PETUNJUK TEKNIS DETEKSI DINI HEPATITIS B DAN C PADA KELOMPOK MASYARAKAT BERISIKO TINGGI
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Tahun 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penyusunan Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Buku ini merupakan edisi pertama, sehingga memerlukan masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa yang akan datang. Petunjuk teknis ini terutama ditujukan untuk penanggung jawab/pengelola program pengendalian hepatitis di dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/ kota, serta petugas puskesmas dan rumah sakit rujukan dalam melakukan deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok masyarakat berisiko untuk dapat dilakukan pelayanan lebih lanjut, sehingga diharapkan infeksi baru, angka kesakitan, dan angka kematian akibat hepatitis B dan C dapat diturunkan serendah mungkin. Sasaran jangka panjang kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C adalah seluruh propinsi di Indonesia melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada 80% kabupaten/ kota di masing – masing propinsi pada tahun 2019 Ucapan terima kasih disampaikan kepada para akademisi, klinisi, organisasi profesi, lintas program dan lintas sektor, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan semua pihak yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyusunan petunjuk teknis ini, semoga Allah SWT meridhoi usaha kita semua dalam pengendalian hepatitis di Indonesia.
Jakarta, Agustus 2015 Direktur Jenderal PP dan PL,
dr. H.M. Subuh, MPPM NIP. 196201191989021001
Kata Pengantar
i
ii
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
TIM PENYUSUN Pengarah : dr. Sigit Priohutomo, MPH (Direktur P2ML, Ditjen PP dan PL) Editor : dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D Prof. David H. Muljono, Sp.PD, Ph.D Naning Nugrahini, SKM, MKM Kontributor : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Naning Nugrahini, SKM, MKM (Kasubdit Diare dan ISP, Direktorat P2ML) dr. Yullita Evarini, MARS (Kasi Bimev, Subdit Diare dan ISP) Eli Winardi, SKM, MKM (Kasi Standarisasi, Subdit Diare dan ISP) Prof. David H. Muljono, Sp.PD, Ph.D (Eikjman Institute) Prof. Dr. dr. Ali Sulaiman, Sp.PD, KGEH (Pokja Hepatitis) Dr. dr. Rino Gani, Sp.PD, KGEH (Ketua PPHI/RSCM-FKUI) Dr. dr. Ali Sungkar, Sp.OG (K) (RSCM-FKUI) dr. Irsan Hasan, Sp.PD, KGEH (PPHI/RSCM-FKUI) Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A (K) (RSCM-FKUI) Dr. dr. Julitasari Soendoro, MSc-PH (Pokja Hepatitis) dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D (Ketua Prodi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pascasarjana, Universitas Sari Mutiara Indonesia) dr. Sondang Maryutka Sirait, Sp.PK (BBLK Jakarta) Ananta Rahayu, SKM, MKM (Subdit Diare dan ISP) Emita Ajis, SKM, MPH (Subdit Diare dan ISP) Lasmaria Marpaung, SKM (Subdit Diare dan ISP) Muh Purwanto, SKM, MKM (Subdit Diare dan ISP) dr. Nurindah Sri Lestari (Subdit Diare dan ISP) dr. Pratono (Subdit Diare dan ISP) Retno Trisari, SKM (Subdit Diare dan ISP) Windy Oktavina, SKM, M.Kes (Subdit Diare dan ISP) Yulistin, SKM (Subdit Diare dan ISP) Yusmariami, SKM (Subdit Diare dan ISP) Nurjanah, SKM, M.Kes (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML) dr. Nies Andekayani, MS, Sp.Ok (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML) Eka Muhiriyah, SPd, MKM (Subdit Surveilans dan Respon KLB, Direktorat Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Matra) Ebbe (PKNI) Edo Agustian (PKNI) Endang Sundari (IBI) dr. Beatrice Iswari (WHO Indonesia)
Sekretariat : Arman Zubair, SAP Lilis Budiarti, S. Sos
Tim Penyusun
iii
iv
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ….............................…………………………….….…………………. i Tim Penyusun ............................................................................................. iii Daftar Isi ……………............................................……………….…………………… v Glossary ....……………………....................…………………………….…………………. vii Daftar Singkatan …………………………................………………………………....... ix BAB
I. PENDAHULUAN ………....................…………………………………………… A. Latar Belakang ………….........................……….....…………………………… B. Tujuan ……………………….........……..............……….....………………….… C. Sasaran ……………………......................………………………………………... D. Ruang Lingkup …………………....................…………………………………… E. Dasar Hukum ………………...............….........…………………………………
1 1 3 4 4 4
BAB
II. DETEKSI DINI HEPATITIS B DAN C .........…………...……………………. A. Deteksi Dini Aktif ………………………...…………………......…………………. B. Deteksi Dini Pasif ……………………............................………………………. C. Penanganan Hasil Deteksi Dini Hepatitis B ……………...............………… D. Penanganan Hasil Deteksi Dini Hepatitis C ……….…………………...…….. E. Penanganan Hasil Pemeriksan HIV dan Syphilis ……..........................…. F. Penanganan Hasil Pemeriksaan Hepatitis B dan C Non-reaktif … ............ G. Penyuluhan (KIE) ………..…………………………….......................………….
7 7 9 11 12 13 13 13
BAB III. STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN HEPATITIS B DAN C ....................................................................... 15 A. Pemeriksaan Laboratorium untuk Deteksi Dini Hapatitis B dan C di Puskesmas …..................................................................................... B. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Konfirmasi ..……......……………........ C. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium ............................…………… D. Pengendalian Infeksi ….............................................……………………….. BAB
15 17 17 18
IV. PENCATATAN DAN PELAPORAN …........…..………………..……………… 19 A. Pencatatan …….…...............…….................………………..…………………. 19 B. Pelaporan …........................……......................………………………………. 20 C. Alur Pelaporan …….......……..................…...........…………………………… 22
Daftar Isi
v
BAB
V. PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN DISTRIBUSI LOGISTIK ….......…… 25 A. Kebutuhan Bahan dan Alat …………......................……..…………………. 25 C. Jenis Obat Hepatitis B dan C ……......……………….………......…………… 26 B. Kualitan Bahan/Alat/Obat ……......……………….…………………………… 26
Daftar Pustaka …………………………..................…………………………………… 27 LAMPIRAN Algoritma 1. Alur Deteksi Dini Aktif Hepatitis B, HIV dan Syphilis pada Ibu Hamil .....................................… 29 Algoritma 2. Alur Deteksi Dini Aktif Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi …….................. 30 Algoritma 3. Alur Deteksi Dini Pasif Hepatitis B, HIV, dan Syphilis pada Ibu Hamil .............................................. 31 Algoritma 4. Alur Deteksi Dini Pasif Hepatitis B dan C pada Kelompok MasyarakatBerisiko Tinggi … .............…….… 32 Daftar Nonor Urut Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi …..............……… 33 Informed Consent …………………………..................………………………………… 35 Form Pencatatan dan Pelaporan
vi
Daftar Isi
Glossary 1. Ibu Hamil adalah ibu yang mengandung janin di dalam rahim dari hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma 2. Petugas Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan. 3. Mahasiswa Kesehatan adalah orang (mahasiswa) yang belajar di perguruan tinggi bidang kesehatan khususnya kedokteran, keperawatan, kebidanan, laboratorium, kesehatan masyarakat dan analis kesehatan. 4. Wanita Penjaja Seks (WPS) adalah wanita yang melakukan praktek seks komersial baik secara terbuka maupun terselubung. 5. Pengguna Napza Suntik (Penasun) adalah mereka yang menggunakan Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain) yang disuntikkan. 6. Waria adalah kependekan dari wanita-pria, yang berarti pria yang berjiwa dan bertingkah laku, berdandan serta mempunyai perasaan seperti wanita. Waria yang masuk dalam populasi bersiko tinggi adalah waria yang bekerja menjajakan seks/melakukan praktek seks berisiko. 7. Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL)/Gay adalah Laki-laki bukan waria yang mengakui dirinya pernah melakukan kontak seksual dengan sesama laki-laki dan/atau waria. 8. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah pria dan wanita yang sudah divonis menjalani hukuman yang berada di LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan) yang ada di Indonesia. 9. Pasien Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah mereka yang datang ke layanan klinik Infeksi Menular Seksual untuk mendapatkan layanan Infeksi Menular Seksual. 10. Orang dengan Infeksi HIV adalah orang yang telah terinfeksi HIV 11. Penerima Layanan Hemodialisis adalah setiap orang dengan keadaan gagal ginjal menerima layanan pembersihan darah dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. 12. Pasangan/Keluarga yang Tinggal Serumah dengan Penderita Hepatitis B dan C adalah pasangan, keluarga dekat, orang lain, anak yang tinggal serumah secara permanen dengan orang yang terinfeksi Hepatitis B dan atau C.
Glossary
vii
viii
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Daftar Singkatan APD ANC BBLK BLK BPJS DDHBC DNA VHB EIA/CLIA HBcAg HBeAg HBsAg HIV HBIg IMLTD IPAL IMS KIA KLB KIE Labkesda LSL Penasun ODHA RNA VHC SOP VHB VHC WBP WHA WHO WPS Waria
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Alat Pelindung Diri Ante Natal Care Balai Besar Laboratorium Kesehatan Balai Laboratorium Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Deteksi Dini Hepatitis B dan C Deoxyribonucleic Acid Virus Hepatitis B Enzyme Immunoassay/Chemiluminescent Immunoassay Hepatitis B core Antigen Hepatitis B envelope Antigen Hepatitis B surface Antigen Human Imunodeficiency Virus Hepatitis B Immunoglobulin Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah Instalasi Pengelolaan Air Limbah Infeksi Menular Seksual Kesehatan Ibu dan Anak Kejadian Luar Biasa Komunikasi Informasi dan Edukasi Laboratorium Kesehatan Daerah Lelaki Seks dengan Lelaki Pengguna Napza Suntik Orang dengan HIV/AIDS Ribonucleic Acid Virus Hepatitis C Standar Operasional Prosedur Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C Warga Binaan Pemasyarakatan World Health Assembly World Health Organization Wanita Penjaja Seks Wanita Pria
Daftar Singkatan
ix
x
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada tanggal 20 Mei 2010, World Health Assembly (WHA) dalam sidangnya yang ke-63 di Geneva telah menyetujui mengadopsi resolusi hepatitis (Resolusi WHA 63.18 Tahun 2010 tentang Hepatitis), yaitu semua negara di dunia sudah saatnya melakukan pengendalian hepatitis. Resolusi WHA 63.18 tahun 2010 diperkuat lagi dengan resolusi WHA Nomor 67.6 tanggal 20 Mei 2014 tentang Perlunya ‘Aksi Konkrit’ dalam Pengendalian Hepatitis, kemudian pada bulan September 2014, WHO SEARO mengeluarkan resolusi SEA/RC67/R5 tentang hepatitis bagi negaranegara di kawasan South-East Asia Region (SEAR).Resolusi – resolusi tersebut diatas disponsori dan peran aktif Indonesia, sebagai salah satu bentuk kepedulian dan keprihatinan Indonesia terhadap besaran masalah dan dampak Hepatitis virus.
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh bakteri, parasit, virus, autoimmune, alcohol. Dari keseluruhan penyebab tersebut yang menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah Hepatitis virus. Hepatitis virus terdapat beberapa jenis yaitu Hepatitis A dan E, yang ditularkan secara fecal oral, bersifat akut, sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa, dapat sembuh sempurna, dan tidak menjadi kronis; sedangkan Hepatitis B, C dan D ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis, sirosis lalu menyebabkan kanker hati. Karena Hepatitis B dan C dapat menjadi kronis, sebagian besar dari masyarakat yang terinfeksi Hepatitis B dan C (Hepatitis D akan timbul apabila seseorang terinfeksi Hepatitis B) ini terlambat diketahui, sehingga diketahui pada saat mereka sudah menjadi kronis, sirosis bahkan kanker hati. Oleh karena itu perlu dilakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C, agar dapat dikurangi akibat lebih lanjut dari penyakit ini.
Hepatitis B adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menimbulkan peradangan hati akut atau menahun, dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau kanker hati. Virus Hepatitis B dapat ditemukan dalam cairan tubuh penderita, seperti darah dan produk darah, air liur, cairan serebrospinal, peritoneal, pleural, cairan amniotik, semen (air mani), cairan vagina dan cairan tubuh lainnya. Namun tidak semuanya memiliki kadar virus yang infeksius. Secara umum, penularan bisa terjadi secara vertikal dan horizontal. Penularan secara vertikal adalah penularan yang terjadi pada masa perinatal, yaitu penularan dari ibu kepada bayi. Jika seorang ibu hamil karier hepatitis B dan HBeAg positif, maka kemungkinan 90% dari bayi yang dilahirkan terinfeksi dan
Pendahuluan
1
menjadi karier juga. Kemungkinan 25% dari jumlah tersebut meninggal karena hepatitis kronik atau kanker hati. Transmisi perinatal banyak terjadi terutama di negara-negara berkembang. Infeksi mungkin terjadi selama proses persalinan, namun diduga tidak berhubungan dengan proses menyusui. Penularan secara horizontal adalah penularan dari satu individu ke individu lainnya. Selain melalui hubungan seksual tidak aman, penularan horizontal juga bisa terjadi melalui penggunaan jarum suntik bekas penderita hepatitis B, transfusi darah yang terkontaminasi virus hepatitis B, proses pembuatan tatto, penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas penderita hepatitis B. Berpelukan, berjabatan tangan, atau berciuman dengan penderita hepatitis B belum terbukti dapat menularkan virus ini. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), berdasarkan prevalensi HBsAg, endemisitas hepatitis suatu wilayah/negara dapat dikatagorikan dikategorikan Rendah (<2%), Sedang rendah (2-4%), Sedang tinggi (5-7%), dan Tinggi (≥8Gambaran endemisitas Hepatitis B di Indonesia dapat diketahui dari berbagai laporan dan hasil riset yang ada; sehingga saat ini Indonesia termasuk negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B, terbesar kedua di Asia-Pasifik setelah Myanmar. Diperkirakan sebanyak 28 juta orang terinfeksi hepatitis B dan C, dimana 14 juta diantaranya berpotensi menjadi kronik, dan dari yang kronik tersebut, 1,4 juta berpotensi menjadi sirosis dan kanker hati. Hepatitis C adalah penyakit peradangan hati yang disebabkan infeksi Virus Hepatitis C (VHC). Penularan hepatitis C yang paling sering adalah melalui parenteral, yaitu pajanan dengan darah dan produknya. Oleh karena itu, kejadian hepatitis C sangat dipengaruhi oleh antara lain penggunaan Napza suntik. Hepatitis C juga merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Jumlah penderita hepatitis C diperkirakan sebanyak 170 juta orang. Di Amerika Serikat dan Australia, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, penularan hepatitis C di kalangan Penasun dilaporkan sebesar 68-80%. Selain itu, penularan hepatitis C melalui praktik medis yang tidak aman juga cukup tinggi. Berdasarkan data WHO, sebanyak 2 juta kasus baru hepatitis C terjadi pada tahun 2000. Pemberian transfusi produk darah terutama di negara-negara berkembang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penularan hepatits C. Berdasarkan WHO’s Global Database of Blood Safety diperkirakan sebesar 43% produk darah terutama di negara-negara berkembang tidak mendapatkan skrining hepatitis C yang adekuat. Risiko terinfeksi hepatitis C akibat tertusuk jarum suntik di kalangan tenaga medis sebesar 3-10%. Penularan hepatitis C dapat terjadi dari ibu kepada bayinya. Prevalensi transmisi
2
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
perinatal dari ibu yang terinfeksi hepatitis C ke bayi adalah sebesar 5%. Perilaku seks tidak aman terutama pada pasangan homoseksual, transplantasi organ yang terinfeksi VHC dan pembuatan tattoo juga dapat menularkan hepatitis C, walaupun angka kejadiannya lebih rendah. Kejadian hepatitis C dilaporkan meningkat pada narapidana, gelandangan, pasien hemodialisis dan pasien yang mendapatkan transfusi produk darah rutin sebelum tahun 1992. Hasil surveilans hepatitis C yang dilaksanakan oleh Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI di 21 provinsi di Indonesia (50 rumah sakit, 51 laboratorium, dan 27 unit transfusi darah PMI) tahun 2007-2012 dengan jumlah sampel sebanyak 5.064.431 menunjukkan bahwa 35.453 sampel positif anti-HCV (0,7%). Sampel positif tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (30,94%) dengan perbandingan 87%:15% pada laki-laki dan perempuan. Hasil Surveilans Cepat Perilaku (S) HIV terintegrasi dengan hepatitis B dan C di Kota Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2014, coinfeksi hepatitis C sebesar 23,6%. Saat ini diperkirakan terdapat 3,1 juta orang yang terinfeksi Hepatitis C (Kemenkes 2015, Estimasi dan Pemodelan Hepatitis 2015, data belum dipublikasikan) Tujuan jangka pendek deteksi dini hepatitis B dan C adalah: 1) Terdeteksinya hepatitis B dan C (termasuk HIV dan syphilis) sedini mungkin; dan 2) Terlaksananya pelayanan lanjutan hepatitis B dan C. Tujuan jangka panjang adalah: 1) Menurunnya jumlah kasus infeksi baru hepatitis B dan C; 1) Menurunnya angka kesakitan (prevalensi) hepatitis B dan C; dan 3) Menurunnya angka kematian akibat hepatitis B dan C. Sasaran kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C adalah: 1) Seluruh (100%) provinsi melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada tahun 2019; dan 2) Sebanyak 80% kabupaten/kota melaksanakan deteksi dini hepatitis B dan C pada tahun 2019.
B. Tujuan Tujuan petunjuk teknis ini adalah: 1. Tujuan umum Terlaksanakan kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C 2. Tujuan khusus Petugas fasilitas kesehatan mampu melakukan: a. Deteksi dini hepatitis B dan C pada kelompok masyarakat berisiko tinggi b. Melakukan rujukan kasus pada mereka yang menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium hepatitis B dan C reaktif. Pendahuluan
3
c. Penyuluhan atau KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang hepatitis B dan C d. Melakukan upaya pencegahan
C. Sasaran Penanggungjawab/pengelola program/kegiatan pengendalian hepatitis di dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, serta petugas fasilitas kesehatan dan rumah sakit rujukan hepatitis B dan C.
D. Ruang Lingkup Hepatitis dapat disebabkan oleh virus (hepatitis A, B, C, D dan E), bakteri (Salmonella typhosa), parasit (Plasmodium tropica, Entamoeba histolytica, Fasciola hepatica), gangguan autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Virus, bakteri, dan parasit merupakan penyebab infeksi terbanyak. Infeksi karena Virus Hepatitis A,B,C,D,E merupakan penyebab tertinggi dibandingkan dengan penyebab lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning (yellow fever) dan sitomegalovirus. Sedangkan penyebab utama hepatitis non-virus adalah alkohol dan obat-obatan. Dalam petunjuk teknis ini hanya difokuskan pada hepatitis yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B dan C, khususnya pada kelompok masyarakat yang berisiko tinggi tertular atau menularkan hepatitis B dan C. Petunjuk teknis ini, selain di puskesmas, juga dapat dipergunakan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya.
E. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273). 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431).
4
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063). 7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637). 10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. 11. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran. 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi 13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans. 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 1676) 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2010 Nomor 1755 17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. 18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. 19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Penyeleng-garaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular. 20. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisa-si dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI.
Pendahuluan
5
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. 22. Resolusi WHA Nomor 63.18 Tahun 2010 tentang Hepatitis Virus. 23. Resolusi WHA Nomor 67.7 Tahun 2014 tentang Concrete Action dalam Pengendalian Hepatitis Virus. 24. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Hepatitis Virus.
6
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
BAB II DETEKSI DINI HEPATITIS B DAN C Kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C meliputi deteksi dini aktif dan deteksi dini pasif.
A. Deteksi Dini Aktif Deteksi Dini Aktif Hepatitis B dan C adalah kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B dan C (DDHBC) pada kelompok masyarakat (populasi) berisiko tinggi (high risk) yang dilaksanakan di luar gedung di wilayah kerja puskesmas. 1. Pelaksana Puskesmas 2. Kelompok Populasi Deteksi Dini Aktif Kriteria kelompok populasi deteksi dini hepatitis B dan C adalah sebagai berikut: a. Ibu hamil yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. b. Petugas Kesehatan, yaitu dokter, perawat, bidan dan analis laboratorium yang berada di wilayah kerja puskesmas dan telah bekerja di bidang kesehatan yang berisiko tertular atau menularkan hepatitis B dan C, karena dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari terdapat kemungkinan terjadinya kontak darah/cairan tubuh penderita. c. Mahasiswa kesehatan (kebidanan/keperawatan/analis/kedokteran) di perguruan tinggi yang berlokasi di wilayah kerja puskesmas. d. Wanita Penjaja Seks (WPS) berumur ≥15 tahun yang telah berhubungan seks komersial dengan satu orang atau lebih pelanggan. e. Pengguna Napza suntik (Penasun) pria atau wanita berumur ≥15 tahun yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. f. Waria berumur ≥15 tahun yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas dan telah diketahui statusnya sebagai waria melalui teman seprofesi, ‘mami’, atau pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). g. Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL) berumur ≥15 tahun yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas dan telah berhubungan seks dengan seorang atau lebih laki-laki dan/atau waria. h. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di LAPAS yang berlokasi di wilayah kerja puskesmas. i. Pasangan/keluarga yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis B atau C yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. Deteksi Dini Hepatitis B dan C
7
j. Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS) yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. k. Orang dengan infeksi HIV/AIDS (ODHA) yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. l. Pasien hemodialisis yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. m. Pasien yang mendapatkan transfusi darah lebih dari 1 kali yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. n. Pasien yang menjalani tindakan bedah umum atau tindakan pada gigi yang berdomisili di wilayah kerja puskesmas. o. Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis C. 3. Lokasi Di wilayah kerja masing-masing puskesmas 4. Sasaran Deteksi Dini a. Kelompok berisiko tinggi b. Pernah diperiksa hepatitis B dan C dengan hasil non reaktif > 6 bulan 5. Prosedur a. Melakukan penjangkauan pada kelompok berisiko (ibu hamil, pasangan/ keluarga yang serumah dengan penderita hepatitis B atau C, pasien hemodialisis, pasien yang pernah mendapatkan transfusi >1 kali, pasien yang pernah menjalani operasi umum dan tindakan pada gigi, bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis C), fasyankes (petugas kesehatan), perguruan tinggi (mahasiswa kesehatan), klinik IMS (pasien yang didiagnosis IMS), kunjungan ke lokasi/komunitas prostitusi, Penasun, waria, LSL, WBP, ODHA. b. Sebelum pelaksanaan kegiatan, penanggungjawab kegiatan menghubungi pimpinan/ person dari kelompok tersebut. c. Setelah ada kesepakatan, maka kegiatan dilaksanakan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. d. Pimpinan/ person tersebut dapat dilibatkan dalam menggerakkan masyarakat untuk ikut dalam kegiatan DDHBC. e. Petugas pelaksana adalah dokter/perawat, bidan di poli KIA, konselor, pengelola program/kegiatan hepatitis, pengelola program/kegiatan asuhan keperawatan, analis dan petugas lainnya. f. Alur Deteksi Dini Aktif Lihat Lampiran (Algoritma 1 dan 2).
8
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
6. Tahapan kegiatan Tahapan kegiatan Deteksi Dini Aktif Hepatitis B dan Hepatitis C: a. Persiapan, meliputi SOP, sosialisasi dan advokasi, logistik pendukung sesuai kebutuhan, dan persiapan di lapangan b. Pelaksanaan, meliputi pelatihan petugas, pelaksanaan di lapangan, serta pengolahan dan analisis data c. Pencatatan dan pelaporan d. Monitoring dan evaluasi.
B. Deteksi Dini Pasif Deteksi Dini Pasif Hepatitis B dan C adalah kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B dan C (DDHBC) di dalam gedung puskesmas (poliklinik/klinik IMS/klinik konseling dan tes/klinik methadon, dll) pada kelompok masyarakat yang mempunyai faktor risiko yang berkunjung atau dirujuk ke puskesmas/klinik. 1. Pelaksana Puskesmas/klinik 2. Sasaran Deteksi Dini Pasif Adalah masyarakat yang berkunjung atau dirujuk ke puskesmas (Lihat target sasaran pada Deteksi Dini Hepatitis B dan C Aktif). 3. Lokasi Di puskesmas/klinik 4. Jumlah yang dilakukan deteksi dini Seluruh masyarakat yang mempunyai faktor risiko tertular dan menularkan yang berkunjung atau yang dirujuk ke puskesmas/klinik 5. Prosedur a. Deteksi dini pada ibu hamil Alur pemeriksaan sebagaimana terlihat pada Lampiran (Algoritma 3). 1) Ibu hamil pada kunjungan ANC (Antenatal Care) pertama kali (K1) ditawarkan pemeriksaan hepatitis B 2) Bila Ibu hamil tersebut bersedia, maka diberikan konseling dan diminta menandatangani informed consent sebagai bukti kesediaan 3) Petugas melakukan wawancara untuk pengisian data yang diperlukan menggunakan Form 9B.
Deteksi Dini Hepatitis B dan C
9
4) Pengisian Form 9C oleh petugas dan pengambilan sampel darah di laboratorium puskesmas 5) Menggunakan Rapid Test 6) Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka konfirmasi lebih lanjut, spesimen dikirim ke laboratorium rujukan (B/BLK, Labkesda, laboratorium rumah sakit, dll) untuk pemeriksaan EIA (Enzyme Immunoassay)/ CLIA (Chemiluminescent Immu-noassay). Pengiriman spesimen ke laboratorium rujukan disertai dengan Form 9D. 7) Bila hasil pemeriksaan dengan EIA/CLIA dari laboratorium rujukan reaktif, maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang mampu melaksanakan tatalaksana hepatitis B dan atau C yang ditunjuk oleh dinas kesehatan provinsi. 8) Selain pemeriksaan hepatitis B, ibu hamil juga ditawarkan pemeriksaan HIV dan syphilis (apabila di puskesmas/klinik telah tersedia layanan untuk pemeriksaan HIV dan Syphilis) 9) Prosedur pemeriksan HIV dan syphilis sesuai ketentuan Kemenkes RI (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML, Ditjen PP dan PL). b. Deteksi dini pada petugas dan mahasiswa/pelajar kesehatan (kebidanan, keperawatan, analis, kedokteran). Alur pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran (Algoritma 4). 1) Pelaksanaan kegiatan dimulai di poli umum atau tempat lainnya yang telah ditentukan oleh puskesmas 2) Petugas melakukan wawancara untuk pengisian data yang diperlukan dengan menggunakan form 10B dan penandatanganan informed consent 3) Pengisian Form 10C oleh petugas dan pengambilan sampel darah 4) Pemeriksan laboratorium terdiri dari pemeriksaan hepatitis B dan hepatitis C, mengunakan Rapid Test. 5) Bila hasil pemeriksaan hepatitis B dan/atau C reaktif, maka konfirmasi lebih lanjut, spesimen dikirim ke laboratorium rujukan (B/BLK, Labkesda, laboratorium rumah sakit) untuk pemeriksaan imunologi. Pengiriman spesimen ke laboratorium rujukan disertai dengan Form 10D. 6) Petugas pelaksana adalah petugas kesehatan di puskesmas yang terlibat dalam pelayanan di poli umum, seperti petugas pendaftaran, dokter/perawat di poli umum, konselor, dan analis. c. Deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko tinggi lainnya Alur pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran (Algoritma 4). 1) Target sasaran lainnya (selain ibu hamil, petugas dan mahasiswa
10
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
2)
3) 4) 5) 6) 7)
8)
kesehatan) yang datang atau dirujuk ke puskesmas ditawarkan untuk pemeriksaan hepatitis B dan C. Untuk pasien umum ditawarkan juga pemeriksaan hepatitis B dan C apabila hasil anamnesis menunjukkan adanya faktor risiko tertular dan menularkan hepatitis B dan C Pelaksanaan kegiatan dimulai di poli umum atau tempat lain yang telah ditentukan puskesmas/poliklinik/faskes Petugas melakukan wawancara untuk pengisian data yang diperlukan dan menggunakan Form 10B dan penandatanganan informed consent Pengisian Form 10C dan pengambilan sampel darah di laboratorium puskesmas Pemeriksan terdiri dari pemeriksaan laboratorium hepatitis B dan hepatitis C, menggunakan Rapid Test Bila hasil pemeriksaan hepatitis B dan atau C reaktif, maka konfirmasi lebih lanjut, spesimen dikirim ke laboratorium rujukan (B/BLK, Labkesda, laboratorium rumah sakit) untuk pemeriksaan EIA/CLIA. Pengiriman spesimen ke laboratorium rujukan disertai dengan Form 10D Petugas pelaksana adalah petugas kesehatan di puskesmas yang terlibat dalam pelayanan di poli umum, seperti petugas pendaftaran, dokter/perawat di poli umum, konselor, dan analis.
C. Penanganan Hasil Deteksi Dini Hepatitis B 1. Penanganan pada Ibu hamil a. Bila hasil pemeriksaan konfirmasi dari laboratorium rujukan hepatitis B reaktif, maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang telah mampu melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C terdekat atau rumah sakit rujukan yang mampu melakukan tatalaksana hepatitis B dan C b. Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit dalam melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C c. Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri d. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik (). e. Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka ibu hamil tersebut dilanjutkan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi. f. Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali secara mandiri.
Deteksi Dini Hepatitis B dan C
11
2. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B reaktif a. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B (HBsAg) reaktif, maka diberikan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg), vitamin K, vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0) kurang dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai jadwal program imunisasi nasional. b. Setelah bayi berusia di atas 9 bulan, agar dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs. 3. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B non-reaktif Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan hepatitis B non-reaktif, maka diberikan vitamin K dan HB 0 kurang dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai jadwal program imunisasi nasional. 4. Penanganan pada kelompok populasi lainnya a. Bila hasil konfirmasi menunjukkan hepatitis B reaktif, maka dirujuk ke rumah sakit rujukan. b. Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit dalam melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C c. Pembiayaan pengobatan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri d. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik. e. Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka dilanjutkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi. f. Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.
D. Penanganan Hasil Deteksi Dini Hepatitis C 1. Bila hasil konfirmasi di laboratorium rujukan menunjukkan hepatitis C reaktif, maka dirujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C terdekat. 2. Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit dalam melakukan tatalaksana Hepatitis B dan C. 3. Pembiayaan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri 4. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas/poliklinik yang merujuk untuk umpan balik. 5. Bila hasil pemeriksaan hepatitis C non-reaktif, maka dilakukan penyuluhan (KIE).
12
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
E. Penanganan Hasil Pemeriksaan HIV dan Syphilis
Penanganan sesuai ketentuan Kemenkes RI (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML, Ditjen PP dan PL).
F. Penanganan Hasil Pemeriksaan Hepatitis B dan C Non-reaktif 1. Bila pemeriksaan hepatitis B (HBsAg) dan hepatitis C (anti-HCV) konfirmasi di laboratorium rujukan dinyatakan non-reaktif, maka hasil pemeriksaan reaktif di puskesmas dianggap sebagai non-reaktif. 2. Bila hasil pemeriksaan hepatitis B pada target sasaran non-reaktif, maka pemeriksaan ulang dilakukan 6 bulan setelah pemeriksaan, dan bila masih non-reaktif, pemeriksaan ulang dilakukan setiap 6-12 bulan berikutnya. 3. Bila hasil deteksi dini hepatitis C pada target sasaran non-reaktif, maka pemeriksaan ulang dilakukan 6 bulan setelah pemeriksaan, dan bila masih non-reaktif, pemeriksaan ulang dilakukan setiap 6-12 bulan berikutnya.
G. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Informasi yang perlu diberikan kepada sasaran sebelum pemeriksaan laboratorium (Tes): Risiko penularan hepatitis Tes bersifat konfidensial Masyarakat mempunyai hak untuk menolak menjalani tes Bila menolak, perlu membuat pernyataan tertulis Penolakan menjalani tes, tidak mempengaruhi layanan selanjutnya Beri kesempatan kepada masyarakat yang diberi KIE untuk mengajukan pertanyaan kepada petugas. Pesan atau materi KIE yang disampaikan kepada masyarakat dalam penyuluhan antara lain mencakup penjelasan tentang penyebab, cara penularan, perjalanan penyakit, gejala umum, pengobatan, dan komplikasi hepatitis B dan C. Kegiatan penyuluhan atau KIE antara lain: 1) Menyediakan dan mendistribusikan media KIE tentang hepatitis B dan C dan faktor risiko; dan 2) Melaksanakan KIE tentang hepatitis B dan C dan faktor risiko dengan berbagai metode, baik perorangan, kelompok, maupun melalui media massa (media cetak, media elektronik) dan interaktif secara verbal, seperti konseling untuk meningkatkan pengetahuan dan diharapkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku. Media massa yang umumnya digunakan adalah leaflet, lembar bailik, poster, banner, buku saku, kipas, kaos, topi, payung, buku saku, radio spot, dan TV.
Deteksi Dini Hepatitis B dan C
13
14
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
BAB III STANDAR PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEPATITIS B DAN C A. Pemeriksaan Laboratorium untuk Deteksi Dini Hepatitis B dan C di Puskesmas 1. Proses pengambilan dan pengolahan spesimen a. Petugas laboratorium di puskesmas mempersiapkan semua alat dan bahan untuk melakukan flebotomi. b. Dengan menggunakan APD, darah vena diambil sebanyak 5 ml, dimasukkan ke dalam tabung yang sudah ditempel stiker/label identitas pasien. c. Catat jumlah tabung sampel yang sudah diambil, letakkan di rak tabung sampel. Diamkan selama ±20 menit. Kemudian bila puskesmas mempunyai sentrifus, langsung dilakukan pemisahan serum dengan memutar selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. d. Pemeriksaan hepatitis B dan C di puskesmas dilakukan dengan Rapid Test e. Untuk pemeriksaan konfirmasi, serum dikirim ke laboratorium rujukan dengan volume ±3 ml, dipindahkan ke dalam tabung tutup ulir yang sudah ditempel dengan nomor label yang sama. f. Seal tabung yang berisi serum dengan parafilm untuk menghindari terjadinya tumpahan atau bocor. g. Letakkan di rak tabung dan bisa disimpan di lemari pendingin dengan suhu (2-8)0C selama 1 minggu sampai dikirim ke laboratorium rujukan. Tidak boleh dibekukan. h. Bila puskesmas tidak mempunyai sentrifus, sebaiknya dikirim langsung ke laboratorium rujukan (B/BLK/Labkesda, laboratorium rumah sakit) pada hari yang sama. Letakkan tabung darah beku di rak tabung dan tidak boleh disimpan lebih dari 6 jam di dalam lemari pendingin dengan suhu (2-8)0C untuk menghindari hemolisis. Kirim tabung darah beku di dalam cool box ke laboratorium rujukan. 2. Kode atau Labeling Pengkodean atau labeling mulai dari informed consent, kuesioner dan tabung spesimen untuk pemeriksaan hepatitis, HIV dan syphilis dibuat dalam 1 (satu) pengkodean. Kode atau labeling pada kegiatan ini disamakan dengan pengkodean pada pemeriksaan HIV, dengan sedikit penambahan. Bila puskesmas akan merujuk serum ke B/BLK/Labkesda/ rumah sakit untuk pemeriksaan konfirmasi, maka pengkodean atau labelling ditempelkan pada tabung serum yang dirujuk. Standar Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan Hepatitis B dan C
15
Cara pengkodean sebagai berikut:
Pengkodean terdiri atas 21 digit dan tidak boleh kosong, dengan cara: 4 digit pertama
: Ditulis 4 huruf pertama nama ibu hamil/kelompok masyarakat berisiko tinggi lainnya (jika nama hanya terdiri dari 3 huruf maka digit keempat ditulis angka nol) Contoh: EKA → EKA0, DEWI → DEWI, TRISA → TRIS 2 digit kedua : Ditulis 2 angka terakhir tahun kelahiran. Jika tidak tahu/lupa tahun kelahirannya tulis “00” 2 digit ketiga : Ditulis 2 angka bulan kelahiran. Jika tidak tahu/lupa bulan kelahirannya tulis “00” 2 digit keempat : Ditulis 2 angka tanggal kelahiran. Jika tidak tahu/lupa tanggal kelahirannya tulis “00” 2 digit kelima : Ditulis 2 huruf HB untuk pemeriksaan Hepatitis B dan HC untuk pemeriksaan Hepatitis C 2 digit keenam : Ditulis 2 angka. Untuk ibu hamil=19, dan kelompok masyarakat berisiko lainnya sesuai nomor urut, yaitu: 01=WPS, 04=Penasun, 20=Petugas Kesehatan, 21=Mahasiswa Kesehatan, dan lainnya. 4 digit ketujuh : Ditulis 4 angka dengan kode kabupaten/kota. 3 digit kedelapan : Ditulis 3 angka dengan kode fasyankes Contoh 1 penulisan kode (tulis di pojok kiri): Lili820325HB19-0901-008 Nama ibu hamil: Lili, tahun kelahiran: 82, bulan: 03, tanggal lahir: 25, jenis pemeriksaan: Hepatitis B, sasaran: ibu hamil, Kota: Jakarta Pusat, Fasyankes: Johor Baru. Contoh 2 penulisan kode, untuk kelompok berisiko : Agus941011HC21-0901-008 Nama kelompok masyarakat berisiko tinggi: Agustian, tahun kelahiran: 94, bulan: 10, tanggal lahir: 11, jenis pemeriksaan: Hepatitis C, sasaran: mahasiswa kesehatan, Kota: Jakarta Pusat, Fasyankes: Johor Baru.
3. Cara pemeriksaan hepatitis B dan C Pemeriksaan hepatitis B dan C di puskesmas menggunakan Rapid Test. Cara pemeriksaan mengikuti prosedur masing-masing Rapid Test. Sampel dapat berupa serum atau plasma atau darah lengkap. Setiap reaksi positif divisualisasikan sebagai bulatan (dot) atau pita (band) yang muncul pada strip pemeriksaan. Semua Rapid Test harus menyertakan dot atau pita kontrol yang digunakan untuk menilai validitas hasil pemeriksaan. Cara pemeriksaan hepatitis B dan C dengan Rapid Test dalam kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C sesuai dengan prosedur masing-masing Rapid Test yang digunakan. 4. Cara pengiriman sampel darah ke laboratorium rujukan a. Masukkan tabung darah kedalam rak tabung dan tempatkan kedalam cool box yang sudah diberi ice pack dengan tutup tabung di bagian atas. Ice pack dibungkus kedalam koran, agar tidak basah. Jangan sampai tabung serum menempel dengan ice pack. b. Masukkan daftar sampel kedalam amplop. c. Cocokkan sampel darah dengan daftar sampelnya
16
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
d. Beri alamat tujuan dengan lengkap dan beri label hati-hati, bahan cair mudah pecah. e. Beri nama dan alamat pengirim. f. Setelah dikirim, petugas puskesmas sebaiknya menelpon petugas di laboratorium rujukan untuk memberitahukan bahwa sampel sudah dikirim.
B. Pemeriksaan Laboratorium Untuk Konfirmasi Enzyme Immunoassay (EIA) dan Chemiluminescent Immunoassay (CLIA) saat ini merupakan metode pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk tujuan diagnostik atau uji saring infeksi menular lewat transfusi Darah (IMLTD) pada darah donor. Prinsip EIAs dan CLIAs adalah sama. Perbedaannya hanya dalam model deteksi dari kompleks imun yang terbentuk, yakni terbentuknya warna pada EIAs dan pengukuran cahaya yang terbentuk oleh reaksi kimia pada CLIAs. EIA, dengan sensitivitas yang tinggi akan mendeteksi petanda target dari infeksi. Reagen yang telah dievaluasi dengan baik untuk tujuan diagnostik maupun uji saring harus memenuhi standar. EIAs dan CLIAs cocok untuk pemeriksaan sampel dalam volume besar dan membutuhkan beberapa peralatan khusus. Pemeriksaan ini bisa dikerjakan secara manual atau sistem otomatik yang spesifik (sistem tertutup).
C. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Spesimen hepatitis B dan C merupakan spesimen risiko tinggi, sehingga perlu kewaspadan tinggi untuk mencegah pajanan. Fasyankes harus menerapkan kewaspadaan standar di laboratorium dengan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi pada petugas laboratorium, pasien, dan lain-lain. 1. Penanganan limbah laboratorium Limbah laboratorium adalah bahan buangan infeksius maupun non-infeksius yang bersifat cair (sisa pewarnaan dan bahan kimia) maupun padat (sampel organ dan media pertumbuhan bakteri) yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan laboratorium. Penanganan limbah adalah prosedur untuk menangani limbah guna mencegah terjadinya penularan penyakit akibat bahan infeksius maupun non-infeksius ke manusia maupun lingkungan sekitar melalui tahapan tertentu. 2. Prosedur penanganan limbah infeksius laboratorium a. Petugas menggunakan sarung tangan dan masker bila perlu sebelum penanganan limbah. b. Membuang langsung ke wastafel untuk cairan non-infeksius yang mudah larut dalam air dengan dibilas menggunakan kran mengalir sedangkan untuk cairan yang bersifat asam atau basa perlu dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang. c. Membuang langsung ke tempat sampah untuk tisu, kertas, botol dan limbah tidak berbahaya atau tidak terkontaminasi mikroorganisme Standar Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan Hepatitis B dan C
17
d. Semua limbah padat yang tercemar darah, cairan tubuh, spesimen laboratorium, jaringan tubuh harus ditempatkan dalam kantong berwarna kuning yang kedap air, tidak bocor dan berlambang biohazard. e. Pemusnahan limbah padat dilakukan dengan insinerasi. Apabila tidak memiliki incinerator, limbah padat sebaiknya dikelola oleh pihak ketiga. f. Limbah cair harus dibuang melalui IPAL (Instalasi Pengelolan Air Limbah). g. Limbah cair infeksius berupa pelarut organik, bahan kimia untuk pengujian, air bekas pencucian alat, sisa spesimen (darah dan cairan tubuh). h. Desinfektan menggunakan bahan kimia untuk membunuh mikroorganisme yang diaplikasikan pada peralatan. i. Sterilisasi untuk membunuh mikroorganisme berbahaya menggunakan otoklaf. j. Insinerasi bahan infeksi dapat digunakan sebagai pengganti otoklaf. 3. Tindakan kewaspadaan bagi petugas laboratorium Kewaspadaan standar merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lain. 4. Penerapan kewaspadaan standar Kewaspadaan standar meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan atau perawatan. b. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan seperti sarung tangan, jas laboratorium, celemek, masker, kaca mata pelindung untuk setiap kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lain. c. Pengelolaan dan pembuangan alat tajam dengan hati-hati. d. Pengelolaan limbah yang tercemar oleh darah atau cairan tubuh dengan aman. e. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, disinfeksi dan sterilisasi dengan benar.
D. Pengendalian Infeksi Sterilisasi dan disinfeksi merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi virus hepatitis. Cara sterilisasi yang dikomendasikan adalah sterilisasi uap bertekanan (otoklaf atau pressure cooker), atau panas kering seperti oven. Disinfeksi umumnya menggunakan alkohol 70% atau hipoklorit 5% mampu menginaktifasi virus hepatitis.
18
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
BAB IV PENCATATAN DAN PELAPORAN Pencatatan dan pelaporan adalah salah satu indikator keberhasilan suatu kegiatan. Tanpa ada pencatatan dan pelaporan, kegiatan deteksi dini hepatitis B dan C yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila dilakukan dengan cara yang tepat dan benar. akan terlihat wujudnya. dari adalah pencatatan dan pelaporan Tujuan pencatatan dan Output pelaporan sebagai berikut: ini adalah data dan informasi yang berharga dan bernilai bila dilakukan dengan cara yang tepat dan benar. 1. Mendapatkan data dan informasi hasil pelaksanaan Deteksi Dini Hepatitis B dan C (DDHBC) Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagai berikut: 2. dan menetapkan prioritasDeteksi untuk Dini bimbingan dan 1. Mengidentifikasi Mendapatkan datamasalah dan informasi hasil pelaksanaan Hepatitisteknis B dan C (DDHBC) intervensi 2. Mengetahui Mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas untuk bimbingan teknis dan intervensi 3. keberhasilan kegiatan DDHBC 3. Mengetahui keberhasilan kegiatan DDHBC
Untuk itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baku, berkualitas, akurat dan Untuk itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baku, berkualitas, akurat dan tepat tepat waktu. waktu.
A. A. Pencatatan Pencatatan Ada beberapa yang yang merupakan hasil kegiatan registrasi dan Ada beberapapencatatan pencatatan merupakan hasil DDHBC, kegiatanmeliputi DDHBC, meliputi surat rujukan pengiriman sampel di puskesmas, rekapitulasi di tingkat puskesmas, dinas registrasi dan surat rujukan pengiriman sampel di puskesmas, rekapitulasi di kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi (Tabel 1). tingkat puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan provinsi (Tabel 1).
Tabel Form Pencatatan di Puskesmas Tabel1.1.Jenis Jenis Form Pencatatan di Puskesmas No.
1.
2.
3.
4.
5.
Kode Form Pencatatan
Peruntukan
Lokasi Pencatatan
9B
Registrasi Ibu Hamil yang melakukan Deteksi Dini Hepatitis B, dilakukan oleh pemberi layanan (bidan).
Ruang KIA
9C
Registrasi pemeriksaan HBsAg bagi Ibu Hamil yang melakukan Deteksi Dini Hepatitis B, dilakukan oleh pemberi layanan di Laboratorium (analis).
Ruang Laboratorium
9D
Formulir pengiriman spesimen reaktif hepatitis B yang akan dikonfirmasi ke B/BLK/Labkesda/Laboratorium rumah sakit, dilakukan oleh analis.
Ruang Laboratorium
9E
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Lanjutan dan Saran Tindak Lanjut bagi Kasus Hepatitis B pada Rumah Sakit Pencatatanoleh dan Penomoran 19 Ibu Hamil di Rumah Sakit, dilakukan pemberi layanan Hepatitis B di Rumah Sakit
10B
Registrasi Registrasi Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan/atau C,
Ruang Poli Umum
(analis). 9D
Formulir pengiriman spesimen reaktif hepatitis B yang akan dikonfirmasi ke B/BLK/Labkesda/Laboratorium rumah sakit, dilakukan oleh analis.
Ruang Laboratorium
9E
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Lanjutan dan Saran Tindak Lanjut bagi Kasus Hepatitis B pada Ibu Hamil di Rumah Sakit, dilakukan oleh pemberi layanan Hepatitis B di Rumah Sakit
Rumah Sakit
10B
Registrasi Registrasi Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan/atau C, dilakukan oleh pemberi layanan.
Ruang Poli Umum
6.
10C
Registrasi Pemeriksaan HBsAg Dan HCV Bagi Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Lain Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan/atau C, dilakukan oleh pemberi layanan di laboratorium (analis).
Ruang Laboratorium
7.
10D
3.
4.
5.
8.
10E
Pengiriman spesimen reaktif hepatitis B dan/atau C pada Tenaga Kesehatan dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain ke B/BLK/ Labkesda/laboratorium rumah sakit, dilakukan oleh analis. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Lanjutan dan Saran Tindak Lanjut bagi Kasus Hepatitis B dan/atau C pada Tenaga Kesehatan dan Kelompok Berisiko Lain di Rumah Sakit, dilakukan oleh pemberi layanan Hepatitis B di Rumah Sakit
Ruang Laboratorium
Rumah Sakit
Bumil: Ibu hamil B. Pelaporan
B. Pelaporan
Pelaporan DDHBC merupakan penyampaian hasil kegiatan DDHBC atau intervensi yang Pelaporan DDHBetugas merupakan penyampaian hasil kegiatan DDHBC intervensi telah dilaksanakan kesehatan di suatu wilayah kerja dalam kurunatau waktu tertentu yang telah dilaksanakan petugas kesehatan di suatu wilayah kerja dalam kurun dengan benar dan tepat waktu.
waktu tertentu dengan benar dan tepat waktu.
11 Pelaporan dalam dalamkegiatan kegiatanDDHBC DDHBCiniinimerupakan merupakan data dari pelaksanaan DDHBC Pelaporan data dari pelaksanaan DDHBC dan dilaporkan dalam bentuk dalam periode Bulanan-Triwulanan-Semesteran secara dan dilaporkan dalam tertulis bentuk tertulis dalam periode Bulanan-Triwulananberjenjang. Jenis pelaporan DDHBCJenis adalahpelaporan sebagai berikut (Tabeladalah 2): Semesteran secara berjenjang. DDHBC sebagai berikut (Tabel 2):
Tabel 2. Tabel 2. Jenis JenisPelaporan Pelaporan No. Kode Form Laporan 1.
Jenis Pelaporan
Hep. 03.Bumil_Pkm
Laporan Bulanan Rekapitulasi Ibu Hamil Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B
Hep. 03.Bumil_Kab
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil
Hep. 03.Bumil_Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil
Hep. 03.Bumil_Nas Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil
20
Petunjuk Teknis Deteksi DiniLaporan Hepatitis BBulanan dan C padaRekapitulasi Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Dan Tenaga Kesehatan
Hep.03. Nakes&Lain_Pkm Hep. 03. Nakes &
Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B Dan C
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Dan C Pada Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat
Hep. 03.Bumil_Kab
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil
Hep. 03.Bumil_Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil
Hep. 03.Bumil_Nas Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Pada Ibu Hamil Hep.03. Nakes&Lain_Pkm
Laporan Bulanan Rekapitulasi Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain Yang Melakukan Deteksi Dini Hepatitis B Dan C
Hep. 03. Nakes & Lain_Kab/Kota
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Dan C Pada Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain
Hep. 03. Nakes & Lain_Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Dan C Pada Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain
Hep. 03. Nakes & Lain_Nas
Rekapitulasi Hasil Deteksi Dini Hepatitis B Dan C Pada Tenaga Kesehatan Dan Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lain
2. Hep.04.Pkm
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan Bagi Penderita Hepatitis B
Hep.04.Kab/Kota
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis B
Hep.04.Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis B
Hep.04.Nas
Rekapitulasi Semesteran Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis B
3. Hep.05.Pkm
Laporan Triwulan Tenaga Kesehatan Yang Mendapatkan Vaksinasi Hepatitis B
4.
Hep.05.Kab/Kota
Laporan Triwulan Rekapitulasi Tenaga Kesehatan Yang Mendapatkan Vaksinasi Hepatitis B
Hep.05.Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Tenaga Kesehatan Yang Mendapatkan Vaksinasi Hepatitis B
Hep.05.Nas
Rekapitulasi Kab/Kota Yang Melaksanakan Hepatitis B Pada Tenaga Kesehatan
Vaksinasi
Hep.06.Pkm
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis C
Hep.06.Kab/Kota
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis C
Hep.06.Prov
Laporan Triwulan Rekapitulasi Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis C
Hep.06.Nas
Rekapitulasi Semesteran Layanan Lanjutan bagi Penderita Hepatitis C
C. Alur Pelaporan
Pencatatan dan Penomoran
21
Dalam kegiatan DDHBC pelaporan dimulai dari puskesmas secara berjenjang hingga Ditjen PP dan PL. 1. Pelaporan tingkat puskesmas
C. Alur Pelaporan Dalam kegiatan DDHBC pelaporan dimulai dari puskesmas secara berjenjang hingga Ditjen PP dan PL. 1. Pelaporan tingkat puskesmas a. Petugas pelaksana deteksi dini hepatitis B pada ibu hamil (bidan/petugas KIA) mencatat data ibu hamil yang bersedia diperiksa hepatitis B dan data diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan (form) kuesioner dan form 9B. b. Petugas/penanggung jawab kegiatan DDHBC puskesmas merekapitulasi data layanan hepatitis B pada ibu hamil dari formulir registrasi bumil 9B ke dalam formulir pelaporan puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/ kota (Hep. 03.Bumil_Pkm) c. Petugas pelaksana deteksi dini Hepatitis B dan C pada nakes dan kelompok berisiko lain (dokter/perawat poli umum) mencatat nakes dan kelompok berisiko lain yang bersedia diperiksa hepatitis B dan/atau C dan data diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan (form) kuesioner dan form 10B d. Petugas/penanggung jawab kegiatan DDHBC puskesmas merekapitulasi data layanan hepatitis B dan/atau C pada nakes dan kelompok berisiko lain dari formulir registrasi bumil 10B ke dalam formulir pelaporan puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota (Hep. 03. Nakes&Lain_Pkm) 2. Pelaporan tingkat kabupaten/kota Pengelola program/kegiatan hepatitis/petugas yang ditunjuk merekapitulasi data kegiatan DDHBC pada ibu hamil (Hep. 03.Bumil_Kab/Kota), tenaga kesehatan dan kelompok masyarakat berisiko tinggi lain (Hep. 03. Nakes&Lain_ Kab/Kota) dari seluruh puskesmas di kabupaten/kota. 3. Pelaporan tingkat provinsi Pengelola program/kegiatan hepatitis/petugas yang ditunjuk merekapitulasi data kegiatan DDHBC pada ibu hamil (Hep. 03.Bumil_Prov), tenaga kesehatan dan kelompok masyarakat berisiko tinggi lain (Hep. 03.Nakes&Lain_Prov) dari seluruh kabupaten/kota di provinsi. Pelaporan hasil kegiatan DDHBC dilakukan setiap bulan, dengan ketentuan: 1. Dari puskesmas ke kabupaten/kota paling lambat tanggal 5 2. Dari kabupaten/kota ke provinsi paling lambat tanggal 10 3. Dari provinsi ke pusat paling lambat tanggal 15 Alur pelaporan seperti terlihat pada Bagan dibawah ini (Bagan):
22
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Bagan.Bagan. Alur Pelaporan Kegiatan Dini Hepatitis BCdan C Alur Pelaporan KegiatanDeteksi Deteksi Dini Hepatitis B dan
Laporan setiap3 bulan
DITJEN PP DAN PL c/q DIT. P2ML
Laporan setiap 3 bulan
DINKES PROVINSI
Laporan setiap bulan
DINKES KABUPATEN/ KOTA Laporan setiap bulan
PUSKESMAS
Alur pelaporan Umpan balik () pelaporan
Pencatatan dan Penomoran
23
24
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
BAB V PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN DISTRIBUSI LOGISTIK BAB V Keberhasilan kegiatan DDHBC sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan/alat/ obat penunjang PERENCANAAN (logistik), sehingga perencanaan bahan/alat/obat sesuai kebutuhan, KEBUTUHAN DAN DISTRIBUSI LOGISTIK pengadaan, distribusi, penyimpanan, dan monitoring sangat diperlukan. Untuk meningkatkan efektivitas sistem pengelolaan logistik, beberapa hal yang perlu diperhatikan ketersediaan 2) Menjamin sistem Keberhasilan adalah: kegiatan1) Memastikan DDHBC sangat ditentukanbahan/alat/obat; oleh ketersediaan bahan/alat/obat penunjang (logistik), sehingga perencanaan bahan/alat/obat sesuai kebutuhan, pengadaan, penyimpanan bahan/alat/obat yang efektif dan efisien; dan 3) Menjamin terlaksananya distribusi, penyimpanan, dan monitoring sangat diperlukan. Untuk meningkatkan efektivitas sistem informasi dan manajemen pengelolaan bahan/alat/obat. sistem pengelolaan logistik, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Memastikan ketersediaan bahan/alat/obat; 2) Menjamin sistem penyimpanan bahan/alat/obat yang efektif dan efisien; dan 3) Menjamin terlaksananya sistem informasi dan manajemen pengelolaan A. Kebutuhan Bahan/Alat bahan/alat/obat. Perhitungan kebutuhan bahan/alat untuk kegiatan deteksi dini hepatitis B dan A. C Kebutuhan Bahan/Alat disesuaikan dengan jenis kegiatan dan tempat pelaksanaan. Sebagai contoh, Perhitungan kebutuhan Rapid bahan/alat untuk kegiatan deteksi dini hepatitis dan C perkiraan kebutuhan Test hepatitis B di puskesmas adalah 80% Bx jumlah disesuaikan dengan jenis kegiatan dan tempat pelaksanaan. Sebagai contoh, perkiraan kelompok masyarakat berisiko tinggi yang akan diperiksa x 1 tes. Stok kebutuhan Rapid Test hepatitis B di puskesmas adalah 80% x jumlah kelompok (cadangan) juga perlu diperhitungkan. Cara perhitungan jumlah kebutuhan untuk masyarakat berisiko tinggi yang akan diperiksa x 1 tes. Stok (cadangan) juga perlu Rapid Test hepatitis C sama dengan cara perhitungan untuk kebutuhan Rapid Test diperhitungkan. Cara perhitungan jumlah kebutuhan untuk Rapid Test hepatitis C sama hepatitis B.perhitungan untuk kebutuhan Rapid Test hepatitis B. dengan cara
Untuk alatdan danbahan bahan habis pakai, sebagai gambaran kebutuhan untuk 100 target Untuk alat habis pakai, sebagai gambaran kebutuhan untuk 100 target sasaran sasaran di puskesmas adalah sebagai berikut (Tabel 3). di puskesmas adalah sebagai berikut (Tabel 3). Tabel 3. Kebutuhan KebutuhanBahan BahanKegiatan Kegiatan Deteksi Dini di Puskesmas untuk Sasaran Tabel 3. Deteksi Dini di Puskesmas untuk 100 100 Sasaran No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Bahan
Satuan
Alcohol swab Kantung limbah infeksius, ukuran M Cool box Rak tabung (10 lubang) Tabung serum tutup ulir luar, vol 5ml Plester penutup luka (isi 50) Tourniquet Vaccum blood collection needle Needle Holder Vacutainer plain (10ml) Kertas label (100 lembar) Pipet Pasteur Sarung tangan nitrit non-powder (isi 50) Spidol permanen Tissue Disposible safety box Kasa steril @10ktk@12lmbr Parafilm “M”
B. Jenis Obat Hepatitis B dan C
buah buah buah buah buah box buah buah buah buah pak buah box buah box buah pak rool
Jumlah/paket 120 10 1 1 10 2 1 120 4 120 1 120 3 2 3 5 1 1
Perencanaan Kebutuhan dan Distribusi Logistik
25
Pada saat ini terdapat 2 kelompok obat untuk hepatitis B yang digunakan secara luas dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing obat. Kedua kelompok terdiri dari 6 jenis obat, yaitu 1) Interveron; 2) Lamivudin; 3) Adefovir; 4) Entecavir; 5) Telbivudin, dan 6) Tenofovir.
B. Jenis Obat Hepatitis B dan C Pada saat ini terdapat 2 kelompok obat untuk hepatitis B yang digunakan secara luas dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing obat. Kedua kelompok terdiri dari 6 jenis obat, yaitu 1) Interveron; 2) Lamivudin; 3) Adefovir; 4) Entecavir; 5) Telbivudin, dan 6) Tenofovir. Untuk hepatitis C, pengobatan menggunakan Pegylated Interveron-α (PegINF-α) + Ribavirin atau menggunakan obat baru yaitu Sofosbovir + Ribavirin, Sofosbovir + Ledipasvir + 2D ABBVIE, dan kombinasi lainnya. Sedangkan untuk bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBsAg reaktif, maka diberikan HBIg lambat <24 jam setelah kelahiran, bersamaan dengan imunisasi Hepatitis B program nasional. Perhitungan perkiraan kebutuhan HBIg adalah 5% (estimasi) x jumlah ibu hamil yang diperiksa dikurangi stok yang masih ada. Untuk bahan/alat/obat di laboratorium dan rumah sakit rujukan, memerlukan perhitungan tersendiri sesuai kebutuhan.
C. Kualitas Bahan/Alat/Obat Kualitas bahan/alat/obat yang digunakan memerlukan perhatian tersendiri. Pada tahun 2014 Direktorat P2ML, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI bekerjasama dengan Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan dan BBLK Jakarta (Tim Teknis), Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan dan BBLK telah melakukan evaluasi kualitas reagen hepatitis B dan C yang beredar di Indonesia. Jakarta (Tim Teknis), telah melakukan evaluasi kualitas reagen hepatitis B dan C Berdasarkan evaluasi tersebut, maka ditetapkan kriteria pemilihan reagen sebagai yang beredarhasil di Indonesia. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka ditetapkan berikut (Tabel 4): reagen sebagai berikut (Tabel 4): kriteria pemilihan
Tabel 4. Reagen Hepatitis B danBCdan C Tabel 4. Kriteria KriteriaPemilihan Pemilihan Reagen Hepatitis Kategori
Sensitivitas (%)
Spesifisitas (%)
1.
Sangat Tinggi
≥95
≥95
2.
Tinggi
80-94
80-94
3.
Sedang
65-79
65-79
4.
Rendah
50-64
50-64
5.
Sangat Rendah
<50
<50
No.
Pemilihan reagen(Rapid (Rapid dini hepatitis B danberdasarkan C adalah Pemilihan reagen Test)Test) untukuntuk deteksideteksi dini hepatitis B dan C adalah berdasarkan sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi. sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
26
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Pedoman Manajemen Pengendalian HDISP, Kemenkes RI, Tahun 2014 Pedoman Nasional Manajemen Program HIV dan AIDS, Tahun 2014
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Manajemen Pengendalian HDISP, Kemenkes RI, Tahun 2014 Pedoman Nasional Manajemen Program HIV dan AIDS, Tahun 2014 Pedoman Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan Hepatitis, Kemenkes RI, Tahun 2014 Pedoman Tatalaksanan dan Rujukan Hepatitis B di Fasyankes, Kemenkes RI, Tahun 2014 Pedoman Tatalaksana dan Rujukan Hepatitis C di Fasyankes, Kemenkes RI, Tahun 2014 Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak Bagi Tenaga Kesehatan, Kemenkes RI, Tahun 2014.
Daftar Pustaka
27
28
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Lampiran Algoritma 1. Alur Deteksi Dini Aktif Hepatitis B, HIV dan Syphilis pada Ibu Hamil
KUNJUNGAN RUMAH
(Di Ruangan yang Bisa Digunakan Untuk Konseling) Tawarkan Pemeriksaan Hepatitis B, HIV dan Syphilis
BERSEDIA 1. Diberikan Konseling dan Penandatangan Informed Concent 2. Pengambilan dan Pemisahan Darah di Lokasi Kunjungan
LABORATORIUM PUSKESMAS 1. Data Dicatat dalam Form 9B dan 9F 2. Pemeriksaan Hepatitis B, HIV dan Syphilis
TIDAK BERSEDIA (Tawarkan Kembali pada Saat Kunjungan Rumah Ulang)
TETAP TIDAK BERSEDIA
PERKENALKAN KTS
Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Reaktif, Konrmasi ke Laboratorium Rujukan
TINDAK LANJUT 1.
Bila hasil konrmasi hepatitis B reaktif, pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk penanganan lebih lanjut.
2.
Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan
3.
Pembiayaan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri
4.
Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik.
5.
Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka ibu hamil tersebut dilanjutkan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi.
6.
Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.
7.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B reaktif, diberikan HBIg, vitamin K, dan vaksinasi HB 0 kurang dari 12 jam setelah kelahiran dan vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai program imunisasi nasional.
8.
Setelah bayi berusia di atas 9 bulan, dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs.
9.
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBsAg non-reaktif, diberikan vitamin K, dan HB 0 kurang 12 jam setelah kelahiran dan vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai program imunisasi nasional.
10. Tindak lanjut hasil pemeriksaan HIV dan syphilis sesuai ketentuan Kemenkes RI (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML, Ditjen PP dan PLP).
Lampiran
29
Algoritma 2. Alur Deteksi Dini Aktif Hepatis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lainnya
KUNJUNGAN RUMAH ATAU KOMUNITAS KELOMPOK MASYARAKAT BERISIKO TINGGI ATAU MOBILE CLINIC (Di Ruangan yang Bisa Digunakan Untuk Konseling) DITAWARKAN PEMERIKSAAN HEPATITIS B DAN C
BERSEDIA
1. Diberikan Konseling dan Penandatangan Informed Concent 2. Pengambilan dan pemisahan darah di Lokasi Kunjungan
LABORATORIUM PUSKESMAS
1. Data dicatat dalam Form 10B dan 10F 2. Pemeriksaan Hepatitis B dan C
HEPATITIS C NON-REAKTIF
PENYULUHAN
Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Reaktif, Konrmasi ke Laboratorium Rujukan
TINDAK LANJUT 1. Bila hasil konrmasi menunjukkan hepatitis B atau hepatitis C reaktif, maka pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan. 2. Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan 3. Pembiayaan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri 4. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik. 5. Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka dilanjutkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi. 6. Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.
30
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Algoritma 3. Alur Deteksi Dini Pasif Hepatis B, HIV dan Syphilis pada Ibu Hamil
IBU HAMIL PADA KUNJUNGAN ANC PERTAMA KALI (K1) KE PUSKESMAS (Datang Sendiri atau Rujukan dari Fasyankes Lainnya)
DITAWARKAN PEMERIKSAAN HEPATITIS B, HIV DAN SYPHILIS)
BERSEDIA (Diberikan Konseling dan Penandatangan Informed Concent)
LABORATORIUM PUSKESMAS (Wawancara dan Pemeriksaan Hepatitis B, HIV dan Syphilis)
TIDAK BERSEDIA (Tawarkan Kembali pada Saat Kunjungan ANC Ulang)
TETAP TIDAK BERSEDIA
PERKENALKAN KTS
Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Reaktif, Konrmasi ke Laboratorium Rujukan
TINDAK LANJUT 1.
Bila hasil konrmasi hepatitis B reaktif, pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan untuk penanganan lebih lanjut.
2.
Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan
3.
Pembiayaan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri
4.
Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik.
5.
Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka ibu hamil tersebut dilanjutkan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi.
6.
Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.
7.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B reaktif, diberikan HBIg, vitamin K, dan vaksinasi HB 0 kurang dari 12 jam setelah kelahiran dan vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai program imunisasi nasional.
8.
Setelah bayi berusia di atas 9 bulan, dilakukan pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs.
9.
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBsAg non-reaktif, diberikan vitamin K, dan HB 0 kurang 12 jam setelah kelahiran dan vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai program imunisasi nasional.
10. Tindak lanjut hasil pemeriksaan HIV dan syphilis sesuai ketentuan Kemenkes RI (Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML, Ditjen PP dan PLP).
Lampiran
31
Algoritma 4. Alur Deteksi Dini Pasif Hepatis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Lainnya
KELOMPOK MASYARAKAT BERISIKO TINGGI LAINNYA (POLI UMUM PUSKESMAS) (Datang Sendiri atau Rujukan dari Fasyankes Lainnya)
DITAWARKAN PEMERIKSAAN HEPATITIS B DAN C
BERSEDIA
Diberikan Konseling dan Penandatangan Informed Concent
LABORATORIUM PUSKESMAS (Wawancara dan Pemeriksaan Hepatitis B dan C)
HEPATITIS C NON-REAKTIF
PENYULUHAN
Hasil Pemeriksaan Hepatitis B Reaktif, Konrmasi ke Laboratorium Rujukan
TINDAK LANJUT 1. Bila hasil konrmasi menunjukkan hepatitis B atau hepatitis C reaktif, maka pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan. 2. Penanganan selanjutnya sesuai SOP rumah sakit rujukan 3. Pembiayaan menggunakan BPJS/asuransi lainnya atau mandiri 4. Hasil pemeriksaan, penanganan dan rekomendasi tim ahli di rumah sakit rujukan dikirim ke puskesmas yang merujuk untuk umpan balik. 5. Bila hasil deteksi dini hepatitis B di puskesmas non-reaktif, maka dilanjutkan untuk melakukan pemeriksaan anti-HBs untuk mengetahui ada tidaknya antibodi. 6. Bila hasil pemeriksaan HBsAg dan anti-HBs non-reakif, maka dianjurkan vaksinasi hepatitis B sebanyak 3 kali.
32
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
Daftar Nomor Urut Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi Nomor Urut
Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
01 WPS 04
Pengguna Jarum Suntik (Penasun)
06 Waria 09
Lelaki seks dengan lelaki (LSL)/Gay
16
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
19
Ibu Hamil
20
Petugas Kesehatan
21
Mahasiswa Kesehatan
22
Pasangan/Keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Hepatitis B dan C
23
Pasien klinik Infeksi Menular Seksual
24
Orang dengan Infeksi HIV
25
Penerima layanan hemodialisis dan hemophilia
26
Pasien yang mendapatkan transfusi darah lebih dari 1 kali
27
Pasien yang menjalani tindakan bedah umum atau tindakan pada gigi
28
Bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis C
Daftar Nomor Urut Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
33
34
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN BAGI IBU HAMIL (INFORMED CONSENT) Kami meminta anda bersama ibu hamil yang lain untuk ikut serta dalam Deteksi dini Hepatitis B, yang akan melihat besarnya prevalensi Hepatitis B, HIV dan Syphilis ibu hamil. Pengambilan Darah : Kami akan meminta kesediaan anda untuk diambil darahnya Jumlah darah yang diperlukan sebanyak 6 ml dari lengan anda. Pengambilan darah ini menyebabkan sedikit rasa sakit. Darah tersebut digunakan untuk deteksi dini HBsAg dengan metode Rapid Test di puskesmas. Bila HBSAg reaktif akan dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi di Laboratorium rujukan dengan metode EIA/CLIA. Apabila hasil konfirmasi dideteksi HBsAg reaktif maka selanjutnya akan dirujuk ke Rumah Sakit dengan menggunakan BPJS/asuransi lainnya/mandiri. Risiko dan Usaha Pengamanan : Ada risiko sedikit infeksi berkaitan dengan pengambilan darah di lengan anda, tetapi risiko ini dapat dicegah, karena sebelum pengambilan darah, kulit disekitar tempat pengambilan darah akan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan antiseptik dan menggunakan jarum baru yang steril dan sekali pakai. Manfaat: Apabila anda diketahui telah terinfeksi virus hepatitis B maka anda akan menularkannya pada bayi anda. Penderita hepatitis B yang ditularkan dari ibu ke bayi nantinya berpotensi menjadi sirosis dan kanker hati yang dapat menyebabkan kematian. Dari deteksi dini ini, apabila anda diketahui terinfeksi virus hepatitis B maka anda akan mendapat manfaat karena bayi anda akan mendapatkan imunisasi Hepatitis B 0 hari ditambah Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) yang akan diberikan paling lambat dalam waktu 24 jam sesudah kelahiran. Pemberian imunisasi ini diharapkan dapat memutus rantai penularan dari ibu kepada bayi yang dilahirkan. Selain itu, anda akan mendapat manfaat lain yaitu anda akan mengetahui apakah anda perlu mendapat terapi hepatitis B sehingga anda akan dirujuk ataupun belum memerlukan terapi. Keikutsertaan anda dalam pemeriksaan ini tidak akan menyebabkan beban keuangan bagi anda atau keluarga anda, karena Negara telah memberikan biaya yang cukup besar. Untuk pemeriksaan laboratorium hepatitis B (pemeriksaan awal sebesar RP 90.000) dan pemberian HBIG untuk bayi dari ibu dengan HBsAg (+) sebesar Rp 2.200.000. Kerahasiaan : Catatan mengenai hasil pemeriksaan laboratorium anda akan dirahasiakan, bahkan bila ada kajian lanjutan dari badan kesehatan pemerintah, anda hanya akan dikenal dalam sebuah nomor/kode. Informed Consent
35
Pertanyaan : Bila ada pertanyaan mengenai deteksi dini ini, anda dapat menghubungi Subdit Hepatitis, Diare & ISP no 021-42870659 atau Subdit AIDS dan IMS 021-42803901 Partisipasi Sukarela: Anda tidak akan dan tidak dapat dipaksa untuk mengikuti pemeriksaan ini apabila anda tidak mengehendakinya. Keikutsertaan anda dalam pemeriksaan ini berdasar atas keinginan anda sendiri (bersifat sukarela) Persetujuan untuk partisipasi: Saya telah membaca atau dibacakan apa yang tertera di atas dan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Saya memahami maksud dan manfaat dari deteksi dini ini. Dengan membubuhkan tanda tangan di bawah ini, saya menegaskan bahwa keikut sertaan saya dalam pemeriksaan Hepatitis B bersifat sukarela dan saya telah menerima tembusan dari surat persetujuan ini.
______________________ Tanda tangan klien
________________ Tanggal
_______________________ Tanda tangan petugas
________________ Tanggal
36
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN BAGI KELOMPOK MASYARAKAT BERISIKO TINGGI (INFORMED CONSENT) Kami meminta anda bersama yang lain untuk ikut serta dalam Deteksi dini Hepatitis B dan C, yang akan melihat besarnya prevalensi Hepatitis B dan C pada populasi berisiko tinggi tertular dan menularkan (petugas kesehatan, mahasiswa kesehatan, WPS, Penasun, Waria, LSL, WBP, keluarga penderita Hepatitis, pasien IMS, ODHA, pasien haemodialisa, pasien transfusi darah, pasien bedah umum/tindakan gigi, thallasemia*) Pengambilan Darah : Kami akan meminta kesediaan anda untuk diambil darahnya Jumlah darah yang diperlukan sebanyak 6 ml dari lengan anda. Darah tersebut digunakan untuk deteksi dini HBsAg dan Anti HCV dengan metode Rapid Test di puskesmas. Pengambilan darah ini menyebabkan sedikit rasa sakit. Darah tersebut digunakan untuk deteksi dini HBsAg dengan metode Rapid Test di puskesmas. Bila HBSAg reaktif akan dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi di Laboratorium rujukan dengan metode EIA/CLIA. Apabila hasil konfirmasi dideteksi HBsAg reaktif maka selanjutnya akan dirujuk ke Rumah Sakit dengan menggunakan BPJS/asuransi lainnya/mandiri. Risiko dan Usaha Pengamanan: Ada risiko infeksi sedikit berkaitan dengan pengambilan darah di lengan anda, tetapi risiko ini dapat dicegah, karena sebelum pengambilan darah, kulit disekitar tempat pengambilan darah akan dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan antiseptic dan menggunakan jarum baru yang steril dan sekali pakai. Manfaat : Apabila anda diketahui telah terinfeksi virus hepatitis B dan atau Hepatitis C maka anda akan menularkannya pada orang lain, seperti pasangan, keluarga, lainnya. Penderita hepatitis B dan C berpotensi menjadi sirosis dan kanker hati yang dapat menyebabkan kematian apabila tidak diketahui sedini mungkin. Dari deteksi dini ini, apabila anda diketahui terinfeksi virus hepatitis B maka anda akan mendapat manfaat yaitu anda akan dirujuk dan akan mengetahui apakah anda memerlukan terapi hepatitis B dan atau C atau monitor untuk melihat perjalanan penyakitnya serta dapat melakukan upaya pencegahan penularan hepatitis B dan atau C kepada lainnya. Keikutsertaan anda dalam pemeriksaan ini tidak akan menyebabkan beban keuangan bagi anda atau keluarga anda, karena negara telah memberikan biaya yang cukup besar. Kerahasiaan : Catatan mengenai hasil pemeriksaan laboratorium anda akan dirahasiakan, bahkan bila ada kajian lanjutan dari badan kesehatan pemerintah, anda hanya akan dikenal dalam sebuah nomor/kode. Informed Consent
37
Pertanyaan : Bila ada pertanyaan mengenai deteksi dini ini, anda dapat menghubungi Subdit Hepatitis, Diare & ISP no 021-42870659 atau Subdit AIDS dan IMS 021-42803901 Partisipasi Sukarela : Anda tidak akan dan tidak dapat dipaksa untuk mengikuti pemeriksaan ini apabila anda tidak menghendakinya. Keikutsertaan anda dalam pemeriksaan ini berdasar atas keinginan anda sendiri (bersifat sukarela). Persetujuan untuk partisipasi: Saya telah membaca atau dibacakan apa yang tertera di atas dan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Saya memahami maksud dan manfaat dari deteksi dini ini. Dengan membubuhkan tanda tangan di bawah ini, saya menegaskan bahwa keikut sertaan saya dalam pemeriksaan Hepatitis B dan C **) bersifat sukarela dan saya telah menerima tembusan dari surat persetujuan ini.
_______________________ _________________ Tanda tangan klien Tanggal
_______________________ Tanda tangan petugas
_________________ Tanggal
*) Lingkari populasi berisiko yang melakukan pemeriksaan **) Lingkari pemeriksaan yang dilakukan
38
Petunjuk Teknis Deteksi Dini Hepatitis B dan C pada Kelompok Masyarakat Berisiko Tinggi