4 buah
Kecepatan Pengisian Gerbong Jenis (50 ton)
: 7 - 13 m/menit
Kecepatan Pengisian Gerbong Jenis B (30 ton)
: 6 - 11 m/menit
Apron Feeder berfungsi untuk melayani TLS dalam keadaan darurat atau bila jalur CCIO/ICC 11 mengalami hambatan.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 23 ~
Bukit Asam BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Prosedur Perancangan Sebelum tahun 1850, perencanaan struktur umumnya merupakan seni yang
tergantung pada intuisi dalam menentukan ukuran dan tata letak elemen-elemen. Struktur yang dibuat manusia zaman dahulu hakekatnya selaras dengan yang diihat dari alam sekitarnya, seperti balok dan pelengkung. Setela prinsip kelakuan dan sifat bahan struktur-struktur lebih dipahami, prosedur perencanaan menjadi lebih ilmiah. Perencanaan struktur bisa didefinisikan sebagai paduan dari seni dan ilmu, yang menggabungkan dari intuitif seseorang dalam kelakuan struktur dengan pengetahuan mendalam tentang prinsip statika, dinamika dan mekanika bahan serta analisa struktur untuk yang ekonomis dan aman serta sesuai dengan tujuan pembuatanya. Dalam suatu perencanaan atau perancangan, kita harus menetapkan criteria untuk menilai tercapai atau tidaknya penyelesaian optimum. Criteria yang umum untuk struktur bisa berupa sebagai berikut : a. b. c. d. e. f.
Biaya minimum Berat minimum Waktu kontruksi yang minimum Tenaga kerja minimum Biaya produksi yang minimum bagi pemilik perusahaan Efisiensi operasi maksimum bagi si pemilik Garis besar prosedur perenanaan atau perancangan kerangka structural
sebuah kontruksi yaitu meliputi : 1. Perancangan. Penetapan fungsi yang harus dipenuhi oleh struktur. Menetapkan criteria yang dijadikan sasaran untuk menentukan optimum atau tidaknya perencanaan yang dihasilkan. 2. Konfigurasi struktur perencana. Penataan letak elemn agar sesuai dengan fungsi. 3. Penentuan beban yang harus dipikul.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 24 ~
Bukit Asam 4. Pemilihan bahan perancangan. Setelah keputusan dari langkah 1,2, dan 3, pemilihan ukuran batang dilakukan untuk memenuhi criteria objektif seperti berat atau biaya terkecil. 5. Analisa. Analisa struktur untuk menentukan aman (tetapi tidak berlebihan) atau tidaknya batang yang dipilih. Termasuk dalam hal ini adalah pemeriksaan semua faktor kekuatan dan stabilitas untuk batang serta sambunganya. 6. Penilaian. Apakah semua ketentuan keputusan telah dipenuhi dan hasilnya optimum?
Bandingkan
hasilnya
dengan criteria
yang
ditentukan
sebelumnya. 7. Keputusan akhir. Penentuan optimum atau tidaknya perencanaan yang telah dilakukan. 3.2
Jenis Pembebanan Penentuan beban yang bekerja pada struktur atau elemen struktur secara
tepat tidak dapat dilakukan. Walupun lokasi beban pada struktur telah diketahui, distribusi beban dari elemen ke elemen pada struktur biasanya membutuhkan anggapan dan pendekatan. Berikut adalah beberapa jenis pembebanan : a. Beban mati Beban mati adalah beban kerja akibat grafitasi yang tetap posisinya; disebut demikian karena bekerja terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur didirikan. Berat struktur dipandang sebagai beban mati, demikian juga perlengkapan yang digantungkan pada struktur seperti pipa air,kabel,dll, dengan kata lain semua benda yang tetap posisnya selama struktur berdiri dipandang sebagai beban mati. Beban mati umumnya diketahui secara tepat setelah perancangan selesai. Berat struktur atau elemen struktur harus ditaksir, penampang praperencana dipilih, berat dihitung ulang, dan pemilihan batang diubah jika perlu. b. Beban grafitasi pada struktur, yang besar dan lokasinya bervariasi, disebut beban hidup. Contoh dari beban hidup ialah peralatan yang dapat bergerak, crane,dll. Beberapa beban hidup secara praktis bisa permanen, sedangkan lainya bisa sekejap. Karena berat, lokasi, dan kepadatan beban hidup sifatnya tidak diketahui, maka besar yang sesungguhnya dan posisi dan beban ini sangat sukar ditentukan. c. Beban kejut Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 25 ~
Bukit Asam Istilah kejut (impact) seperti yang biasa digunakan dalam perencanaan struktur menyatakan pengaruh dinamis dari beban yang diberikan secara tiba-tiba. Dalam perancangan suatu struktur, bahan-bahan ditambahkan secara perlahanlahan. d. Jenis batang baja structural Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam penentuan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Batang baja dipilih dari profil giling (rolled shape) standar yang ditentukan oleh Americn Institute of Steel contruction (juga diberikan oleh American Society of testing and Materials (ASTM). Jenis penampang yang dipakai dalam merancang kontruksi crane pada TLS (Train Loading Station) ialah balok dengan profil H. Dalam perancangan tumpuan keran dan mesin yang berat pada sebuah kontruksi, kejut harus diperhitungkan secara eksplesit. American Institute of Steel Contruction (AISC) menyatakan bahwa jika tidak ditentukan, persentase kejut harus diambil sebagai berikut : 1. Untuk penumpu elevator 100% 2. Untuk balok penumpu keran yang dijlankan oleh operator 25% 3. Untuk penumpu keran yang digantung dan sambunganya 10% 4. Untuk penumpu mesin yang ringan, digerkan oleh motor tidak kurang dari 20% 5. Untuk penumpu mesin torak atau mesin pembangkit listrik, tidak kurang dari 50% 6. Untuk elemen penggantung lantai dari balkon 33% Dalam perancangan balok lintang (runway) keran dan sambungannya, gaya mendarat akibat keran pengangkat (trolley) yang dapat bergerak harus diperhitungkan. Menurut AISC_1.3.4, gaya ini sama dengan “20% dari jumlah berat keran pengangkat dan beban yang diangkat, juga ditentukan bahwa gaya tersebut harus dianggap bekerja di puncak rel dalam arah tegak lurus rel dan harus terdistribusi dalam meninjau kekakuan lateral dari struktur pendukung lintasan rel. selain itu, akibat percepatan dan perlambatan keran keseluruhan, gaya memanjang (longitudinal) dilimpahkan ke balok lintasan melalui geseran roda penggerak ujung (end truck) dengan rel keran. AISC-1.3.4 menyebutkan bahwa gaya
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 26 ~
Bukit Asam memanjang, jika tidak ditentukan, harus diambil sebesar 10% dari beban roda keran maksimum yang diberikan di puncak lintasan. e. Jenis alat penyambung Setiap struktur adalah gabungan dari bagian-bagian tersendiri atau batangbatang yang harus disambung bersama (biasanya diujung batang) dengan beberapa cara. Salah cara yang digunakan adalah pengelasan. Cara lain adalah menggunakan alat penyambung seperti paku keeling (rivet) atau baut. Pada perancangan ini alat penyambung yang digunakan hanya baut yang memiliki kekuatan tinggi. Baut kekuatan tinggi telah banyak menggantikan paku keeling sebagai alat utama dalam sambungan structural yang tidak dilas. Ada dua jenis utama baut kekuatan (mutu) tinggi ditunjukan oleh ASTM sebagai A325 dan A490. Baut ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam setengah halus. Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas dengan kekuatan lelah sekitar 81 sampai 92 ksi (558 Mpa-634 Mpa) yang tergantung pada diameter. Baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari baja paduan.dengan kekuatan leleh sebesar 115-130 Ksi (793896 Mpa) yang tergantung pada diameter. 3.3
Tipe Pembebanan Yang Bekerja Pada Balok Beban yang bekerja pada balok dapat berupa gaya maupun momen yang
terletak pada bidang yang merupakan sumbu longitudinal balok. Gaya dipahami bekerja tegaklurus sumbu longitudinal, dan bidang yang mengandung beban diasumsikan sebagai bidang simetri dari balok. 1.
Tekukan (Bending) Jika kopel (couples) diberikan pada ujung-ujung balok dan tidak ada gaya
yang bekerja pada batang, maka tekukan disebut tekukan murni (pure bending). Misalnya, pada Gb. 8-1 porsi balok diantara dua gaya dengan arah kebawah merupakan sasaran atau subjek tekukan murni. Tekukan yang dihasilkan oleh gaya-gaya yang tidak membentuk kopel disebut tekukan biasa (ordinary bending). Batang yang dikenai tekukan murni hanya mempunyai tegangan normal dan tidak terjadi tegangan geser pada batang; batang yang dikenai tekukan biasa mempunyai baik tegangan normal maupun geser yang bekerja pada batang. P a
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
P a
~ 27 ~
Bukit Asam
Gambar 3.1 balok yang mengalami pembebanan Suatu balok dapat dibayangkan sebagai susunan sejumlah tak terhingga serat atau batang tipis memanjang (longitudinal). Setiap serat diasumsikan beraksi secara independen terhadap yang lain, yaitu, tidak ada tekanan lateral atau tegangan geser diantara serat. Balok seperti ditunjukkan pada Gb. 8-1, misalnya, akan tertekuk kebawah dan serat-serat pada bagian bawah akan mengalami pemanjangan sedang pada bagian atas akan mengalami pemendekan. Perubahan panjang serat ini menghasilkan tegangan dalam serat. Bagian yang mengalami pemanjangan mempunyai tegangan tarik dengan arah sumbu memanjang, sedang bagian yang mengalami pemendekan terjadi tegangan tekan. Didalam balok, yang tersusun atas kumpulan serat, terdapat permukaan serat yang tidak mengalami pemanjangan maupun pemendekan, sehingga tidak terkena tarikan maupun tekanan. Permukaan ini disebut permukaan netral (neutral surface). Titik potong permukaan netral dengan penampang melintang balok yang tegaklurus terhadap sumbu memanjangnya disebut sumbu netral (neutral axis). Semua serat yang terletak disebelah sumbu netral dalam kondisi tarik dan disebelah lainnya dalam kondisi tekan. 2. Momen tekuk Jumlah aljabar momen-momen gaya luar pada suatu sisi dari setiap penampang melintang balok terhadap suatu sumbu yang melewati penampang disebut momen tekuk pada penampang. 3. Tekukan elastis balok Ringkasan berikut berlaku hanya jika seluruh serat dalam balok beraksi dalam rentang elastisitas bahan :
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 28 ~
Bukit Asam a. Tegangan normal dalam balok. Untuk setiap balok yang mempunyai suatu bidang simetri memanjang dan dikenai momen tekuk M pada suatu penampang melintangnya, tegangan normal yang bekerja pada serat memanjang pada jarak y dari sumbu netral balok (lihat Gb. 8-2) diberikan dengan
My I
dimana I menyatakan momen inersia penampang melintang terhadap sumbu netral. Penurunan atau derivasi persamaan ini akan dijabarkan dalam contoh 1. Tegangannya bervariasi dari nol pada sumbu netral balok sampai maksimum pada serat terluar balok. Tegangan ini juga disebut tekukan (bending), lenturan (flexural), atau tegangan serat (fiber stresses).
NA y
Gambar 3.2 Tegangan yang terjadi pada balok b. Lokasi sumbu netral Ketika aksi dalam balok masih dalam batas elastis, sumbu netral melewati centroid atau pusat penampang melintang. Dengan demikian, momen inersia I yang muncul dalam persamaan diatas untuk tegangan normal adalah momen inersia luasan penampang-melintang terhadap sumbu yang melewati centroid penampang melintang balok. c. Modulus penampang Pada serat terluar balok nilai koordinat y sering dinyatakan dengan simbol c. Dalam kasus ini tegangan tekuk dapat dinyatakan dengan
Mc I
atau
M I /c
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 29 ~
Bukit Asam Rasio I/c disebut modulus penampang dan biasanya dinyatakan dengan simbol Z. Satuannya adalah m3. Dengan demikian tegangan tekuk maksimum dapat dinyatakan dengan
M Z
Formula ini lebih praktis karena nilai Z pada umumnya telah tersedia khususnya untuk berbagai bentuk standar logam. d. Gaya geser Jumlah aljabar gaya-gaya vertikal pada satu sisi penampang melintang balok disebut gaya geser pada penampang tersebut. Konsep ini telah didiskusikan pada bab 6. e. Tegangan geser pada balok Untuk suatu balok yang dikenai gaya geser V pada penampang melintang tertentu, terjadi tegangan geser τ baik horisontal maupun vertikal. Besarnya tegangan geser vertikal pada suatu penampang melintang adalah sedemikian sehingga tegangan-tegangan ini mempunyai resultan gaya sebesar V. Pada penampang melintang balok seperti ditunjukkan pada Gb. 8-3, simetri bidang vertikal mempunyai gaya-gaya dan sumbu netral yang melalui pusat penampang. Koordinat y diukur dari sumbu netral. Momen inersia luasan penampang melintang terhadap sumbu netral dinyatakan dengan I. Tegangan geser pada seluruh serat dengan jarak y0 dari sumbu netral dinyatakan dengan formula
V c yda Ib y 0
y0
N.A
c
b
Gambar 3.3 tegangan geser pada balok Pada balok dengan penampang melintang empat persegi panjang, persamaan
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 30 ~
Bukit Asam tegangan geser diatas menjadi :
V 2I
h2 y 02 4
dimana τ menyatakan tegangan geser pada serat dengan jarak y0 dari sumbu netral dan h menyatakan kedalaman atau tebal balok. Distribusi tegangan geser vertikal pada penampang melintang empat persegi panjang dengan demikian berbentuk parabola, bervariasi dari nol pada serat terluar dan maksimum pada sumbu netral. Kedua persamaan tegangan geser diatas memberikan nilai tegangan geser vertikal maupun horisontal pada titik tertentu. Disini intensitas tegangan geser pada kedua arah ini selalu sama. 4. Tekukan plastis balok Ringkasan berikut dapat diterapkan pada beberapa atau semua serat balok yang mengalami tegangan pada batas lelah bahan. Kita perhatikan kembali kurva tegangan regangan yang disederhanakan seperti ditunjukkan pada gambar 3.4, dimana diasumsikan titik proporsional dan titik lelah adalah berimpit. Daerah lelah, yaitu kurva mendatar, diasumsikan berlaku sampai nilai tak terhingga. Pernyataan ini berlaku untuk perilaku bahan kenyal yang disebut perilaku elastierfectly plastic. Disini σyp menyatakan titik lelah bahan dan εyp menyatakan regangan yang bersesuaian dengan tegangan tersebut. Kita asumsikan sifat bahan adalah sama antara tekanan dan tarikan. σ σyp
ε εyp
Gambar 3.4 Kurva tegangan dan regangan Untuk momen tekuk yang cukup besar pada balok, serat-serat didalam akan mengalami tegangan dalam rentang elastis, sementara serat-serat dibagian luar mencapai batas lelah bahan. Distribusi tegangan seperti ini dapat
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 31 ~
Bukit Asam diilustrasikan seperti pada gambar 3.5 Apabila momen tekuk terus dinaikkan, suatu kasus terbatas tercapai dimana seluruh serat mengalami tegangan yang mencapai batas lelah bahan. Distribusi tegangannya ditunjukan pada Gb. 8-6. σyp
σyp
N.A
N.A
σyp
σyp
Gambar 3.5
Gambar 3.6
Jika aksi pada balok adalah elastis, sumbu netral melewati pusat penampang melintang. Namun demikian, karena aksi plastis bergerak dari serat luar kedalam, sumbu netral bergeser dari lokasi ini ke tempat lain, yang ditentukan dengan menyatakan bahwa resultan gaya normal pada penampang melintang menghilang (menjadi nol). Pada kasus terbatas aksi plastis penuh, sumbu netral diasumsikan pada posisi sedemikian sehingga total luasan penampang melintang terbagi dalam dua bagian yang sama. Momen tekuk berkaitan dengan aksi plastis penuh disebut momen plastis penuh (fuly plastic moment) dan akan disimbolkan dengan Mp. Untuk diagram tegangan-regangan diasumsikan disini bahwa tidak ada momen yang lebih besar yang bisa terbentuk. Untuk balok empat persegi panjang dengan lebar b dan tebal h, momen plastis penuh dapat dinyatakan dengan: Mp
3.4
bh 2 yp 4
Kran Pengangkat
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 32 ~
Bukit Asam Untuk mengangkat barang dalam arah tegak dengan kapsitas sampai 5 ton, untuk keperluan pemasangan dan pembongkran suatu peralatan pada umumnya dipakai crane pengangkat, bila diperlukan gerakan mendatar maka crane ini digabungkan dengan peralatan lain, kontruksi crane harus cukup ringan karena biasanya mudah digantungkan pada suatu tempat, kontruksinya harus cukup kuat dan ringkas serta dilengkapi alat penggantung. Keran pengangkat atau crane yang paling banyak dijumpai di bengkel adalah jenis kerek diferensial mempunyai blok yang tetap dan keran ini terdiri dari dua piringan yang dituang menjadi satu, sebelah bawah terdapat suatu piringan yang mempunyai garis tengah sebesar garis tengah dari piringan sebelah atas. Krane planit dengan kontruksi sangat ringkas dilengkapi dengan suatu cakra rantai dengan dengan rangkai tarikan yang dipasangkan dengan satu sumbu dengan roda-roda gigi satelit. Kerek ulir terdiri dari poros ulir dan roda ulir, cakra rantai beban dituangkan menjadi satu dan seporos dengan roda ulir. Rantai beban dipasangkan pada cara ini dibagian bawah pada cakra rantai kerek bagian bawah serta ujung rantai beban ini dipasangkan (diikatkan) pada kerek bagian atas. Pada ujung poros ulir dipasakkan cakra rantai pengangkat dan disangkutkan rantai pengangkat tanpa ujung melingkar dan ujung lainya dipasangkan rem friksi serta roda penghambat untuk menahan beban. Karena berat beban maka poros ulir terdorong menurut sumbunya sehingga menekan rem friksi, roda penghambat dan plat penahan bantalan poros ulir tersebut, dengan demikian beban dapat berhenti tergantung pada setiap ketinggian dan diperkuat dengan menahan putaran roda penghalang oleh penghalangnya, selama beban terangkat roda penghambatnya berputar bersama-sama poros ulir disebabkan adanya gesekan tersebut, jika beban akan diturunkan maka diperlukan gaya yang kuat untuk mengatasi gesekan tersebut. Kerek listrik menggunakan tenaga pemutar dengan motor listrik, kerek semacam ini merupakan perlengkapan suatu Derek dimana mempunyai tromol dan kawat baja yang diikatkan padanya yang merupakan tali beban, motor listrik
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 33 ~
Bukit Asam dan tromolnya dipasangkan dalam satuan rumah dimana dipasangkan pada Derek atau pada suatu balok.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 34 ~
Bukit Asam BAB IV PERANCANGAN KONTRUKSI CRANE PADA TLS 2
4.1
Metode Perancangan Struktur Dalam melakukan perancangan kontruksi untuk tiang penyangga crane ini
menggunakan metode analisis tegangan pada struktur yang disimpulkan dalam diagram alir sebagai berikut :
Gambar 4.1 Diagram alir perancangan 1.
Penentuan Persyaratan Struktur dan Beban Langkah pertama dari analisis adalah penentuan persaratan bagi struktur rangka (frame) yang mencakup kekuatan (strength), pembebanan (loads), perpindahan (displacements), dan verifikasi. Dalam pengaruhnya pada kekuatan, desain dan perubahan ukuran (sizing) kadang-kadang diatur oleh persaratan perpindahan maksimum.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 35 ~
Bukit Asam Kerangka crane terbuat dari struktur baja yaitu H beam. H beam atau balok H memiliki penamaan pada bagian-bagian penampang balok, seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.2
Ket. : bf = lebar pelat flens, dw = kedalaman web, tw = tebal pelat web, tf = tebal pelat flens, h = tinggi balok, y-y = sumbu netral yang paralel terhadap flens, z-z = sumbu netral yang vertikal terhadap flens
Gambar 5.3 Nomenklatur penampang balok anggota struktur baja Kinerja dari struktur rangka baja yang telah mengalami korosi (penipisan) akan menurun seiring dengan berkurangnya ketahanan (resistance), yaitu : 1. 2. 3. 4.
Ketahanan dari penampangnya Ketahanan dari anggota strukturnya Ketahanan dari sambungannya Kestabilan rangkanya Ketahanan penampang (cross-section) dari tiap anggota struktur rangka baja
ditunjang dari kriteria desain awal sebagai berikut (Eurocode 3-Design of Steel Structures) :
Flens harus mampu menahan beban momen.
Web harus mampu menahan beban geser.
Sambungan Las antara Flens dan Web harus mampu menahan beban geser yang tejadi secara longitudinal pada pertemuan keduanya.
Stiffener Transversal (Vertikal) harus mampu meningkatkan ketahanan terhadap tekuk akibat beban geser.
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 36 ~
Bukit Asam
Stiffener Longitudinal (Horisontal) harus mampu meningkatkan ketahanan terhadap beban geser dan beban lenturan. Ketahanan (resistance) dari balok baja anggota struktur rangka, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, ditentukan oleh proporsi harga ketebalan pelat web (tw), ketebalan pelat flens (tf), lebar flens (bf) dan kedalaman web (d atau dw). Beberapa batasan proporsi atau rasio yang telah ditentukan oleh standar internasional (LRFD - Steel Girder Design, spesifikasi AAHSTO, 2003 dan British Standard - BS 5400), yaitu : 1.
Ketebalan pelat web (tw) minimum tanpa stiffener transversal, yaitu tw
y
dw d atau t w w 150 56
355
;
(5.2) dimana σy = tegangan yield material flens. 2.
Ketebalan pelat flens (tf) yang mengalami tarik (tension), yaitu tf
bf 24
atau t f
bf
y
12
355
;
(5.3) dimana σy = tegangan yield material flens. 3.
Harga lebar flens (bf) minimum, yaitu
bf 4.
d 0,6
atau (5.4)
d 5
bf
d 3
Harga lebar flens (bf) minimum yang mengalami tekan (compression), yaitu b f 0,3 d C ;
(5.5) dimana dc = kedalaman flens yang mengalami tekan. 5.
Ketebalan pelat flens (tf) untuk ketahanan flens terhadap tekuk geser (shear buckling), yaitu t f 1,1 t w
(5.6) Apabila kriteria batas tersebut terlampaui dari harga yang telah ditentukan, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kestabilan struktur dan balok anggotanya. Ketidakstabilan memiliki beberapa modus tekuk (buckling) yang mungkin terjadi, yaitu
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 37 ~
Bukit Asam 1. Tekuk Geser (Shear Buckling) pada Web dw Terjadi bila rasio melebihi harga yang telah ditentukan. tw 2. Tekuk Lokal pada Flens yang Mengalami Tekan Terjadi bila rasio
bf tw
melebihi harga yang telah ditentukan.
3. Tekuk pada Web akibat Induksi dari Flens dan Tekuk Lokal pada Web dw Bila jumlah dan letak stiffener tidak sesuai dengan rasio . tw 2.
Karakterisasi Material Seleksi material yang tepat untuk struktur berdasarkan pada banayak pertimbangan seperti rasio kekuatan terhadap berat (kekuatan spesifik) dan rasio kekakuan terhadap berat (kekakuan spesifik), keuletan, ketahanan terhadap korosi, karakteristik termal, biaya, dan tingkat kesulitan dalam manufaktur. Untuk pengembangan model struktur dan analisis tegangan, material yang dipilih dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Homogenitas-karakterisasi ketergantungan dari properti struktur pada lokasi dalam material. (b) Isotropi-sebuah ukuran dari arah ketergantungan dari properti. Logamlogam konvensional dapat diklasifikasikan sebagai material yang homogen, isotropik. Mateial komposit pelapis disebut homogen (secara makroskopik), isotropik secara transverse; dimana sebuah laminasi pada umumnya tidak homogen dan anisotropik. (c) Keuletan-sebuah material yang ulet dapat mengalami sejumlah deformasi plastis yang signifikan sebelum kegagalan akhir terjadi. Material yang ulet kurang sensitif terhadap retak (crack) dan flaw karena material tersebut akan meluluh (yield) secara lokal dan mendistribusikan kembali tegangan yang berlebih (excessive). Kriteria keretakan (fracture) yang beralasan akan menyaring secara kuantitatif aplikasi material tidak ulet.
3.
Pemodelan Struktur
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 38 ~
Bukit Asam Sebuah model matematik dari struktur dikembangkan dalam rangka untuk memprediksi deformasi, gaya-gaya internal, dan tegangan-tegangan. Ini didasarkan pada sebuah idealisasi dari struktur aktual dengan menggunakan asumsi penyederhanaan pada geometri, beban, dan kondisi batas. Pada dasarnya, terdapat dua jenis pemodelan struktur yang berbeda, yaitu (a) Model komputer yang berbasis pada sebuah solusi numerik dari persamaan elastisitas dan kondisi batas yang mengatur respons struktur. Metode numerik umum yang digunakan dalam analisis struktur adalah metode elemen hingga (FEM). (b) Kalkulasi analitis (hitungan tangan) berbasis solusi format tertutup atau data empiris yang diberikan dalam bentuk sumber yang bervariasi untuk beberapa geometri dan kondisi pembebanan yang berbeda. Konsep diagram benda bebas digunakan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi gaya-gaya internal atau reaksi yang beraksi pada benda tersebut. Untuk sebuah kasus yang statis tertentu, reaksi-reaksi yang
terjadi
dikalkulasi
berdasarkan
beberapa
persamaan
kesetimbangan statik. Untuk reaksi-reaksi statik tak tentu, asumsi penyederhanaan tambahan dan analisis perlu dibuat dengan mempertimbangkan deformasi struktur dan alur pembebanan. Analisis tegangan
dan
deformasi
dalam
struktur
ditentukan
dengan
menggunakan pembebanan yang diberikan dan reaksi yang dihitung, dan berbasis dengan solusi atau data yang tersedia dalam literatur. Direkomendasikan bahwa kedua pendekatan terhadap pemodelan struktur sebaiknya digunakan. Model elemen hingga sebaiknya mengandung detil yang cukup untuk mewakili geometri keseluruhan dan alur pembebanan yang penting. Bagaimanapun juga, menyertakan terlalu banyak detil seperti fillet, t, dan pengikat (fastener) dapat meningkatkan waktu pemodelan (preprocessing), komputasi (processing), dan hasil (post-processing) secara signifikan dan terkadang tanpa keuntungan sama sekali. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa detil struktur ini dianalisis dengan menggunakan gaya-gaya internal yang diperoleh dari model elemen hingga yang ’kasar’ dan
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 39 ~
Bukit Asam kalkulasi tangan. Hitungan tangan ini sebaiknya digunakan untuk struktur keseluruhan untuk memverifikasi perkiraan hasil analisis elemen hingga. 4.
Penentuan Respons Struktur Model struktur dikembangkan, properti material, dan kondisi pembebanan digunakan untuk menghitung respons struktur, yang terdiri dari perpindahan, gaya-gaya internal, dan distribusi tegangan.
5.
Pemeriksaan Modus Kegagalan. Tingkat kecukupan pada struktur untuk mampu menahan gaya-gaya dan tegangan yang dikalkulasi diperiksa dengan menghitung sebuah margin keamanan (margin of safety/MS. Kegagalan diprediksi akan terjadi bila MS < 0. Tegangan atau gaya penyebab kegagalan ditentukan oleh beberapa teori kegagalan. Teori kegagalan yang digunakan untuk material ulet (ductile) adalah Teori Distorsi Energi (Distortion Energi). Teori ini digunakan untuk memprediksi inisiasi peluluhan (yield) dalam sebuah struktur dan memberikan hasil yang lebih akurat dari pada teori tegangan geser maksimum.
6.
Optimisasi dan Modifikasi (bila diperlukan)
Laporan Kerja Praktek Universitas Bengkulu
~ 40 ~