TUGAS MAKALAH GAWAT DARURAT “ Keperawatan Klien dengan Kegawatan Sistem Endokrin ” Ns. Achmad Kusyairi M.Kep
Oleh Kelompok 1 : 1. Yuliatin 2. Ahmad Taufik Baidawi 3. Liana Munawaroh 4. Haqqul Yakin 5. Vera Yunita D 6. Lukaman Hakim 7. A. Jono 8. M. Lutfi
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN GENGGONG – PROBOLINGGO 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dalam pembuatan makalah dengan judul “Keperawatan Klien dengan Kegawatan Sistem Endokrin” di STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas dari Bapak Ns. Achmad Kusyairi, M.Kep di STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong. Dan pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih Bapak Ns. Achmad Kusyairi, M.Kep atas penjelasannya yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah yang tersusun ini belumlah sempurna, maka dari itu apabila ada kesalahan atau kekurangan, kami mohon ma’af dan mengharap segala saran dan kritik demi sempurnanya penyusunan makalah yang selanjutnya. Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa semata, saya berharap semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya penulis sendiri. Amin.
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin. Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang suatu proses metabolism.Pada keadaan tertentu bisa terjadi kondisi kelainan sistem endokrin yang membutuhkan penanganan segera atau gawat darurat, keadaan gawat darurat endokrin terjadi karena akibat lebih lanjut dari kelainan fungsi dari kelenjar endokrin. Gawat darurat adalah suatu kondisi yang membutuhkan tindakan segera untuk menangggulangi ancaman terhadap jiwa atau anggota badan seseorang yang timbul secara tiba-tiba, keterlambatan penanganan dapat membahayakan klien, mengakibatkan terjadinya kecacatan atau mengancam kehidupan. Gawat darurat endokrin adalah keadaan gawat darurat yang diakibatkan gangguan dari sistem endokrin, sehingga terjadi kondisi mengancam jiwa
seseorang yang memerlukan pertolongan segera agar tidak terjadi kematian. Keadaan gawat darurat endokrin bisa diakibatkan oleh karena terganggunya produksi hormon baik kelebihan maupun kekurangan produksi hormon oleh suatu kelenjar endokrin. Kondisi gawat darurat sistem endokrin antara lain : a) Miksedema / koma miksedema b) Krisis Tirotosik (Tyroid storm) c) Krisis Addison d) Hipoglikemia. Karena itu diperlukan suatu pengetahuan bagi perawat untuk dapat menilai dan mengambil suatu tindakan tertentu untuk dapat menyelamatkan jiwa. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah di atas, dapat di rumuskan masalah yaitu bagaimana asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin ? 1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin
1.3.2
Tujuan Khusus a) Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin miksedema / koma miksedema. b) Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin krisis tirotosik (tyroid storm). c) Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin krisis addison. d) Untuk mengetahui dan memahami asuhan kegawat daruratan pada klien gangguan endokrin hipoglikemia.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Miksedema / Koma Miksedema 2.1.1 Definisi Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh karena kadar hormon tiroid dalam darah berkurang. Hormon tiroid dalam darah berkurang karena kurang aktifnya kelenjar tiroid dalam menghasilkan hormon tiroid atau hormon tiroid yang dihasilkan terlalu sedikit (Hipotiroidisme) pada orang dewasa. Koma Miksedema adalah keadaan yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme. 2.1.2 Etiologi Banyak
kasus
koma
miksidema
dilatarbelakangi
karena
Hipotiroidisme berat, pembedahan kelenjar tiroid, atau karena pengaruh radioaktif yodium pada pengobatan gangguan tiroid. Koma miksidema diakibatkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi Kelenjar Tiroid, maka kadar HormonTiroid (HT) yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH) dan Tiroid Releaxing Hormon (TRH) karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus.
Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH. Penurunan Hormon Tiroid dalam darah menyebabkan laju metabolism basal turun, yang mempengaruhi semua sistem tubuh. Beberapa faktor yang memicu terjadinya koma miksidema secara tiba-tiba terutama pada penderita hipotiroidisme, antara lain : a) Obat-obatan (sedative, narkotika, dan obat anesthesi). b) Faktor infeksi. c) Stroke. d) Trauma. e) Gagal Jantung. f)
Perdarahan saluran pencernaan.
g) Hypotermia h) Kegagalan pengobatan gangguan kelenjar tiroid. 2.1.3 Gambaran Klinis 1) Sistem neuromuskuler, terjadi kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang lambat dan canggung. 2) Sistem Kardiovaskuler, terjadi penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan penurunan curah jantung. 3) Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki. 4) Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cerna. 5) Sistem pencernaan terjadi konstipasi. 6) Sistem pernafasan, terjadi sesak nafas saat aktifitas, pembengkakan pada lidah dan apnea pada tidur yang diamati.
7) Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi siklus menstruasi menjadi tidak teratur bagi perempuan. Kesulitan dalam hamil dan wanita hamil mungkin keguguran. 8) Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala, alis tumbuh tipis, rapuh dan mudah rontok. 9) Akibat lebih jauh karena hipotirodisme ini adalah keadaan yang disebut miksidema yang ditandai muka oedema terutama pada sekitar bibir, hidung dan kelopak mata, terjadi bradikardia, hypotermia tanpa menggigil, hypotensi, hypoventilasi dan penurunan kesadaran sampai koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberi hormon tiroid dan stabilisasi semua gejala. 2.1.4 Patofisiologi Gangguan pada kelenjar tiroid menyebabkan penurunan produksi hormon tiroid, sehingga mengganggu proses metabolisme tubuh. Yang berakibat : a) Produksi ATP dan ADP menurun terjadi kelelahan (intoleransi aktifitas). b) Gangguan fungsi pernafasan, terjadi depresi ventilasi (hipoventiasi). c) Produksi kalor (panas) turun terjadi hipotermia. d) Gangguan fungsi gastroentestinal, terjadi peristaltik usus menurun sehingga absorbsi cairan meningkat terjadi konstipasi. e) Karena terjadi hipoventilasi suplai 02 ke jaringan berkurang demikian juga dengan otak sehingga terjadi perubahan pola kognitif terjadi perubahan proses piker. 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah yang mengukur kadar Hormon Tiroid (T3 dan T4), Tiroid Stimulating Hormon, dan Tiroid Releasing Hormon akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan: a) T4 serum rendah, TSH meningkat.
b) Respon dari TSH ke TRH meningkat. c) Cholesterol meningkat. d) Hiponatremia, konsentrasi pCO2 meningkat (Hipoksemia). e) Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung. f) Pemeriksaan EKG dan enzim-enzim jantung diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan fungsi jantung. g) Pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh, lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang.
Tanda-tanda
vital
menunjukkan
perlambatan
denyut
jantung,tekanan darah rendah dan suhu tubuh rendah. 2.1.6 Penatalaksanaan Miksedema / Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Penatalaksanaan dilakukan untuk stabilisasi semua gejala dan mencegah terjadinya kematian. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedema), obat yang diberikan antara lain : a) 500 μg tiroksin i.v sesegera mungkin diikuti dengan b) 100 μg T4 setiap hari dan c) Hidrocortison 100 μg i.v tiap 8 jam 2.1.7 Pengkajian Keperawatan Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. 2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti : a. Pola makan b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur). c. Pola aktivitas. 3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita. 4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh : a. Sistem pulmonari. b. Sistem pencernaan. c. Sistem kardiovaslkuler. d. Sistem muskuloskeletal. e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis. f. Sistem reproduksi. g. Metabolik. 5. Pemeriksaan fisik mencakup a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat. b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun. c. Perbesaran jantung. d. Disritmia dan hipotensi. e. Parastesia dan reflek tendon menurun. 6. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. 2.1.8 Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif. Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian. Intervensi a) Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir. Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat. b) Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah. Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri. c) Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress. Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien. d) Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas. Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang. 2. Perubahan suhu tubuh. Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal. Intervensi 1. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut. Rasional : Meminimalkan kehilangan panas. 2. Hndari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat). Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler. 3. Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien. Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema
4. Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angin. Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas. 3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal. Intervensi a) Dorong peningkatan asupan cairan. Rasional : Meminimalkan kehilangan panas. b) Berikan makanan yang kaya akan serat. Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar. c) Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras d) Pantau fungsi usus. Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal. e) Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan. Rasional : Meningkatkan evakuasi feses. f) Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan Rasional : Untuk mengencerkan fees. 4. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup. Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan. Intervensi a) Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid. Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien
b) Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid. c) Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid. Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan. d) Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang. Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi. e) Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya. Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati. 5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal. Intervensi a) Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi. b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat. c) Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif. d) Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan. 2.2. Krisis Tirotoksik (Tyroid Strom) 2.2.1 Definisi Tyroid Strom juga dikenal sebagai krisis tirotoksik, adalah keadaan klinis hipertiroidisme paling berat yang mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma Multiodular toxik. Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan apabila tidak diobati akan terjadi kematian. 2.2.2 Etiologi Keadaan Tiroid Strom pada penderita hipertiroidisme dipengaruhi dan dipicu oleh faktor : 1. Sepsis. 2. Pembedahan. 3. Pengaruh anestesi. 4. Pengaruh radioaktif terafi. 5.
Obat-obatan
jenis
adrenergic
dan
anticolinergik
seperti
pseudoepedrin, jenis NSAID golongan salicilat dan obat kemotherafi. 6. Konsomsi berlebihan makanan yang mengandung iodium. 7. Kegagalan dalam pengobatan Antitiroid. 8. Keadaan ketoasidosis diabetikum. 9. Trauma pada kelenjar tiroid. 10. Toxemia pada kehamilan. 2.2.3 Gambaran klinis. Terjadi peningkatan gejala Tiroksikosis pada sistem tubuh seperti:
1.
Gejala umum yang tarjadi pada klien tiroid strom : a) Demam, b) Keringat berlebihan. c) Berat badan menurun. d) Kesukaran bernafas e) Dan cepat lelah (fatique)
2.
Gejala Sistem Vaskular: a) Hipertensi dengan denyut nadi yang cepat dan lemah. b) Tacycardia c) Aritmia.
3. Gejala pada sistem saluran cerna : a) Mual dan muntah. b) Diare. c) Nyeri perut. d) Jaundice. 4.
Gejala pada sistem persarafan : a) Cemas b) Perubahan prilaku c) Penurunan kesadaran sampai koma.
2.2.4 Patofisiologi Pada keadaan sehat, Hipotalamus menghasilkan TRH (Tiroid Releasing Hormon), yang merangsang Kelenjar Hipofisis Anterior melepaskan TSH (Tiroid Stimulating Hormon) yang memicu Kelenjar Tiroid melepaskan Hormon Tiroid (HT). Bila kadar Hormon Tiroid dalam darah Tinggi maka kadar TRH dan TSH rendah (respon umpan balik. Tapi pada keadaan Hipertiroidisme, peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRH karena umpan balik negatif HT terhadap
pelepasan
keduanya.
Pada
malfungsi
Kelenjar
Hipofisis
memberikan gambaran kadar Hormon Tiroid (HT) dan Tiroid Stimulating Hormon (TSH) yang tinggi, kadar Tiroid Releasing Hormon (TRH) akan rendah karena umpan balik dari kadar HT dan TSH. Pada malfungsi
Hipotalamus akan memperlihatkan kadar HT yang tinggi, disertai kadar TRH dan TSH yang berlebihan. Kadar Hormon Tiroid dalam darah yang tinggi mengakibatkan laju metabolisme basal dalam sel meningkat, yang meningkatkan aktifitas sistem saraf simpatis, menstimulasi sistem kardiak dan meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik, menyebabkan takikardia dan peningkatan curah jantung, volume sekuncup dan aliran darah perifer. Metabolisme yang sangat meningkat mengakibatkan penipisan lemak yang pada akhirnya terjadi defisiensi Nutrisi.
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH dan TRH akan memastikan keadaan dan lokalisasi masalah di sistem saraf pusat atau kelenjar Tiroid. 1. T3 dan T4 selalu tinggi, T3 (Normal = 60 – 190 μg/ dL) dan T4 (Normal: 5.3 – 14.5 μg/ dL) 2. Radioactive Iodine Uptake (RIU) ↑↑ 3. Respon TSH terhadap TRH hampir tidak ada 4. Hypercalcemia 5. TSH darah rendah (Normal = < 6 – 10 μU/ mL) 6. Cholesterol darah ↓↓ 7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia. 2.2.6 Penatalaksanaan 1. Diagnosis dan memberikan terafi terhadap penyakit-penyakit lain yang diderita. 2. Pemberian terafi ive •
beri O2, obat penenang, infus cairan
•
corticosteroid (hydrocotison sampai 300 mg/ injeksi)
•
infus Na-iodida 1 – 2 gram tiap 8 jam
3. Beri obat anti tiroid dosis tinggi Contoh: propylthiouracyl sampai 300 mg p.o atau melalui NGT 4. Beri propranolol (1- 2 mg iu sampai total dosis 2 – 10 mg) – untuk menenangkan tachycardinya. 2.2.7 Pengkajian Keperawatan Pengkajian pada klien Tiroid Strom pada prinsipnya sama dengan pengkajian pada klien Hipertirodisme, namun pada klien Tiroid strom lebih diprioritaskan pada gejala yang mengancam jiwa. Pengkajian pada Hipertiroidisme dengan Tiroid Strom. 1. Aktivitas atau istirahat a) Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi, Kelelahan berat. b) Tanda : Atrofi otot 2. Sirkulasi a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina). b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia
saat
istirahat.
Sirkulasi
kolaps,
syok
(krisis
tirotoksikosis). 3. Eliminasi a. Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria ( dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ). 4. Integritas / Ego a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang. 5. Makanan / Cairan a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet : peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid). b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid ( peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah ), bau halitosis atau manis, bau buah (napas aseton). 6. Neurosensori a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan. b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru masa lalu) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA). 7. Nyeri / Kenyamanan a. Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. 8. Pernapasan a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak). b. Tanda : Sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat. 9. Keamanan a. Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. b. Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam ). 10. Seksualitas
a. Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita. b. Tanda : Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton plasma : positif secara menjolok. Asam lemak bebas : kadar lipid dengan kolosterol meningkat. 2.2.8 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien yang mengalami hipertiroidisme adalah sebagai berikut : 1. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung. 2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi. 3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan). 4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata ; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus. 5. Ansietas
berhubungan
dengan
faktor
fisiologis;
status
hipermetabolik. 6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. 7. Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik, peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur. 2.2.9 Perencanaan / Intervensi. 1. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung.
Tujuan : Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, Kriteria Hasil: 1) Nadi perifer dapat teraba normal. 2) Vital sign dalam batas normal. 3) Pengisian kapiler normal 4) Status mental baik 5) Tidak ada disritmia. Intervensi : a. Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan
Perhatikan
besarnya
tekanan
nadi.
Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. b. Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien. Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia. c. Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti krekels) Rasional : S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik. d. Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi. Rasional : Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yag akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung. e. Catat masukan dan haluaran Askep Klien Hipertiroidisme. Rasional : Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan dehidrasi berat. 2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi Tujuan : Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energy Intervensi :
a. Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas. Rasional : Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat , takikardia mungkin ditemukan. b. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional : Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbul-kan agitasi, hiperaktif, dan imsomnia. c. Sarankan
pasien
untuk
mengurangi
aktivitas.
Rasional : Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolisme. d. Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massage. Rasional : Meningkatkan relaksasi 3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan). Tujuan : Klien akan menunjukkan berat badan stabil Kriteria Hasil : 1) Nafsu makan baik, 2) Berat badan normal, c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi Intervensi : a.
Catat
adanya
Rasional
:
anoreksia,
Peningkatan
mual
aktivitas
dan adrenergic
muntah dapat
menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia. b.
Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari. Rasional : Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
c.
kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
Rasional : Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan
zat-zat
makanan
yang
adekuat
dan
mengidentifikasi makanan pengganti yang sesuai 2.3
Krisis Addison
2.3.1 Definisi Suatu keadaan gawat darurat yang berhubungan dengan menurunnya atau kekurangan hormon yang relatif dan terjadinya kolaps sistem kardiovaskuler dan biasanya gejala gejalanya non spesifik, seperti muntah dan nyeri abdomen 2.3.2 Etiologi Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi adrenal. Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom), Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi. 2.3.3 Faktor Resiko Penggunaan steroid , kurang lebih 20 mg sehari dari prednison atau persamaannya sekurang kurangnya 5 hari pada 1 tahun terahir, penderita menerima dosis yang mendekati kadar fisiologis yang dibutuhkan selama 1 bulan untuk memulihkan fungsi dari kelenjar adrenal. Stres fisiologik yang berat seperti sepsis, trauma, luka bakar, tindakan pembedahan. Berikut ini adalah
keadaan
yang
terjadi
pada
hipotalamik-pituitaryadrenal
axis pada keadaan normal, keadaan stress fisiologis yang berat dan dalam keadaan critical illness. Organisme yang berhubungan dengan krisis adrenal yaitu
haemophilus
pneumonia, jamur.
Influenza,
staphilokokus
aureus,
streptokokus
Selain itu penggunaan obat inhalasi fluticasone, setelah injeksi steroid intra artikular, dan pada pengguna obat-obatan ketokonazole, phenitoin, rifampisin. 2.3.4 Gejala Klinis Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah sebagai berikut : o
Syok yang sulit dijelaskan etioya biasanya tidak ada pengaruh dengan pemberian resusitasi cairan atau vasopresor.
o
Hipotermia atau hipertermia
o
Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah badan, anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi, hiponatremi.
o
Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu hiperkalemia dan hipotensi berat yang menetap
o
Lain lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas badan, nyeri abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan kelenjar adrenal.
2.3.4Pemeriksaan Penunjang Data laboratorium memperlihatkan kadar glukosa darah yang rendah. Biasanya kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang dibawah 120 meq/L dan kadar kalium adalah meningkat, tetapi jarang diatas 7 meq.L. Penderita biasanya mengalami asidosis dengan kadar bikarbonat plasma antara 15-20 meq /L. Kadar ureum juga meningkat. Kemungkinan diagnosa juga dapat di lihat dari adanya eosinofilia dan limpositosis pada SADT, dan adanya gangguan kadar serum tiroid 4.Diagnosa paling spesifik yaitu dengan memeriksa kadar ACTH dan kortisol, jika terdapat banyak waktu. Serum kotisol biasanya kadarnya kurang dari 20 mcg/dl tetapi kita dapat menunggu untuk melakukan pemeriksaan ini bila pasien sudah dapat distabilkan. Jika akan dilakukan test untuk menstimulasi ACTH setelah memulai stess dose steroid, pastikanlah steroid sudah diganti ke
dexametason karena tidak akan mempengaruhi test. Cara melakukan ACTH test adalah pertama tetapkan kadar kortisol plasma baseline, kemudian berikan ACTH 250 mcg intavena yang diberi tekanan kemudian pantau serum kortisol 30-60 menit setelah diberikan ACTH. Kenaikan kurang dari 9 mcg dapat dipikirkan sebagai insuficiensi adrenal. Pada foto thorax harus dicari tanda tanda tuberculosis, histoplasmosis, keganasan, sarkoid dan lymphoma. Pada pemeriksaan CT scan abdomen menggambarkan kelenjar adrenal mengalami perdarahan, atropi, gangguan infiltrasi, penyakit metabolik. Perdarahan adrenal terlihat sebagai bayangan hiperdens, dan terdapat pembesaran kelenjar adrenal yang bilateral. Pada pemeriksaan EKG mempelihatkan adanya pemanjangan dari interval QT yang dapat mengakibatkan ventikular aritmia, gelombang t inverted yang dalam dapat terjadi pada akut adrenal krisis. Pemeriksaan histologis tergantung dari penyebab kegagalan adrenal. Pada kegagalan adrenokotikal yang primer, terlihat gambaran infeksi dan penyakit infiltratif. Pada kegagalan adrenokotikal yang sekunder dapat menyebabkan atrofi kelenjar adrenal. Gambaran dari perdarahan adrenal bilateral mungkin hanya ditemukan gambaran darah saja. 2.3.5 Penatalaksanaan 1) Cairan isotonik seperti NaCl 9% diberikan untuk menambah volume dan garam. 2) Jika penderita hipoglikemi dapat di berikan cairan dextrose 50% 3) Steroid IV secepatnya : dexametason 4 mg atau hydrokortisone 100 mg. Setelah penderita stabil lanjutkan dengan dexametasone 4 mg IV tiap 12 jam atau hydrokortison 100 mg IV tiap 6-8 jam. 4) Obati penyakit dasarnya seperti infeksi dan perdarahan, untuk infeksi dapat diberikan antibiotik. 5) Untuk meningkatkan tekanan darah dapat diberikan dopamin atau norepineprin.
6) Terapi pengganti mineralokortikoid dengan fludricortisone 7) Penderita harus dikonsultasikan dengan endokrinologist, spesialis penyakit Infeksi, ahli critical care, kardiologis, ahli bedah. 2.3.6 Patofisiologi Kortek adrenal memproduksi 3 hormon steroid yaitu hormon glukokortikoid
(kortisol),
mineralokortikoid
(aldosteron,
11
deoxycoticosterone) dan androgen (dehydroepiandrosterone). Hormon utama yang penting dalam kejadian suatu krisis adrenal adalah produksi dari kortisol dan adrenal aldolteron yang sangat sedikit. Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menyediakan zat - zat melalui proteolisis, penghambat sintesis protein, mobilisasi asam lemak,dan meningkatkan pengambilan asam amino di hati. Kortisol secara tidak langsung meningkatkan sekresi insulin untuk mengimbangi hperglikemi tetapi juga menurunkan sensitivitas dari insulin. Kortisol juga mempunyai efek anti inflamasi untuk mestabilkan lisosom, menurunkan respon leukositik dan menghambat produksi sitokin. Aktivitas fagositik dipertahankan tetapi sel mediated imunity hilang pada keadaan kekurangan kortisol dan mensupresi sintesis adrenokortikotropik hormon (ACTH). Aldosteron di keluarkan sebagai respon terhadap stimulasi dari angiotensin II melalui system renin angiotensin, hiperkalemi, hiponatremi dan antagonis dopamin. Efek nya pada target organ primer. Ginjal meningkatkan reabsorpsi dari natrium dan sekresi dari kalium dan hidrogen. Mekanismenya masih belum jelas, peningkatan dari natrium dan kalium mengaktivasi enzim adenosine triphosphatase ( Na/K ATPase) yang bertangung jawab untuk trasportasi natrium dan juga meningkatkan aktivitas dari carbonic anhidrase, efek nya adalah meningkatkan volume intravaskuler. System rennin angiotensin-aldosteron tidak dipengaruhi oleh glukokortikoid eksogen dan kekurangan ACTH mempuyai efek yang sangat kecil untuk kadar aldosteron kekurangan hormon adrenokortikal menyebabkan efek yang berlawanan dengan hormon ini dan menyebabkan gejala klinis yang dapat ditemukan pada krisis adrenal.
2.4
Hipoglikemia
2.4.1 Definisi Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral.( Hudak / Galu). Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl secara abnormal rendah. ( http :/ www. Indonesiasehat. Com). Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl 2.4.2 Etiologi Etiologi hipoglikemia pada diabete militus (DM) : a.Hipoglikemia pada DM stadium dini b. Hipoglikemia dalam ranka pengobatan DM. •
Penggunaan insulin
•
Penggunaan sulfoni lurea
•
Bayi yang baru lahir dengan ibu DM
c. Hipoglikemia ang tidak berkaitan dengan DM •
Hiperinsulinisme alimenter pascagastrektomi
•
Insulinoma
•
Penyakit hati berat
•
Tumor ekstra pangkratik : firosarkoma, karsinoma ginjal
•
Hipopituitarisme
2.4.3 Gejala Klinis a.Gejala adrenergik atau sistem saraf otonom : •
Pucat
•
Diahforesis
•
Takikardi
•
Rasa lapar
•
Palpitasi
•
Tremor halus
•
Gugup
•
Cepat marah
•
Parestisia pada bibir dan jari
•
Piloereksi
b. Gejala neurogliopenia atau sistem saraf pusat : •
Sakit kepala
•
Konfulsi
•
Merasa lelah
•
Bicara tidak jelas
•
Diplopia
•
Emosi labil
•
Sering menguap
•
Gerakan spastik pada tungkai bawah
•
Kejang dan koma
c.Perubahan Psikis karena hipoglikemia : • Depresi dan iritabel • Ngantuk pada jam bangun dan malam hari tidak bisa tidur • Tidak mampu konsentrasi d. Gejala karena efek hipoglikemik pada sistem muskuler : •
Lemah
•
Mudah cepat
2.4.4 Patofisiologi Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh sirkulasi diakibatkan oleh ketidak mampuan otak untuk membakar asam lemak berantai panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai glikogen didalam otak orang dewasa, dan ketidak tersediaan keton dalam fase makan atau posabsorbtif.
Puasa / intake kurang ↓ Glikogenolisis ↓ Deficit glikogen pada hepar ↓ Gula darah menurun < 60 mg/dl ↓ Penurunan nutrisi jaringan otak ↓
Respon SSP
Respon Otak ↓
Respon Vegetatif ↓
Kortek serebri adrenalin ↓
Pelepasan norepinefrin & energi ( < 50mg/dl) ↓
Kekaburan yang dirasa dikepala Sulit konsentrasi / berfikir Gemetar
Takikardia, pucat, gemetar, berkeringat ↓
Kepala terasa melayang Gangguan proses berfikir
Tidak sadar Stupor, kejang, koma
2.4.5 Pemeriksaan diagnostik a.
Tes glukosa darah melalui finger-stick
b.
Hemoglobin glikosiat bisa normal atau tinggi
c.
Lipid serum bisa normal atau abnormal
d.
Keton bisa negative atau positif
e.
Dasar diagnosis terbukti hipoglikemi dipakai trias whipple : •
Hipoglikemi
dengan
gejala-gejala
saraf
pusat,
psikiatrik
vasomotrik •
Penentuan kadar glukosa darah berulang ditemuka dengan harga < 50mg %
•
Gejala akan hilang dengan pemberian glukosa
2.4.6 Penatalaksanaan
Pengobatan harus at dilakukan. Bila pasienmasi sadar tindakan dapat dilakukan oleh pasien itu sendii dengan minum larutan gula 10-30 g. pada pasien tidk sadar diberikan bolus dekstrosa 15-25g. bila tindakan tersebut belum dapat dilakukan, oleskan mdu atau sirup kemukosa pipi Bila hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapatkan terapi insulin, maka selain dekstrosa dapat juga digunakan suntikan glucagon 1mg im, lebih-lebih bila suntikan dekstrosa iv sulit dilakukan. Bila koma hipoglikmia terjadi pada pasien yang mendapat sulfomilure sebaiknya pasien tersebut dirawat dirumah sakit, karena ada resiko jatuh koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dektrosa diteruskan dengan infuse dekstrosa 10 % selama ± 3 hari. Monitr glukoa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya diertahankan 90-180mg%. hipoglikemia karena sulfonylurea ini idak efektif dngan pemberian glucagon. Sebagian kecil pasien tidak berespon terhadap pengobatan diatas dan tetap tidak sadar walaupun kadar glukosa darah sudah diatas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri dan perlu pengobatan dengan manitol atau teksametasol. Dosis manitol 1,5-2g/kg BB dibrika setiap6-8 jam. Dosis awal destrametason 10mg bolus dilanjutkan 2mg setiap 6 jam. Pasien tetap mendapat infus dekstosa 10% dan glukosa darah dipertahankan sekitar 180mg%, disamping dicari penyebab koma yan lain. Hindari fruktuasi kadar glikosa yang besar karena akan memperberat edema serebri. Bila koma berlangsung lama, perlu diberikan insulin alam dosis kecil. 2.4.7 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1.
Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, Letargi/disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot 2.
Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, IM akut, Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas, Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, Takikardi. Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, Nadi yang menurun/tidak ada, Disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung 3.
Integritas / Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi Tanda : Ansietas, peka rangsang
4.
Eliminasi
Gejala
:
Perubahan
pola
berkemih
(poliuria),
nokturia,
rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi, oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat) Urin berkabut, bau busuk
(infeksi). Abdomen keras, adanya asites. Bising usus lemah dan
menurun, hiperaktif (diare) 5.
Nutrisi dan Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat, Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu, Haus, penggunaan diuretik (Thiazid) Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, Kekakuan/distensi abdomen, muntah, Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton). 6.
Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia, Gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, Refleks tendon dalam menurun (koma), Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA) 7.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati 8.
Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak) Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, Frekuensi pernapasan meningkat 9.
Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit Tanda : Demam, diaphoresis, Kulit rusak, lesi/ulserasi, Menurunnya kekuatan umum/rentang erak, Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam). 10. Seksualitas Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi), Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita B. Diagnosa keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin,
penurunan
masukan
oral,
status
berhubungan
dengan
hipermetabolisme 3. Resiko
tinggi
terhadap
infeksi
(sepsis)
peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi 4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi
insulin,
peningkatan
kebtuhan
energi
:
status
hipermetabolik/infeksi 6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain 7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan
kesalahan menginterpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi C. Intervensi Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2x24 jam diharapkan volume cairan terpenuhi. Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Pulse perifer dapat teraba, turgor kulit dan CRT baik, Keseimbangan urin output, kadar elektrolit normal Intervensi : Intervensi Rasional Kaji riwayat durasi/intensitas mual, Membantu memperkirakan pengurangan muntah dan berkemih berlebihan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri. Monitor pola napas seperti adanya kussmaul atau pernapasan yang Pelepasan asam karbonat lewat respirasi berbau keton. menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi. Observasi kulaitas nafas,
Peningkatan beban nafas menunjukkan
penggunaan otot bantu napas dan cyanosis
ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis.
Observasi ouput dan kualitas urin.
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi.
Obseravsi suhu, warna kulit, atau kelembabanya.
Timbang BB
Meskipun demam, menggigil,diaforesis merupakan hal umumterjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dehidrasi. Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi.
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi Pertahankan cairan 2500 ml/hari volume. dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat diberikan. Mengurangi peningkatan suhu yang Ciptakan lingkungan yang nyaman, menyebabkan pengurangan cairan, perhatikan perubahan emosional perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual Kolaborasi: Pemberian Normal salin atau Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi setengah normal dengan atau tanpa mengancam kehidupan atau TD sulit dextrosa kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan. Albumin, plasma, dextran Memudahkan pengukuran haluaran urin. Dapat dilepas jika pasien berada dalam keadaan stabil untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi. Pertahankan kateter terpasang
Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi Pantau pemeriksaan lab : Hematokrit
Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
BUN/Kreatinin
Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi Osmolalitas darah Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
Natrium
Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium akan terlihat.
Kalium
Pasang NGT dan lakukan Mendekompresi lambung dan dapat penghisapan sesuai dengan indikasi menghilangkan muntah.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin,
penurunan
masukan
oral,
status
hipermetabolisme Tujuan : setelah dilakukan askep selama 2x24jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi Kriteria hasil : Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat,
Menunjukkan
tingkat
energi
biasanya,
Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal. Intervensi : Intervensi
Rasional
Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya.
Tentukan program diet dan pola Mengidentifikasi kekurangan dan makan pasien dan bandingkan dengan penyimpangan dari kebutuhan terapetik makanan yang dihabiskan pasien. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Pemberian makanan melalui oral lebih Berikan makanan yang mengandung baik jika pasien sadar dan fungsi nutrien kemudian upayakan pemberian gastrointestinal baik yang lebih padat yang dapat ditoleransi Memberikan informasi pada keluarga Libatkan keluarga pasien pada untuk memahami kebutuhan nutrisi perencanaan sesuai indikasi pasien Observasi tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas,sakit kepala, pusing.
Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus dikaji.
Kolaborasi : Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti aseton, pH dan HCO3. Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Miksedema adalah keadaan lebih lanjut yang diakibatkan oleh karena
kadar hormon tiroid dalam darah berkurang. Penyebabnya adalah obat-obatan , faktor infeksi, stroke, trauma, gagal jantung, perdarahan saluran pencernaan, kegagalan pengobatan gangguan kelenjar tiroid, dan hypothermia.
Tyroid Strom juga dikenal sebagai krisis tirotoksik, adalah keadaan klinis hipertiroidisme paling berat yang mengancam jiwa. Etioya yaitu sepsis, pembedahan, pengaruh anestesi, pengaruh radioaktif terafi, obat-obatan jenis adrenergic dan anticolinergik seperti pseudoepedrin, jenis NSAID golongan salicilat dan obat kemotherafi, konsomsi berlebihan makanan yang mengandung iodium, kegagalan dalam pengobatan Antitiroid, keadaan ketoasidosis diabetikum, trauma pada kelenjar tiroid, dan toxemia pada kehamilan. Krisis Addison adalah
suatu keadaan gawat darurat yang berhubungan
dengan menurunnya atau kekurangan hormon yang relatif dan terjadinya kolaps sistem kardiovaskuler dan biasanya gejala gejalanya non spesifik, seperti muntah dan nyeri abdomen. Penyebabnya yaitu : penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika
mendapat antikoagulan. Bila kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi adrenal. Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom), Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi. Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral. ( Hudak / Galu). Etiologi hipoglikemia pada diabete militus (DM) : c.Hipoglikemia pada DM stadium dini d. Hipoglikemia dalam ranka pengobatan DM. •
Penggunaan insulin
•
Penggunaan sulfoni lurea
•
Bayi yang baru lahir dengan ibu DM
d. Hipoglikemia ang tidak berkaitan dengan DM •
Hiperinsulinisme alimenter pascagastrektomi
•
Insulinoma
•
Penyakit hati berat
•
Tumor ekstra pangkratik : firosarkoma, karsinoma ginjal
• 4.2
Hipopituitarisme
Saran Diharapkan kepada para pembaca agar dalam pembuatan tugas selanjutnya
dapat lebih baik lagi karena kami akui masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA 1.
http://www.4shared.com/office/gdPXMZAZ/askep_hipoglikemia.html diakses pada tanggal 23 November 2013 jam 16.00
2.
http://www.idoub.com/doc/140967097/ASKEP-HIPOGLIKEMIA
diakses
tanggal 22 November 2013 jam 14.00 3.
Brunner & Suddarth, 2002, ”Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2”, Jakarta, EGC
4.
Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database. php?key=thyroid_crisis.