STRATEGI PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI KOTA BATU SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanahan Strata Satu (S1) Ilmu Pemerintahan
Oleh : Nicky Nastiti Karya Dewi 201410050311062
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2018
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .............................................................................................................i DAFTAR TABEL ....................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................iii ABSTRAK ................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1 A. B. C. D. E. F. G. H.
Latar Belakang ............................................................................................1 Rumusan Masalah ......................................................................................12 Tujuan Penelitian ........................................................................................12 Manfaat Penelitian ......................................................................................13 Definisi Konseptual ....................................................................................14 Definisi Operasional....................................................................................16 Metode Penelitian........................................................................................17 Kerangka Berfikir Penelitian .....................................................................25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................26 A. Arah Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Ketahanan Pangan ....26 B. Strategi Tercapainya Ketahanan Pangan dalam Ketersediaan Pangan 28 1. Food Security sebagai suatu Konsep Meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat .............................................................................29 2. Kebijakan Pemerintah sebagai Strategi Keamanan Pangan ...........36 3. Program KRPL sebagai Alternatif Pengentasan Kerawanan Pangan ...................................................................................................37 C. Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Pertanian ...............................41 BAB III DESKRIPSI WILAYAH ..........................................................................45 A. Gambaran Umum Kota Batu ......................................................................45 B. Pemetaan Kerawanan Pangan dan Potensi Daerah Di Kota Batu .........48 1. Pemetaan Kerawanan Pangan ..............................................................48 2. Potensi Daerah Di Kota Batu ................................................................52 C. Profil Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu ...............................................58 D. Program Food Security Melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari .......63 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ...................................................65 A. Strategi Pemerintah dalam Penanganan Ketahanan Pangan di Kota Batu ...............................................................................................................65 B. Aspek Ketersediaan Pangan bagi Daerah Rawan Pangan di Kota Batu 72
2
1. Konsumsi Normatif dalam Ketersediaan Pangan ...............................73 2. Toko Penyediaan Bahan Pangan dalam Ketersediaan pangan .........75 3. Penyebab Terjadinya Kerawanan Pangan ..........................................79 C. Aspek Keterjangkauan dan Pemanfaatan Pangan di Kota Batu ............83 D. Pengembangan Pagan Lokal Berbasis Pertanian di Kota Batu ..............86 E. Persoalan yang dihadapi dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kota Batu ......................................................................................................87 BAB V PENUTUP ...................................................................................................91 A. Kesimpulan ..................................................................................................91 B. Saran ............................................................................................................94 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................96 LAMPIRAN ..............................................................................................................98
3
ABSTRAK NICKY NASTITI KARYA DEWI, 2018, 201410050311062, Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Strategi Pemerintah Dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal Di Kota Batu (Studi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu), Pembimbing I: Yana S Hijri,S.IP, M.IP ; Pembimbing II: Muhammad Kamil, S.IP, MA Peningkatan penduduk, alih fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian, serta kurang produktifnya Sumber Daya Manusia dalam pengolahan lahan pertanian merupakan penyebab terjadinya permasalahan krisis pangan di Kota Batu sehingga kebutuhan pangan tidak tercukupi. Dari permasalahan ketahanan pangan yang ada di Kota Batu tersebut, perlu adanya strategi kebijakan ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam pemenuhan ketahanan pangan di Kota Batu pemerintah bekerja sama dengan Perum Bulog Malang sebagai pemenuhan kebutuhan pokok beras. Pemerintah sendiri hanya bisa bekerja sama dengan BUMN atau BUMD. Teori Maxwel menjelaskan bahwa ketahanan pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus terhadap ketersediaan penyediaan pangan. Dari teori maxwell terdapat tiga aspek ketahanan pangan yaitu aspek ketersediaan pangan, aspek keterjangkauan pangan dan aspek ketersediaan pangan. Dimana dalam teori tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan ketahanan pangan yang ada di Kota Batu. Teori ini juga untuk mengetahui persoalan yang dihadapi dalam meningkatkan ketahanan pangan untuk mencapai kedaulatan pangan di Kota Batu.. Strategi kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan dengan menggunakan pendekatan pengadaan pangan (food availability approach) dimana untuk menjamin ketahanan pangan keluarga atau individu. Dalam kebijakan ini pemerintah juga diarahkan untuk bisa mengurangi kemiskinan dan stabilisasi pasar pangan dengan pembangunan pertanian dan pedesaan sebagai proses pengikat dan penggerak dengan melalui program yang sudah di bentuk yaitu Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan program DEMAPAN (Desa Mandiri Pangan). Adapun upaya yang yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Batu dalam aspek akses pangan khususnya dari indikator kemiskinan harus lebih diperhatikan dalam menyelenggarakan program-program ketahanan pangan secara komprehensif yang melibatkan seluruh UPTD yang terkait. Selain itu pemerintah harus tetap memotivasi para petani untuk terus berproduksi dan mengurangi peralihan lahan Kata kunci: Strategi, Kebijakan, Ketahanan Pangan
4
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Kondisi pangan di kota Batu sendiri saat ini masih belum bisa dikatakan tahan pangan, karena pemerintah kota Batu belum berhasil mengelola lahan dengan baik sehingga hasil pangan dari sektor pertanian belum optimal yang berakibat pada ketersediaan pangan kota Batu. Masalah krisis pangan di Kota Batu yang dimana krisis pangan tersebut disebabkan oleh salah satunya yaitu peningkatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk di kota Batu saat ini adalah 202.319 ribu jiwa. Penyebab selanjutnya yaitu alih fungsi lahan (konversi lahan) dari pertanian menjadi non pertanian. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, bahwa lahan pertanian di wilayahnya menyusut sebesar 5%-10% setiap tahunnya. Diketahui saat ini lahan pertanian di kota Batu hanya tinggal sekitar 97.000 hektare.1 Alih fungsi lahan tersebut biasanya untuk kepentingan investasi seperti pembangunan pariwisata dan bangunan lainnya. Untuk pengembangan kawasan wisata hanya diperbolehkan di kecamatan Batu dan Junrejo. Sedangkan kecamatan Bumiaji merupakan kawasan pertanian yang terlarang untuk berubah fungsi. Hal diatas merupakan masalah-masalah krisis pangan di Kota Batu. Selanjutnya kontrol dari pemerintah sendiri dalam ketersediaan pangan yaitu 1
BPS Kota Batu 2018 pada 18 Mei 2018
5
menghadapi permasalahan pangan yang dipengaruhi oleh masalah produksi. Petani di Kota Batu saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan pokok seperti beras dari daerahnya sendiri. Sehingga mereka bekerjasama dengan daerah lain seperti Blitar, Kediri dan Kabupaten Malang sebagai pemasok beras untuk kota Batu.penyebabnya yaitu karena luas lahan pertanian padi di kota batu tidak bisa mencukupi seluruh kebutuhan warganya. Jumlah kebutuhan beras perhari di kota Batu menyentuh angka 54,5 ton. Dalam satu bulan , dibutuhkan minimal 1.635 ton beras atau 19.620 ton pertahun. Sementara jumlah produksi beras di Kota batu berada di angka 4.457 ton pertahun. Kekuranggan sekitar 15 ribu ton tiap tahun itulah yang di suplai dari luar daerah. Dengan demikian pemerintah harus memberikan perhatian kepada petani yang dimana mereka merupakan ujung tombak pertanian sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang terus meningkat, kementerian Pertanian melalui rencana Strategis Tahun 2015-2019, pemerintah menerbitkan Kebijakan Kedaulatan Pangan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan pangan melalui penguatan kapasitas produksi dalam negeri, meningkatkan kualitas distribusi pangan dan aksesbilitas. masyarakat terhadap pangan dan juga untuk meningkatkan perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat.2 Namun dalam pelaksanaan ketahanan pangan, pemerintah mengalami permasalahan perihal luas lahan pertanian yang saat ini mengalami penyusutan dan keterbatasan untuk membuat lahan baru. Untuk menyediakan lahan pertanian 2
Badan Pusat Statistik,2015, Analisis Tematik ST2013 Subsektor KETAHANAN,Kemandirian, dan Kedaulatan Pangan Indonesia, Kajian RTUP Pangan Berbasis Sensus Pertanian 2013, Jakarta,BPS, hlm. 4
6
yang memadai merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah demi terwujudnya Kedaulatan Pangan tersebut.akan tetapi bisa kita lihat bahwa lahan pertanian di Indonesia saat ini telah beralih fungsi lahan menjadi lahan non pertanian yang merupakan masalah khusus yang dihadapi pemerintah dalam mempertahankan ketahanan pangan di Indonesia. Negara maju selalu memenuhi kebutuhan pangan warganya dengan membuat kebijakan tentang pangan yang tak lepas dari perencanaan yang matang, mulai dari produksi hingga distribusi keseluruh wilayah. Seluruh warga baik miskin maupun kaya, harus mampu menjangkaunya.3Jika sumber daya alam Indonesia dimanfaatkan seacara maksimal dan bertanggung jawab , bukan tidak mungkin bahwa negara kita bisa memenuhi kebutuhan Pangan Nasional secara mandiri tanpa adanya impor dari negara lain. Namun permasalahan yang ada seperti peralihan fungsi lahan tersebut yang menyebabkan terjadinya produksi pertanian untuk ketahanan pangan nasional menjadi berkurang atau tidak maksimal. Sehingga diperlukan suatu inovasi dari pemerintah untuk dapat mengfungsikan lahan pertanian secara optimal agar tercapainya suatu ketahanan pangan bagi bangsa ini Sedangkan kebutuhan pangan di Kota Batu dari sisi ketersediaan pada tahun 2013 meskipun relatif kurang dapat terpenuhi kebutuhan pangan utamanya, namun masih bisa dikondisikan dengan baik karena adanya toko penyedia bahan pangan yang cukup baik, maka kebutuhan panganutama tetap terpenuhi dan bisa sampai ke tangan mansyarakat dengan baik. Selain itu, mengingat Kota Batu pada umumnya merupakan wilayah dengan sentra pertanian holtikultura untuk itu 3
Handoko, Widhi.2017. Negara Makar Terhadap Pangan. Hlm. 1
7
penting dalam memperhatikan pengelolaan lumbung-lumbung pangan daerah sehingga nantinya mampu mengatasi kerawanan pangan di Kota Batu. Tabel 1.2 Kerawanan Pangan Berdasarkan Kategori Indeks Konsumsi Normatif di Kota Batu
No 1 2 3 4 5 6
Status Sangat Rawan Rawan Agak Rawan Cukup Rawan Tahan Sangat Tahan
2013 Jumlah (%) desa 11 0 1 2 0 10 24
45,83 0,00 4,17 8,33 0,00 41,67 100,00
2015 Jumlah (%) desa 4 0 0 4 3 13 24
2017 Jumlah (%) desa
16,67 0,00 0,00 16,67 12,50 54,16 100,00
9 0 1 2 2 10 24
37,50 0,00 4,17 8,33 8,33 41,67 100,00
Sumber : Data Sekunder, 2013, 2015, dan 2017 (Diolah) Indikator konsumsi normatif dan ketersediaan untuk 24 desa/kelurahan di Kota Batu terdestribusi pada keenam kategori kerawanan pangan. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar desa yaitu berjumlah 10 desa atau 41,6 persen tergolong dalam kategori sangat tahan pangan. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa persentase kedua terbesar adalah desa yang masuk kategori sangat rawan pangan yaitu berjumlah 9 desa atau 37,50 persen. Sisanya yaitu masuk dalam kategori tahan ( 2 desa), cukup tahan (2 desa), dan agak rawan (1 desa) hal tersebut sudah mencangkup keseluruhan desa/kelurahan di Kota Batu. Potensi sumber daya alam yang dimiliki Kota Batu cukup besar dan belum dimanfaatkan secara maksimal, khususnya untuk pengembangan bidang pertanian (tanaman pangan dan holtikultura perikanan dan peternakan). Disisi lain dengan makin berkembang pesatnya laju pembangunan yang ada di Kota Batu telah terjadi persaingan pemanfaatan lahan yang dimana peralihan fungsi lahan dari pertanian menjadi non pertanian atau berubah menjadi tempat pariwisata ataupun
8
bangunan lainnya. Sehingga dari tahun ke tahun lahan pertanian semakin menyusut atau berkurang, sedangkan permintaan akan pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat pula sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Program dari Dinas Ketahanan Pangan sendiri dalam pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan salah satunya yaitu program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang dimana program tersebut mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan rumah mereka seperti pekarangan rumah untuk dijadikan sumber pangan keluarga yang dimana masyarakat dituntut untuk bisa menjadi mandiri dengan menanam tanaman yang bisa di budidayakan sesuai kebutuhan pangan keluarga. Ketahanan pangan (food security) merupakan permasalahan yang mendasar dan perlu penanganan secara serius dan berkelanjutan. Hal ini berawal dari kenyataan bahwa jumlah penduduk semakin meningkat. Jumlah penduduk di Kota Batu yaitu untuk laki-laki 100.902 jiwa sedangkan perempuannya 99.583 jiwa dengan total keseluruhan 200.485 jiwa. sedangkan kapasitas produksi pangan cenderung pada kondisi yang sangat rendah atau pada level terbawah, karena disebabkan pemanfaatan lahan yang intensif dan dari sisi lain terjadi peralihan fungsi lahan yang tidak seimbang. Untuk kebutuhan pangan masyarakat Kota Batu setiap harinya yaitu diambil dari masyarakat Kecamatan Bumiaji Desa Gunungsari 830,89 Kkalori/kapita/hari untuk Konsumsi makanan pokok beras, dalam ketersedian pangan sedangkan untuk Rasio konsumsi normatif yaitu sebesar 1,324 Kkalori/kapita/hari.4Oleh karena itu, memang sudah sepantasnya
4
Data konsumsi pangan dan gizi penduduk kota Batu tahun 2016
9
diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring pembangunan ketahanan pangan yang berkelanjutan demi generasi penerus kita. Tantangan dalam mengurangi permasalahan-permasalahan dalam setiap aspek ketahanan pangan di masyarakat sampai pada tingkat kelurahan\desa membutuhkan pemantauan yang berkesinambungan. Identifikasi terhadap titiktitik rawan atas aspek ketahanan pangan sampai tingkat desa merupakan langkah yang perlu dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kerawanan pangan yang saat ini sudah menjadi masalah yang sangat besar yang di hadapi oleh bangsa terutama di Kota Batu yang dimana saat ini peralihan fungsi lahan dari lahan pertanian berubah menjadi kawasan pariwisata atau bangunan lainnya. Ditinjau dari sisi pendekatan yang terkait untuk mencapai ketahanan pangan,secara umum digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan ketersediaan pangan dan pendekatan kepemilikan.5 Pendekatan atau paradigma tersebut baru akan digunakan mengacu pada konsep tentang ketahanan pangan yang berkelanjutan yang ada di kota Batu yang dimanan menggunakan sumber yang berbasis sumber daya lokal. Perwujudan komitmen pada ketahanan pangan oleh pemerintah daerah dimulai dari pemantauan ketahanan pangan diwilayah istratif terkecil yaitu kelurahan/desa. Program-program dalam rangka pembangunan ketahanan pangan di
kota
Batu
harus
terpadu
(integreted,
terukur
keberhasilannya
dan
berkesinambungan. Oleh karena itu, kegiatan pemantauan ketahanan dan kerentanan pangan tingkat kelurahan/desa ini merupakan masuknya berbagai 5
Handewi.P.S . 2002. Ketahanan Pangan : Konsep, Pengukuran dan Strategi. Jurnal FAE. Vol.20 No.1. Hlm. 22
10
program yang mendukung terwujudnya ketahanan pangan ditingkat daerah (kabupaten atau kota), propinsi dan nasional. Ketersedian pangan menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia disuatu wilayah. Ketersediaan pangan dapat diwujudkan melalui produksi dalam negeri atau daerah, pemasukan dari luar negeri atau daerah serta cadangan yang dimiliki negeri atau daerah yang bersangkutan. Untuk menjaga ketersediaan pangan di masyarakat maka harus diperhatikan angka kecukupan gizi dan pola harapan pangan, pola panen bulanan komoditas pertanian serta penyediaan pangan menjelang hari besar keagamaan. Untuk itu diperlukan suatu sistem pemantauan ketersediaan pangan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Melalui kegiatan pemantauan dan anilisis ketersediaan pangan ini maka dapat diketahui surplus tidaknya kondisi pangan disuatu daerah terutama di Kota Batu pada suatu waktu, sehingga dapat dijadikan acuan dalam perencanaan dan pengambilan
kebijakan
yang
menyangkut
ketahanan
pangan.
Dengan
memperhatikan potensi yang dipunyai Indonesi, khususnya mengenai keadaan, luas wilayah atau kondisi lingkungannya, maka indonesia memiliki peluang untuk mewujudkan kemandirian panggannya.6 Sehingga pemerintah kota Batu perlu kembali mengevaluasi apakah beras merupakan pangan pokok yang tepat bagi daerahnya atau bisa di ganti sesuai dengan lingkungan daerahnya seperti tanaman jagung. Ketahanan pangan yang dikembangkan berdasarkan sumber daya lokal inilah yang nantinya akan membentuk suatu kemandirian pangan bagi daerah tetapi bukan itu saja melainkan juga akan melahirkan individu yang sehat, aktif
6
Hariyadi, Purwiyatno. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah berbasis Potensi Lokal Peranan Teknologi Pangan Untuk Kemandirian Pangan. Jurnal Pangan, Vol. 19 No. 4. Hlm. 298
11
dan berdaya saing yang tinggi. Hal tersebut yang akan mendasari kokohnya fondasi ketahanan pangan di daerah. Arah pembangunan yaitu mewujudkan kemandirian pangan guna menjamin ketersediaan pangan tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga yang cukup aman , bermutu dan bergizi seimbang. Dan perwujudan ketahanan pangan tersebut merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat termasuk juga pihak swasta.7 Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda menuntut kuantitas dan kualitas (mutu) pangan yang berbeda. Pendapatan rumah tangga merupakan faktor utama yang menentukan pola konsumsi pangan dan diversifikasi pangan.8 Dari hal tersebut bisa kita lihat bahwa konsumsi setiap rumah tangga akan berbeda-beda sesuai dengan pendapatan dari rumah tangga tersebut. Semakin tinggi pendapatan semakin meningkat tingkat konsumsi begitu pula sebaliknya jika pendapatan rendah maka konsumsi pangan juga akan ikut rendah. Kemampuan akses pangan sangat terkait dengan daya beli masyarakat dan porsi pengeluaran dari pendapatannya untuk kebutuhan pangan. Hal ini sangat terkait dengan tingkat kemiskinan masyarakat. Tingakat kesejahteraan rumah tangga dapat digunakan sebagai salah satu indikator aksesabilitas rumah tangga terhadap pangan. Hal ini juga berkorelasi dengan kemampuan dan daya beli rumah tangga atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penciptaan lapangan
7
Suryana. Achmad. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swasembada Bera. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 1. No 1. Hlm 6 8 Suyastiri, Ni Made. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis potensi Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan . Vol. 13 No. 1. Hlm. 56
12
pekerjaan
perlu
dikembangkan
agar
masyarakat
mampu
meningkatkan
pendapatannya dan bisa memenuhi kebutuhan pangannya secara tercukupi. Pelaksanaan kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan suatu implementasi dari rencana strategis Kementrian Pertanian yaitu empat sukses pertanian yang salah satunya ialah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja anatara Menteri Pertanian dengan Presiden RI pada tahun 2009 – 2014 dengan tujuan meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik suatu wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi pangan Berbasis Sumber Daya lokal, yang ditindak lanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 tahun 2009 Tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumper Daya Lokal.9 Peraturan tersebut merupakan acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegrasi antara pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyrakat. Sebelum Peraturan tersebut ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersediannya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya , aman, merata dan terjangkau. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang pangan.10 Ketahanan pangan tersebut mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan sepanjang waktu. Sehingga situasi ketersediaan pangan perlu diketahui secara periodeik.
9
Panduan Teknis, 2014, percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP). Hlm. 1 Paduan pemantauan dan analisis ketersediaan pangan, 2012. Hlm. 1
10
13
Selanjutnya Undang-undang Pangan Nomor 18 tahun 2012 memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinnya kebutuhan pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersediannya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dimana hal tersebut harus di dapatkan semua masyarakat demi terpenuhinya konsumsi pangan yang baik. Ketahanan pangan atau kedaulatan pangan bagi daerah yang ada di Indonesia sangatlah penting terutama di Kota Batu. Kemandirian pangan cukup baik , namun ketergantungan terhadap impor beberapa komoditas beras,jagung, kedelai,dan susu relatif tinggi perlu mendapatkan perhatian serius.11 Di Kota Batu sendiri masih bergantung dengan daerah lain seperti Kota Kediri, Kota Blitar dan Kabupaten Malang sebagai pemasok utama makanan pokok terutama beras. Sehingga dalam hal tersebut ketahanan pangan sangatlah penting bagi daerah dan juga untuk memajukan ketahanan pangan nasional. Pentingnya dari penelitian ini yaitu untuk mendorong implementasi dari hasil riset ini menjadi lebi bermanfaat bagi kesejahteraan mansyarakat yang bisa mendukung ketahanan pangan di Kota Batu. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendorong terciptanya swasembada pangan bagi masyarakat mengingat dalam penelitian ini dalam meningkatkan ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal yang ada di kota Batu sendiri sehingga nantinya akan berdampak pula pada ekonomi yang lebih besar lagi bagi masyarakat dan juga pemerintah.
11
Ariani.mewa.2012.Penguatan Ketahanan PanganDaerah Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Hlm. 33
14
Melihat kebijakan dari Dinas Ketahanan Pangan di Kota Batu yang dimana peningkatan ketahanan pangan masih kurang baik karena masih terdapat kelurahan/desa yang rawan pangan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang strategi pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal di Kota Batu, serta persoalan yang di hadapi dalam mengurangi kelurahan/desa yang tergolong dalam kategori rawan pangan. Diharapkan pula hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi pemerintah Kota Batu terutama Dinas Ketahanan Pangan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana strategi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kota Batu? 2. Apa saja persoalan yang dihadapi dalam peningkatan ketahanan pangan untuk mencapai kedaulatan pangan di Kota Batu ? C. Tujuan Penelitian Penelitian merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan dan memecahkan permasalahan terkait pembahasan secara ilmiah, maka dari itu penelitian ini memiliki tujuan : 1. Untuk mengetahui strategi.pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kota Batu. 2. Untuk mengetahui persoalan yang dihadapi dalam peningkatan ketahanan pangan untuk mencapai kedaulatan pangan di Kota Batu. 15
D. Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini, maka manfaat yang didapat secara teoritis adalah dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya terutama bagi mahasiswa Ilmu Pemerintahan dalam menganalisis strategi peningkatan ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal di Kota Batu, serta memperkaya kajian ilmu pengetahuan tentang ketahanan pangan dalam mata kuliah Sistem Ekonomi Indonesia dan Mata kuliah Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat yang dapat diberikan dari peneliti ini baik secara akademis maupun secara praktis: Pertama bagi Pemerintah Sebagai sumbangan pemikiran pengkayaan kajian akademis terhadap pemerintah Kota Batu yang kiranya dapat digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam proses penyusunan strategi pencegahan dan kerawanan pangan di Kota Batu yang berpegang dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Kedua, bagi Masyarakat Sebagai informasi adanya strategi peningkatan ketahanan pangan yang berbasis sumber daya lokal yang mengikut sertakan masyarakat untuk mengawal atau mendukung rencana yang akan di lakukan oleh pemerintah dalam mengurangi
16
kerawanan pangan yang nantinya juga bermanfaat bagi masyarakat kota Batu sendiri. Ketiga bagi Akademisi menambah wawasan tentang ketahanan pangan (food security) serta menambah konstribusi atau sumbangan literatur bagi mereka yang nantinya tertarik atau akan meneliti dengan tema penelitian yang sama maupun study lanjutan yang lebih komprehensif khususnya pada penelitian tentang Ketahanan Pangan. E. Definisi Konseptual Definisi
konseptual
diartikan
sebagai
definisi-definisi
yang
menggambarkan konsep dengan penggunaan konsep-konsep lainnya atau mendefinisikan suatu koonstruk dengan konstruk lainnya.12 Suatu definisi harus mampu menggambarkan karakteristik konsep yang didefinisikan secara esensial dan obyektif. Definisi konseptual memberikan penjelasan yang singkat dan jelas mengenai konsep yang akan digunakan sebagai perspektif dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, perlu peneliti mendefinisikan beberapa konsep yang berkaitan dengan tema dalam penelitian ini diantaranya adalah: 1. Konsep Kebijakan Umum Pemerintah Kebijakan (policy) biasa digunakan untuk memilih dan menunjukan pilihan terpenting untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan maupun privat.13 Menurut Lassweel, kebijakan merupakan serangkaian upaya atau tindakan yang memiliki tujuan tertentu yang dimana akan diikuti dan dilaksanakan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah.
12 13
Ulber, Silalahi, 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung. Refika Aditama. Hal 119. Anggara, Sahya. 2018. Kebijakan Publik. Bandung. PUSTAKA SETIA. Hal 14.
17
Untuk kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan sendiri masih diperlukan kebijakan perlindungan petani dengan pembatasan impor produk pertanian namun juga harus didorong dengan kebijakan yang peningkatan produsi dari pertanian daerah sendiri. 2. Konsep Ketahanan Pangan (food security) Konsep ketahanan pangan (food security) lebih luas dibandingkan dengan konsep swasembada pangan yang dimana hanya berorientasi pada aspek fisik kecukupan produksi pada bahan pangan. Maxwell menjelaskan bahwa ketahanan pangan berubah sedemikian cepatnya dari fokus terhadap ketersediaanpenyediaan (supply and availability) keperspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980-an, dikursus global ketahanan pangan didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements), resiko dan kerentanan (vulnerability).14 Human Security Konsep human security didasarkan pada premis dimana individual human being merupakan satu-satunya fokus mengagumkan untuk dikursuskan mengenai keamanan. Komponen dari human security yaitu salah satunya keamanan pangan (food security) Secara formal, setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Definisi tersebut dianggap saling melengkapi salah satunya yaitu dari (Food and Agricultural Organization), 1992 “ ketahanan pangan adalah situasi dimana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif”demi mewujudkan kedaulatan pangan nasional. 14
Kata.cerita. kita, 2011. Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional.
18
Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan
negara
untuk
menentukan
kebijakan
panggannya
sendiri
dengan
memprioritaskan produk pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, serta melarang praktik perdagangan pangan dengan cara dumping.15dalam paradigma ini, setiap negara berhak menentukan dan mengendalikan sistem produksi, distribusi, dan konsumsi pangan sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya lokal, serta tidak ada campur tangan negara lain. 3. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal menurut Blakely adalah proses dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang diamana untuk menghasilkan produk yang lebih bermutu, identifikasi pasar barta pendirian usaha-usaha baru.16 F. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan kondisi-kondisi, bahan-bahan, dan prosedur-prosedur yang diperlukan untuk mengidentifikasikan atau menghasilkan kembali satu atau lebih acuan konsep yang didefinisikan.17 Suatu konsep masih bersifat abstrak dan general. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi variabelvariabel dari konsep tersebut sehingga mempermudah analisis dalam suatu penelitian. Selain itu melalui definisi operasional dari suatu konsep sebagai
15
Dewa, Ketut. 2011. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Untuk Mengentaskan Petani dari Kemiskinan. Vol. 4 No. 2. Hlm 109 16 Hanafi, Imam.2000. Pengembangan Ekonomi Lokal Dalam Sektor Pertanian. Jurnal istrasi Publik. Vol 1. No. 4. Hlm 33 17 Lok.cit. silahi, Ulber. Hal 119
19
definisi variabel penelitian, Menurut Maxwell dalam Ketahanan pangan terdapat beberapa
aspek
yang
perlu
diperhatikan
seperti
ketersediaan
pangan,
keterjangkauan dan pemanfaatan pangan, hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan pengamatan dalam penelitian. Adapun variabel-variabel yang akan didefinisikan secara operasional dalam penelitian ini adalah: A. Strategi Pemerintah dalam Penanganan Ketahanan Pangan di Kota Batu B. Aspek Ketersediaan Pangan Bagi Daerah Rawan Pangan di Kota Batu 1. Konsumsi Normatif dalam Ketersediaan Pangan 2. Toko Penyediaan Bahan Pangan dalam Ketersediaan Pangan 3. Penyebab Terjadinya Kerawanan Pangan C. Aspek Keterjangkauan Pangan dan Pemanfaatan Pangan di Kota Batu D. Pengembangan Pangan Lokal Berbasis Pertanian di Kota Batu E. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) F. Persoalan dalam Meningkatan Ketahanan Pangan di Kota Batu G. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu prosedur ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk mendapatkan data dengan tujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong menjelaskan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dengan orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.18
18
Moleong, Lexy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 3
20
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, dimana pengertian penelitian deskriptif menurut Sugiono adalah sebagai berikut: “ Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (Independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.19 Penelitian yang berupa diskriptif diharapkan hasil penelitiannya mampu memberikan gambaran yang nyata mengenai kondisi lapangan dan tidak hanya sekedar sajian data. Selain itu, dengan penelitian kualitatif peneliti akan lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman dalam proses penggalian data di lapangan. 2. Sumber data Dalam pengumpulan data, terdapat dua jenis sumber data yang digunakan yaitu, pertama
data primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan
penelitian kepada sumber atau subyek penelitian secara langsung di lapangan, dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi dan wawancara. Data primer dapat berupa opini dari subyek penelitian, hasil observasi lapangan terhadap suatu kegiatan. Kedua, data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui perantara. Data sekunder digunakan untuk memperkuat data primer yang telah diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data sekunder diperoleh melalui dokumentasi, dengan menggunakan sumber-sumber :
19
Sugiyono.2008. memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. ALFABETA. Hal 5
21
a. Perundang-undangan atau peraturan yang berlaku mengenai ketahanan pangan (food security) baik peraturan presiden, peraturan pemerintah pusat atau peraturan Daerah Kota Batu. b. Jurnal terkait tentang ketahanan Pangan (food security) ataupun kedaulatan pangan, baik di Kota batu maupun di daerah lain. c. Buku bacaan, mengenai tentang Ketahanan pangan, kedaulatan pangan dan lain sebagainnya. d. Berita, baik cetak maupun online. e. Dokumen dari Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Batu. 3. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data atau teknisi pengumpulan data adalah dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan , dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan teriabel.20dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah yang lebih mengutamakan sumber data primer dan lebih menggunakan teknik pengumpulan
data
observasi,
wawancara
yang
sangat
mendalam,
dan
dokumentasi. a. Observasi Observasi adalah perilaku yang tampak dengan adanya tujuan yang ingin dicapai dapat berupa perilaku yang dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung dan dapat diukur. Tujuan tersebut adalah untuk mendeskripsikan
20
Bungi, Burhan. 200 . AnalPegawliksi. Jakarta: PT. Raja Orafindo Persada. Hal 42
22
lingkungan yang dicermati atau diamati, individu-individu yang terlihat beserta aktivitas yang berlangsung dalam lingkungan yang ditinjau dari perilaku yang dimunculkan serta makna kejadian berdasarkan perspektif individu yang terlihat.21 b. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara atau yang mengajukan pertanyaan, dan pihak yang lain adalah informan yaitu orang yang memberikan jawaban atas pewawancara.22 Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara baku terbuka, yaitu wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku dan para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai sehingga mereka yang diwawancarai memahami dan mengetahui maksud tujuan wawancara tersebut. Dengan jenis wawancara tersebut informan dapat menjawab secara bebas dan permasalahan yang termuat dalam pertanyaan dapat terjawab dengan baik. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan kegiatan pengumpulan data melalui dokumen yang telah ada sebelumnya. Dokumen yang digunakan dapat berupa tulisan, gambar, sketsa, foto, biografi, peraturan dan juga kebijan. Dokumen yang digunakan sebagai sumber data banyak dimanfaatkan oleh para peneliti untuk menguji, menafsirkan dan juga dapat digunakan untuk meramalkan suatu kejadian. Data tersebut dapat berupa data internal yang di dapat dari Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Bappeda atau dari berita, jurnal ilmiah, 21 22
Herdiansyah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Hal 131- 132 Lok.cit. Moleong. Lexy. Hal. 186
23
penelitian sebelumnya tentang Ketahanan pangan atau food security serta buku yang berhubungan dengan ketahanan pangan yang sedang diteliti. 4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh data yang akurat. Pada penelitian ini penulis melakukan penelitian di Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang berlokasi di jalan Panglima Sudirman No. 103, Pesanggrahan, Balai Kota Among Tani Kota Batu Jawatimur. 5. Subyek Penelitian Dalam Penentuan subyek penelitian, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi seperti mereka harus menguasai atau memahami sesuatu bukan sekedar mengetahui, mereka terlibat dalam kegiatan atau fenomena yang diteliti, tidak menyampaikan informasi berdasarkan pendapat pribadi, dan memiliki waktu yang memadai untuk dilakukan wawancara dan dimintai informasi. Berdasarkan kriteria tersebut, maka yang sesuai sebagai subyek penelitian dalam penelitian ini adalah : Tabel 1.1 Daftar Subjek Penelitian No
Nama
Jabatan
1
Achmad Supriyanto. SH
Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan
2
Supendi.S.sos.MM
3
Dyan Afriyanti. SP
Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Staf Konsumsi dan Keamanan Pangan
4
Irwan Kurniawan. SP
5
Ipik Agustriyani.S.Pt.MPA
Staf Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Staf Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan
Sumber: Diolah oleh peneliti 2018
24
6. TeknikAnalisa Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dihasilkan tema yang dapat dirumuskan menjadi hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.23 Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu : a. Pengumpulan data Pengumpulan data, data dikumpulkan melalui observasi, wawancara ( yang dilakukan peneliti kepada subyek penelitian) dan dokumentasi untuk memperoleh data primer maupun sekunder. Data yang dikumpulkan dalam tahap ini lebih berfokus pada data ketahanan Pangan, kerawanan pangan dan kedaulatan pangan di Kota Batu. b. Reduksi data Dalam tahapan ini data yang telah diperoleh ( data primer maupun sekunder) yang berupa gambar, tabel-tabel dan hasil wawancara akan diklasifikasikan, di identifikasi, dipilih dan dipilah sedemikian rupa sehingga data akan terbagi menjadi beberapa jenis. Hasil dari wawancara dengan subyek penelitian (data primer) akan dipisahkan dengan data berupa dokumen (data sekunder) yang telah diperoleh sebelumnya. Data tersebut meliputi Kelurahan/ desa mana saja yang termasuk rawan pangan, pemasokan beras dari daerah mana saja, data Inventarisasi lahan pertanian, serta data pendukung lainnya.
23
Lexy J. Moleong. 2011, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Hal 282
25
c. Display data Pada tahap ini peneliti akan menganalisis, menguraikan, memahami dan menggambarkan kembali data-data yang telah diperoleh dengan bahasa peneliti agar lebih mudah dipahami. Pada tahap ini data-data yang telah diperoleh telah tersusun kedalam klarifikasi/ kelompok masing-masing. Kemudian akan di jabarkan atau di paparkaan atau di deskripsikan, dan mencari korelasi atau hubungan dari kelompok-kelompok data sehingga nantinya diperoleh data baru yang merupakan hasil dari korelasi dan kompilasi dari kedua klasifikasi data sebelumnya. d. Penarikan kesimpulan Tahap terakhir dalam rangkaian analisis data kualitatif dalam model interaktif. Kesimpulan data adalah verivikasi dari data-data yang telah dipilih pada tahap sebelumnya yang kemudian disimpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Jadi pada tahan kesimpulan data menjurus pada jawaban pada fokus yang diteliti dan mengungkap fakta dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya
26
H. Kerangka Berfikir Penelitian
Food Security
Pendekatan Perolehan Pangan
Aspek Ketersediaan Pangan Bagi Daerah Rawan Pangan
pengadaan
Aspek Keterjangkauan Pangan dan Ketersediaan Pangan
pengelolaan Distribusi Pangan
Strategi Pemerintah dalam Penanganan Ketahanan Pangan
Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
DKP bekerja sama dengan Perum Bulog Malang
Gambar 1.1 Kerangka Berfikir Penelitian Sumber: Olahan Peneliti, 2018 Pada bagan diatas menjelaskan bahwa dalam Ketahanan Pangan di Kota Batu berpedoman pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, ditindak lanjuti oleh Peraturan Walikota Nomor 16 Tahun 2017 tentang penggadaan, pengelolaan dan penyaluran cadangan pangan, dimana urusan pangan merupakan suatu kewajiban yang berkaitan dengan pelayanan dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup minimal setiap individu/ keluarga. Penanggulangan Ketahanan Pangan di bawahi oleh Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu, dimana
27
mereka akan membuat kebijakan tentang ketahanan pangan. Dalam pendekatan ketahanan pangan ada 3 konsep didalamnya yaitu terdapat aspek ketersediaan pangan, aspek keterjangkauan dan ketersediaan pangan, dan strategi pemerintah dalam menangani ketahanan pangan. Hingga nanti akan muncul sebuah persoalan yang ada di kota Batu tentang pangan.
28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Arah Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Ketahanan Pangan Arah kebijakan umum kedaulatan pangan dalam RPJMN 2015-2019 adalah: pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan peningkatan produksi pangan pokok, stabilisasi harga bahan pangan, terjaminnya bahan pangan yang aman dan berkualitasdengan nilai gizi yang meningkat serta meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha pangan.24 Dalam hal ini juga kedaulatan pangan memberikan semangat dan kekuatan dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat indonesia sampai tingat perseorangan atau individu yang mencerminkan kebijakan pangan secara mandiri dengan membangun kemampuan untuk memproduksi beranekaragam pangan dari dalam negeri. Esensi kebijakan ketahanan pangan dicirikan oleh keterlibatan aktif pemerintah dalam mengarahkan, merangsang dan mendorong elemen-elemen terkait sehingga terbentuk suatu sistem ketahanan pangan nasional yang tangguh dan berkelanjutan. Kebijakan ketahanan pangan juga merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional sehingga perumusannyapun haruslah terpadu dan serasi dengan kebijakan ekonomi makro dengan konteks kondisi obyektif perekonomian nasional.
24
Badan Ketahanan Pangan.2018. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional. Diunduh pada 19 september 2018, pkl. 14.34 WIB
29
Dalam kebijakan pangan yang dilakukan oleh pemerintah dalam suatu daerah untuk menjamin ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup bagi seluruh masyarakatnya. Indikator kecukupan ketahanan pangan yaitu derajat swasembada pangan. Ketahanan pangan dikatakan baik apabila seluruh kebutuhan pangan dapat terpenuhi dari produksi domestik. Oleh karena itu, sistem ketahanan pangan harus dilengkapi dengan sistem jaringan pangan. Isu strategis ketahanan pangan dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu: kemandirian pangan keluarga, informasi dan kewaspadaan pangan dan jaring pengaman rawan pangan. Kebijakan pemerintah saat ini yang terkesan amat menitikberatkan pemberian intensif harga berupa subsidi input dan dukungan harga bukanlah kebijakan yang efektif, efisien dan berkelanjutan dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian
apalagi memacu pembangunan pedesaan. Kunci untuk
menyukseskan pertumbuhan sektor pertanian dan pedesaan yaitu meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitas melalui investasi, inovasi teknologoi dan kelembagaan dan perbaikan infrastruktur. Di Kota Batu sendiri strategi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yaitu dengan memberikan program ke setiap desayang ada di Kota Batu yaitu program DEMAPAN (desa mandiri pangan) dan juga program KRPL (kawasan rumah pangan lestari). B. Strategi Tercapainya Ketahanan Pangan dalam Ketersediaan Pangan Ketahanan pangan merupakan turunan dari konsep Human security didasarkan atas pandangan konstruksi sosial yang beramsumsi apa yang disebut aman dengan menekankan pada keadilan dan emansipasi yang menghubungkan politik domestik dan hubungan internasional, karena gagasan human security
30
menghadapkan
negara
dan
kedaulatannya
pada
kedaulatan
individu
masyarakatnya. Dalam memetakan masalah yang mendasari setiap isu keamanan internasional sebagai ancaman terhadap kemanusiaan kapan dan dimanapun melalui pelaksanaan sustainable development. Dengan demikian juga masalah ketahanan pangan sebagai salah satu fenomena konflik dan isu keamanan internasional maupun domestik apakah bisa diselesaikan dengan pendekatan human security. Konsep dari human security didasarkan pada premis dimana individual human being merupakan satu-satunya fokus mengagumkan untuk dikursuskan mengenai keamanan. Komponen dari human security yaitu: a. Keamanan ekonomi (ekonomic security) mengacu pada kenikmatan individu atas pendapatan dasar/ basic income, baik melalui pekerjaan yang menguntungkan atau dari jaring pengaman sosial. b. Keamanan pangan ( food security) mengacu pada akses individu terhadap makanan melalui aset, pekerjaan, atau penghasilan yang dimilikinya. c. Keamanan kesehatan (health security) mengacu pada kebebasan individu dari berbagai penyakit dan melemahkan penyakit dan aksesnya kepada perawatan kesehatan. d. Keamanan lingkungan (environmental security) mengacu pada integritas tanah, udara, air, yang membuat manusia betah untuk tinggal. e. Keamanan ribadi (personal security) mengacu pada kebebasan individu dari kejahatan dan ekerasan khususnya perempuan dan anak-anak. f. Keamanan komunitas (community security) mengacu pada martabat budaya dan perdamaian antara komunis simana individu hidup dan tumbuh.
31
g. Keamanan politik (political security) mengacu pada perlindungan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.25 Human security juga mengandung du aspek penting yaitu: a. Keamanan manusia merupakan keamanan dari ancaman-ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi. b. Keamanan manusia pun mengandung makna adanya perlindunan atas pola-pola kehidupan harian seseorang baik itu di dalam rumah, pekerjaan, atau komunitas dari berbagai gangguan yang datang secara tiba-tiba serta menyakitkan. 1.
Food Security sebagai Suatu Konsep Meningkatkan Ketahanan Pangan Masyarakat
Kata ketahanan pangan memiliki akar kata yaitu pangan. Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu perihal makna atau definisi tentang pangan. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk kelanjutan hidupnya, oleh karena itu terpenuhinya pangan menjadi hak asasi bagi setiap manusia.26 Pangan juga diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan perairan baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk juga tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
25
Erwin.Ruhiyat.Pengantar Kajian Human Security. Taki-taki (Jurnalon-line). Diunduh pada 20 September 2018.pkl. 11.15 WIB 26 Badan Ketahanan Pangan. 2013. Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Hlm. 1
32
dan pembuatan makan atau minuman.27 Dengan kata lain pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang setiap orang berhak mendapatkan hah pangannya. Sedangkan ketahanan pangan menurut Maxwell yaitu ketahanan pangan berubah sedekimia cepatnya dari fokus terhadap ketersedian- penyediaan (supply and availability) keperspektif hak dan akses (entitlements). Sejak tahun 1980-an, dikursus global ketahanan pangan didominasi oleh hak atas pangan (food entitlements, resiko dan kerentanan (vulnerability).28 Secara formal setidaknya ada lima organisasi internasional yang memberikan definisi mengenai ketahanan pangan. Definisi tersebut dianggap saling melengkapi salah satunya yaitu dari (Food and Agricultural Organization), 1992 “Ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya dan dimana rumah tangga tidak berisiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.29 Hal ini berarti konsep ketahanan pangan mencangkup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercemin dari tersediannya pangan yang cukup, baik jumlah maupun 27
Kementerian Pertanian RI. 2014. Panduan Teknis Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Hlm. 7. 28 Kata. Cerita. Kita. 2011. Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional. 29 Kantor Ketahanan Pangan. 2013. Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan Kota Batu. Hlm. 5
33
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan (sustainable). Masalah ketahanan pangan tidaklah sesederhana seperti definisi yang ada diata, melainkan merupakan masalah yang kompleksitas seperti yang di kemukakan oleh Saragih (1998) yang merumuskan persoalan pangan ini menjadi empat aspek antara lain yaitu : 1. Aspek penyediaan jumlah pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan pangan yang meningkat karena pertumbuhan penduduk, perubahan komposisi penduduk maupun akibat peningkatan penduduk. 2. Aspek pemenuhan tuntutan kualitas dan keanekaragaman bahan pangan untuk mengantisipasi perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli pada masalah kesehatan dan kebugaran. 3. Aspek tentang pendistribusian bahan-bahan pangan pada ruang dan waktu. 4. Aspek keterjangkauan pangan (food accessibility) yaitu ketersediaan bahan pangan (jumlah, kualitas, ruang dan waktu) harus dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Menurut FAO (food and agriculture organization) kebanyakan sistem monitoring ketahanan pangan yang diterapkan terdiri dari empat pilar utama yaitu 1. Agriculture Production Monitoring (APM), umumnya dikombinasikan dengan monitoring terhadap produk peternakan.
34
2. The Market Information System (MIS), biasanya digunakan untuk perdagangan domestik dan terkadang untuk perdagangan nasional (impor atau ekspor). 3. The Social Monitoring Of Vulnerable Group (MVG), atau pemantauan terhadap kelompok masyarakat rawan pangan (kronis, siklus, dan transien). 4. Food and Nutrition Surveillance System (NFSS), atau yang dikenal dengan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.30 Namun dari keempat sistem monitoring ketahanan pangan tersebut masih ditemukan beberapa hambatan dalam pelaksanaannya, antara lain lemahnya organisasi, penetapan tujuan jurang jelas, dan hambatan fungsional yang sering ditemukan pada beberapa sistem di negara-negara yang sedang berkembang. Pendapat lain yang hampir sama dikemukakan oleh Kasryno (2000) bahwa ketahanan pangan mencangkup berbagai aspek antara lain: 1. Ketersediaan mencangkup tingkat nasional, wilayah, dan rumah tangga. 2. Kehandalan atau stabilitas memiliki dimensi waktu jangka pendek dan jangka panjang. 3. Kecukupan dan keberlanjutan jangka panjang terkait dengan aspek pembangunan berkelanjutan. 4. Keterjangkauan adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan pangan keyluarga sesuai dengan gizi yang sehat.
30
Anonymous.2005. Peta Kerawanan yPangam Indonesia. Dewan Ketahanan Pangan RI
35
Menurut Kasryno (2000) yang sangat sensitive mempengaruhi ketahanan dan keamanan pangan ditingkat rumah tangga adalah daya beli atau keterjangkauan komoditi pangan. Golongan masyarakat yang sangat rentan terhadap perubahan ini adalah angkatan kerja yang bekerja pada sektor informal dengan kualitas dan produktifitas tenaga kerja yang masih rendah. Kondisi ini diperparah oleh terbatasnya jangkauan terhadap penguasaan lahan pertanian dan asset produktif lainnya.31 Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa masalah yang sangat mendasar dalam ketahanan pangan yadalah keterjangkauan pangan oleh rumah tangga dan masalah kehandalan dan ykeberlanjutan dari penyediaan pangan. Keterjangkauan pangan suatu daerah dyitentukan oleh tingkat pendapatan dan harga pangan di darah tersebut. Kehandyalan dan keberlanjutan ditentukan oleh kemampuan dan stabilitas produksi payngan dalam negeri dan kemmpuan pembiayaan untuk mengimpor serta keaydaan penyediaan pangan di pasar internasional. Kerawanan ypangan merupakan suatu kondisi ketidak cukupan pangan yang dialami daerayh, masyarakat, atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk memenuhi standyar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Keryawanan pangan dapat terjadi secara berulang pada waktu-waktu tertentu (kronis) dan dapat pula terjadi secara akibat keadaan darurat seperti bencana alamy maupun bencana sosial. Kondisi disebabkan oleh hal berikut ini : 1. Tidak adanya akses secara ekonomi bagi individu atau rumah tangga uyntuk memperoleh pangan yang cukup.
31
Ibid. Hlm. 7
36
2. Tidak adanya akses secara fisik bagi individu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup. 3. Tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu maupun rumah tangga. 4. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harga. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein. Pelayanan penanganan kerawanan pangam adalah jenis pelayanan sebagai pengembangan sistem isyarat dini,
penguatan
kelembagaan untuk dijadikan penanganan rawan pangan, pencegahan kerawanan pangan di setiap daerah serta penanggulangan kerawanan pangan dan pengembangan desa mandiri pangan.32 Hal tersebut sangat terkait dengan daya beli masyarakat dan porsi pengeluaran dari pendapatannya untuk kebutuhan pangan. Hal ini sangat terkait deyngan tingkat kemiskinan masyarakat yand ada di daerah tersebut. Sementara menurut Saliem, kerawanan pangan ditingkat wilayah maupun tingkat rumah tangga atau individu merupakn kondisi tidak tercapainnya ketahanan pangan tingkat wilayah maupun tingkat rumah tangga atau individu. Oleh karena itu, membahas kerawanan pangan tidak terlepas dari konsep ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan terjemahan dari food security, secara luas diartikan sebagai terjaminnya akses pangan bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya agar dapat hidup sehat dan beraktifitas. Membahas 32
Ibid. Hlm. 10
37
ketahanan pangan dan kerawanan pangan pada dasarnya juga membahas hal-hal yang menyebabkan orang tidak tercukupi kebutuhan pyangannya. Tidak tercukupi ketahanan pangan yang di pengaruhi oleh ketersediaan pangan, distribusi, dan akses terhadap pangan.33 Dari hal diatas terdapat beberapa indikator yang mempengaruhi kerawanan pangan sebagai berikut yaitu Konsumsi normatif, Layanan toko dan Rata-rata ukuran penghasilan rumah tangga. Dari indikator yang sudah disebutkan diatas kerawanan pangan dan kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah utama di berbagai daerah yang ada di indonesia. Bahkan kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya dengan kemiskinan.34 2. Kebijakan Pemerintah sebagai Strategi Keamanan Pangan Strategi atau program yang dilakukan pemerintah dalam menangani kerawanan pangan yang terjadi di Kota Batu yaitu denga program peningkatan diversifikasi pangan merupakan salah satu program prioritas Kementrian pertanian yang dalam pelaksanaannya Badan Ketahanan pangan menjadi Leading sector. Sebagai dasar pelaksanaan program tersebut adalah Perpres No.22 Tahun 2009 dan Permentan Nomor 43 Tahun 2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Pada tahun 2014 gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan memiliki program unggulan yaitu Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
33
Ariningsih,Ening. 2008. Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 6 No. 3. Hlm. 240. 34 Prishardoyo. Bambang. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Vol. 2. No. 2. Hlm. 135
38
Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi pekarangan. Pendekatan perkembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit yang mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) shingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi ini disebut denan Kawasan Rumah P!angan Lestari (KRPL) dan hal ini merupakan program utama pemeintah kota Batu.35 3. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) sebagai Alternatif Pengentasan Kerawanan Pangan Pemerintah Kota Batu sendiri telah melakukan program tentang suatu konsep kawasan rumah pangan lestari (KRPL). Program tersebut sudah berjalan selama kurang lebih 2 tahun di Kota Batu. Diterapkannya program ini melihat dari potensi lahan atau pekarangan yang ada di kota Batu cukup luas dan potensi tersebut belum dikelola dengan baik dan benar maka dengan adanya program ini akan memberikan konstribusi yang baik terhadap penyediaan cadanagan pangan rumah tangga sehingga bisa memperbaiki gizi keluarga dan juga mengurangi pengeluaran keluarga dan bisa juga menambah pendapatan keluarga. 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep KRPL Optimalisasi
pemanfaatan
pekarangan
dilakukan
melalui
upaya
pemberdayaan waniata untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai 35
PANDUAN TEKNIS, percepatan penganekaragaman konsumsi pangan tahun 2014, Hlm. 3
39
jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan u1ntuk ketersediaan pangan sumber karbohidrat, vitamin,mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan / warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dari hasil optimalisasi pekarangan. Kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui KRPL dengan pendampingan oleh penyuluh pendamping P2KP kebupaten/ kota, serta dikoordinasikan bersama aparat kabupaten/ kota. Selain pemanfaatan pekarangan juga diarahkan untuk pemberdayaan kemampuan kelompok wanita yang diharapkan bisa membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Kegiatan ini termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang beragam untuk keluarga. Sehingga dalam hal ini peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan tersebut dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan dana Coorperate Social Responsibility (CSR) program kemitraan dan bina lingkungan. Peran kelembagaan non formal dalam hal ini juga sangat penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa. 2. Pengembangan Pangan Pokok Lokal Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan
40
rendah. Kegiatan ini dilakukan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuab untuk : 1. Mengembangkan beras / nasi yang berasal dari pangan lokalsumber karbohidrat selai beras yang dapat disandingkan dengan nasi yang berasal dari beras. 2. Mengembalikan budaya masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan lokal selain beras. 3. Perbaikan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayuran dan buah.36 Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning sudah mulai banyakdikembangkan menjadi tepung. Selanjutnya aneka tepung ini diharapkan dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan “nasi non beras” yang dapat disandingkan dengan beras sebagai menu utama makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan penganekaragaman pangan khususnya berbasis aneka tepung berbahan baku lokal serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan “intermediate”.
36
Ibid. Hlm. 4
41
4. Kedaulatan pangan sebagai tujuan dari konsep food security Kedaulatan pangan merupakan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan negara untuk menentukn kebijakan panggannya sendiri dengan memprioritaskan produk pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, serta melarang praktik perdagangan dengan cara dumping.37 Dalam paradigma ini, setiap negara berhak menentukan dan mengendalikan sistem produksi, distribusi, dan konsumsi pangan sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis,sosial, ekonomi dan budaya lokal, serta tidak ada campur tangan negara lain. Defisit yang mengarah pada krisis pangan merupakan masalah klasik. Untuk keluar dari krisis pangan, Indonesia harus mempunyai rencana induk (grand design) untuk menuju kedaulatan pangan. Konsep dan strategi kedaulatan pangan ini sudah diterapkan oleh beberapa negara, seperti Kuba, Mali, Mozambik, Venezuela, dan Bolivia. Terdapat tujuh persyaratan utama untuk menegakan kedaulatan pangan, antara lain pembharuan agraria, adanya hak akses rakyat terhadap pangan, penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, pangan bukan hanya sekedar komoditas yang di perdagangkan, pembatasan penguasaan oleh koporasi, serta melarang penggunaan pangan sebagai senjata dan terakhir sebagai akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian. Kedaulatan pangan akan tercapai apabila petani sebagai penghasil pangan memiliki, menguasai dan mengontrol alat-alat produksi pangan seperti tanah, air, benih dan teknologi serta berbagai kebijakan yang mendukungnya dalam bingkai pelaksanaan pembaruan agraria. Hal ini perlu disertai dengan melaksanakan 37
Dewa. Ketut. 2011. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan untuk Mengentaskan Petani dari Kemiskinan. Vol. 4 No. 2. Hlm 109
42
pertanian rakyat yang berkelanjutan bukan saja untuk memperbaiki kualitas tanah, lingkungan dan produksi yang aman bagi kesehatan manusia. Program tersebut seharusnya sudah dijalankan ddnegan baik dan benar sebagai upaya untuk melepas ketergantungan terhadap perusahaan-perusahaan transnasional penghasil input pertanian. Kesejahteraan
Masyarakat,
keluarga
dan
perorangan
dalam
kedaulatan pangan Konsep ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan menjadi kesatuan konsep dimana pangan dapat tersedia, terjangkau oleh daya beli, mampu dan aman dikonsumsi (Eriadi 2012). Serta dapat diproduksi secara menguntungkan oleh para pelaku ekonomi atau para petani dengan manajemen yang efisien yang terdistribusi secara baik ke seluruh wilayah di negara kepualauan yang memiliki lahan, sumber daya alam dan penduduk yang snagat beragam. Ketahanan pangan yang dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya yang didukung oleh kelembagaan dan budaya lokal atau domestik. Distribusi dan ketersediaan pangan mencangkup ke seluruh wilayah atau daerah serta meningkatkan pendapatan masyarakat supaya mampu mengakses pangan secara berkelanjutan dengan memberdayakan pengusaha kecil atau UMKM yang ada di setiap daerah secara produktif, efisien serta berdaya saing yang tinggi dengan menciptakan iklim yang kondusif serta menciptakan lapangan pekerjaan sebanya.38
38
https://berandainovasi.com/katahanan-kemandirian-dan-kedaulatan-pangan/ . diakses 2 Juni 2018
43
Dengan demikian kedaulatan pangan sebagai kebutuhan dasar manusia maka pemenuhan pangan merupakan hak asasi setiap warga Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli atau minat masyarakat. Selain itu perlu ditumbuhkan dan dikembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman yang baik sumberdaya bahan pangan, kelembagaan maupun budaya lokal. C. Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Pertanian Pengembangan ekonomi lokal menurut Blakely dan Bradshaw adalah proses dimana pemerintah lokal dan organisasi masyarakat terlibat untuk mendorong, merangsang, memelihara, aktivitas usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan.39 Peranan pemerintah daerah dalam pengembangan ekonomi lokal sangat penting dalam hal ini , pemerintah daerah berperan menjalankan fungsinya sebagai pelopor pengemabnagan, koordinator, fasilitator dan stimulator. Potensi ekonomi daerah didefinisikan oleh Suparmoko (2002) sebagai kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.40 Hal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam mengembangakan potensi lokal yang ada di daerah dalam perencanaan pembangunan daerah tersebut. 39
Hanafi. Imam. 2000. Pengembangan Ekonomi Lokal Dalam Sektor Pertanian. Jurnal istrasi Publik. Vol. 1. No. 4. Hlm 33 40 Mulyana. Nandang. 2017. Pengembangan Ekonomi Lokal Jatinangor Melalui Wisata Edukasi. Vol. 7. No 1. Hlm. 16
44
Menurut Muktianto, menjelaskan bahwa pendekatan yang umum dalam pengembangan potensi daerah dengan cara menelaah komponen produk domestik Regional Bruto (PDRB), komponen sumber daya manusia, teknologi dan sistem kelembagaan.41 Dalam hal tersebut bertujuan untuk mengetahui potensi basis dan non basis yang unggulan di daerah tersebut yang nantinya memberikan ciri khas tersendiri yang mencerminkan daerah tersebut yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sehingga sektor tersebut bisa dikatakan sebagai kegiatan basis. Prinsip- prinsip kinerja perekonomian daerah yang mempengaruhi daya saing daerah yaitu : 1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya jangka pendek. 2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang. 3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi dimasa lalu. 4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daera, maka akan semakin kompetitif perusahaanperusahaan
yang akan bersaing secara internasional
maupun
domestik.42
41 42
Sumiharjo. 2008. Jurnal istrasi Publik. Vol. 1 No. 1. Hlm. 12 Ibid. Hlm 18
45
Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal 1. Pengembangan daya saing, kemampuan suatu negara ataudaerah untuk mencapai pertumbuhan PDB per kapita yang tinggi dan berkelanjutan. 2. Pengembangan klaster sering disebut sebagai mesin dari ekonomi lokal. Suatu klaster yang memiliki dimensi yang berhubungan dengan produsen, pemasok dan perantara, serta institusi dasar yang memberikan input ( ide, inovasi, modal dan prasarana). 3. Pengembangan kelembagaan keberadaan lembaga formal dan informal menjadi salah satu modal yang haru dibentuk dalamkegiatan pengembangan ekonomi lokal. Kelembagaan ini nantinya akan menjadi sebuah media pilihan ketika masalah-masalah ekonomi tidak dapat diselesaikan lagi dengan mekanisme pasar. 4. Pengembangan sumberdaya manusia dalam pelaksanaannya, sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pencapaian pengembangan ekonomi lokal. Sumber daya manusia yang ada, selain sebagai tenaga produksi juga diharapkan mampu menciptakan produk bernilai tinggi dengan memanfaatkan teknologi yang ada. 5. Penguasaan Teknologi Dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi , kemajuan teknologi oleh kebanyakan ahli ekonomi dianggap sebagai sumber yang paling penting dan merupakan faktor penentu keberhasilan.43
43
Dyah. Eka. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas Salak di Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara. Vol. 4. No. 4. Hlm.517-518.
46
Dengan
kata
lain
pengembangan
ekonomi
lokal
adalah
usaha
mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Oleh karena itu fokus pengembangan ekonomi lokal meliputi : 1. Peningkatan kandungan lokal. 2. Pelibatan stakeholder secara substansial dalam suatu kemitraan strategis. 3. Peningkatan ketahanan dan kemandirian ekonomi. 4. Pembangunan berkelanjutan. 5. Pemanfaatan hasil pembangunan oleh sebagia besar masyarakat lokal. 6. Pengembangan usaha kecil dan menengah. 7. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai secara inklusif. 8. Penguatan kapasitas dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 9. Pengurangan kesenjangan antar golongan masyarakat, antar sektor dan antar daerah. 10. Pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan.44
44
Haryati. Eny. 2010. Pengembangan Ekonomi Lokal yang Berorientasi pada Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur. Vol. 14. No. 2. Hlm. 248.
47
BAB III DESKRIPSI WILAYAH A. Gambaran Umum Kota Batu Kota Batu atau Kota Wisata Batu (KWB) merupakan salah satu bagian dari wilayah Jawa Timur. Salah satu kota baru yang berdiri pada tahun 2001 sebagai pemekaran dari Kabupaten Malang. Dengan dasar hukum Undangundang Nomor 11Tahun 2001 tertanggal 21 Juni 2001. Kota yang tergolong relatif baru ini, cukup jelas nuansa perkotaannya yang ternyata masih sangat dipengaruhi oleh karakteristik pedesaannya yang sangat mencerminkan Kota batu sendiri. Kota Batu terletak 800m diatas permukaan laut yang memiliki potensi kekayaan alam seperti pertanian, buah atau sayuran, peternakan, serta panorama atau pemandangan pergunungan atau perbukitan yang masih sangat baik. Sebagai wilayah pegunungan Kota Batu memiliki wilayah yang sangat subur sehingga kota Batu juga terkenal akan hasil pertaniaannya. Kota Batu yang wilayahnya di kelilingi oleh pegunungan membuat suasana atau udara disana masih snagat sejuk, tentu saja hal ini membuat daya tarik atau minat masyarakat ataupun wisatawan untuk berkunjung ke Kota Wisata Batu demi menikmati keindahan alam Kota Batu. Dengan adanya hal tersebut Kota Batu dikembangkan menjadi tujuan wisata khususnya wisatawan mancanegara yang nantinya bertujuan untuk mengenalkan Kota Batu ke Luar Negeri. Pada abad ke 19 wisatawan Belanda sudah mendatangi Kota Batu dan sudah membangun tempat peristirahatan dan 48
bermukim di kota Batu. Bangunan peninggalan Belanda tersebut masih berbekas dan menjadi aset dan kunjungan wisata hingga saat ini. Bangsa Belanda sendiri snagat begitu kagum melihat keindahan alam Kota Batu, sehingga mereka mensejajarkan wilayah Kota batu dengan negara yang ada di Eropa yaitu Switzerland dan memberikan predikat sebagai De Klein Switzerland atau Kota Swis kecil yang berada di Pulau Jawa Indonesia. Peninggalan arsitektur dengan nuansa corak eropa dalam bentuk sebuah bangunan serta panorama alam yang indah ini membuat Bapak Proklamator ( Soekarno dan Hatta) sebagai The Father Foundation Of Indonesia mengunjungi dan singgah di bangunan tersebut yang terletak di Kawasan Wisata Selecta Kota Batu. Visi dan Misi Kota Batu a. Visi kota Batu Kota Batu memiliki visi dan misi yang terdapat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Daerah (RPJMD). Visi dan misi tersebut berawal dari visi dan misi kepala daerah yang terpilih pada saat melakukan kampanye pada proses pemilihan kepala daerah (Pilkada). Visi terlebih dahulu diuraikan melalui pokok-pokok yang terkandung dalam visi, kemudian inti-inti tersebut dijelaskan dan disesuaikan berdasarkan pada potensi, kebutuhan dan permasalahn yang terjadi di Kota Batu. Selain itu, juga dijabarkan mengenai kriteria keberhasilan dan indikator keberhasilan dari pelaksanaan program-program pembangunan dari masing-masing pokok visi.
49
Visi pembangunan daerah dalam RPJMD harus berkaitan dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) Kota Batu. Keterkaitan ini dimaksudkan menjaga kesinambungan kinerja pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pembangunan daerah. Oleh karena itu berdasarkan potensi dan kondisi yang dimiliki oleh Kota Batu maka visi dari Kota Batu yaitu “Kota Batu Sentra Pertanian Organik berbasis Kepariwisataan Nasional”. Visi ini ditunjang oleh beberapa aspek antara lain pendidikan yang tepat guna dan berdaya asing, dengan ditopang oleh sumberdaya (alam, manusia, dan budaya) yang tangguh dan diselenggarakan oleh pemerintah yang baik, kreatif, inovatif, dijiwai oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Misi Kota Batu Misi merupakan rumusan umum mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mewujudkan dan mencapai visi. Dengan kata lain , misi harus terkait dengan pokok-pokok dan visi dan perlu dilaksanakan atau dilakukan pengkajian dan analisis menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi misi. Faktor-faktor tersebut dibedakan kedalam faktor internal dan eksternal yang meliputi perumusan peluan dan tantangan. Selanjutnya rumusan dari misi dapat menjadi kerangka dan acuan bagi perumusuan tujuan, sasaran, dan arah kebijakan yang akan dicapai oleh pemerintah kota Batu. Oleh karena itu, berikut ini merupakan misi dari Kota Batu sebagai penjabaran dari visi yang telah ditentukan yaitu mengembangkan pertanian organik dan perdagangan hasil pertanian organik misi ini berupaya untuk mewujudkan pengembangan pertanian organik yang juga berwawasan dan memperhatikan kesehatan dan meningkatkan kesejahteraan para
50
petani. Sehingga paa petani dapat menciptakan agrobisnis berbasis keunggulan kompetitif. B. Pemetaan Kerawanan Pangan dan Potensi Daerah Di Kota Batu 1. Pemetaan Kerawanan Pangan Kota Batu merupakan salah satu kota yang terletak diwilayah istrasi
Jawa Timur. Secara keseluruhan
Kota Batu memiliki luas
wilayah 19.908,72 ha atau sekitar 0,42% dari total wilayah Jawa Timur. Topografis Kota Batu sendiri tersusun dari perbukitan dengan komposisi 4 jenis tanah, yaitu tanah andosol (lahan tanah paling subur), jenis tanah kombisol (lahan tanah yang cukup subur), jenis tanah alluvial ( jenis tanah yang kurang subur dan mengandung kapur) dan jenis tanah latosol. Terdapat tiga gunung yang mengelilingi kota Batu yaitu Gunung Panderman ( 2.010 mdpl), Gunung Welirang (3.156 mdpl), dan Gunung Arjuno ( 3.339 mdpl). Kondisi hidrologi di kota batu yang banyak dipengaruhi oleh sungai yang mengalir dipusat kota yaitu sungai Barantas dan air tanah yang cukup berlimpah, serta sebagian wilayah Kota batu merupakan wilayah perbukitan. Kondisi tersebutlah yang mendukung Kota batu sebagai daerah yang cocok digunakan sebagai kawasan pertanian.45 Kota Batu yang terletak 800 meter diatas permukaan air laut ini memiliki keindahan alam yang sangat memikat. Wilayah Kota Batu dibedakan menjadi enam kategori tersebut wilayah yang paling luas berada pada ketinggian 1000-1500 meter dari permukaan laut yaitu seluas 6.493,64 ha. Kemiringan lahan Dslope) di Kota Batu berdasarkan data dari peta
45
Ibid. Hlm. 5
51
kontur Bakosurtunal tahun 2001 diketahui bahwa sebagian besar wilayah kota Batu mempunyai kemiringan sebesar 2540 % dan kemiringan kurang dari 40 %.46 Gunung-gunung di sekitar Kota Batu adalah gunung panderman 2010 Mdpl, Gunung Welirang 3156 Mdpl, Gunung Arjuna 3339 Mdpl, dan masih banyak lagi lainnya. Keadaan topografi Kota Batu memiliki dua karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang pertama yaitu bagian sebelah utara dan barat yang merupakan daerah ketinggian yang bergelombang dan berbukit. Kedua, yaitu daerah timur dan selatan merupakan daerah yang relatif datar meskipun berada pada ketinggian 800-3000 Mdpl. Dilihat dari keadaan geografinya, Kota Batu dapat dibagi menjadi 4 jenis tanah. Pertama jenis tanah Andosol, berupa lahan tanah yang paling subur meliputi kecamatan Batu seluas 1.831,04 ha, kecamatan Junrejo seluas 1.526,19 ha dan kecamatan Bumiaji seluas 1.831,04 ha. Kedua jenis Kambisol berupa jenis tanah yang cukup subur meliputi Kecamatan Batu seluas 889,31 ha, kecamatan Junrejo 741,25 ha dan Kecamatan Bumiaji 1395,81 ha. Ketiga tanah Alluvial berupa tanah yang kurang subur dan mengandung kapur meliputi kecamatan Batu seluas 239,86 ha, kecamatan Junrejo 199,93 ha dan kecamatan Bumiaji 376,48 ha. Dan yang terakhir jenis tanah latosol meliputi kecamatan Batu seluas 260,34 ha, Kecamatan Junrejo seluas 217,00 ha dan Kecamatan Bumiaji seluas 408,61 ha. Tanahnya berupa tanah mekanis yang banyak menggandung mineral yang berasal
46
batukota.bps.go.id
52
dari ledakan gunung berapi, sifat tanah semacam ini mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi.47 Sedangkan dari sisi hidrologi ketersediaan air hujan dapat dihitung dari ketersediaan air sungai berdasarkan curah hujan. Ketersediaan air sungai diperoleh dari sungai yang keseluruhannnya bermuara pada sungai brantas. Ketersediaan sumber-sumber mata air yang cukup potensian baik di konsumsi oleh masyarakat Kota batu sendiri maupin wilayah sekitar seperti Kota Malang.
Gambar 3.1 Peta Kerawanan Kota Batu Sumber: Diolah Peneliti, 2018
47
http://ngalam.id/read/1158/geografi-kota-batu/. Diakses 3 Mei 2018, pukul 16.29 WIB
53
Secara istrasi Kota batu terbagi menjadi 3 wilayah yaitu kecamatan Bumiaji, kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo. Dari 3 kecamatan tersebut terbagi lagi menjadi a 19 desa, 5 kelurahan, 238 RW dan 1.127 RT. Kecamatan Bumiaji adalah kecamatan yang memiliki jumlah desa paling banyak yaitu 9 desa. Kecamatan batu terdiri dari 4 desa dan 4 kelurahan. Sedangkan kecamatan Junrejo terdiri dari 6 desa dan 1 kelurahan.48 Tabel 3.1 Luas Wilayah Kecamatan Kota Batu No.
Kecamatan
Luas Wilayah
1.
Bumiaji
127,98 km2
2.
Batu
45,46 km2
3.
Junrejo
25,65 km2
Sumber : BPS Kota Batu 2015 Ada 24 desa/kelurahan di Kota Batu terdestribusi pada keenam kategori kerawanan pangan. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar desa yaitu berjumlah 10 desa atau 41,6 persen tergolong dalam kategori sangat tahan pangan yaitu (desa Giripurno, Pandanrejo, Gunungsari, Junrejo, Mojorejo, Tlekung, Pendem, Dadaprejo, Torongrejo, dan Oro-oro ombo). Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa persentase kedua terbesar adalah desa yang masuk kategori sangat rawan pangan yaitu berjumlah 9 desa atau 37,50 persen yaitu (desa sumberbrantas, Punten, Sumbergondo, Tulungrejo, Sidomulyo, Sisir, sumberejo, dan Temas). Sisanya yaitu masuk dalam kategori tahan 2 desa yaitu (desa Bulukerto dan Bumiaji), cukup tahan 2 desa yaitu (Beji dan Pesanggrahan), dan agak rawan 1 desa yaitu desa Songgokerto hal tersebut sudah mencangkup keseluruhan desa/kelurahan di Kota Batu. 48
Ibid. Hlm. 6
54
2. Potensi Daerah Di Kota Batu
Gambar 3.2 Peta Kota Batu Sumber: BPS Kota Batu, 2018 Berikut ini merupakan potensi-potensi dari setiap kecamatan yang ada di Kota Batu: 1. Potensi Kecamatan Bumiaji Kecematan bumiaji memiliki potensi wisata dan daya tarik berupa atraksi alam, sumber daya pertanian dan budaya yang dapat lebih dikembangkan. Potensi dari setiap desa di kecamatan Bumiaji berbeda-beda mengingat kecamatan Bumiaji hanya bisa di jadikan pariwisata edukasi yang tidak boleh mendirikan bangunan untuk pariwisata karena kecamatan Bumiaji sudah di khususkan untuk pariwisata edukasi. Desa Bumiaji memiliki potensi dari pertanian yang ada di desa ini yaitu wisata agro seperti petik apel, petik jeruk dan petik jambu merah, serta
55
pertanian holtikultura sayur dan tanaman hias.49 Desa Agrowisata yang berada Kecamatan Bumiaji memiliki potensi wisata dan obyek daya tarik wisata di Desa wisata, ada 2 desa wisata yang bisa dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada di desa tersebut, yaitu: a. Desa Punten merupakan daerah pegunungan yang terletak di kaki gunung arjuno dengan ketinggian 800 meter diatas permukaan laut, dengan total luas wilayah seluas 281.935 hektare. Dari luas tersebut 39.680 hektare merupakan persawahan, sekitar 59 hektare merupakan lahan pemukiman warga, 12.080 hektar merupakan lahan tegalan dan 125 hektare merupakan kawasan hutan milik negara. Potensi Pertanian Desa Punten sudah tidak lagi Buah Apel melainkan Jeruk Keprok yang dimana Jenis bibit tanamannya asli dari Desa Punten. Disisi lain produksi buah apel terus merosot pada tahun 2010 dari 2,5 juta apel hanya 1,5 juta pohon yang produktif. Produktifitas ini juga mempengaruhi hasil produksi yang hanya mencapai 842 ton. Dengan demikian banyak para petani yang beralih menanam buah Jeruk Keprok yang dimana harga jual bisa mencapai Rp.15.000 per kilonya dan paling murah Rp.10.000, itupun petani sudah memiliki laba yang sangat besar dari penjualan jeruk keprok. Sedangkan untuk perawatan dari tanaman jeruk lebih mudah dari pada buah apel, dimana hal ini bisa dibilang 1banding 3 dalam perawatannya, maksutnya yaitu penyemprotan untuk buah jeruk hanya dilakukan 1 kali sedangkan buah apel bisa dilakukan 3 kali.
49
Attar, Muhammad. 2013. ANALISIS POTENSI DAN ARAHAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DESA EKOWISATA DI KECAMATAN BUMIAJI-KOTA BATU. Jurnal: Ind.Tour.Dev.Std. Vol. 1, No 2 Hal 72
56
Sehingga bisa dikatakan potensi dari Desa Punten saat ini bukanlah tanaman Apel melainkan sudah beralih ke tanaman Buah Jeruk yang diamana perawatannya lebih mudah dengan keuntungan jual yang lebih tinggi. Masyarakat disanapun berusaha memperkenalakan jeruk kerprok sebagai ikon terbaru pengganti buah apel. Disini juga dibutuhkan peran pemerintah dalam membantu petani jeruk punten untuk lebih dikenal oleh masyarakat luar. Peran dari pemerintah saat ini yaitu memberikan fasilitas seperti kebun percobaan yang berada di desa Punten dan desa Tlekung yang dimana kebun tersebut terdapat beberapa jenis pohon tanaman jeruk. Pemerintah sendiri juga sudah sering memeberikan bibit pohon jeruk kepada kelompok tani dan mereka juga memberikan pupuk bogasi yang biasanya campuran bahan organik dan pupuk kandang. Setiap kelompok tani biasanya mendapatkan 1000 bibit pohon dan 250 kantong pupuk50. b. Desa Sumberbrantas memiliki potensi kawasan konservasi
yang
difungsikan sebagai koleksi pohon maupun berbagai jenis tanaman seperti Bunga Rotansia, Pikok dan jenis pohon seperti pohon pinus dan pohon jati yang terletak di dusun Jurangkuwali. Selain itu dusun Jurang Kuwali yang berpotensi sebagian besar 38,82 persen penduduknya sebagai petani. Produk dari pertanian di desa tersebut mengasilkan tiga jenis sayuran yaitu kentang, wortel dan kubis yang menjadi komoditas utamnya. Akan tetapi 50 persen lebih ditonjolkan oleh hasil pertanian kentang yang disbutkan bahwa kwalitas kentang disana sangat bagus yang diamana setiap musim panen petani bisa menghasilkan laba yang sangat tinggi. Penanaman
50
Balitjestro.litbang.pertanian.go.id (diakses pada tanggal 28 September 2018 pukul 19.37 WIB)
57
kentang dari lahan 1 meter biasanya mengahsilkan 5- 10 kg kentang dan disana petani menanam kentang biasnya di lahan yang berhektar. Uttuk kentang sendiri biasanya di kirim ke daerah-daerah sekitar Kota Batu. Untuk masyarakat sendiri biasanya mengolah Kentang sebagai Kripik kentang yang dimana mereka mengambil dari petani kentang Jurang Kuwali. Penjualan kentang jurang kwali biasanya dihargai Rp. 15.000 – Rp. 22.000 perkilonya dengan kuwalitas yang sangat baik. Produksi kentang dari desa Jurang Kuwali bisa dikatakan sangat baik karena banyak para pedagang atau petani yang mengambil kentang dari desa tersebut. Kentang sendiri sudah bisa di ekspor ke berbagai daerah sekitar Kota Batu dengan harga jual yang cukup relatif. Pemerintah sendiri juga mendukung penjualan kentang ini dengan peran dari Dinas pertanian yang memberikan bantuan seperti pupuk dan bibit unggulan untuk kelompom tani yang ada di desa tersebut. Pemerintah juga memberikan fasilitas buat masyarakat seperti UMKM supaya masyarakat bisa mengembangkan kentang tersebut sebagai produk unggulan dan memberikan inovasi selain di buat masakan juga bisa dijadikan hal yang baru seperti kripik kentang yang nantinya juga bisa menjadi oleh-oleh khas Kota Batu. 2. Potensi Kecamatan Junrejo Kecamatan Junrejo memiliki luas wilayah 26,23 km2 dengan jumlah penduduk 58.000 jiwa. Potensi yang dimiliki daerah kecamatan Junrejo yaitu kecamatan ini merupakan yang di fokuskan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata di Kota Batu. Sudah banyak pariwisata yang di bangun di daerah ini
58
seperti yang baru ini yaitu Jatimpark 3, BNS, Eco green Park dan juga predator park. Kawasan ini merupakan kawasan yang sangat strategis untuk tempat pariwisata. Di Kecamatan Junrejo sendiri untuk daerah pertanian sudah sangat jarang untuk di temui karena untuk daerah pertanian tadi sudah di jelaskan atau di kembangkan pada Kecamatan Bumiaji. 3. Potensi Kecamatan Batu Potensi yang dimiliki Kecamatan Batu yaitu terletak pada desa Sumberjo yang dimana desa ini penghasil sayur terbesar di Kota Batu. Desa sumberjo menawarkan petik sayur untuk para wisatawan yang datang ke desa wisata ini. Sayuran yang ada di desa Sumberjo yaitu selada, daun seledri dan brokoli. Selain digunakan wisata petik sayur jika musim panen sekitar 2 – 5 ton bisa di jual ker berbagai daerah sekitar Kota Batu. Dimana sayuran ini sudah banyak dikirim ke luar daerah seperti Kediri, Jombang, Kab. Malang dan juga daerah sekitar Kota Batu. Selain itu potensi yang dimiliki kecamtan Batu yaitu tempat pariwisata yang dimana berada di pusat Kota seperti alun-alun Kota Batu dan juga sebagai tempat pusat pemerintahan. Kota batu berdasarkan istratif mencangkup seluruh wilayah daratan seluas 19.908,7 ha dan didalam bumi. Wilayah-wilayah kota Batu kemusian ditetapkan dalam pembagian wilayah kota beserta penetapan sungsi yang disebut Bagian Wilayah Kota (BWK). a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I Wilayah Batu dengan pusat pelayanan berada di Desa Pesanggrahan yang dimana BWK I ini merupakan pusat utama pelaksanaan pemerintahan,
59
pengembangan kawasan kegiatan perdaganagan dan jasa modern, serta akomodasi penunjang kawasan pendidikan menengah, serta berjalannya pemerintahan yang dipusatkan di BWK I. b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II Wilayah Junrejo dengan pusat pelayanan berada di desa Junrejo. Pengembangan wilyah pemukiman kota dan dilengkapi juga denga pusat kesehatan, kawasan pendidikan, perkantoran pemerintah dan swasta, serta pengembangan wisata yang di pusatkan di daerah Junrejo. c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III Wilayah Bumiaji dengan pusat pelayanan berada di desa Punten. Kawasan pengembangan agropolitan, pengembangan wisata dan lingkungan serta kegiatan agrowisata. Data kependudukan merupakan salah satu pokok yang sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunankarena penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Fungsi obyek bermakna penduduk yaitu menjadi target dan sasaran pembangunan yang dilakuakan oleh pemerintah. Sedangkan fungsi subyek yaituu pelaku tunggal dari sebuah pembangunan. Tabel. 3.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan di Kecamatan Kota Batu 2010,2015 dan 2016 kecamatan
Jumlah penduduk (ribu)
Batu Junrejo bumiaji Kota Batu
2010 2015 2016 81.178 93.227 94.132 46.382 49.505 50.079 55.624 57.753 58.108 190.184 200.484 202.319
Laju pertumbuhan / Tahun % 2010-2015 2015-2016 5.73 0.97 6.73 1.16 3.83 0.61 5.42 0.91
Sumber : BPS Kota Batu 2018
60
Tahun 2016 jumlah penduduk Kota Batu mencapai 202.319 jiwa. Dengan luas wilayah 19,908 km2, dan kepadatan penduduk berjumlah 1.080 jiwa. Kepadatan penduduk kota Batu dari tahun ketahun mengalami peningkatan , hal ini terjadi karena kota Batu merupakan daerah otonom baru yang bertujuan untuk melakukankegiatan ekonomi.51 C. Profil Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu Sebelum menjadi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu, telah banyak mengalami perubahan atau pergantian nama berkali-kali atau ikut bergabung dengan instansi lainnya. Pada tahun 2003 awal terbentuknya ketahanan pangan merupakan bagian dari Dinas Pertanian Kota Batu, yang dimana dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Dinas Pertanian Kota Batu. Pada tahun 2008 pada periode ini ketahanan pangan menjadi bagian dari Sekretariat Daerah pada Sub Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Sehingga setelah 5 tahun bergabung dengan Dinas Pertanian, ketahanan pangan pindah ke bagian Perekonomian Sekretariat Daerah.52 Selanjutnya Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2016 tentang pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Ketahanan Pangan sebagai Dinas Ketahanan Pangan, dengan tugas yang sudah dijelaskan di atas. 1. Visi dan Misi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu Dalam upaya mendukung terwujudna Visi dan Misi Kota Batu yaitu “Kota Batu Sentra Pertanian Organik Berbasis Kepariwisataan Internasional ditunjang oleh Pendidikan yang tepatguna dan berdaya saing ditopang oleh sumberdaya 51 52
BPS Kota Batu. Http://batukota.bps.go.id (online). Diakses 9 mei 2018, Pukul 18.23 WIB Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008.
61
(alam, manusia dan budaya lokal) yang tangguh diselenggarakan oleh pemerintahan yang baik , kreatif, inovatif, dijiwai oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”, serta mempertimbangkan permaslaahan dan isu strategis pembangunan Ketahanan Pangan di Kota Batu, Maka Visi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu adalah “Terwujudnya Stabilitas Ketahanan Pangan Berbasis Sumber Daya Wilayah Menuju Masyarakat Sejahtera”. Sedangkan untuk Misi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu yang merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan Visi adalah : 1. Meningkatkan ketersediaan pangan melalui pengembangan cadangan pangan masyarakat. 2. Meningkatkan penganekaragaman pangan untuk mengantisipasi kerawanan pangan 2. Tugas dan Fungsi Tiap Bidang Dasar Hukum Pembentukan Dinas Ketahanan Pangan Pemerintah Kota Batu adalah Peraturan daerah Kota Batu Nomor 13 Tahun 2009, tentang perubahan atas peraturan daerah Kota Batu Nomor 6 Tahun 2008 tentang susunan organisasi dan tata kerja inspektorat, Badan Perencanaan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kota Batu pasal 19 A ayat 1, susunan organisasi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu terdri dari : 1. Kepala Kantor Kepala Dinas mempunyai tugas merencanakan, merumuskan kebijakan, membina istrasi dan teknis, mengkoordinasikan, mengendalikan
62
serta mengevaluasi penyelenggaraan bidang ketahanan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat . 2. Sub Bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaporan
programdan
kegiatan,
ketatalaksanaan,
ketata
usahaan,
keuangan, perlengkapan, kehumasan, urusan rumah tangga, dan ketahanan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Sub Bagian Tata Usaha Kantor Ketahanan Pangan 3. Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Seksi ketersediaan dan kerawanan pangan mempunyai tugas menyusun rencana,
membina
,
mengendalikan
dan
mengevaluasi
kondisi
ketersediaan dan kerawanan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimanadimaksud dalam pasal 4 ayat 1. 4. Seksi Konsumsi dan Keamanan Pangan Seksi distribusi pangan mempunyai tugas menyusun rencana, mengolah data informasi dan fasilitas pengembangan akses distribusi pangan dan mengendalikan harga pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1. 5. Seksi Distribusi Pangan Seksi konsumsi dan keamanan pangan mempunyai tugas menyusun rencana, mengolah data informasi serta fasilitasi penegembangan konsumsi dan keamanan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1.
63
Dinas Ketahanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di Bidang Ketahanan pangan. Untuk penyelenggaraan tuga sebagaimana dimaksud Dinas Ketahanan Pangan mempunyai fungsi sebagai berikut yaitu merumuskan kebijakan teknis di bidang pangan, serta memberikan dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang ketahanan pangan daerah. Selanjutnya Dinas Ketahanan pangan juga memberikan pembinaan dan pelaksanaan tugas ketahanan pangan dan yang terakhir yaitu melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh Walikota Batu sesuai dengan tugas dan fungsi instansi.
64
3. Struktur Organisasi Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu
Kepala Kantor Ketahanan Pangan Dra. Wiwik Nuryati, MM
Kelompok Jabatan Fungsional
Ka. Sub Bagian Tata Usaha Supendi, S.Sos.,MM
M. Ismuhadi, SPt
Kasi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Kasi Distribusi Pangan
Ahmad Zubaidi, SP.,MMA
Nindya Dwi Susilo, SP.,MM
Henry Hurib, Pramono, SP
Yesiska M, SE
Nanik A, S.TP
Sepsy H, ST
Titik H, SP
Benny sekti A, SE
Benedicta K, S.Pi
Ervan Dwi, S.Sos
Siti Isnawati, SP
Rike DP, SE
Ipik AR, S.Pt.,MPA
Dyan A, SP
Made S, SE
M. Ismuhadi, SPt
Rina M, S.Sos
Puji Maria K, SE
Andik S
Kasi Konsumsi dan Keamanan Pangan Siti Z, SP.,M.AP
Ardian P, SE
Irwan K, SP
Agus Oktaufik
Mediantiko t, SE
Nindya N, S.AB
Fafan W, SE
Awang Sugestian
Susilowati
Stifanus 65
D. Program Food Security Melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari Dinas Ketahanan pangan kota Batu memiliki program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang diupayakan dapat mengurangi kerawanan pangan di Kota Batu. Program ini terdiri dari bebrapa bentuk pelayanan dan kegiatan teknis pengelolaan pekarangan rumah. Selain itu program ini ditunjang sarana pendukung operasional seperti Kelompok tani yang berada di setiap desa sebagai penanggung jawab anggota kelompok tani di desa tersebut. a. Jenis kegiatan P2KP terdiri atas : 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui Konsep KRPL Optimalisasi
pemanfaatan
pekarangan
dilakukan
melalui
upaya
pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak. Kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL dengan pendampingan oleh penyuluh pendamping P2KP desa dan pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/ kota. Selain pemanfaatan pekarangan juga diarahkan untuk pemberdayaan kemampuan kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA), termauk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang lebih beragam. Melalui Peraturan Walikota Batu Nomor 16 Tahun 2017 tentang pengadaan, pengelolaan dan penyaluran cadangan pangan, pemerintah Kota Batu
66
dalam pencadangan pangan bekerja sama dengan Perum Bulog Malang untuk memenuhi kebutuhan beras. Dalam kerjasama ini pemerintah hanya di perbolehkan bekerja sama dengan BUMN atau BUMD sehingga dalam memenuhi kebutuhan beras di Kota Batu pemerintah hanya bekerja sama dengan Bulog. Kerjasama ini sudah dimulai dari awal tahun 2017 hingga sekarang. Untuk alur dari kerjasama antara Dinas Ketahanan pangan dengan perum bulog Malang dalam pengadaan cadangan pangan daerah sebai berikut : Dinas ketahanan pangan
Perwali No.16 Th 2017
MOU/ Nota Kesepahaman
Perum Bulog Malang
Kerjasama antara Dinas Ketahanan Pangan dengan perum Bulog Malang dalam pengadaan cadangan pangan daerah dalam 1 tahun ada 372 ton beras yang dikirim dari Perum Bulog Malang kepada Dinas ketahanan Pangan yang dimana sudah diatur dalam Peraturan Walikota Nomor 16 Tahun 2017 tentang pengadaan, pengelolaan dan pencadangan pangan. Dimana dalam kerjasama ini ada tim khusus dalam penanganan kerjasama baik dari tim ketahanan pangan maupun tim LHPK dari Bulog. Kerjasama yang diatur disini mulai dari permohonan harga beras, pesanan beras dari DKP ke pihak Bulog hingga pengiriman beras ke gudang cadangan pangan daerah Kota Batu melalui seleksi yang sudah ditentukan oleh tim baik dari DKP maupun Bulog. Pengelolaan cadangan pangan pemerintah Kota batu dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pangan supaya menjamin pasokan pangan yang stabil antar waktu dan antar daerah. Cadangan pangan pemerintah kota Batu dimaksudkan untuk menyediakan cadangan pangan dalam mengahdapi
67
keadaan darurat dan pasca bencana, serta melindungi petani/ produsen pangan strategis sesuai dengan potensi daerah dari gejolak penurunan harga pada waktu panen dan masyarakat rawan pangan karena kemiskinan. Hal ini juga dibutuhkan dalam meningkatkan akses pangan kelompok masyarakat rawan pangan transien khususnya pada daerah tersolir dan dalam kondisi darurat karena bencana maupun masyarakat rawan pangan kronis karena kemiskinan yang berada di daerah. 2. Sosialisasi dan Promosi Percepatan Penganekaragaman Ketahanan Pangan (P2KP) Kegiatan
sosialisasi
dan
promosi
P2KP
dimaksudkan
untuk
memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebar luasan informasi kepada masyarakat, [erubahan sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga untukpola hidup yang sehat, aktif dan produktif. Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung geralan P2KP dapat dilakukan antara lain melalui pemanfataan dana corporate social responsibility (CSR), peran kelembagaan non formal juga sangat penting dalam menyukseskan program ini.
68
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Strategi Pemerintah dalam Penanganan Ketahanan Pangan di Kota Batu
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai hasil penelitian tentang strategi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal yang ada di Kota Batu. Pemerintah sendiri berpacuan pada undangundang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan yang dimana merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal dan ditindak lanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian No 43 tahun 2009, tentang gerakan percepatan penganekaragaman pangan lokal.53 Dimana dalam undangundang tersebut memberikan pangan secara bermutu dengan gizi yang baik dan merata secara adil demi mewujudkan pangan yang berkelanjutan menuju kedaulatan pangan bagi seluruh daerah yang ada di Kota Batu. “dari Dinas Ketahanan Pangan dalam mewujudkan kemandirian pangan bagi setiap individu dan keluarga dari pemerintah sendiri sudah memberikan sosialisasi tentang pemanfaatan pekarangan rumah yang dimana ini merupakan program dari pemerintah untuk mengajak seluruh masyarakat supaya tidak bergantung lagi atau hanya sekedar membeli kebutuhan pangan, tetapi mereka nanti bisa memproduksi kebutuhan pangan dari hasil yang ditanaman di pekarangan rumah mereka sendiri. sehingga nantinya masyarakat itu bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka.”54 Program dari pemerintah untuk mengajak masyarakat dalam menciptakan kemandirian pangan dengan mengusung program kawasan rumah pangan lestari yang dimana program ini dilaksanakan diseluruh desa/ kecamatan yang ada di 53
Hasil wawancara dengan Bapak Supendi Selaku Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 18 Juli 2018. 54 Hasil wawancara dengan Ibu Ipik Selaku Staf Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 18 Juli 2018.
69
Kota Batu. Terdapat 24 kelompok tani dari 24 desa/kelurahan di Kota Batu. Program ini di prioritaskan untuk pembangunan pertanian berkelanjutan yang diarahkan kepada pertumbuhan produksi beras dengan bagaimana pemerintah memotivasi para petani untuk tetap memproduksi beras lokal. Tabel 5.1 Luas Panen, Produksi tanaman Padi dan Palawija Kota Batu,2017 Jenis Tanaman
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Padi Sawah
469
2.904.99
Jagung
161
883,89
Ubi Kayu
48
1.103.86
Ubi Jalar
57
969
Kacang Tanah
39
62.4
Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu (Diolah) Tahun 2017 luas lahan panen untuk padi sawah sebesar 469 hektare dari total luas panen tersebut menghasilkan produksi padi sebesar 2.904,89 ton atau bisa juga rata-rata sekitar 6,19 ton per hektare padi sawah yang dihasilkan. Sedangkan hal ini berbanding terbalik dengan permintaan masyarakat yang dimana masyarakat setiap hari mengkonsumsi beras sebanyak 300 gram per hari atau sama dengan 1100 Kkal per hari. Permintaan beras tersebut tidak dapat terpenuhi dari hasil produksi daerah Kota Batu sendiri, sehingga pemerintah mendatangkan beras dari berbagai daerah seperti Mojokerto, Kediri, Kabupaten Malang dan Blitar. Berdasarkan sebaran wilayah yang ada di Kota Batu, luas lahan pertanian bukan sawah terluas berada di kecamatan Bumiaji yaitu sebesar 2.749,58 hektare sementara Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo masingmasing memiliki luas sebesar 1.320,33 hektare dan 116,97 hekatre.
70
a. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari Kawasan rumah pangan lestari merupakan programunggulan yang dilakukan oleh pemerintah Kota batu untuk menanggulangi kerawanan pangan dan mensejahterakan masyarakat. Program ini merupakan bentuk keberlanjutan dalam penganekaragaman pangan yang berbasis sumberdaya lokal. Melalui program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan yang baik. Pendekatan pengembangan kawasan rumah pangan lestari dilakukan dnegan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai degan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam akan tetap terjaga. Kegiatan pengoptimalisasikan pemanfaatan pekrangan melalui konsep KRPL dengan pendampingan oleh penyuluh pendamping P2KP desa juga diarahkan untuk pemberdayaan perempuan atau kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman termasuk dalam kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan panganyang lebih beragam. Disetiap desa/ kelurahan yang ada di kota Batu setiap desanya dibangun kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit tanaman. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegrasikan dengan kegiatanpembibitan yang ada di derektorat jendral holtikultura dan badanlitbang kementrian pertanian. Pengembangan kebubun bibit tersebut harus berkaitan dengan mengutamakan menanam tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat maupun jenis tanaman yang baru yang memliki nailai gizi yang tinggi.
71
Gambar 4.1 Contoh Program KRPL Desa Tulungrejo
Sumber : Kelompok Wanita Desa Tulungrejo, 2018 Mengembangkan pekarangan milik anggota kelompok tani yang mengikuti program Kawasan rumah pangan lestari merupakan hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan masing-masing anggota kelompok tani. Setiap anggota kelompok dapat megusulkan kebutuhan untuk masing-masing pekarangannya dalam musyawarah kelompok dengan Dinas terkait yang nantinya dituangkan dalam Rencana Kegiatan dan Kebutuha Anggaran (RKKA).55 Pada tahun 2017 ini, dilaksanakan 3 sub kegiatan yang mendukung upaya optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan untuk Pengembangan Pangan, yaitu: 1. Sosialisasi Pemanfaatan Pekarangan untuk Pengembangan Pangan. Dilaksanakan sebagai persiapan kegiatan Pemanfaatan Pekarangan di empat lokasi Kawasan Rumah Pangan Lestari ( KRPL ) tahun 2017. Pada acara sosialisasi, sekaligus diberikan materi tentang pemanfaatan pekarangan antara lain
55
Hasil wawancara dengan Ibu Dyan Afriyanti selaku staf bidang Konsumsi dan Keamanan pangan Dinas Ketahanan pangan Kota Batu pada 3 mei 2018.
72
budidaya tanaman sayuran, budidaya ikan dalam kolam terpal, budidaya ternak kambing dan pembuatan Mol ( Mikro Organisme Lokal ). 2. Pelatihan Pemanfaatan Pekarangan untuk Pengembangan Pangan di Kawasan Rumah Pangan Lestari ( KRPL ). Dilaksanakan sebagai bekal dalam rangka pelaksanaan pemberian Hibah Sarana dan Prasarana Kawasan Rumah Pangan Lestari ( KRPL ) pada kegiatan Pemanfaatan Pekarangan Untuk Pengembangan Pangan di 4 lokasi Kawasan Rumah Pangan Lestari tahun 2017. Pada acara pelatihan, sekaligus diberikan tehnik dan tata cara materi tentang pemanfaatan pekarangan antara lain Budidaya tanaman sayuran, Budidaya ikan dalam kolam terpal, Budidaya ternak kambing dan Pembuatan mol ( mikro organisme local ) 3. Pemberian Hibah Sarana dan Prasarana Penunjang
Pemanfaatan
Pekarangan untuk Pengembangan Pangan. Tabel 4.1 Penerima Bantuan KRPL Kecamatan Junrejo, 2017 Desa/ Kel Pendem Beji Junrejo Torongrejo Tlekung Dadaprejo Mojorejo
Sasaran kelompok wanita taman posyandu kelompok wanita kelompok wanita kelompok wanita taman posyandu taman posyandu
Sumber dana
Keterangan
Jumlah 15
APBD
bantuan P2KP bantuan bahan pangan &peralatan
APBN
bantuan P2KP
25
APBN
bantuan P2KP
30
APBN
bantuan alat olahan pangan
30
APBD
bantuan P2KP
30
APBN
bantuan P2KP
30
APBN
30
Sumber: Batu dalam angka,2018 (Diolah)
73
Pemberian bantuan untuk program kawasan rumah pangan lestari diberikan kepada kelompok wanita atau kelompok tani dan juga diberikan kepada taman posyandu. Dimana dalam hal ini terdapat perbedaan dari sumber pendanaan yang dimana sumber dana APBN diberikan langsung oleh Propinsi sedangkan APBD merupakan bantuan dana dari Kota. “Untuk pemberian bantuan dilihat dari kebutuhan masing-masing kelompok. Mereka akan mendapatkan bantuan seperti percepatan penganekaragaman konsumsi pangan yang dimana kelompok ini tergolong daerah rawan pangan yang membutuhkan peningkatan deversifikasi pangan atau pemenuhan kebutuhan pangan keluarga yang belum tercukupi. Selanjutnya penerimaan bantuan pangan merupakan daerah yang kronis terhadap ketahanan pangan.”56 Untuk bantuan alat pangan mereka daerah yang tahan pangan sehingga mereka sudah bisa menghasilkan pangan keluarga yang sudah siap diolah atau di produksi untuk publik. Bahan dari mereka berproduksi yaitu dari hasil yang mereka tanam melalui program kawasan rumah panggan lestari di pekarangan rumah setiap kelompok tani. Optimalisasi
pemanfaatan
pekarangan
dilakukan
melalui
upaya
pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan pangan keluarga seperti aneka umbi-umbian, sayuran dan buah-buahan, serta membudidayakan ternak dan ikan sebagai tambahan sumber pangan. Dengan demikian akan dapat terbentuksebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri yang di dapat dari hasil pengoptimalan pekarangan. Pendekatan ini dilakukan dnegan menggunakan 56
Hasil wawancara dengan Ibu Dyan Afriyanti selaku staf bidang Konsumsi dan Keamanan pangan Dinas Ketahanan pangan Kota Batu pada 3 mei 2018.
74
pendekatan pertanian berkelanjutan. Antara lain membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal suapay tetap terjaga kelestariaannya. Kelompok sasaran kegiatan pengoptimalisasian pemanfaatan pekarangan ini adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 orang yang berdomisisli berddekatan dalam suatau desa. Setiap anggotanya wajib memanfaatkan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan ataupun memelihara ternak dan ikan dengan tujuan untuk mencukupi ketersediaan pangan ditingkat keluarga atau rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diharapkan bisa di konsumsi oleh rumah tangg jika dikembangkan dnegan baik nantinya bisa di buat usaha atau di jual sehingga bisa menanikan pendapatan masyarakat itu sendiri. setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa tanaman dan kotoran ternak yang nantinya bisa dimanfaatkan kembali. B. Aspek Ketersediaan Pangan Bagi Daerah Rawan Pangan di Kota Batu
Ketersediaan pangan merupakan kondisi dimana terjadinya hasil dari produksi dalam negeri atau hasil dari sumber daya lokal untuk cadangan pangan serta pemasukan pangan yang termasuk didalamnya impor dan bantuan pangan untuk daerah tersebut, apabila kedua sumber utama tidak dapat terpenuhi maka kebutuhan ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat tertinggi hingga tingkat terendah. Aspek ketersediaan pangan disini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi pertanian dari setiap wilayahnya. Produksi dari pertanian terutama bahan pokok merupakan aspek yang sangat penting dalam
75
enentuan indikator atau acuan bagaimana nantinya wilayah tersebut masuk dalam kategori ketahanan pangan. Seperti yang ada pada Kota batu sangat sulit untuk menganalisis data tentang pertanian yang ada di suatu wilayah maka pemerintah Kota batu melihat dari Indikator rasio jumlah warung ataukonsumsi normatif sebagai acuan pengambilan kebijakan selanjutnya yang diukur dari bagaimana daya beli pada masyarakat sebagai acuan nantinya. Kerawanan pangan pada tahun 2017 ini masih sama dengan analisis 3 tahun yang lalu, yang dimana masih menggunakan beberapa indikator kerawanan pangan kronis untuk menentukan indeks komposit kerawananpangan. Indikatorindikator tersebut adalah indikator konsumsi normatif dan indikator toko penyedia bahan pangan. Secara individual kondisi kerawanan pangan Kota Batu berdasarkan masing-masing indikator diuraikan sebagai berikut ini : 1. Konsumsi Normatif dalam Ketersediaan Pangan
Konsumsi normatif merupakan ketika masyarakat mampu menyediakan bahan pangan minimal untuk memenuhi kebutuhan pangan keseluruhan masyarakat secara lokal dengan menggunakan atau sumber daya lokal yang ada di daerah seperti padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar yang di produksi oleh daerah yang ada di Kota Batu maka secara tidak langsung daerah tersebut tidak tergantung pada daerah lain maka daerah tersebut baik desa/ kelurahan relatif rendah rawan panggannya dan dapat dikategorikan tahan pangan. Tabel 4.1 Kerawanan Pangan Berdasarkan Kategori Konsumsi Normatif No 1
Status Sangat rawan
2011
2014
2017
Jumlah Desa %
Jumlah Desa %
Jumlah Desa %
11 / 45,83
4/ 16,67
9/ 37,50
76
2 3 4 5 6
Rawan Agak Rawan Cukup Tahan Tahan Sangat Tahan
0 / 0,00 0/ 0,00 1 / 4,17 0/ 0,00 2 / 8,33 4/ 16,67 0 / 0,00 3/ 12,50 10 / 41,67 13/ 54,16 24 / 100,00 24/ 100,00 Sumber: Data Sekunder, 2011,2014, dan 2017 (Diolah)
0/ 0,00 1/ 4,17 2/ 8,33 2/ 8,33 10/ 41,67 24/ 100,00
Konsumsi normatif dan ketersediaan Pangan untuk 24 desa/ kelurahan di Kota Batu terdistribusi kepada keenam kategori kerawanan pangan. Dari data informasi yang di dapat diketahui bahwa sebagian besar desa yaitu berjumlah 10 desa tergolong dalm kategori sangat tahan pangan. Selain itu perlu juga diperhatikan bahwa persentase kedua terbesar yaitu desa yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan yaitu 9 desa. Sisanya yaitu masuk dalam kategori tahan berjumlah 2 desa dan cukup tahan berjumlah 2 desa sedangkan pada kategori agak rawan ada 1 desa. Akan tetapi seiringnya berjalannya waktu bisa berubah-ubah dan terjadi pergeseran terhadap kategori pangan tersebut. “Penerima bantuan dalam daerah kerawanan pangan mulai dari tahun 2017 hingga tahun 2018 periode oktober mengalami penurunan yang diamana semula penerima bantuan terdapat 3100 KK menurun hingga 2784 KK. Penurunan ini di sebabkan beberapa faktor yaitu adanya penduduk yang meninggal dan tidak meninggalkan ahliwaris, pindah alamat, dan juga mereka sudah mampu dalam mencukupi kebutuhan pokok mereka. Dalam hal ini pemerintah berhasil dalam mendukung program pengurangan angka kemiskinan.”57 Konsumsi normatif ini memang berbasis pada pengukuran potensi produksi domestik atau lokal yang dimana setiap harinya masyarakat Kota batu
57
Hasil wawancara dengan Bapak Supendi Selaku Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 15 Oktober 2018.
77
dalam Rasio Konsumsi Normatif dalam mengkonsumsi bahan pangan pokok beras yaitu (300 gram = 1100 Kkal/ kapita/hari) akan tetapi dalam hal ini pemerintah Kota Batu belum bisa mencukupi bahan pokok pangan masyarakat karena hasil produksi petani Kota Batu tidak seimbang dnegan permintaan sehingga mereka bekerja sama dengan perum bulog Malang.58 Melalui indikator ini pemerintah daerah diaharapkan memberi perhatian pada kuatnya alih fungsi lahan sehingga tidak akan terjadi terus menerus dan akan menguras sumber daya pertanian yang berbasis sumber daya lokal. Alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian nantinya harus di hambat perkembangannya atau lebih baik di hentikan sehingga potensi ketersediaan sumber daya lokal akan lebih terjaga. “penerima bantuan beras kepada masyarakat miskin setiap KK mereka mendapatkan 10 kg beras setiap bulannya dalam kemasan plastik yang sudah berlogo pemerintah Kota Batu. Penyaluran cadangan pangan oleh pemerintah kota dilaksanakan sesuai dengan jumlah rumah tangga sasaran dari gudang cadangan pangan sampai dengan kantor Desa/ kelurahan sebagai titik tempat penyaluran sesuai data orang yang kurang mampu sehingga tidak ada titipan atau selundupan, sehingga dipastikan memang benar sesuai data yang sudah ada pada SK Walikota”.59 2. Toko Penyediaan Bahan Pangan dalam Ketersediaan Pangan
Penggunaan indikator ini adalah upaya dari pemerintah Kota batu untuk menangkap ketersediaan pangan dari kegiatan perdaganganpangan disuatu
58
Hasil Wawancara dengan Ibu Diyan Afriyanti selaku Staf Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 21 Juli 2018. 59 Hasil wawancara dengan Bapak Supendi Selaku Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 15 Oktober 2018.
78
wilayah. Indikator ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja instrumen dalam menangkap fenomena pangan di masyarakat. Karena sangat mungkin pada daerah tertentu yang bukan sentra pangan namun ketersediaan pangan relatif baik dengan adanya inidikator tersebut. Indikator ini juga termasuk dalam kategori indikator langsung yang sudang dijelaskan diatas tadi, inidikator ini masuk dalam kategori akses pangan. Tabel 4.2 Kerawanan Pangan Berdasarkan Kategori Pelayanan Toko No
Status Sangat Rawan
2011 Jumlah Desa % 2 /8,33
2014 Jumlah Desa % 4/ 16, 67
2017 Jumlah Desa % 0/0,00
1 2
Rawan
3/ 12,5
2/ 8,33
0/0,00
3
Agak Rawan
5/ 20,83
2/ 8,33
0/0,00
4
Cukup Tahan
7/29,17
5/ 20,83
1/ 4,17
5
Tahan
6/25,00
5/20,83
4/ 16.67
6
Sangat Tahan
1/ 4,17
6/25,00
19/ 79,16
Total
24/ 100
24/ 100
24/100
Sumber: Data Sekunder 2011,2014, dan 2017 (Diolah) Kondisi kerawanan pangan berdasarkan layanan toko di Kota Batu menunjukan bahwa terjadi peningkatan yang baik dari mulai tahun 2011 hingga tahun 2017 ini. Dapat kita lihat bahwa terjadi peningkatan pada jumlah desa yang masuk dalam kategori sangat tahan hanya 4,17persen dan meningkat menjadi 25 persen, kemudian meningkat lagi menjadi 79,16 persen. Bahkan pada tahun 2016 sudah tidak ada lagi desa yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan yang berdasarkan pada indikator layanan toko. Bisa dilihat dari 24 kelurahan/desa dikota batu sudah banyak toko-toko yang ada di wilayah tersebut. Dalam hal ini bisa kita lihat daya beli dari masyarakat sangatlah tinggi. Diharapkan pada 79
penentuan kebijakan pada tahun berikutnya tidak terjadi pergeseran yang menurun pada indikator tersebut. Gambar 4.2 Gudang Cadangan Pangan Daerah Kota Batu
Sumber : Dokumen Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu,2018 Terhitung mulai dari tahun 2017 sampai 2018 untuk bantuan cadangan pangan daerah berupa bahan pokok beras mengalami penurunan jumlah keluarga miskin yang mendapatkan bantuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut yaitu adanya keluarga yang meninggal dan tidak ada hak waris bantuan tersebut, pindah alamat, sudah memiliki penghasilan yang cukup. Pada tahun 2017 terdapat 3100 KK yang mendapatkan bantuan, akan tetapi pada tahun 2018 periode bulan Oktober 2774 KK yang mendapatkan bantuan. Untuk bahan pokok beras setiap KK mendapatkan 10 kg beras per bulannya.60 Upaya untuk menangkap ketersediaan pangan dari kegiatan perdagangan pangan disuatu wilayah mengahruskan pemerintah selalu melihat kondisi pasar supaya tidak terjadi kenaikan harga di pasaran supaya harga dipasr tetap stabil dan tidak adda penimbunan bahan pokok beras yang akan merugikan masyarakat.
60
Hasil wawancara dengan Bapak Supendi Selaku Kepala Bidang Ketersediaan Pangan dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 15 Oktober 2018.
80
Dalam penyediaan bahan pangan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja instrumen pemerintah dalam menangkap fenomena pangan yang ada di masyarakat, karena sangat memungkinkan pada daerah tertentu yang bukan sentra pangan namun ketersediaan pangan mereka relatif baik dengan adanya toko-toko kelontong atau prangan atau toko-toko penyedia bahan pangan. Dibutuhkan juga peran dari pemerintah dalam pemantauan daerah mana saja yang tidak tercukupinya pangan baik individu maupun rumah tangga yang tidak produktif untuk nantinya bisa di identifikasi lebih lanjut apa penyebab dari daerah tersebut masuk dalam kategori rawan pangan. Dimana pemerintah harus mencari penyebab dari kerawanan tersebut dan juga memberikan progam supaya tidak terjadi kerawanan pangan atau mencegah terjadinya kerawanan pangan. Gambar 4.3 Alur Pemberian Bantuan Sosial Beras Kepada warga Miskin Rt/Rw, Kepala Desa/ Lurah, Kecamatan
Dinas Sosial
Dinas Ketahanan Pangan
Warga Miskin
Permintaan data warga mikin
Draf SK Walikota
Pengguna anggaran, pengguna barang, bendahara barang
Pembuatan jadwal pengiriman beras
Pemberitahu an ke walikota
Sumber: diolah,2018
Pengelola Gudang
DKP
Bagian Hukum
persetujuan SK
WALIKOTA
Beras dikeluarkan dari gudang sesuai SK walikota
Desa/Kelurahan
Pemberitahuan ke desa/keluraha n
81
Pendistribusian bantuan sosial beras kepada warga miskin yang berada di daerah kerawanan pangan di mulai dari tingkatan terendah yaitu Rt atau RW dengan pengajuan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa ke kecamatan hingga data tersebut akan di tindak lanjuti oleh Dinas Sosial dengan memastikan warga tersebut benar kekurangan atau tidak sebelum data dikirim ke Dinas Ketahanan panga, pihak DKP tidak semena-mena memberikan bantuan mereka tetap bekerja sama dengan instansi terkait. Hingga nanti akan muncul SK dari walikota tentang pemberian bantuan tersebut. Selanjutnya akan membuat jadwal pengeluaran beras dari gudang dengan setiap KK mendapatkan 10kg beras setiap bulannya yang langsung didistribusikan ke setiap desa/ kelurahan yang nantikan akan di berikan ke masyarakat yang kurang mampu. 3. Penyebab Terjadinya Kerawanan Pangan Berdasarkan uraian indikator yang sudah dijelaskan diatas telah dijelakan bahwa ketahanan pangan di Kota Batu mengalami kemajuan, akan tetapi kemajuan tersebut merupakan suatu proses yang sangat dinamis dan memerlukan pembakuan dengan upaya terus menerus dan pengelolaan berbaikan yang lebih baik lagi. Hal ini berarti masalah ketahanan pangan sangat memerlukan perhatian seksama dari pemerintah daerah dan masyarakat melalui program pembangunan ketahanan pangan. Aspek yang perlu diperhatikan tentunya berkaitan dengan bagaimana ketersediaan pangan, akses panagan dan pemanfaatan pangan yang sudah di bahas diatas tadi. Selanjutnya yaitu aspek lingkungan sebagai pondasi dari setiap aktifitas ekonomi dan produksi juga merupakan faktor yang sangat krusial dari membangun ketahan pangan yang berkelanjutan.
82
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan hasil menunjukan bahwa secara umum pembangunan ketahanan pangan di Kota Batu masih belum merata. Sehingga proses mempertahankan ketahanan pangan perlu dilakukan secara merata dengan memperhatikan secara spesifik permasalahan ketahanan pangan yang sedang dihadapi. Berikut merupakan analisis permasalahan ketahanan pangan masing-masing wilayah kota batu serta strategi kebijakan penanganan serta SKPD yang bertanggung jawab dalam permasalahan ketahanan pangan. Pada indikator konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan dengan program pemantapan ketersediaan pangan pemerintah Kota batu melakukan rehabilitasi, pemeliharaan dan optimalisasi pemanfaatan lahan dan infrastruktur irigasi, melakukan konservasi sumber daya tanah dan air terutama pada wilayah aliran sungai, mempermudah layanan kredit kepada petani, selanjutnya meningkatkan layanan penggadaan sarana produksi, pembentukan cadangan pangan melalui kegiatan lumbung pangan dan yang terakhir pengembanan Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). Penanganan tersebut di awasi dan dibertanggungjawabkan oleh SKPD Dinas pertanian, Ddinas koperasi dan UMKM, Dinas ketahanan Panan dan juga dinas Pengairan. Analisis penyebab kerawanan pangan tingkat desa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1. Terlebih dahulu melakukan identifikasi keluahan/ desa yang masuk dalam kategori rawan pangan yang diamana dari hasil analisis kompositnya masuk dalam kategori sangat rawan, rawan dan agak rawan.
83
2. Selanjutnya yaitu mengidntifikasi indikator yang masuk dalam kategori tersebut . Analisis kerawanan pangan baik secara individu per indikator maupun dengan komposit sangat diperlukan dalam menganalisis masing-masing indikator yang nantinya akan menunjukan penyebab kerawanan pangan dalam suatu wilayah. Analisis tersebut nantinya sangat berguna dalam pengambilan kebijakan bagi pemerintah setempat dalam rangka pengambilan strategi dalam perbaikan ketahanan pangannya. Kegiatan pemetaan dengan mengkonvekskan dari analisis kerawanan pangan berdasarkan indikator akan dijadikan sebuah bentuk peta supaya memudahkan analisis maka tingkat kerawanan pangan pada tingkat masing-masing kelurahan/ desa dapat disajikan dengan warna yang berbeda-beda dalm peta tersebut. Pemetaan ketahanan pangan dan kerawanan pangan yaitu dilakukan di 3 kecamatan yang ada di Kota Batu. Berdasarkan indikator yang sudah ditentukan maka output hasilnya yaitu sebuah peta ketahanan dan kerawnan pangan kecamatan atau keluran/desa di seluruh wilayah kota Batu. Menurut keterangan dari Bapak Irwan selaku staf bidang ketahanan dan kerawan pangan menjelaskan : “ analisis kerawanan pangan bukanlah menyangkut dengan warna yang ada di peta saja, akan tetapi juga harus ada struktur data yang sangat baik untuk di perbaharui minimal setiap 3 tahun sekali untuk mengetahui perkembangan pembangunan ketahanan pangan menurut indikator yang sudah dijelaskan pada buku panduan kerentangan pangan. Dengan demikian data yang diperoleh didaerah sebaiknya dapat dikelola dengan baik untuk mensuplai atau menjadi rujukan setiap program pembangunan yang dilakukan di daerah. Sehingga nantinya dapat diketahui daerah mana
84
saja kah yang akan berupah kategori atau tetap stabil dalam kategori ketahanan pangan.”61 Hasil dari wawancara tersebut mengungkapkan bahwa setiap 3 tahun sekali dalam menentukan kebijakan atau pembuatan program pembangunan yang dilakukan di daerah. Dalam setiap 3 tahun akan memberikan gambaran adanya pergeseran kategori dari kelurahan/ desa yang masuk kategori cukup tahan menjadi kategori tahan begitupula juga sebaliknya bisa berubah-ubah. Adanya perubahan tingkat ketahanan pangan yang kearah lebih baik ini tentunya merupakan akumulasi kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota batu atau sebagai acuan pengambilan kebijakan selanjutnya dengan berpedoman pada analisis yang terintergrasi bersama masyarakat. Dari sisi ketersediaan pangan Kota Batu meski relatif kurang dapat mememuhi kebutuhan pangan utamnya namundengan adanya bebrapa indikator diatas seperti ketersediaan toko penyedia bahan pangan yang cukup baik maka kebutuhan pangan utama tetap dapat terpenuhi dan terdestribusi dengan baik kepaada masyarakat selain itu mengingat bahwa Kota Batu pada umumnya merupakan wilayah dengan sentra pertanian holtikultura untuk itu penting memperhatikan pengelolaan lumbung-lumbung pangan daerah sehingga nantinya mampu mengatasi faktor-faktor yang menagncam ketahanan pangan denga melihat indikator-indikator diatas.
61
Hasil wawancara dengan Bapak Irwan selaku staf bidang ketahan dan kerawanan pangan dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 3 mei 2018
85
C. Aspek Keterjangkauan dan Pemanfaatan Pangan di Kota Batu
Keterjangkauan terhadap pangan merupakan kemampuan rumah tangga dalam memperoleh pangan yang cukup bergizi dengan melalui satu atau kombinasi
dari
berbagai
sumber
pangan
seperti
memperoduksi
dan
memilikipangan sendiri. Pangan mungkin bisa tersedia di suatu wilayah akan tetapi tidak dapat diakses oleh rumah tangga tertentu jika mereka tidak bisa mengelola dengan baik sumber daya yang ada baik secara fisik, ekonomi dan sosial dan tidak bisanya mengakses dalam keragaman pangan yang cukup. Tingkat
kesejahteraan
masyarakat
merupakan proksi kuat
untuk
menentukan kemampuan masyarakat dalam mengakses pangan yang cukup bagi keluarganya. Rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk menyebabkan akses terhadap pekerjaan dan pengelolaan sumber daya menjadi rendah sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan bagi masyarakat. Rasio penduduk dengan status kesejahteraan yang rendah menyebabkan daya beli dari masyarakat juga akan menurun dan menurunnya ini mengakibatkan pemenuhan kebutuhan mendasar akan pangan yang mememnuhi pola pangan harapan sebagai syarat asupan gizi yang cukup juga berpeluang besar tidak akan terpenuhi dengan baik sehingga hal ini saling keterkaitannya dengan asumsi kebutuhan pangan.
86
Bagan 4.1 Aspek ketrsedian pangan dan aspek ketersediaan pangan di Kota Batu Food Security
Aspek Ketersediaan Pangan
Akses pangan
pendistrib usian
Aspek Pemanfaatan Pangan
1. Terpenuhinya pangan secara cukup dengan jumlah mutu, ragam, keamanan, serta keterjangkauan harga 2. Daya beli masyarakat yang tinggi dengan di imbangi produksi pangan yang cukup
Sumber: Diolah,2018
Ketersediaan pangan dapat berupa sebagai alat untuk mengukur kinerja akses pangan yang dimana untuk kebutuhan akses pangan dapat terpenuhi dari produksi sendiri maupun hasil dari impor. Akses pangan juga merupakan jembatan penghubung antara aspek ketersediaan pangan dan konsumsi pangan. Dalam kerangka mewujudkan ketahanan pangan yang dimulai dari adanya lingkungan strategis berupa lingkungan alam, sosial, politik yang bersama-sama akan menentukan tingkat produksi pangan dan pendapatan rumah tangga. Dimana nantinya dari produksi tersebut akan mendistribusian bahan-bahan pangan sesuia dengan kebutuhan pangan keluarga atau individu dengan jumlah kualitas dan waktu yang efisien.
87
Tabel 4.5 Luas Penggunaan Lahan Sebagai Pemanfaatan Pangan Kota Batu (Ha),2017 Kecamatan
Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Non Pertanian sawah Batu 716,23 1.320.33 2.509.26 Junrejo 1.042.00 116.97 1.406.05 Bumiaji 683.46 2.749.58 9.364.86 2.441.69 4.186.87 13.280.17 Sumber: Batu Dalam Angka 2018 (Diolah)
Jumlah
Sawah
4.545.81 2.565.02 12.797.90 12.797.90
Dalam aspek pemanfaatan pangan mempengaruhi daya beli masyarakat yang tinggi sesuai dengan hasil pendapatan meraka, akan tetapi hal tersebut harus diimbangi dengan hasil produksi pangan yang cukup. Dalam analisa komposit secara menyeluruh terhadap seluruh indikator ketahanan pangan yang di dapatkan desa/ kelurahan dengan rasio jumlah penduduk dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan sangat berpengaruh pada tingkat kerentanan pangan di desa atau kelutahan yang ada di Kota Batu menyebabkan desa tersebut masuk dalam kategori desa yang sangat rentan pada kerawanan pangan. Desa/ kelurahan tersebut dapat dijadikan sasran utama dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kondisi ketahanan pangan mengingat bahwa pergeseran kategori pangan bisa saja terjadi setiap saat. Melalui aspek keterjangkauan pangan ini khususnya melalui program-program pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarat di harapkan bisa membatu mengurangi kerawanan pangan di daerah tersebut. Melalui program yang tepat diharapkan tahun-tahun berikutnya dapat mengeluarkan desa tersebut dalam kategori desa yang sangat rentan terhadap kerawanan pangan atau disebut dalam periotas yang pertama secara komposit.
88
D. Pengembangan Pangan Lokal Berbasis Pertanian di Kota Batu
Tujuan dari kegiatan pengembangan kegiatan MP3PL ini untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secar khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan progrm pangan bersubsidi bagi keluarga yang berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk mengembangkan beras / nasi yang berasal dari pangan lokal sumber karbohidrat selain beras yang dapat disandingkan dengan nasi yang berasl dari beras. Mengembalikan budaya masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan lokal selain padi. Perbaikan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayuran dan buah. Ketahanan panan sangat erat kaitannya dengan persediaan pangan. Data pokok tanaman pangan yang dikumpulkan merupakan luas panen dan produktivitas (hasil per hektare) dalam produksi tanaman pangan merupakan hasil perkalian antara luas panen dengan produktivitas. Yang dilakukan melalui pengukuran langsung pada plot ubinan atau petakan sawah seluas 2,5 meter x 2,5 meter. Pengukuran ini dilakukan setiap empat bulan sekali pada waktu panen telah tiba. Berdasarkan data dari Dinas pertanian dan kehutanan Kota Batu, terdapat 22 macam sayuran yang dihasilkan atau ditanaman di wilayah Kota Batu pada tahun 2017 yaitu ( bawang daun, bawang merah, bawang putih, bayam, buncis, cabai besar, cabai rawit, jamur, kacang merah, kacang panjang, kangkung, kembang kol,
89
kentang, mentimun, kubis, labu siam, lobak, paprika, sawi, terung, tomat dan wortel) jenis sayuran ini merupakan pendukung selain bahan pokok beras. E. Persoalan yang dihadapi dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kota Batu
1. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup Persoalan dalam meningkatkan ketahanan pangan di Kota Batu yaitu tidak terpenuhinya pangan secara cuku baik dari segi jumlah, mutu, ragam, keamanan serta keterjangkauan harga yang kurang memadai. Dalam hal ini dikarenakan pemerintah Kota Batu tidak bisa memproduksi hasil pangan sendiri yang dimana kota Batu masih bergantung pada daerah lain untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian dibutuhkan peran dari pemerintah untuk memotivasi dari kelompok tani untuk terus berproduksi demi kebutuhan pokok daerah supaya tidak lagi bergantung pada daerah lain. “Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII Tahun 2017, rekomendasi angka kecukupan gizi (AKG) pada tingkat konsumsi adalah 2.000 kal/hr untuk energi dan 52 gram/hr untuk protein. Rekomendasi pada tingkat ketersediaan adalah 2.200 kal/kap/hr untuk energi dan 57 g/kap/hr untuk protein. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, untuk mengukur keberhasilan upaya pemenuhan kecukupan gizi dengan mempertimbangkan keberagaman pangan dalam produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk diperlukan suatu parameter, salah satunya adalah Pola Pangan Harapan (PPH) Dalam proses ketersediaan pangan dalam mengurangi kerawanan pangan pemerintah Kota Batu terutama dinas ketahanan pangan memiliki bebrapa program dalam mengurangi kerawanan pangan. Pemerintah juga tidak henti-hentinya memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang permasaslahan ketahanan pangan. Pemerintah tetap akan mengajak kerjasam atau mengikut sertakan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan di kota batu sehingga pemerintahmengahrapkan kerja sama yang baik antara pemerintah dan juga masyarakat.”62
62
Hasil wawancara dengan Bapak Irwan selaku staf bidang Ketahanan dan Kerawanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 3 mei 2018.
90
Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulakan bahwa pemerintah kota batu teruta Dinas ketahanan pangan tetap akan mensosialisasikan permasalahan kerawanan pangan di masyarakat dan mengajak masyarakat untuk bekerjasama dalam menangani permaslahan tersebut. Tidak hanya itu saja dipastikan pemerintah memberikan program unggulan yang diaman sudah melihat data atau informasi dari kebijakan sebleumnya dan diperbaiki lagi demi terwujudnya ketahanan pangan yang baik. Salah satu program dari pemerintah dalam mengatasi ketahanan pangan yaitu Program Kawasan rumah pangan lestari (KRPL), pemberian bansos dan juga program desa tahan pangan. Programprogram tersebut akan di terapkan di 24 kelurahan/desa di Kota Batu. Sehingga dalam penentuan kebijkan ini dapat dilihat dari data sebelumnya apakah desa/kelurahan tersebut mengalami pergeseran kategori atau tetap stabil selama 3 tahun terakhir. 2. Pemantauan terhadap kelompok masyarakat rawan pangan Dibutuhkan juga peran dari pemerintah dalam pemantauan daerah mana saja yang tidak tercukupinya pangan baik individu maupun rumah tangga yang tidak produktif untuk nantinya bisa di identifikasi lebih lanjut apa penyebab dari daerah tersebut masuk dalam kategori rawan pangan. Dimana pemerintah harus mencari penyebab dari kerawanan tersebut dan juga memberikan progam supaya tidak terjadi kerawanan pangan atau mencegah terjadinya kerawanan pangan. “ analisis kerawanan pangan bukanlah menyangkut dengan warna yang ada di peta saja, akan tetapi juga harus ada struktur data yang sangat baik untuk di perbaharui minimal setiap 3 tahun sekali untuk mengetahui perkembangan pembangunan ketahanan pangan menurut indikator yang sudah dijelaskan pada buku panduan kerentangan pangan. Dengan
91
demikian data yang diperoleh didaerah sebaiknya dapat dikelola dengan baik untuk mensuplai atau menjadi rujukan setiap program pembangunan yang dilakukan di daerah. Sehingga nantinya dapat diketahui daerah mana saja kah yang akan berupah kategori atau tetap stabil dalam kategori ketahanan pangan.”63 Hasil dari wawancara tersebut mengungkapkan bahwa setiap 3 tahun sekali dalam menentukan kebijakan atau pembuatan program pembangunan yang dilakukan di daerah. Dalam setiap 3 tahun akan memberikan gambaran adanya pergeseran kategori dari kelurahan/ desa yang masuk kategori cukup tahan menjadi kategori tahan begitupula juga sebaliknya bisa berubah-ubah. Adanya perubahan tingkat ketahanan pangan yang kearah lebih baik ini tentunya merupakan akumulasi kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota batu atau sebagai acuan pengambilan kebijakan selanjutnya dengan berpedoman pada analisis yang terintergrasi bersama masyarakat. 3. Penguatan kelembagaan untuk penanganan rawan pangan Dalam penguatan kelembagaan untuk penanganan kerawanan pangan sendiri dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat dari setiap stakeholder. Komitmen yang kuat dari pemerintah sendiri nantinya juga akan mempengaruhi penguatan kelembagaan supaya tidak terjadi rawan pangan yang lebih parah. Sehingga komitmen dari pemerintah sendiri dalam sosialisasi tentang penetapan ketahanan pangan harus lebih diperkuat kembali. Dari sisi ketersediaan pangan Kota Batu meski relatif kurang dapat mememuhi kebutuhan pangan utamnya namundengan adanya bebrapa indikator diatas seperti ketersediaan toko penyedia bahan pangan yang cukup baik maka 63
Hasil wawancara dengan Bapak Irwan selaku staf bidang ketahan dan kerawanan pangan dinas Ketahanan Pangan Kota Batu pada 3 mei 2018
92
kebutuhan pangan utama tetap dapat terpenuhi dan terdestribusi dengan baik kepaada masyarakat selain itu mengingat bahwa Kota Batu pada umumnya merupakan wilayah dengan sentra pertanian holtikultura untuk itu penting memperhatikan pengelolaan lumbung-lumbung pangan daerah sehingga nantinya mampu mengatasi faktor-faktor yang menagncam ketahanan pangan denga melihat indikator-indikator diatas. Persoalan-persoalan diatas nantinya akan menjadikan sebuah kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah demi menuntaskan permasalahanpermaslahan ketahanan pangan yang sedang terjadi hingga nantinya muncul sebuah kebijakan atau solusi yang dapat membatu mengurangi permaslahan ketahanan pangan di Kota Batu sendiri.
93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam mengatasi ketahanan pangan di Kota Batu mengalami kemajuan, akan tetapi kemajuan tersebut merupakan suatu proses yang dinamis dan memerlukan pembakuan dengan upaya terus menerus dan pengelolaan perbaikan yang terus menerus harus diperbaiki lebih baik lagi. Dimana yang sudah tertuang pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pangan, yang dimana sebagai landasan bagi pemerintah untuk melihat kondisi terpenuhinya pangan bagi masyarakat. Hal ini berarti mencerminkan bahwa ketahanan pangan (food security) sangat memerlukan perhatian lebih dari pemerintah Kota Batu dan masyarakat melalui program pembangunan ketahanan pangan seperti Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang sudah dilaksanakan di Kota Batu dalam mengurangi Kerawanan Pangan. Strategi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Kota Batu dalam kebijakan ketahanan pangan merupakan kebijakan integrasi makro-mikro yang dimana kebijakan tersebut merupakan bagian dari integral-sinergis dari kebijakan makro yang dimana kebijakan ini untuk mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat yang tinggi sebagai upaya mengurangi kemiskinan dan stabilisasi pasar pangan dengan mengutamakan pertumbuhan pertanian dan pedesaan sebagaia upaya pengikat dan penggerak kebijakan ketahanan pangan. Dalam perkembanganya pelu diperhatikan juga aspek yang berkaitan dengan bagaimana ketersedian pangan, akses pangandan pemanfaatan pangan. 94
Aspek lingkungan sebagai pondasi dari setiap aktifitas ekonomi dan produksi juga merupakan faktor krusial dari pengujian ketahanan pangan berkelanjutan. Sehingga dalam beberapa aspek tersebut pemerintah Kota Batu harus bisa mengelola aspek tersebut dengan baik agar tidak memperah terjadinya kerawanan pangan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, hasil menunjukan bahwa dari 24 kelurahan atau desa di Kota Batu hanya ada 1 kelurahan atau desa yang termasuk dalam kategori cukup tahan pangan, 19 kelurahan atau desa termasuk dalam kategori tahan pangan, selanjutnya ada 4 kelurahan atau desa yang termasuk sangat tahan pangan. Hal tersebut menunjukan bahwa secara umum pembangunan ketahanan pangan di Kota Batu belum bisa dikatakan merata di seluruh wilayahnya. Sehingga proses mempertahankan ketahanan pangan perlu dilakukan secara merata dengan memperhatikan secara spesifik permasalahan ketahananpangan yang dihadapi. Hal yang masih perlu diperhatikan dengan baik dalam mengatasi kerawanan pangan sebagaimana telah diuraikan diatas yaitu aspek ketersediaan baik dalam kaitannya dengan produksi domestik aupun perdagangan. Fungsi stok pangan daerah menjadi sangat penting dan perlu di kelola dengan baik untuk mengatasi jikalau ada pengaruh eksternal seperti bencana alam atau gagal panen. Dalam aspek pangan, kemiskinan adalah musuh utama ketahanan pangan dan juga musuh utama pembangunan. Perhatian pada pengetasan kemiskinan melalui program pemberdayaan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat. Hal tersebutlah yang sedang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ketahanan pangan di Kota Batu bisa dengan melihat aspek-aspek tersebut. 95
Hal ini sangat penting dalam pengambilan kebijakan untuk mengamati wilayah kelurahan atau desa yang berpotensi sebagi penyebab kerawanan pangan. Hal yang sangat mendasar dari pemetaan kerawanan pangan di Kota Batu adalah hasil informasi dapat dijadikan sebagai acuan bagi pengambil kebijakan atauputusan untuk dijalankannya program-program pembangunan yang terarah dan memiliki dasar yang jelas untuk menunjukan tingkat kerawanan pangan di wilayah kelurahan/ desa tersebut baik dalam komposit maupun indikatornya. Indikator ini mempertimbangkan temuan yang diungkapakan oleh International Food Policy Research Institute bahwa ciri-ciri keluarga yang terdapat ancaman kerawanan pangan di negara-negara ataupun daerah berkembang adalah keluarga besar yang dimana banyak anak dan banyak anak usia muda yang dimana hal ini menunjukan ketidak mampuan dalam mengakses pangan nantinya yang dimana hal tersebut merupakan sebagai kebutuhan mendasar bagi manusia karena rendahnya daya beli masyarakat tersebut. Kemiskinan secara teoritis merupakan indikator kunci yang berperan besar dalam menentukan tingkat ketahanan pangan suatu wilayah. Dengan tingginya kemiskinan maka akses pangan terhadap pekerjaan dan pengelolaan sumberdaya menjadi rendah dan itu akan menyebabkan rendahnya income masyarakat. Rendahnya income menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah dan rendahnya daya beli masyarakat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat tidak dapat terpenuhi nantinya.
96
B. Saran Berdasarkan beberapa faktor yang menjadi kendala dari strategi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal di Kota Batu, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut: 1. Perlunya peran lebih pemerintah Kota Batu dalam aspek askses pangan khususnya dari indikator kemiskinan, perhatian pemerintah daerah Kota Batu perlu dicurahkan lebih baik lagi dan serius dalam menyelenggarakan program-program pemberdayaaan dan peningkatan income masyarakat melalui program-program yang komprehemsif yang melibatkan seluruh UPTD yang terkait. 2. Dalam rangka menjaga ketersediaan pangan domestik pemerintah Kota Batu harus berusaha mengurangi bahkan mencegah terjadinya konversi lahan-lahan pertanian yang produktif. Selain itu juga pemerintah harus tetap memotivasi para petani untuk terus berproduksi. 3. Dalam penyususnan program pembangunan berkelanjutan pemerintah juga harus melihat pada program sebelumnya untuk dijadikan refrensi dalam menguatkan daerah yang masih tergolong kategori cukup tahan ke kategori tahan atau sangat tahan supaya lebih baik lagi. 4. Dibutuhkan juga komunikasi dan koordinasi lintas sektor perlu dilakukan untuk penyususnan program yang komprehensih demi mengurangi angka kemiskinan dan untuk mencegah kerawanan pangan di Kota Batu dengan meningkatkan atau perbaikan pendidikan masyarakat dalam waktu jangka panjang.
97
5. Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran dan kondisi masyarakat harus terus dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pada kelembagaan lokal yang telah ada di masyarakat seperti PKK, Posyandu dan lembaga-lembaga lain yang terkait.
98
DAFTAR PUSTAKA Buku Badan Ketahanan Pangan. 2013. Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari Plus Plus Jawa Timur. Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif &Desain Riset. Yogyakarta. PUSTAKA PELAJAR. Gasser, Martin. 2005. Pembangunan Ekonomi Lokal dalam Situasi Pasca Krisis.Jakarta. Handoko, Widhi. 2017. Negara Makar Terhadap Pangan. Bogor, PT RODA PUBLIKA KREASI. Ksantor Ketahanan Pangan. 2013. Peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan Kota Batu. Kementerian Pertanian RI, Badan Ketahanan Pangan. 2014. Panduan Teknis Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Masyhuri & M. Zainudin. 2011. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dan Aplikatif. Malang. Refika Aditama. Riyadi. 2003. Kebiasaan Makan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Jakarta. Jurnal Ariani, Mewa. 2016. Arah,Kendala Dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan Di Indonesia.Jurnal Agro Ekonomi. Vol.2 hal 103. Dewa, Ketut. 2011. Membangun Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Untuk Mengentaskan Petani dari Kemiskinan. Vol. 4 No. 2. Hal 109. Elizabeth, Roosganda.2015. Peran Ganda Wanita Tani Dalam Mencapai Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Pedesaan.Jurnal Litbang Pertanian. Vol 3. No. 25.
99
Handewi.P.S . 2002. Ketahanan Pangan : Konsep, Pengukuran dan Strategi. Jurnal FAE. Vol.20 No.1. Hal 22. Hanafi, Imam.2000. Pengembangan Ekonomi Lokal Dalam Sektor Pertanian. Jurnal istrasi Publik. Vol 1. No. 4. Hlm 33.
Hariyadi, Purwiyatno. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah berbasis Potensi Lokal Peranan Teknologi Pangan Untuk Kemandirian Pangan. Jurnal Pangan, Vol. 19 No. 4. Hal 298. Suyastiri, Ni Made. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis potensi Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan . Vol. 13 No. 1. Hal 56. Suryana. Achmad. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swasembada Bera. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 1. No 1. Hal 6.
Internet Badan Pusat Statistik, 2015, Penduduk Indonesia Hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015. Kata.cerita. kita, 2011. Analisis Teori dan Konsep Ketahanan Pangan dan Keterkaitannya terhadap Krisis Pangan Global dalam Ilmu Hubungan Internasional. Paparan Bidang Pembangunan Regional Bappeda Provinsi Jawa Timur, Urgensi Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. 31 Mei 2016.
100