BAB I PEMBUKAAN A. Latar Belakang Penyakit adalah jegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Epidemiologi berusaha untuk mempelajari distribusi dan faktor-fotor yang mempengaruhi terjadinya PTM dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan pendekatan metodologik, yaitu dengan melakukan berbagai penelitian. Sebagaimana umumnya penelitian epidemiologi untuk PTM dikenal juga adanya penelitian observasional dan eksperimental B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Penyakit Tidak Menular? 2. Bagaimana Karakteristik Penyaki Tidak Menular? 3. Bagaimana Pendekatan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular? 4. Bagaiamana Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular? 5. Apa Saja Penyakit - Penyakit Tidak Menular Yang Bersifat Kronis? 6. Apa Saja Faktor-Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular? 7. Bagaimana Riwayat alamiah penyakit tidak menular? 8. Bagaiaman Strategi Penanggulangan Penyakit Tidak Menular? 9. Apa Contoh Penyakit Tidak Menular? C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Pengertian Penyakit Tidak Menular 2. Untuk Mengetahui Karakteristik Penyaki Tidak Menular 3. Untuk Mengetahui Pendekatan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular 4. Untuk Mengetahui Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular 5. Untuk Mengetahui Penyakit - Penyakit Tidak Menular Yang Bersifat Kronis 6. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular 7. Untuk Mengetahui Riwayat alamiah penyakit tidak menular 8. Untuk Mengetahui Strategi Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 9. Untuk Mengetahui Contoh Penyakit Tidak Menular
BAB II PEMBAHASAN 1
A. Pengertian Penyakit Tidak Menular Penyakit adalah jegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh. Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan. Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Dalam sambutannya Menkes menjelaskan, proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian akibat PTM terjadi di perkotaan dan perdesaan. Menkes mengatakan, PTM dipicu berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya hidup tidak sehat. Riskesdas 2007 melaporkan, 34,7% penduduk usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta 48,2% kurang aktivitas fisik. B. Karakteristik Penyaki Tidak Menular Telah dijelaskan diatas bahwa penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agent (Non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent) 1. Agent a. Agent dapat berupa (non living agent) : 1) Kimiawi 2) Fisik 3) Mekanik 4) Psikis b. Agent penyakit tidak menular sangat bervariasi, mulai dari yang paling sederhana sampai yang komplek (mulai molekul sampai zat-zat yang komplek ikatannya) c. Suatu penjelasan tentang penyakit tidak menular tidak akan lengkap tanpa mengetahui spesifikasi dari agent tersebut d. d.Suatu agent tidak menular dapat menimbulkan tingkat keparahan yang berbedabeda (dinyatakan dalam skala pathogenitas) Pathogenitas Agent : kemampuan / kapasitas agent penyakit untuk dapat menyebabkan sakit pada host 2
e. Karakteristik lain dari agent tidak menular yang perlu diperhatikan antara lain : 1) Kemampuan menginvasi / memasuki jaringan 2) Kemampuan merusak jaringan : Reversible dan irreversible 3) Kemampuan menimbulkan reaksi hipersensitif 2. Reservoir a. Dapat didefinisikan sebagai organisme hidup, benda mati (tanah, udara, air batu dll) dimana agent dapat hidup, berkembang biak dan tumbuh dengan baik. b. Pada umumnya untuk penyakit tidak menular, reservoir dari agent adalah benda mati. c. Pada penyakit tidak menular, orang yang terekspos/terpapar dengan agent tidak berpotensi sebagai sumber/reservoir tidak ditularkan. 3. Relasi Agent – Host a. Fase Kontak Adanya kontak antara agent dengan host, tergantung : 1) Lamanya kontak 2) Dosis 3) Patogenitas b. Fase Akumulasi pada jaringan Apabila terpapar dalam waktu lama dan terus-menerus c. Fase Subklinis Pada fase subklinis gejala/sympton dan tanda/sign belum muncul. Telah terjadi kerusakan pada jaringan, tergantung pada : 1) Jaringan yang terkena 2) Kerusakan yang diakibatkannya (ringan, sedang dan berat) 3) Sifat kerusakan (reversiblle dan irreversible/ kronis, mati dan cacat) d. Fase Klinis Agent penyakit telah menimbulkan reaksi pada host dengan menimbulkan manifestasi (gejala dan tanda). 4. Karakteristik penyakit tidak menular : a. Tidak ditularkan b. Etiologi sering tidak jelas c. Agent penyebab : non living agent d. Durasi penyakit panjang (kronis) e. Fase subklinis dan klinis panjang untuk penyakit kronis. 5. Rute dari keterpaparan Melalui sistem pernafasan, sistem digestiva, sistem integumen/kulit dan sistem vaskuler. C. Pendekatan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Epidemiologi berusaha untuk mempelajari distribusi dan faktor-fotor yang mempengaruhi terjadinya PTM dalam masyarakat. Untuk itu diperlukan pendekatan metodologik, yaitu 3
dengan melakukan berbagai penelitian. Sebagaimana umumnya penelitian epidemiologi untuk PTM dikenal juga adanya penelitian observasional dan eksperimental. Hanya saja karena berlangsung lama, maka umumnya penelitian PTM merupakan penelitian observasional dengan jenis : a. Penelitian Cross-Sectional b. Penelitian Kasus Kontrol c. Penelitian Kohort D. Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular Prinsip upaya pencegahan penyakit lebih baik dari mengobati tetap juga berlaku untuk PTM. 4 Tingkat Pencegahan PenyakitTidak Menular 1. Pencegahan primordial → dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini sangat komplek, tidak hanya merupakan upaya dari kesehatan tapi multimitra. 2. Pencegahan tingkat pertama, meliputi : a. Promosi kesmas, misal : kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, pendidikan kesmas. b. Pencegahan khusus, misal : pencegahan ketrpaparan, pemberian kemoprevntif 3. Pencegahan tingkat kedua, meliputi : a. Diagnosis dini, misal dengan melakukan screening b. Pengobatan, kemoterapi atau tindakan bedah 4. Pencegahan tingkat ketiga, meliputi: Rehabilitasi, misal perawatan rumah jompo, perawatan rumah sakit Upaya pencegahan PTM ditujukan kepada faktor resiko yang telah diidentifikasi. Screening PenyakitTidak Menular . Screening atau penyaringan adalah usaha untuk mendeteksi/mencari penderita penyakit tertentu tanpa gejala dalam masyarakat atau kelompok tertentu melalui suatu test/pemeriksaan, yang secara singkat dan sederhana dapat memisahakan mereka yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya didiagnosa dan dilanjutkan dengan pengobatan. Screening ini sangat erat kaitannya dengan faktor resiko dari PTM. Sebagian besar penyakit tidak menular dapat dicegah bila kita menghindari 4 faktor risiko (perilaku) yang utama yaitu: 1. Pemakaian tembakau (merokok). 2. Kurangnya aktivitas fisik.
4
3. Konsumsi alkohol. 4. Diet yang tidak sehat. Faktor-faktor risiko Penyakit Tidak Menular di atas merupakan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan perilaku dan dapat dikontrol dari diri kita sendiri. Sebenarnya masih ada faktor-faktor risiko lain bagi terjadinya penyakit tidak menular tetapi biasanya faktor-faktor ini sulit dikontrol dari diri sendiri, seperti: faktor stress, kegemukan, dan pencemaran lingkungan. E. Penyakit - Penyakit Tidak Menular Yang Bersifat Kronis 1. Penyakit yang termasuk di dalam penyebab utama kematian, yaitu : a. Ischaemic Heart Disease b. Cancer c. Cerebrovasculer Disease d. Chronic Obstructive Pulmonary Disease e. Cirrhosis f. Diabetes Melitus 2. Penyakit yang termasuk dalam special – interest , banyak menyebabkan masalah kesehatan tapi jarang frekuensinya (jumlahnya), yaitu : a. Osteoporosis b. Penyakit Ginjal kronis c. Mental retardasi d. Epilepsi e. Lupus Erithematosus f. Collitis ulcerative 3. Penyakit yang termasuk akan menjadi perhatian yang akan datang, yaitu : a. Defisiensi nutrisi b. Alkoholisme c. Ketagihan obat d. Penyakit-penyakit mental e. Penyakit yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan. F. Faktor-Faktor Resiko Penyakit Tidak Menular 1. Faktor resiko untuk timbulnya penyakit tidak menular yang bersifat kronis belum ditemukan secara keseluruhan, a. Untuk setiap penyakit, faktor resiko dapat berbeda-beda (merokok, hipertensi, hiperkolesterolemia) b. Satu faktor resiko dapat menyebabkan penyakit yang berbeda-beda, misalnya merokok, dapat menimbulkan kanker paru, penyakit jantung koroner, kanker larynx. c. Untuk kebanyakan penyakit, faktor-faktor resiko yang telah diketahui hanya dapat menerangkan sebagian kecil kejadian penyakit, tetapi etioya secara pasti belum diketahui 2. Faktor-faktor resiko yang telah diketahui ada kaitannya dengan penyakit tidak menular yang bersifat kronis antara lain : a. Tembakau b. Alkohol c. Kolesterol 5
d. Hipertensi e. Diet f. Obesitas g. Aktivitas h. Stress i. Pekerjaan j. Lingkungan masyarakat sekitar k. life style G. Riwayat alamiah penyakit tidak menular 1. Definisi Riwayat Alamiah Penyakit : a. Perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural b. Adanya respon dari host terhadap stimulus dari interaksi agent dan environment 2. Tahapan : a. Prepathogenesis 1) Faktor-faktor : hereditas, ekonomi, sosial, lingkungan fisik, psikis stimulus penyakit 2) Stimulus dapat terjadi sebelum terjadinya interaksi antara stimulus dan manusia 3) Interaksi awal antara faktor –faktor host, agent dan environment disebut periode prepathogenesis b. Pathogenesis Mulai saat terjadinya kelainan /gangguan pada tubuh manusia akibat interaksi antara stimulus penyakit dengan manusia sampai terjadinya : kesembuhan, kematian, kronik dan cacat. Pada pembahasan diatas tidak dijelaskan tentang kondisi orang sebelum terinfeksi, tetapi mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit. Untuk mengatasi kekurangan ini, perjalanan penyakit dikembangkan menjadi : a. Fase Suseptibilitas (Tahap Peka) 1) Pada fase ini penyakit belum berkembang, tapi mempunyai faktor resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit .\ 2) Faktor resiko tersebut dapat berupa : a) Genetika /etnik b) Kondisi fisik, misalnya : kelelahan, kurang tidur dan kurang gizi. c) Jenis kelamin Wanita mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit Diabetes mellitus dan reumatoid artritis dibandingkan dengan pria dan sebaliknya pria mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit jantung dan hipertensi dibandingkan wanita. d) Umur Bayi dan balita yang masih rentan terhadap perubahan lingkungan mempunyai resiko yang tinggi terkena penyakit infeksi sedangkan pada usia lanjut mempunyai resiko untuk terkena penyakit jantung dan kanker. e) Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti merokok mempunyai resiko untuk terkena penyakit jantung dan karsinoma paru-paru. f) Sosial ekonomi
6
3)
b.
c.
d.
Tingkat sosial ekonomi yang rendah mempunyai resiko terkena penyakit infeksi sedangkan tingkat sosial yang tinggi mempunyai resiko terkena penyakit hipertensi, penyakit jantung koroner, gangguan kardiovaskuler dll, karena pada dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi mempunyai kecenderungan untuk terjadinya perubahan pola konsumsi makanan dengan kadar kolesterol tinggi. Untuk menimbulkan penyakit, faktor-faktor diatas dapat berdiri sendiri atau kombinasi beberapa faktor. Contoh : Kadar kolesterol meningkat akan mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner. Kelelahan, alkoholik merupakan kondisi yang suseptibel untuk terjadinya Hepatitis, Fase Subklinis 1) Disebut juga fase Presimptomatik 2) Pada tahap ini penyakit belum bermanifestasi dengan nyata (sign dan symptom masih negatif) , tapi telah terjadi perubahan-perubahan dalam jaringan tubuh (Struktur ataupun fungsi) 3) Kondisi seperti diatas dikatakan dalam kondisi “Below The Level of clinical horizon” 4) Fase ini mempunyai ciri-ciri : Perubahan akibat infeksi atau pemaparan oleh agen penyebab penyakit masih belum nampak 5) Pada penyakit infeksi terjadi perkembangbiakan mikroorganisme patogen sedangkan pada penyakit non – infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi dan histologi, misalnya terjadinya ateroskelotik pada pembuluh darah koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Fase Klinis 1) Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh telah cukup untuk memunculkan gejala-gejala (symptom) dan tanda-tanda (signs) penyakit. 2) Fase ini dibagi menjadi fase akut dan kronis. Fase Konvalescen 1) Akhir dari fase klinis dapat berupa : Fase Konvalescen (Penyembuhan) Meninggal dunia 2) Fase konvalescen dapat berkembang menjadi : Sembuh total Sembuh dengan cacat (Disabilitas atau sekuele) Penyakit menjadi kronis 3) Disabilitas (Kecacatan/ketidakmampuan) Terjadi penurunan fungsi sebagian atauv keseluruhan dari struktur/organ tubuh tertentu sehingga menurunkan fungsi aktivitas seseorang secara keseluruhan Dapat bersifat : sementara (akut), kronis dan menetap 4) Sekuele Lebih cenderung kepada adanya defect/cacatv pada struktur jaringan sehingga menurunkan fungsi jaringan dan tidak sampai menggangu aktivitas seseorang.
H. Strategi Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
7
Disesuaikan dengan riwayat alamiah penyakit, maka tindakan preventif terhadap penyakit secara garis besar dapat dikategorikan menjadi : 1. 2. 3. 4.
Pencegahan tingkat dasar (Primordial Preventif) Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)
I. Contoh Penyakit Tidak Menular Kanker Servik 1. Definisi Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya adalah kanker serviks (Cervical Cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah berkembangnya sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana hal ini berlangsung lama. Sebelum menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan, dimana tanda perubahan mengindikasikan kanker mungkin berkembang. Kanker Leher Rahim merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita di Indonesia (diantara jenis kanker lainnya) dan banyak menyebabkan kematian karena terlambat dideteksi dan diobati. Frekuensi relatif di Indonesia adalah 27 % berdasarkan data patologik atau 16 % berdasarkan data rumah sakit. Insiden puncak pada usia 40–50 tahun. Dalam serviks terdapat 2 jenis sel yaitu sel skuamos dan glandular atau sel endoserviks. Pada kanker serviks, sel-sel bertindak secara tidak normal terus membesar dan membentuk benjolan atau tumor. Biasanya sel-sel ganas tersebut berasal dari squamo columnar juntion. Penyebab terbanyak dari kanker leher rahim adalah 99 % dari HPV (human papilloma virus) yang disebarkan lewat perilaku seks yang tidak sehat. Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara sedang berkembang. Se-iap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadi-nya kanker serviks meliputi hubungan seksual pada usia dini <20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus untuk peng-obatan seperti peralatan radioterapi yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja. Di samping mahal, pengobatan terhadap kanker stadium lanjut memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah. Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya pengobatan, sudah sepatutnya apabila kita memberikan perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit yang sudah terlalu 8
banyak meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan. 2. Konsep Penyakit a. Penyebab Kanker Servik Kanker serviks menyerang daerah leher rahim atau serviks yang disebabkan infeksi virus HPV (human papillomavirus) yang tidak sembuh dalam waktu lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi HPV akan mengganas dan bisa menyebabkan terjadinya kanker serviks. Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, itulah sebabnya kanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV dianggap sebagai "The Silent Killer". Beberapa gejala bisa diamati meski tidak selalu menjadi petunjuk infeksi HPV. Keputihan atau mengeluarkan sedikit darah setelah melakukan hubungan intim adalah sedikit tanda gejala dari kanker ini. Selain itu, adanya cairan kekuningan yang berbau di area genital juga bisa menjadi petunjuk infeksi HPV. Virus ini dapat menular dari seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan seks. Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. Bila Anda menggunakannya tanpa ihkannya, bisa saja virus kemudian berpindah ke daerah genital Anda. Buruknya gaya hidup seseorang dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV. Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab lainnya adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker. Sering kali, pria yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi HPV itulah yang menularkannya kepada pasangannya. Seorang pria yang melakukan hubungan seks dengan seorang wanita yang menderita kanker serviks, akan menjadi media pembawa virus ini. Selanjutnya, saat pria ini melakukan hubungan seks dengan istrinya, virus tadi dapat berpindah kepada istrinya dan menginfeksinya. 3. Tanda dan Gejala Kanker Serviks Pada kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika ditemukan keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama 9
(perdarahan pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia). Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama. Muka penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III. Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum. Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap tanpa keluhan. 4. Determinan / Faktor yang Mempengaruhi a. Host 1) Usia Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker serviks terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks terjadi pada usia diatas 60tahun. Di Indonesia, telah dilakukan penelitian pada tahun 2002 mengenai puncak insidensi kanker serviks yaitu pada kelompok usia 45-54 tahun. Penelitian ain di RSCM (1997-1998) menunjukkan insidens kanker serviks meningkat sejak usia 25-34 tahun dan dan puncaknya pada usia 35-44 tahun. Menurut Bensol KL, 2% dari wanita yang berusia 40 tahun akan menderita kanker serviks dalam hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7 sampai 10 tahun untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian besar terjadinya atau diketahuinya setelah berusia lanjut. 2) Status Pernikahan Usia kawin muda menurt Rotkin, Chistoperson dan parker serta Barron dan Ricarht jelas berpengaruh. Rotkin menghubungkan terjadinya karsinoma serviks dengan usia saat seorang wanita mulai aktif berhubungan seksual, dikatakan pula olehnya karsinoma serviks cendrung timbul bila saat mulai aktif berhungan seksual pada saat usia kurang dari 17 tahun. Lebih dijelaskan bahwa umur antara 15-20 tahun merupakan periode yang rentan. Pada periode laten antara coitus pertama dan terjadinya kanker serviks kurang lebih dari 30 tahun. Pada usia 20-40 tahun disebut sebagai masa dewasa dini yang disebut juga usia produktif. Sehingga pada masa ini diharapkan orang telah mampu untuk masalah-masalah yang dihadapi dengan
10
3)
4)
5)
6)
tenang secara emosional, perkembangan fisiknya maupun kemampuanya dalam hal kehamilan baik kelahiran banyinya. Tingkat Pendididkan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seorang atau kelompok orang dalam dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan seseoarang yang rendah menyebabkan seseorang tidak perduli terhadap program kesehatan yang ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka tahu menggunakannya. Perilaku hidup sehat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk. Tingkat pendidikan yang masih rendah merupakan salah satu sebab rendahnya pemahaman masyarakat terhadap informasi kesehatan serta pembentukan perilaku sehat. Wanita yang berpendidikan tinggi cendrung akan memperhatikan kesehatn diri dan keluarganya. Penggunaan jangka panjang alat kontrasepsi IUD (lebih dari 5 tahun) Resiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan dengan kontrsepsi iud. Keadaan- keadaan lain yang dapat menyebabkan kontra indikasi untuk insersi IUD yaitu penyakit katup jantung (kemungkinan terjadi subakut bakterial endokarditis),keganasan endometrium atau serviks, stenosis servik yang sehat, uterus yang kecil sekali, endometriosis, myoma uteri,polipendometrium, kelainan kongenital uterus, dismenore yang hebat, darahhaid yang banyak, haid yang ireguler, atau perdarahan bercak atau (spotting), alergi terhadap Cu atau penyakit Wilson yaitu penyakitgangguan Cu yang turun menurun,anemia,ketidakmampuan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya IUD, ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD, riwayat Gonorge, Chlaimyda, Syphilis,atau Herpes, Actinomycosis genetalia, riwayat reaksi vaso-vagal yang berat atau pingsan, Inkompatibilitas golongan darah misalnya Rhnegatif, pernah mengalami problem ekspulsi IUD, leukore atau infeksivagina, riwayat infeksi pelvis, riwayat operasi pelvis, keinginan untuk mendapatkan anak dikemudian hari atau pertimbangan kesuburandimasa yang akan datang. Sedangkan menurut (Wiknjosastro, 2002) terdapat beberapa kontra indikasiIUD antara lain Indikasi-kontra mutlak pemakaian IUD ialah kehamilan, penyakit radang panggul aktif atau rekuren, karsinoma servik, karsinoma korporis uteriIndikasi-kontra relatif lain ialah tumor ovarium, kelainan utrerus 9mioma,kanalis servikalis, dan sebagainya), Gonorgea, servisitis, kelainan haid, dismenore, stenosis kanalis servikalis. Merokok Wanita perokok memiliki 2kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada didalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks disamping merupakan ko-Karsinogen infeksi virus. Defisiensi zat gizi Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan resiko terjadinya displasia ringan dan sedang serta mungkin 11
kuga meningkatkan terjadinya kanker serviks pada wanita yag makanannya rendah beta karoen dan retinol (vitamin A). 7) Riwayat kanker serviks pada keluarga (keturunan) Bila seorang wanita mempunyai saudara kandung atau ibu yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks dibandingkan dengan orang normal. Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan dengan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV. b. Agen Kanker serviks disebabkan oleh infeksi yang terus menerus dari human papillomavirus (HPV) tipe onkogenik (yang berpotensi menyebabkan kanker). Telah terbukti bahwa HPV merupakan sebab mutlak terjadinya kanker serviks - angka prevalensi didunia mengenai karsinoma serviks adalah 99,7 %*. Human papillomavirus (HPV) adalah anggota dari papillomavirus keluarga virus yang mampu menginfeksi manusia. Seperti semua papillomaviruses, infeksi HPV membangun produktif hanya dalam keratinosit dari kulit atau selaput lendir . Sementara sebagian dari hampir 200 tipe HPV yang diketahui tidak menyebabkan gejala pada kebanyakan orang, beberapa jenis dapat menyebabkan kutil (verrucae), sementara yang lain dapat - dalam kasus minoritas - menyebabkan kanker serviks. c. Environment 1. Berganti – ganti pasangan seksual Perilau seksual berupa berganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti Human Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai patner seksual 6orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping. 2. Pembalut yang mengandung bahan kimia Biasanya bahan kimia yang terkandung di dalam pembalut menurut Nasrun, adalah dioksin (bahan beracun kimia) yaitu bahan yang biasa digunakan sebagai pemutih kertas atau sejenisnya. Pembalut yang mengandung dioksin sering menyebabkan bagian intim organ kewanitaan selalu mengalami masalah, seperti keputihan, gatal-gatal, iritasi, juga pemicu terjadinya kanker mulut rahim. 5. Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c).
12
Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi deskriptif (Bhopal, 2002, dikutip Wikipedia, 2010). 1.
Prepatogenesis Pada fase tersebut, individu berada dalam keadaan sehat/normal. Namun, telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit di luar tubuh manusia / lingkungan. 2. Patogenesis a. Masa Inkubasi Pada masa tersebut, Human Papilloma Virus (HPV) telah masuk ke dalam tubuh hingga menimbulkan adanya geja-gejala tertentu. Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi awal oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang menjadi Ca serviks. Infeksi awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia atau hilang dengan spontan. Sebagian besar wanita yang terinfeksi HPV akan mengalami displasia tingkat rendah, disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa bulan atau tahun terinfeksi. Sebagian besar (60%) dari CIN 1 mengalami regresi dan menghilang dengan spontan dalam tempo 2-3 tahun terutama pada wanita usia di bawah 35 tahun. Displasia tingkat rendah (CIN 1) perlu dimonitor tetapi tidak perlu diobati Sebagian kecil kasus CIN 1 akan mengalami progresi menjadi displasia tingkat tinggi, disebut CIN 2/3. Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan berkembang menjadi CIN 2/3 dalam tempo 3-4 tahun, baik dengan atau tanpa melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan prekursor Ca serviks, karena itu harus diobati. Perjalanan Ca serviks memiliki masa laten sangat panjang, hingga 20 tahun. Risiko perkembangan dari lesi prekanker (CIN 2/3) menjadi kanker invasif adalah sekitar 30-70% (rata-rata 32 persen) dalam tempo 10 tahun. Ca serviks paling sering terjadi pada wanita setelah usia 40 tahun, lebih-lebih wanita di usia 50 dan 60 tahunan (Parkin et al., 1997). b. Tahap Dini Pada tahap dini, setelah dilakukan diagnosa akan tampak berbagai gejala / tanda adanya kanker serviks. Seperti, keputihan, pendarahan, dan pengeluaran cairan encer. Walaupun demikian, penderita masih bisa beraktivitas seperti biasa. c. Tahap Lanjut Pada tahap lanjut, dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia). Sehingga, penderita membutuhkan perawatan dan pengobatan secara intensif. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama. Muka penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III. Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak 13
(hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum. 3. Pasca Patogenesis / Tahap Akhir Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap tanpa keluhan. Kanker serviks adalah salah satu penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sehingga, pada tahap ini penderita sangat membutuhkan rehabilitasi yang maksimal.
6. Upaya Pencegahan Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat kanker serviks. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencegahan primodial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, pencegahan tertier. 1. Pencegahan Primodial Tujuan pencegahan primodial adalah mencegah timbulnya faktor risiko kanker serviks bagi perempuan yang belum mempunyai faktor risiko dengan cara, seperti pendidikan seks bagi remaja, menunda hubungan seks remaja sampi pada usia yang matang yaitu lebih dari 20 tahun. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan primer adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan faktor risiko bagi perempuan yang mempunyai faktor risiko. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan primer dapat dilakukan pada kanker serviks, maka perlu diketahui karsinogenesisnya yaitu bagaimana kanker dapat timbul. Pencegahan dilakukan dengan menghindari diri dari bahan karsinogen atau penyebab kanker. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan: a. Segi kebiasaan 1. Hindari hubungan seks terlalu dini Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang perempuan yang sudah benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya di lihat dari ia sudah menstruasi atau belum, tetapi juga bergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk perempuan yang masih dibawah 16 tahun mempunyai risiko yang tinggi terkena kanker serviks bila telah melakukan hubungan seks. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks perempuan. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga belum siap menerima rangsangan dari 14
luar, termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma sehingga sel-sel ini bisa berubah sifat menjadi kanker. 2. Hindari kebiasaan berganti-ganti pasangan seks Resiko terkena kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang bergantiganti pasangan seks daripada yang tidak. Hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi banyak, bila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan kebutuhan, akan menjadi kanker. 3. Hindari kebiasaan pencucian vagina Kebiasaan mencuci vagina dengan obat-obatan antiseptik bisa menimbulkan kanker serviks, douching atau cuci vagina menyebabkan iritasi di serviks seperti penggunaan betadin untuk pencucian vagina. Iritasi berlebihan dan terlalu sering akan merangsang terjadinya perubahan sel, yang akhirnya menjadi kanker. Sebaiknya pencucian vagina dengan bahan-bahan kimia tidak dilakukan secara rutin. Kecuali bila ada indikasi, misalnya, infeksi yang memerlukan pencucian zat-zat kimia dan atas saran dokter. Terlebih lagi pembersih tersebut umumnya akan membunuh kuman-kuman termasuk kuman Basillus doderlain di vagina yang memproduksi asam laktat untuk mempertahankan pH vagina, bila pH vagina tidak seimbang, maka kumankuman patogen, seperti jamur dan bakteri, mempunyai kesempatan untuk hidup di vagina. 4. Hindari kebiasaan menaburi talk Ketika vagina terasa gatal dan merah-merah, sering kali seorang perempuan menaburkan talk di sekitarnya. Pemakaian talk pada vagina perempuan usia subur bisa memicu terjadi kanker di daerah serviks dan ovarium (indung telur), karena pada usia subur sering ovulasi dan saat ovulasi dipastikan terjadi perlukaan di ovarium. Bila partikel talk masuk dan menempel di atas luka akan merangsang bagian luka untuk berubah sifat menjadi kanker dan kanker di ovarium akan menyebar ke area lainnya termasuk serviks. Apabila talk tersebut menumpuk dan mengendap maka akan menjadi benda asing dalam tubuh yang dapat merangsang sel normal menjadi kanker. 5. Upayakan pola hidup sehat dan Periksa kesehatan secara berkala dan teratur. b. Segi makanan 1. Pengaturan pola makanan sehari-hari juga diperlukan agar tubuh mempunyai cadangan antioksidan yang cukup sebagai penangkal radikal bebas yang merusak tubuh. 2. Perbanyak makan buah dan sayuran berwarna kuning atau hijau karena banyak mengandung vitamin seperti betakaroten, vitamin C, mineral, klorofil, dan fitonutrien lainnya. Klorofil bersifat radio protektif, antimutagenik, dan antikarsinogenik. 3. Kurangi makanan yang diasinkan, dibakar , diasap, atau diawetkan dengan nitrit karena dapat menghasilkan senyawa kimia yang dapat berubah menjadi karsinogen aktif.
15
4.
Konsumsi makanan golongan kubis seperti kubis bunga, kubis tunas, kubis rabi, brokoli karena dapat melindungi tubuh dari sinar radiasi dan menghasilkan suatu enzim yang dapat menguraikan dan membuang zat beracun yang beredar dalam tubuh. 3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) \ Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan, termasuk skrining,deteksi dini (Pap’s smear) dan pengobatan. Deteksi dini penyakit kanker dengan program skrining, dimana dengan program skrining dapat memperoleh beberapa keuntungan yaitu : memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang relative murah. Di beberapa negara maju yang telah melakukan program skrining penyakit kanker serviks dalam upaya menemukan penyakit pada tingkat prakanker, dapat menurunkan kematian sampai lebih dari 50% Adapun strategi skrining kanker serviks di Indonesia: Mengingat di Indonesia kanker serviks masih menduduki urutan yang teratas perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi atau paling sedikit menurunkan angka kejadiannya. Konsep patogenesis kanker serviks mempunyai arti penting dalam skrining kanker serviks. Secara teoritis suatu program skrining penyakit kanker harus tepat guna dan ekonomis. Hal ini hanya dapat tercapai bila : a. Penyakit ditemukan relatif sering dalam populasi b. Penyakit dapat ditemukan dalam stadium pra-kanker c. Teknik mempunyai kekhususan dan kepekaan tinggi untuk mendeteksi stadium pra-kanker d. Stadium pra-kanker ini dapat diobati secara tepat guna dan ekonomis e. Terdapat bukti pengobatan stadium pra-kanker menurunkan insiden kanker invasif. Kanker serviks mengenal stadium pra-kanker yang dapat ditemukan dengan skrining sitologi yang relatif murah, tidak sakit, cukup akurat; dan dengan bantuan kolposkopi, stadium ini dapat diobati dengan cara-cara konservatif seperti krioterapi, kauterisasi atau sinar laser, dengan memperhatikan fungsi reproduksi. Adapun pengobatan yang dilakukan untuk penderita kanker serviks sebagai pencegahan tingkat kedua adalah : a. Operasi (bedah) Pada prinsipnya operasi sebagai pengobatan apabila kanker belum menyebar yang tujuannya agar kanker tidak kambuh lagi..Operasi terutama dilakukan 16
untuk kuratif disamping tujuan paliatif (meringankan). Operasi dilakukan pada karsinoma in situ dan mikrovasif, dalam operasi tumor dibuang dengan konisasi, koagulasi, ataupun histerektomi. Khusus karsinoma mikrovasif banyak ahli ginekoligik memilih tindakan histerektomi radikal (seluruh rahim diangkat berikut sepertiga vagina, serta penggantung rahim akan dipotong hingga sedekat mungkin dengan dinding panggul). Pada perempuan yang masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau elektrokoagulasi. Pada karsinoma invasif stadium IB dan IIA, lebih banyak dipilih tindakan operasi pengangkatan rahim secara total berikut kelenjer getah bening sekitarnya (histerektomi radikal). b. Radioterapi Radioterapi adalah terapi untuk menghancurkan kanker dengan sinar ionisasi. Kerusakan yang terjadi akibat sinar tidak terbatas pada sel-sel kanker saja tetapi juga pada sel-sel normal disekitarnya, tetapi kerusakan pada sel kanker umumnya lebih besar dari pada sel normal, karena itu perlu diatur dosis radiasi sehingga kerusakan jaringan yang normal minimal dan dapat pulih kembali. Radioterapi dilakukan pada karsinoma invasif stadium lanjut (IIB, III, IV). Terapi biasanya hanya bersifat paliatif (mengurangi atau mengatasi keluhan penderita), dititik beratkan pada radisi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi pada saai ini dimana radiasi dapat diarahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak memberikan penyulit yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentaris total yaitu mengangkat kantong kemih, rektum dan dibuat uretra dan anus tiruan (Praeter naturalis). c. Khemoterapi Khemoterapi ialah terapi untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat anti kanker yang disebut sitostatika. Pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi anjuvant (terapi tambahan yaitu : terapi yang bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa sel kanker yang mikroskopik yang mungkin masih ada) setelah terapi utama dilakukan. Khemoterapi yang sering dipergunakan pada karsinoma serviks adalah Methotrexate, Cyclophospahanimide, Adiamycin dan Mitomicin-C. Sitostatika biasanya diberi kombinasi. 4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tertier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita kanker serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali. 17
Tabel 2.1 Riwayat alamiah Penyakit & 5 Tingkat Pencegahan dalam Epidemiologi Penyakit Kanker Serviks RAP (Natural of 5 Level Sasaran Occupational Prevention Disease) Patogenesis Promosi (Masa sebelum Kesehatan sakit) (Health Promotion)
Rencana Tindakan
Host
a. Promosi kesehatan pentingnya menjaga dan meningkatkan kesehatan, khususnya masalah kesehatan reproduksi. b. Promosi tentang pentingnya penggunaan alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan seks (suami-istri). Serta pentingnya pemilihan dan penggunaan alat kontrasepsi (misalnya IUD). c. Promosi kesehatan tentang pentingnya pendidikan seks bagi remaja. d. Mengonsumsi yang bergizi.
18
makanan
e. Agent
Tidak merokok
a. Tidak menggunakan pembalut dan pembersih alat reproduksi yang menggunakan bahan kimia berbahaya. b. Menghindari penggunaan talk pada alat reproduksi.
Environm ent
a. Menjaga kebersihan sanitasi air.
Host
a. Pemberian vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis yaitu tipe 16 dan 18.
Patogenesis (Masa Inkubasi) Spesific / Early Protection pathogenesis
b. Tidak pasangan.
berganti
-
ganti
Agent
a. Menggunakan alat pengaman (kondom) pada saat berhubungan seks (suami-istri).
Environm ent
a. Menjaga lingkungan.
Tahap dini / Early Host demonstrable Diagnosis & but early disease Prompt Treatment
sanitasi
a. Screening penderita kanker serviks (see and treat) seperti tes pa, tes IVA – inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat, tes HPV. b. Pemeriksaan secara rutin.
Agent
a. Mendeteksi penyakit.
penyebab
b. Tidak menggunakan alat kontrasepsi yang tidak cocok. c. Tidak menggunakan pembalut yang berbahaya. Environm ent
19
a. Mendeteksi kebersihan lingkungan (misalnya sumber air bersih).
b. Mendeteksi adanya PMS yang diderita oleh pasangan (suami). Tahap lanjut / advance or manifest disease
Host
a. Perawatan penderita sesuai tingkatan penyakit yang dideritanya. b. Tidak berhubungan seks (suami-istri).
Tahap akhir / Limitation convalcense Disability
Agent
a. Tidak menggunakan antiseptic yang berbahaya.
Environm ent
a. Tidak berhubungan seks (suami-istri).
Host
a. Operasi (bedah) b. Radioterapi c. Khemoterapi
Pasca pathogenesis convalcense :
Rehabilitatio / n
Agent
a. Tidak menggunakan antiseptic yang berbahaya.
Environm ent
a. Tidak berhubungan seks (suami-istri).
Host
a. Melakukan gerakan-gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan.
Karier Cacat
b. Pemeliharaan secara maksimal.
Kronis
kesehatan
c. Bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara karena umumnya rambut akan tumbuh kembali.
Meninggal / Rest in Peace (RIP)
Agent
a. Tidak menggunakan antiseptic yang berbahaya.
Environm
a.
20
Menggunakan sumber air
ent
bersih. b. Mengonsumsi makanan yang bergizi.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan. Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia. Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Riwayat alamiah penyakit 1. Pencegahan tingkat dasar (Primordial Preventif) 2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) 3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) 4. Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)
21
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, Gilly. 2009. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita, Edisi 2. Jakarta : EGC. Aziz, MF. 2002. Skrening dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta : FK – UI Cornain, Santoso dan kawan-kawan. Tumor Ganas Pada Wanita. Jakarta: Patologi Anatomi FK UI : 31 – 39. (1986). Diananda R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta : Mirza Media Pustaka. Jawetz,et all, 1995, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, 583-586, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Mamik, Wibowo Arief. Kelangsungan Hidup Kanker Leher Rahim. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2000. Mardjikoen Prastowo. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam Ilmu Kandungan cetakan keempat edisi kedua; hal. 367-408. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. 2005. Riono Yohanes. Kanker Leher Rahim. Dept of Surgery Holywood Hospital. 2000. Robins L Stanley, Kumar Vinay. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara. Dalam Buku Ajar Patologi II edisi keempat; hal. 379-382. Alih Bahasa: Jonatan Oswari, Erlan, Irawati Setiawan, Huriawati Hartanto, Sugiarta Komala. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.
22