LAPORAN TETAP PRAKTIKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN
Disusun oleh : 1. Alifah Rizky Hefyani
(061540411905)
2. Arananda Dwi Putri
(061540411570)
3. Dedek Aguspina
(061540411573)
4. Fatimi Umaira
(061540411576)
5. Herlin Linia
(061540411912)
6. Lili Wijayanti
(061540411580)
7. Muhammad Saidikin
(061540411916)
8. Nyayu Laras Islami
(061540411596)
9. Tri Abiyyah Ulfa
(061540411589)
10. Wahyu Herdi Ramadhani
(061540411590)
Instruktur
: Hilwatulisan S.T.,M.T
Judul Percobaan
: Elektrokoagulasi
Jurusan
: Teknik Kimia Prodi D4 Terapan Teknik Energi
Kelas/Kelompok
: 4 EGB/ 2
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TAHUN AKADEMIK 2017
ELEKTROKOAGULASI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menguji karakteristik air (pH,TDS,DO,% DO,cond,Turbidinity) pada limbah air cucian menggunakan PCD 60
Mengolah limbah dengan cara elektrokoagulasi
II. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan:
Waterproof PCD 60
Gelas Kimia
Turbidinity 430 IR
Elektokoagulasi
Bahan yang digunakan:
Aquadest
Air Limbah (cucian piring)
Air Limbah (cucian laudry)
III. DASAR TEORI Elektrokoagulasi merupakan suatu proses koagulasi dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrokoagulasi kimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit digunakan untuk mengolah air limbah (Pravitasari,2008).
Sedangkan
menurut
Degremont
(1991),
elektrokoagulasi dengan menggunakan listrik, suatu beda potensial antara dua elektrode dicelupkan ke dalam larutan yang akan di koagulasi. Adanya medan listrik menyebabkan ion-ion yang ada dalam larutan bergerak, yaitu kation akan bergerak ke katoda dan anion akan bergerak ke anoda. Elektrokoagulasi merupakan proses yang dilewati oleh arus listrik pada air. Hal tersebut telah dibuktikan betapa efisiennya proses tersebut
untuk menghilangkan kontaminan di dalam air. Elektrokoagulasi mempunyai efisiensi yang tinggi dalam penghilangan kontaminan dan biaya operasi yang rendah. Proses ini berdasarkan pada prinsip ilmu dimana adanya respon air yang mengandung kontaminan terhadap medan listrik melalui reaksi reduksi dan oksidasi dan dapat menghilangkan beberapa kation berat 99% serta dapat mengurangi mikroorganisme dalam air. Beberapa ion-ion lainnya dan koloid-koloid dapat dihilangkan. Elektrokoagulasi (EC) merupakan bukan teknologi terbaru. Pengolahan limbah cair dengan menggunakan EC telah dipraktekan sejak abad ke-20 (100 tahun yang lalu) dengan keberhasilan proses yang terbatas. Dengan menggunakan listrik untuk mengolah air merupakan hal pertama yang dilakukan di Inggris pada tahun 1889 dan aplikasi dari elektrolisis pada mineral beneficiation telah dipatenkan oleh Elmore pada tahun 1904. Prinsip proses EC telah digunakan untuk mengolah air ”bilge” dari kapal-kapal dan dipatenkan pertama kali oleh A. E. Dietrich pada tahun 1906 . Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan logam dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan dengan ion hidroksi dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda. Elektrokoagulasi telah ada sejak tahun 1889 yang dikenalkan oleh Vik et al dengan membuat suatu instalasi pengolahan untuk limbah rumah tangga (sewage). Tahun 1909 di United Stated, J.T. Harries telah mematenkan pengolahan air limbah dengan sistem elektrolisis menggunakan anoda alumunium dan besi. Matteson (1995) memperkenalkan “Electronic Coagulator” dimana arus listrik yang diberikan ke anoda akan melarutkan Alumunium ke dalam larutan yang kemudian bereaksi dengan ion hidroksi (dari katoda) membentuk
aluminium
hidroksi.
Hidroksi
mengflokulasi
dan
mengkoagulasi partikel tersuspensi sehingga terjadi proses pemisahan zat padat dari air limbah. Proses yang mirip juga telah dilakukan di Brittain tahun 1956 (Matteson et al., 1995) hanya anoda yang digunakan adalah besi dan digunakan untuk mengolah air sungai.
Sekarang ini elektrokoagulasi telah dipasarkan oleh beberapa perusahaan dibeberapa negara. Bermacam-macam desain telah dibuat namun tak ada yang dominan. Seringnya unit elektrokoagulasi digunakan untuk menggantikan bahan kimia dan jarang yang memanfaatkan gas hidrogen untuk proses flotasi. Sebuah arus yang dilewatkan ke elektroda logam maka akan mengoksidasi logam (M) tersebut menjadi logam kation (M+), sedangkan air akan mengalami reduksi menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion hidroksi (OH). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : M
à
2 H2O + 3e
M+ + ne à
:
Anoda ………………….. (1)
2OH- + H2 :
Katoda …………………. (2)
Kation menghidrolisis di dalam air membentuk sebuah hidroksi dengan spesies dominan yang tergantung pada kondisi pH larutan. Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi komplek. Senyawa komplek ini mempunyai
sisi
yang
mudah
diadsorbsi,
membentuk
gumpalan
(aggregates) dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen akan membantu pencampuran dan pembentukan flok. Flok yang dihasilkan oleh gas hidrogen akan diflotasikan kepermukaan reaktor. Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi, yaitu : Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral. Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan. Logam kation berinteraksi dengan OH membentuk hidroksi, yang mempunyai sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation) Hidroksi membentuk struktur besar dan ihkan polutan (sweep coagulation) Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.
Proses ini dapat mengambil lebih dari 99 % kation beberapa logam berat dan dapat juga membunuh mikroorganisme dalam air. Proses ini juga dapat mengendapkan koloid-koloid yang bermuatan dan menghilangkan ion-ion lain, koloid-koloid, dan emulsi-emulsi dalam jumlah yang signifikan. (Renk, 1989; Duffey, 1983; Fraco, 1974) Aplikasi yang potensial pada bidang pertanian dan perbaikan kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah untuk menghilangkan bakteri patogen dalam air minum dan untuk dekontaminasi air pencuci pada pemrosesan makanan. Koagulasi adalah salah satu operasi fisiokimia terpenting yang digunakan dalam pengolahan air. Ini adalah sebuah proses yang digunakan untuk destabilisasi dan penggumpalan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Kontaminan-kontaminan air seperti ion-ion (logam berat) dan koloid (organik dan anorganik) terdapat dalam larutan utamanya disebabkan oleh muatan listrik. Molekul koloid dapat didestabilisasi dengan cara menambahkan ion-ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid tersebut (Benefield, et al.,1982). Destabilisasi koloid tesebut akan menghasilkan flok dan kemudian dipisahkan dengan flotasi, sedimentasi dan/atau filtrasi. Koagulasi dapat diperoleh dengan cara kimia maupun listrik. Koagulasi kimiawi sekarang ini menjadi kurang diminati karena biaya pengolahan yang tinggi, menghasilkan volume lumpur yang besar, pengelompokan logam hidroksida sebagai limbah berbahaya, dan biaya untuk bahan kimia yang membantu koagulasi. Koagulasi kimiawi telah digunakan selama puluhan tahun untuk mendestabilisasi suspensi dan untuk membantu pengendapan spesies logam yang terlarut. Alum, lime, dan/atau polimer-polimer lain adalah koagulan-koagulan kimia yang sering digunakan. Proses ini, bagaimanapun, cenderung menghasilkan sejumlah besar lumpur dengan kandungan ikatan air yang tinggi yang dapat memperlambat proses filtrasi dan mempersulit proses penghilangan air (dewater). Proses ini juga cenderung meningkatkan kandungan TDS dalam effluent, sehingga
menyebabkan
proses
ini
tidak
dapat
digunakan
dalam
aplikasi
industri.(Benefield, 1982) Elektro-koagulasi seringkali dapat menetralisir muatan-muatan partikel dan ion, sehingga bisa mengendapkan kontaminan-kontaminan, menurunkan konsentrasi lebih rendah dari yang bisa dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat menggantikan dan/atau mengurangi penggunaan
bahan-bahan
kimia
yang
mahal
(garam
logam,
polimer). Meskipun mekanisme elektro-koagulasi mirip dengan koagulasi kimiawi dalam hal spesies kation yang berperan dalam netralisasi muatanmuatan permukaan, tetapi karakteristik flok yang dihasilkan oleh elektrokoagulasi berbeda secara dramatis dengan flok yang dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari elektro-koagulasi cenderung mengandung sedikit ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring. (Woytowich, 1993) Mekanisme Proses Elektrokoagulasi Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda korban (biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai agen akoagulan (Matteson et al., 1995; Vik et al., 1984; Holt et al., 1999; Barkley etal., 1993; Mameri et al., 1998; Pouet and Grasmick, 1995). Secara simultan, gas-gas elektrolit dihasilkan (hidrogen pada katoda). Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium, besi, stainless steel dan platina. Pada penelitian ini anoda yang digunakan adalah seng. Persamaan (7) menjelaskan pelarutan anode seng : Zn2+ + 2e− ↔ Al ................................................................................ (7) Secara simultan, reaksi katodik biasanya terjadi perubahan hidrogen. Reaksi ini terjadi pada katoda dan tergantung pada pH netral atau alkali, hidrogen diproduksi melalui persamaan (8) : 2H2O+ 2e− → OH− +H2 .................................................................... (8)
ketika dalam kondisi asam, persamaan (9) dapat menjelaskan dengan baik perubahan hidrogen pada katoda. 2H+ +2e− → H2 ................................................................................. (9) Desalinasi Desalinasi adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi kandungan garam terlarut dari air garam hingga level tertentu sehingga air dapat digunakan. Proses desalinasi melibatkan tiga aliran cairan, yaitu umpan berupa air garam (misalnya air laut), produk bersalinitas rendah, dan konsentrat bersalinitas tinggi. Produk proses desalinasi umumnya merupakan air dengan kandungan garam terlarut kurang dari 500 mg/l, yang dapat digunakan untuk keperluan domestik, industri, dan pertanian. Hasil sampingan dari proses desalinasi adalah brine. Brine adalah larutan garam berkonsentrasi tinggi (lebih dari 35000 mg/l garam terlarut). Terdapat beberapa cara dan metode desalinasi diantaranya : 1. Metode Vacuum Distillation. Prinsipnya yaitu dengan memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi untuk menghasilkan air bersih. Distilasi merupakan metode desalinasi yang paling lama dan paling umum digunakan. Distilasi adalah metode pemisahan dengan cara memanaskan air laut untuk menghasilkan uap air, yang selanjutnya dikondensasi untuk menghasilkan air bersih. Berbagai macam proses distilasi yang umum digunakan, seperti multistage flash, multiple effect distillation, dan vapor compression umumnya menggunakan prinsip mengurangi tekanan uap dari air agar pendidihan dapat terjadi pada temperatur yang lebih rendah, tanpa menggunakan panas tambahan. Proses kerja destilasi ini mulanya air laut dihisap oleh pompa ejektor yang terdapat dipantai. Kemudian, air laut tersebut dimasukan ke dalam alat penukar gas (heat exchanger). Pada tahap ini, air laut
dipanaskan oleh air panas dari panas buang diesel atau boiler limbah biomassa pada suhu 80 oC. Selanjutnya, air tersebut divakumkan pada tekanan udara kurang dari 1 atm. Pada kondisi hampa udara (vakum) yang tinggi dan suhu rendah tersebut sebagian dari air laut menguap. Dimana, uap bertekanan rendah dari tempat lain mendapat pendinginan dari air laut yang dimasukkan dari cerobong terpisah. Pada saat itulah, uap berkondensasi menjadi air tawar. Air laut yang sudah hangat akan mengalir dari saluran keluar pendingin. Dan selanjutnya akan masuk ke dalam heat exchanger sebagai air umpan. Uap tekanan rendah yang timbul di dalam heat exchanger mengalir masuk ke dalam evaporator. Begitu pula dengan air sisa buangan yang kental. Selanjutnya, uap air itu didinginkan oleh air laut dan berkondensasi menjadi air tawar. Hasil air tawar di kondensor itu kemudian dipompa keluar oleh condensate pump. Kemudian, air tersebut dialirkan ke tangki persedian air tawar. Sementara sisa air buangan dikeluarkan secara teratur oleh water ejector. Sedangkan mengenai kadar garam dari air destilat (air yang dihasilkan dari proses destilasi ini) secara terus menerus dipantau oleh salinity indicator. Sebuah solenoid valve dipasang pada saluran keluar pompa air destilasi. Umumnya kadar garam yang dimiliki oleh air destilat ini maksimal sebesar 10 ppm. Artinya, kualitas air yang dihasilkan dari proses ini sangat bagus. 2.
Reverse Osmosis (RO) Metode lain desalinasi adalah dengan menggunakan membran. Terdapat dua tipe membran yang dapat digunakan untuk proses desalinasi, yaitu reverse
osmosis (RO)
dan electrodialysis (ED).
Pada
proses
desalinasi menggunakan membran RO, air pada larutan garam dipisahkan dari garam terlarutnya dengan mengalirkannya melalui membran waterpermeable. Permeate dapat mengalir melalui membran akibat adanya
perbedaan tekanan yang diciptakan antara umpan bertekanan dan produk, yang memiliki tekanan dekat dengan tekanan atmosfer. Sisa umpan selanjutnya akan terus mengalir melalui sisi reaktor bertekanan sebagai brine. Proses ini tidak melalui tahap pemanasan ataupun perubahan fasa. Kebutuhan energi utama adalah untuk memberi tekanan pada air umpan. Desalinasi air payau membutuhkan tekanan operasi berkisar antara 250 hingga 400 psi, sedangkan desalinasi air laut memiliki kisaran tekanan operasi antara 800 hingga 1000 psi. Dalam praktiknya, umpan dipompa ke dalam container tertutup, pada membran, untuk meningkatkan tekanan. Saat produk berupa air bersih
dapat
mengalir
larutan brine menjadi konsentrasi
garam
melalui
semakin terlarut
membran,
terkonsentrasi.
pada
larutan
sisa
umpan
Untuk
sisa,
dan
mengurangi
sebagian
larutan
terkonsentrasi ini diambil dari container untuk mencegah konsentrasi garam terus meningkat. Sistem RO terdiri dari 4 proses utama, yaitu (1) pretreatment, (2) pressurization, stabilization.
(3) membrane
separation,
(4) post
teatment
IV. PROSEDUR KERJA 1. Menyiapkan limbah sebanyak 500 ml 2. Menganalisa awal limbah : turbidinity, pH, DO, dan Konduktivity 3. Menyiapkan
peralatan
elektrokoagulasi,
menghidupkan
dan
menempatkan plat elektroda kedalam limbah (gelas kimia plastik 2 L) 4. Memberikan arus listrik DC dengan teganagan 4-30 V
Untuk pertama tegangan 5 V selama 30 menit-1 jam, mengambil untuk analisa sampel
Untuk kedua tegangan 10 V selama 30 menit – 1 jam, mrngambil untuk anlaisa sampel
Untuk ketiga tegangan 15 V selama 30 menit- 1 jam
5. Bila perlu saring hasil elektrokoagulasi dengan kertas saring, mengeringkan dalam oven dapat diketahui jumlah polutan dalam limbah dengan cara ditimbang.
V. DATA PENGAMATAN
Air Limbah (cucian piring) Sampel Parameter
Awal
pH
Setelah elektrokoagulasi 4,75 V
10,5 V
6,5
6,7
6,8
% DO
65,4
55,9
43,3
DO (ppm)
5,06
4,64
3,44
Turbidinity (Ntu)
19,4
18,9
17,6
NaCl (ppm)
152,5
156,7
157,3
TDS (ppm)
156,2
159,9
160,6
Conductivity (ɳS)
164,9
168,8
169,5
Air Limbah (Laundry) Sampel Parameter
Awal
pH
Setelah elektrokoagulasi 5,2 V
10,3 V
6,6
7,9
7,9
% DO
57,2
34,9
68,8
DO (ppm)
4,37
2,79
5,32
Turbidinity (Ntu)
17,5
15,7
13,9
NaCl (ppm)
320
322,85
317,9
TDS (ppm)
324,6
327,7
321,0
Conductivity (ɳS)
342,5
344,8
338,4
VI. ANALISA PERCOBAAN Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengolahan limbah yaitu metode elektrokoagulasi, yang merupakan proses yang dilewati oleh arus listrik pada air. Metode elektrokoagulasi ini telah dibuktikan betapa efisiensinya proses tersebut untuk menghilangkan kontaminan dalam air. Pada praktikum kali ini, kami mengolah limbah cair yang berupa air limabh cucian piring dan cucian laundry dengan menggunakan metode elektrokoagulasi, parameter yang dianalisa antara lain pH, TDS, DO %, Conductivity, serta Turbidinity. Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan dari anoda yang kemudian berinteraksi secara simultan dengan ion hikdroksida dan gas hidrogen yang dihasilkan dari katoda, katoda yang digunakan pada alat elektrokoagulasi ini yaitu stainless steel, dimana stainless steel adalah senyawa besi yang mengandung CO 5 % kromium yang berfungsi mencegah proses korosi. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom secara spontan. Stainless Steel cukup baik jika digunakan jangka panjang dan harganya terjangkau, teteapi kembali lagi pada jenis sampel yang akan dianalisa maka disesuaikan dengan jenis sampel elektrodanya. Rentang waktu yang digunakan 30 menit untuk setiap analisa dengan volt yang berbeda, dari hal ini juga belum dapat membandingkan waktu optimum atau waktu yang baik untuk setiap proses elektrokoagulasi. Selain itu juga faktor yang dapat mempengaruhi proses elektrokoagulasi adalah jarak antar elektroda. Besarnya jarak antar elektroda mempengaruhi hambatn elektrolit, semakin besar jaraknya, semakin besar hambatannya, sehingga semakin kecil arus yang mengalir. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode elektrokoagulasi ini metode yang efisien.
VII. KESIMPULAN 1. Metode elektrokoagulasi merupakan proses yang dilewati oleh arus listrik pada air. 2. Proses elektrokoagulasi terbentuk melalui pelarutan dari anoda yang kemudian berinteraksi yang dihasilkan dari katoda. 3. Parameter yang dianalisa diantaranya : pH, TDS, DO % , conductivity, Turbidinity, NaCl. 4. Dilihat dari data yang diperoleh setelah proses elektrokoagulasi, dapat diketahui bahwa metode elektrokoagulasi terbukti efisien.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Sayutinasir,2013/08; Elektrokogulasi (online)(http://sayutinasir.blogspot.co.id/2013/08/elektroko agulasi.html3m=1 ) Diakses pada 23 Mei 2017
Anonim, 2011. Stainless steel (online)(http://rozaqsangbleu.blogspot.co.id) Diakses pada 23 Mei 2017
GAMBAR ALAT
Elektrokoagulasi
Turbidinity
Waterproof Cyberscan TCD 650
Gelas Kimia