“PADEWASAN”
OLEH: Ni Luh Komang Ayu Widya Pratiwi
(20)
Ni Putu Candra Dewi Windari
(26)
Ni Wayan Wulan Eka Kuta Arini
(31)
T.A 2018/2019
SMA NEGERI 1 KUTA
i
KATA PENGANTAR Om Swastiastu, Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pedewasan”. Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari, bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian pengantar dari penulis, apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan baik sengaja maupun tidak disengaja, penulis mohon maaf. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR HALAMAN JUDUL... ..........................................................................i KATA PENGANTAR .............................................................................................ii DAFTAR ISI ............................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2 1.3 Tujuan Penelitiaan .........................................................................................2 1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................................2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Padewasan ....................................................................................3 2.2 Menentukan Padewasan .................................................................................5 2.3 Jenis – Jenis Wuku .........................................................................................9 2.4 Contoh Upacara dengan Menentukan Padewasan .........................................13 2.5 Contoh Kegiatan dengan Menentukan Padewasan ........................................16 2.6 Cara Menghitung Dewasa Ayu ......................................................................18 2.7 Cara Mencari Hari Baik .................................................................................23 2.8 Manfaat Padewasan .......................................................................................26 2.9 Akibat Buruk Padewasan ...............................................................................27 2.10 Dampak Positif & Negatif Padewasan .........................................................27 BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan ........................................................................................................29 3.2 Saran – Saran .................................................................................................33 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................34
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkadang kita sering tidak menghiraukan hari baik sembelum melakukan sesuatu, namun tanpa kita sadari hari baik sangat berpengaruh bagi kehidupan kita. Dalam umat hindu kita mempercayai adanya hari- hari baik dalam kehidupan kita. Bilamana kita melakukan suatu kegiatan dengan memperhitungkan hari baik itu dipercaya akan memperoleh keberuntungan dalam bidang tersebut. Sebagai contoh jika kita ingin memulai suatu usaha dengan mempertimbangkan hari baik, kita akan mendapat keberhasilan didalam bidang usaha tersebut. Hari baik atau yang sering kita sebut sebagai duwasa atau pedewasan berasal dari kata “dewasa” mendapat awalan pa- dan akhiran - an (pa-dewasa-an). Dewasa artinya hari pilihan, hari baik. Dengan demikian dapat disimpulkan pedewasan berarti ilmu tentang hari yang baik. Banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan hari tersebut dapat dikatakan sebagai hari baik, salah satunya adalah dengan mempertimbangkan wariga. Wariga berasal dari kata “wara” dan “ika”. Kata “wara” berarti hari dan “ika” berarti itu (ika = iga). Jadi Wariga adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-hari yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan hala hayuning dewasa. Selain wariga, hari tersebut dapat dikatakan hari baik dengan mempertimbangkan dewasa. Dewasa terdiri dari kata; “de” yang berarti dewa guru, “wa” yang berarti apadang/lapang dan “sa” yang berarti ayu/baik. Ketiga, Dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan. Bukan hanya itu saja, masih banyak lagi yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pedewasan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pedewasan?
Bagaimana cara untuk menentukan hari-hari baik?
Apa saja wuku-wuku yang mempengaruhi hari baik?
Apa saja kegiatan dan upacara yang mempertimbangkan hari baik?
Bagaimana cara menghitu dan menentukan dewasa ayu?
Apasaja akibat buruk yang ditimbulkan pedewasan?
Apasaja dampang positif dan negarif pedewasan?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai pedewasan atau hari hari baik, mengetahui betapa pentingnya hari baik dalam memulai melakukan sesuatu, dapat menghitung hari baik sendiri dan masih banyak lagi. 1.4 Manfaat Penelitian Sama halnya dengan tujuan penelitian ini, manfaat menelitian ini pun meliputi hal-hal tersebut. Dengan adanya penelitian ini diharapkan sangat bermanfaat bagi orang banyak terutama umat hindu diseluluh dunia khususnya di Bali.
2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Padewasan Hari baik atau hari buruk adalah berkaitan dengan waktu untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Bagi Umat Hindu baik di Bali maupun di luar Bali penentuan waktu untuk melakukan suatu aktivitas tertentu dikenal dengan istilah Padewasan. Berbagai etnis di Indonesia juga mengenal istilah hari baik atau hari buruk. Tetapi tidak sedikit juga tidak percaya. Mereka berasumsi semua hari sama saja. Baik atau buruk tergantung pada manusianya. Mungkin ada benarnya bahwa semua tergantung manusia (sesuai konsep hukum karma phala). Tetapi pemahaman bahwa semua hari adalah sama, sangat keliru. Bagi yang meyakini tentang baik buruknya hari mungkin apa yang dibahas di sini dapat menjadi penguat keyakinan tersebut, sedangkan bagi yang belum yakin dengan apa yang disampaikan secara logika dapat diterima bahwa memang ada pengaruh hari terhadap kehidupan manusia. Padewasan berasal dari kata “dewasa” mendapat awalan pa- dan akhiran - an (pa-dewasaan). Dewasa artinya hari pilihan, hari baik. Padewasan berati ilmu tentang hari yang baik. Selanjutnya Wariga dan dewasa adalah dua istilah yang paling umum diperhatikan oleh umat hindu khususnya di Bali bila ingin mencapai kesempurnaan dan keberhasilan. Ada beberapa pengertian menurut para tokoh maupun naskah lontar tentang wariga maupun dewasa yaitu pertama, Pengertian Wariga menurut I Ketut Bangbang Gde Rawi yaitu berasal dari kata “wara” dan “ika”. Kata “wara” berarti hari dan “ika” berarti itu (ika = iga). Jadi Wariga adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-hari yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan hala hayuning dewasa. Kedua, menurut I Ketut Guweng mendefinisikan kata Wariga berasal dari kata “wara” yang berarti Mulia/sempurna, “i” yang berarti menuju/ mengara dan “ga” yang berarti jalan / pergi. Jadi Wariga adalah Jalan untuk menuju yang sempurna. (perhitungan hari sebagai petunjuk untuk menuju arah yang lebih baik). Kemudian Kata “Dewasa” terdiri dari kata; “de” yang berarti dewa guru, “wa” yang berarti apadang/lapang dan “sa” yang berarti ayu/baik. Ketiga, Dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan. Keempat, Dalam lontar yang disebut “Keputusan Sunari” mengatakan bahwa kata wariga berasal dari dua kata, yaitu “wara” yang berarti puncak/istimewa dan “ga” yang berarti terang. Sebagai penjelasan dikemukakan “….iki uttamaning pati lawan urip, manemu marga wakasing apadadang, ike tegesing wariga”. Artinya: Keberadaan sang wiku (pendeta) yang telah mengetahui ajaran wariga Gemet. Wa artinya terang, Ri artinya puncak, Ga artinya wadag. Inilah wadag yang tak nyata, tanpa memiliki kehendak, baik dan buruk, dari sesama manusia ia telah mumpuni dalam analisis, ia telah disucikan, terbebas dari cita-cita. Penjelasan ini jelas bahwa yang dimaksud dengan wariga adalah jalan untuk mendapatkan ke’terang’an dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan hidup matinya hari.
3
Dalam hasil “Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV” diputuskan tentang jenis-jenis padewasan, sebagai berikut : 1. 2.
Padewasan yang sifatnya amat segera atau dadakan; Padewasan serahina (sehari-hari), yaitu padewasan yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wukudan tanggal; 3. Padewasan berjangka (berkala) yaitu padewasan yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih, dan dauh. Kemudian disertai dengan sasih yang baik (68:2015) Berbagai etnis di Indonesia juga mengenal istilah hari baik atau hari buruk. Tetapi tidak sedikit juga tidak percaya. Mereka berasumsi semua hari sama saja. Baik atau buruk tergantung pada manusianya. Mungkin ada benarnya bahwa semua tergantung manusia (sesuai konsep hukum karma phala). Tetapi pemahaman bahwa semua hari adalah sama, sangat keliru. Bagi yang meyakini tentang baik buruknya hari mungkin apa yang dibahas di sini dapat menjadi penguat keyakinan tersebut, sedangkan bagi yang belum yakin dengan apa yang disampaikan secara logika dapat diterima bahwa memang ada pengaruh hari terhadap kehidupan manusia. Sebelum itu mari mencoba untuk memahami pengertian hari baik dan hari buruk. Dalam hal ini hari baik atau hari buruk adalah waktu atau hari yang tepat untuk melakukan aktivitas tertentu agar aktivitas kita semaksimal mungkin dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan mencapai tujuan yang maksimal. Perkembangan padewasan tidak bisa dilepaskan dari sumbernya yakni Veda. Vedadalam pemahamannya, diantaranya : 1. Siksa : mempelajari fonetik Veda 2. V y a k a r a n a : mempelajari gramatikal atau tata bahasa Veda 3. C h a n d : mempelajari irama, lagu dan persajakan dalam sloka-sloka veda 4. N i r u k t a : merupakan mempelajari tentang asalusul dan arti kata (etymologi) dalam Veda 5. Jyotisa : adalah pengetahuan tentang Astronomi dan Astrologi; dan 6. K a l p a : adalah pengetahuan tentang tata cara melaksanakan upacara. Bhagawan Atri atau Maharsi Atri adalah salah satu dari tujuh orang Maharsi penerima wahyu Veda(Sapta Rsi) yang secara khusus menerima tentang Jyotisa (ilmu bintang), yang kemuadian diturunkan pada muridnya yang bernama Bhagawan Garga. Jyotisa ini selanjutnya menjadi salah satu ilmu bantu untuk memahami ajaran Veda yang suci sesuai keterangan tersebut. Jyotisa sebagai alat bantu Veda disistematiskan dan dijelaskan oleh Maharsi Garga. Jyotisa diperkirakan disusun kira-kira 1200 tahun SM. Pengetahuan ini sangat berguna dalam penentuan hari baik dalam melaksanakan upacara-upacara Veda. Lebih jauh pembicaraan seputar Astromoni dan Astrologi dalam khasanah kesusastraan Hindu dijelaskan pula pada kitab Purana, Dharmasastra dan Itihasa. Penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia selanjutnya membawa konsep-konseptafsir/perhitungan tahun ke Nusantara. Bukti-bukti dari adanya penyebaran Hindu terutama tarikh Çaka, Jyotisa dan sistem kalendernya dapat dilihat pada pencantuman angka tahun Çaka, istilah-istilah hari dan bulan pada sebagian besar prasasti-prasasti di Nusantara. Tradisi Astronomi Nusantara telah memiliki interprestasi khusus atas benda- benda angkasa seperti matahari, bulan bintang dan komet. Kemunculan dari benda-benda angkasa ini dipakai oleh masyarakat untuk menentukan berbagai keperluan misalnya menentukan hari baik, masa tanam, arah pelayaran dan lain-lain. Selanjutnya dari pertanda alam tersebut Astronomi berkembang menjadi Astrologi dan dipakai untuk memprediksi musim, cuaca, atau meramal berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan alam sekitarnya, sehingga pengaruh benda-benda langit menjadi penting dalam kehidupan masyarakat Hindu. Dalam kehidupan masyarakat 4
Hindu terdapat suatu pandangan kosmis, dimana manusia merasakan dirinya hanya sebagai suatu unsur kecil saja yang ikut terbang oleh proses peredaran alam semesta yang Maha Besar. Pandangan Kosmos mendasari manusia untuk selalu membangun hubungan yang harmonis antara makrokosmos dengan mikrokosmos guna mewujudkan ketentraman batin dalam kehidupan. Planet-planet di alam ini saling mempengaruhi. Matahari, bulan, dengan berbagai planet yang mengelilingi bumi berpengaruh terhadap semua makhluk hidup dan benda tak hidup yang ada di bumi. Memang yang paling dominan terasa di bumi adalah pengaruh matahari dan bulan yang secara langsung bisa kita rasakan dengan adanya siang dan malam serta adanya musim-musim tertentu yang berbeda di berbagai belahan bumi. Para astrologi tahu benar tentang pengaruh berbagai planet yang ada di alam terhadap di bumi. Jika kita pahami bagaimana proses penciptaan bhuwana agung dan hubungannya dengan proses penciptaan bhuwana alit maka kita tidak dapat menolak betapa kita sebagai manusia sangat dipengaruhi oleh guna (sifat dasar) dari alam. Nama-nama hari disesuaikan dengan pengaruh dominan planet tertentu. Planet-planet tersebut memiliki komposisi guna (sifat dasar) yang berbeda. Secara sederhana, siang hari dominan pengaruh matahari, sifat matahari panas. Malam hari dominan pengaruh bulan (sifat bulan lembut). Disamping pengaruh kedua planet tersebut yang dapat kita rasakan secara langsung, planet-planet yang lain juga memiliki pengaruh atas kehidupan di bumi ini. segi waktu juga pagi hari berbeda pengaruh planet matahari dengan siang hari atau sore hari. Jadi setiap waktu berbeda dan hari yang berbeda akan memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kehidupan di bumi. Para ahli astrologi, ( yang ilmunya diwarisi dari para Rsi waskita secara turun temurun ribuan tahun) membuat pemetaan pengaruh planet-planet tersebut, sehingga mengambil kesimpulan bahwa untuk waktu/hari tertentu adalah baik untuk aktivitas tertentu atau sebaliknya buruk untuk aktivitas lainnya. 2.2 Menentukan Padewasan Ada lima pokok yang harus dipahami dalam menentukan padewasan yaituwewaran, wuku, penanggal panglong, sasih dan dauh. Berikut ini akan diuraikan mengenai penjelasan dari masing-masing pedoman pekok dalam menentukan padewasan (wariga) sebagai berikut 1. Wewaran Wewaran adalah bentuk jamak dari kata wara yang berarti hari. Secara arti kata Wewaran berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata wara (diduplikasikan/dwipura) dan mendapat akhiran – an (we + wara + an) sehingga menjadi wewaran, yang berarti istimewa, terpilih, terbaik, tercantik, mashur, utama, hari. Jadi wewaran adalah hari yang baik atau hari yang utama untuk melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan. Dalam menentukan padewasan, pengetahuan tentang wewaran menjadi dasar yang sangat penting. Dalam hubungannya dengan baik-buruknya hari dalam menentukan padewasan, wewaran mempunyai urip, nomor atau bilangan, yang disesuaikan dengan letak kedudukan arah mata angin, serta dewatanya. 2. Wuku Wuku dalam penentuan padewasan menduduki peranan yang penting, sebab wewarannya baik, apabila wukunya tidak baik, dianggap dewasa tersebut kurang baik. Sistem tahun wuku, menggunakan sistem sendiri, tidak tergantung pada tahun surya atau tahun candra. Satu tahun wuku panjangnya 420 hari, yang terdiri atas 30 5
wuku. Setiap wuku (1 wuku) lamanya 7 hari, terhitung dari Redite, Soma, Anggara, Budha, Wraspati, Sukra, dan Saniscara. Sebulan dalam tahun wuku lamanya 35 hari, didapat dari mengalikan 7 hari dengan 5 wuku. Satu peredaran wuku (30 wuku) lamanya 6 bulan dalam tahun wuku. 1 Tahun wuku terdiri atas 2 kali peredaran wuku, yakni 7 hari x 30 wuku x 2 = 420 hari.
3. Penanggal dan Panglong Penanggal dan Panglong perhitungannya berdasarkan peredaran bulan satelit dari bumi. Penanggal (tanggal) disebut pula Suklapaksa yaitu perhitungan hari-harinya dimulai sesudah bulan mati (tilem) sampai dengan purnama (bulan sempurna). Lama penanggal 1 sampai dengan 15 lamanya 15 hari. Penanggal ke 14 atau sehari sebelum purnama disebut Purwani artinya bulan mulai akan sempurna nampak dari bumi. Sedangkan Penanggal ke 15 disebut purnama artinya bulan sempurna nampak dari bumi. Pada hari Purnama merupakan hari beryoganya Sang Hyang Candra (Wulan). Panglong disebut pula Krsnapaksa yaitu perhitungan hari dimulai sesudah purnama yang lamanya juga 15 hari dari panglong 1 sampai dengan pangglong 15. Panglong ke 14 sehari sebelum tilem disebut Purwaning Tilem artinya bulan mulai tidak akan Nampak dari bumi. Sedangkan pangglong 15 disebut tilem artinya bulan sama sekali tidak Nampak dari bumi. Pada hari tilem beryoganya Sang Hyang Surya. 4. Berdasarkan Sasih Sasih disebut masa artinya bulan. Masa/bulan dapat diartikan waktu sehubungan umurnya tahun. Dalam satu tahun terdiri atas 12 masa atau 12 bulan. Jenis sasih antara lain : Sasih Wuku adalah sasih yang mengikuti jalannya wuku yaitu 2 x 210 hari lamanya 420 hari. tiap bulan umurnya 35 hari. Sasih Candra adalah sasih yang mengikuti peredaran bulan mengelilingi bumi yang lamanya 354/355 hari. Setiap bulan umurnya 29/30 hari tepatnya 29 hari 24 jam 44 menit 9 detik Sasih Surya adalah sasih yang mengikuti peredaran bumi mengelilingi matahari lamanya 355/366 hari. Tepatnya dalam setahun 365 hari 5 jam 43 menit 46 detik. Tiap bulan umurnya berkisar 30/31 hari dan sasih Kawolu berumur 28/29 hari Sasih Pranatamasa adalah sasih yang mengikuti peredaran bumi mengelilingi matahari lamanya 365/366 hari. Tepatnya 365 hari 5 jam 48 menit 45 detik. Tiap bulan mempunyai umur tersendiri, sedangkan sasih kawolu umurnya 26/27 hari. hitungan baik buruknya bulan bulan tertentu yang berpedoman pada letak matahari, apakah berada di Uttarayana (utara), Wiswayana (tengah) atau Daksinayana (selatan)
5. Dauh Padewasan menurut dauh merupakan ketetapan dalam menentukan waktu yang baik dalam sehari guna penyelenggaraan suatu upacara-upacara tertentu. Pentingnya dari dewasa dauh akan sangat diperlukan apabila upacara-upacara yang
6
akan dilakukan sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu). Dalam perhitungan dewasa dauh mengandung makna dalam waktu satu hari terdapat dauh (waktu-waktu tertentu) yang cocok untuk melakukan suatu kegiatan. Signifikasi dari dewasa dauh diperlukan apabila upacara upacara yang dilakukan sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu). Dalam perhitungan dewasa berdasarkan dauh mempunyai beberapa hitungan, yakni berdasarkan Panca dauh dan Asta dauh A. Sistem Panca dauh (Sukaranti) adalah pembagian waktu (hari) dalam sehari menjadi 10 bagian, dengan hitungan 5 dauh untuk menghitung panjangnya siang (setelah matahari terbit hingga menjelang terbenam) dan 5 dauh lagi untuk menghitung panjangnya malam/wengi (dari matahari tenggelam hingga terbit) B. Sistem Asta dauh yang memiliki konsep yang sama dengan Panca dauh, bedanya hanya pembagian waktunya menjadi 16, dengan perincian 8 dauh untuk menghitung panjang waktu mulai matahari terbit, hingga menjelang terbenam dan 8 dauh lagi untuk untuk menghitung panjangnya malam hari dari terbenamnya matahari hingga menjelang terbit. Kalender Bali atau Kalender Saka disusun berdasarkan revolusi Bumi terhadap Matahari (Solar/Surya) dan juga revolusi Bulan terhadap Bumi (Lunar/Chandra). Sistem penanggalan yang digunakan pada kalender Bali yaitu Era Saka yang berawal pada tahun 78 Masehi dan disebut juga penanggalan Saliwahana. Penyebaran agama Hindu dari India di Asia Tenggara khususnya di Bali, berdampak sangat besar dalam penyusunan kalender Saka. Berbagai modifikasi unsur lokal telah dilakukan dalam penyusunan kalender Saka agar sesuai dengan kultur budaya, adat dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat lokal di Bali. Unsur-unsur lokal yang disusun pada kalender Saka menjadi patokan ritual keagamaan, hari baik dalam melakukan pekerjaan, menanam padi (agraria), membangun rumah (arsitektur), meramal watak seseorang (psikologi), meramal finansial seseorang, hingga detail-detail segala kegiatan masyarakat penggunanya. Selanjutnya di Bali, sistem ini dituangkan dalam lontar-lontar Wariga. Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh padewasan untuk melakukan upacara agama yang termasuk kedalam upacara Panca Yajña. 1. Melakukan Upacara Dewa Yajña Selain upacara agama yang dilakukan pada hari-hari suci baik yang ditentukan berdasarkan atas wewaran, wuku, penanggal, panglong, sasih, yang dirayakan oleh umat Hindu secara berkala dan berkelanjutan, dalam kesempatan ini akan diberikan contoh-contoh padewasan untuk nangun (memulai) upacara Dewa Yajña. a. Sasih yang baik untuk melakukan Dewa Yajña: Kapat, kelima, kedasa. b. Amerta Bhuana : Dewasa Ayu untuk Dewa Yadnya, Pemujaan Tuhan Yang Maha Esa serta leluhur untuk mendapat kesejahteraan. c. Amerta Dewa : Hari baik melaksanakan dharma, Panca Yajña:, khususnya Dewa Yajña: juga hari yang baik digunakan untuk membangun khayangan/tempat-tempat suci 7
d. Amerta Masa : Hari yang baik untuk melakukan Panca Yajña dalam rangka memohon kesejahteraan
e. Ayu Nulus : Hari yang baik untuk melaksanakan Yajña, pekerjaan, usaha dan kegiatan yang berlandaskan dharma f. Dauh Ayu : hari yang baik untuk melaksanakan Panca Yajña g.Dewa ngelayang : dewasa yang baik memuja Ida Sang Hyang Widi, membangun kahyangan, pura, maupun sanggah h. Dewa Werdi : hari baik untuk melaksanakan Panca Yajña, khusunya Dewa Yajña. 2. Melakukan Upacara Bhuta Yajña Upacara Bhuta Yajña yang dilakukan oleh umat Hindu pada hari-hari suci yang telah ditentukan berdasarakan wewaran, wuku, sasih, penanggal panglong termasuk pada saat piodalan di pura-pura, mrajan atau tempat suci lainnya. Selain itu dilakukan pula nangun (membangun/memulai) Bhuta Yajña di luar ketetapan tersebut. Dewasa yang baik untuk melakukan upacara Bhuta Yajña sebagai berikut: a. Sasih baik untuk Bhuta Yadnya: keenem dan kesanga. b. Dewa Mentas: Hari yang cocok untuk melaksanakan Bhuta Yajna dan upacara penyucian diri dalam rangka pendidikan. 3. Melakukan Upacara Pitra Yajña Untuk upacara Pitra Yajña terkait dengan keputusan Kesatuan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu I s/d XV, terkait dengan Jenis-jenis Padewasan untuk upacara Pitra Yajña (atiwa-tiwa) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: a. Padewasan yang sifatnya amat segera atau dadakan, atiwa-atiwa segera bisa dilakukan dengan mengacu pada wariga, dewasa, dan kekeran (aturan) desa. Adapun larangan atiwa-tiwa adalah Pasah, Anggara Kasih, Buddha Wage, Buddha Kliwon, Tumpek, Purwani Purnama, dan Tilem. b. Pedewasan serahina (sehari-hari) adalah bila pelaksanaan atiwa-tiwa tersebut dilaksanakan lebih dari tujuh hari dan memperhatikan padewasan serahina yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, dan dauh. c. Padewasan berjangka (berkala), adalah pelaksanaan atiwa-tiwa berdasarkan jangka waktu tertentu (berkala) yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih, dan dauh, dan disertai dengan sasih yang baik yaitu Kasa, Karo, Ketiga. 4. Upacara Manusa Yajña Jenis dari pelaksanaan upacara Manusa Yajña sangat banyak, yaitu mulai dari janin berada dalam kandungan hingga meninggal. Saat bayi lahir sesungguhnya ia telah mencari hari yang baik bagi kelahirannya. Pada tahap selanjutnya dilakukan rangkaian upacara hingga meningkat dewasa melalui upacara Rajasewala atau Rajasinga. Pada tahap selanjutnya setelah masa Brahmacari dilanjutkan masa Grhastha Asrama yaitu masa berumah tangga. Memasuki masa berumah tangga didahului dengan proses upacara sarira samskara berupa upacara Pawiwahan. Penentuan hari yang baik dalam upacara wiwaha sangat diharapkan, karena hal ini akan memberikan pengaruh 8
terhadap eksistensi rumah tangga. Ada beberapa primbon perjodohan sebagai rambu-rambu dalam memilih pasangan hidup yang didasarkan dasar wewarigan.
5. Upacara Rsi Yadnya Pelaksanaan Rsi Yadnya seperti melakukan upacara mediksa, ataumedwijati menyucikan diri sebagai orang suci, seperi amerta dewa, amerta masa, ayu nulus, dewa werdhi, dan yang lainnya. Untuk memberikan punya kepada pada orang suci baik dilakukan pada saat Siwa Ratri, atau hari-hari yang lainnya yang kaitannya tugas dan fungsi orang suci saat muput upacara. 2.3 Jenis – Jenis Wuku Dari dasar pengetahuan Wariga, yaitu wuku menimbulkan padewasan, demikian pula antara pertemuan wewaran dengan wuku menimbulkan beberapa padewasan, sebagai berikut : 1. Wuku Rangdatiga Wariga, Warigadian, Pujut, Pahang, Menail, Prangbakat. Tidak baik melakukan wiwaha (pernikahan). 2. Wuku Tan Paguru Gumbereg, Kuningan, Medangkungan, Kelawu. Tidak baik untuk memulai belajar, tidak baik melakukan pekerjaan yang penting-penting atau yadnya. 3. Was panganten Jatuhnya pada hari Redite dan Saniscara, pada wuku Tolu, Dungulan, Krulut, Menail dan Dukut. Baik untuk membuat suatu yang runcing, mengadakan pertemuan, membuat tembok, dasar tembok/bangunan, membuat pagar. Tidak baik untuk wiwaha dan mengubur mayat. 4. Wuku Salahwadi Sinta, Landep, Gumbereg, Sungsang, Dungulan, Pahang, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Wayang, Watugunung. Tidak baik untuk upacara potong rambut, pernikahan dan atiwa-tiwa.
9
5. Ingkel Wong Sinta, Wariga, Langkir, Tambir, Bala. Pantang untuk melakukan pekerjaan penting-penting, Manusa Yadnya, Pernikahan dan pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan manusia. 6. Ingkel Sato Landep, Warigadian, Medangsia, Medangkungan, Ugu. Pantang untuk memulai memelihara binatang kaki 4 (sato = wewalungan) 7. Ingkel Mina Ukir, Julungwangi, Pujut, Matal, Wayang. Pantang untuk mengambil/memindahkan dan memulai memelihara ikan. 8. Ingkel Manuk Kulantir, Sungsang, Pahang, Uye, Klawu. Pantang untuk mengambil atau memulai memelihara binatang berkaki 2 9. Ingkel Taru Tolu, Dungulan, Krulut, Menail, Dukut.
Pantang untuk menanam, menebang, menempel pohon-pohonan sehubungan dengan bangunan. 10. Ingkel Buku Gumbereg, Kuningan, Merakih, Prangbakat, Watugunung. Pantang untuk menanam,menebang tanaman yang beruas, seperti tebu dan bambu. 11.Ratu Mangure Wrespati Medangkungan. Baik untuk menanam tanaman yang buahnya berbatu.
10
12. Ratu Magelung Buda Menail. Baik untuk menanam kelapa. 13. Ratu Manyingal Wrespati Matal. Baik untuk menanam papaya. 14. Sri Bagia Soma Gumbereg, Pujut, Matal. Buda Kulantir, Saniscara Sinta, Bala. Baik memulai membina persahabatan. 15. Sarik Agung Buda Kulantir, Dungulan, Merakih, Bala. Tidak baik untuk memulai pekerjaan. 16. Tutut Masih Redite Mrakih Soma Julungwangi, Kuningan, Langkir, Wayang. Anggara Krulut, Prangbakat. Wrespati Sinta. Sukra Tambir, Uye. Baik untuk melas rare (memisah anak netek), mulai mengajar/melatih ternak, membentuk perkumpulan, melubangi hidung sapi, membuka sekolah/perguruan.
11
17. Tutur mandi. Redite Ugu. Wrespati Julungwangi, Pujut, Medangkungan, Matal, Prangbakat. Sukra Landep. Saniscara Ugu. Baik melakukan yang bersifat gaib, memberikan petuah/nashat. 18. Uncal Balung. Anggara Dungulan s/d Buda Pahang. Tidak baik melakukan segala jenis pekerjaan yang dianggap penting. 19. Wuku Katadah Kalarau Redite Julungwangi, Klawu. Soma Pahang, Prangbakat. Anggara Ukir, Krulut, Bala. Buda Kulantir. Wrespati Langkir. Sukra Tolu, Gumbereg, Ugu. Saniscara Pujut, Matal, Dukut. Tidak baik melakukan yadnya atau pekerjaan yang penting. 20. Titi Buwuk. Redite Mrakih, Ugu, Wayang, Klawu, Watugunung. Soma Wrigadean, Julungwangi, Medangkungan. Anggara Sinta, Wariga, Matal. Buda Landep, Kulantir, Tolu, Sungsang, Pujut, Tambir, Bala.
12
Wrespati Gumbereg, Langkir, Krulut, Uye, Prangbakat. Sukra Ukir, Dungulan, Kuningan. Saniscara Pahang, Matal, Menail, Dukut. Baik untuk melakukan upacara menghilangkan segala penyakit, karena kena guna-guna dan sejenisnya. Tidak baik untuk membuat tangga/banggul, tidak baik untuk memulai suatu pekerjaan yang penting, hindari bepergian. 21. Taliwangke. Soma Uye. Anggara Wayang. Buda Landep, Wrespati Wariga. Sukra Kuningan, Saniscara Krulut. Baik untuk memasang tali rambat di sawah, di kebun, memperbaiki pagar, membuat tali pengikat padi. Tidak baik untuk membuat tali pengikat ternak dan benang tenun.
2.4 Contoh Upacara dengan Menentukan Padewasan Sebagaian besar kegiatan/upacara suci umat hindu di tentukan melalui padewasan. Contoh kegiatanya antara laina sebagai berikut: Pada Panca Yadnya
1.
Dewa Yadnya Dewa Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dan para Dewa
13
Contoh dalam dewa yadnya seperti melakukan piodalan/ persembahyangan dipura ditentukan sesuai padewasan, agar mendapatkan waktu yang baik dan tepat. Terlihat jelas bahwa padewasan sangat berdampak bagi kehidupan umat hindu dalam sikap keagamaan misalnya Dampak afektif, yaitu pengalaman batin seseorang yang merupakan salah satu faktor yang ada dalam pengalaman setiap orang beragama. Sebagian orang mungkinmengganggap bahwa pelaksanaan upacara-upacara sesuai dengan padewasan sekedar serimonial saja, namun sebagian yang dengan khusuk berlandaskan keyakinan mencurahkan emosinya akan merasakan ketenangan dan kedamaian.
2.
Pitra Yadnya
Pitra Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada leluhur dan bhatara-bhatar Tujuannya adalah menyucikan roh-roh leluhur agar mendapat tempat yang lebih baik. Seperti pengabenan. Bagi umat hindu, waktu pengabenan di lihat sesuai padewasan agar mendapat waktu yang baik dan tepat untuk melaksanakan pengabenan. Untuk itu, padewasan sangat berdampak bagi sikap manusia seperti Dampak moral Dampak kognitif Dampak afektif Dampak psikomotor Dampak sosial keagaman dalam kegiatan pitra yadnya. Pitra Yadnya (Atiwatiwa,Palebon,ngaben,ngubur ,makar ) sebaiknya pada padewasa Swarga menga,Amerta akasa,Amerta Bhuana,Dewa Nglayang, Sedana Tiba,Tulus & dadi Dampak moral Dampak kognitif Dampak afektif Dampak psikomotor Dampak sosial
3.
Rsi Yadnya Rsi Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada para Rsi dan guru untuk menjaga kesejahteraannya
14
kegiatan rsi yadnya seperti pediksan, hormat pada guru, dan lain lain. Pediksan merupakan upacara suci yang dilaksanakan dengan waktu yang baik sesuai padewasan.Padewasan juga besar pengaruhnya dalam rsi yadnya dan berdampak pada sikap keagamaan seperti Dampak moral Dampak kognitif Dampak afektif Dampak psikomotor Dampak sosial
4.
Bhuta yadnya Bhuta Yadnya adalah pemujaan serta persembahan suci yang tulus ikhlas ditujukan kehadapan Bhuta Kala. Seperti upacara sehari sebelum nyepi/ di sebut pengerupukan, merupakan contoh kegiatan bhuta yadnya. Selain itu, mecaru juga merupakan contoh kegiata bhuta yadnya, pelaksanaan pencaruan di lihat sesuai padewasan. Ini merupakan salah satu contoh pengaruh padewasan dalam bidang bhuta yadnya
5.
Manusia Yadnya Upacara Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dalam rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir kehidupan. contoh upacara manusia yadnya antara lain, perkawinan, potong gigi, tiga bulanan, dan lain lain. Contoh tersebut sanagat berpedoman pada padewasan. Contoh padewasaan manusia yadnya: Pawiwahan/Perkawinan : Hari senin,rabu,kamis ,jumat. Sasih: Kapat,kalima,kanem,Kapitu,kadasa. AmertaYoga,Dirga yusa.
15
Selain padewasan berpengaruh pada panca yadnya, padewasan juga bedampak besar terhadap kehidupan masyarakat hindu dalam bidang
2.5 Contoh Kegiatan dengan Menentukan Padewasan Contoh kegiatan yang berhubungan dengan padewasan beserta dewasa ayu –nya.
DEWASA AYU UNTUK MULAI PEMBANGUNAN 1. Membuat Pondasi Bangunan,Ngeruwak Buda Kliwon,Kl.Empas,Kl.Gumarang,Guntur graha,Watek watu Hindari: Sasih Katiga,sasih Kapitu,sasih Kaulu,sasih Kasanga, sasih Desta/Jesta,sasih Sadha, Karna sula,Kl.Bergala,Kl. Buingrau,KL.Sapuhau, sasih Anglawean/materas bhuta.(pergantian tilem ke penanggal). 2.Membuat Pintu Gerbang,Tembok Kl.Cepikan,Kl.Ngadeg,Kl.Demit,Kl.Pager,Kl.Sor,
16
Kl.Panyeneng, KL.Kutila, turun,KL.tumpang,Watek wong. 3.Membangun Tempat Suci,Dapur: Dewa ngelayang,AmertaDewa,Tulus,Dadi,Semua dewasa Dewa Yadnya. 4.Menggali Sumur/Trowongan: Kl.Keciran,Banyu Milir.Hindari: Kl. Olih 5. Membuat Bendungan,Dam,Tambak,Kolam: Kl.Ngadeg,Kl.Pager,Kl.Panyeneng,Banyu Urung. Hindari: Kl.Luang,Kl.Mina,Kl.Beser,KL.Sor.
Padewasan sangangat berpengaruh besar dalam kegiatan kegiatan ini, karena kepercayaan dan keyakinan umat hindu, sebagian besar kegiatan di pengaruhu oleh padewasan
Sedangkan kegiatan pada bidang pertanian dan perternakan antara lain DEWASA AYU UNTUK MULAI KEGIATAN PERTANIAN DAN PERTERNAKAN* 1.Mengolah Tanah/Mengerjakan Sawah,Ladang: Lanus,Basah cerik,Pemacekan,KL.Tampak. Hindari: KL.Mereng,KL.Olih,KL.Muas,KL.Sor 2. Menanam Padi,Jagung,Palawija: Hari Kamis,Basah Gede,Dewasa Amerta,Amerta Masa,Ayu nulus, Srigati munggah,Kl.Tampak.
17
Hindari: Asuajag Munggah,Kl.Muas,KL.Mereng,Kl.Sor. 3. Menanam Ubi-ubian: Hari Senin,Asuajag turun,Kl. Empas,KL.Luang,KL.Tampak,KL.Olih. 4.Tanam Tumbuh-tumbuhan Penghasil Daun: Hari Selasa,Kl. Gumarang turun,Kl.Tampak. Hindari: Kl.Gumarang
munggah,Kl.Mereng,Kl.Muas,KL.Sor. 5. Menanam tanaman Hias/Bunga: Hari Rabu,Kl.Tampak. Hindari: Kl.Mereng,Kl.Muas 6. Menanam Kelapa,Palawija: Hari jumat,Kajeng rendetan,KL.Tampak. Hindari: IngkelTaru,Panglong,KL.Olih, Kl.Mereng,Kl.Muas,Kl.Sor. 7. Menanam Tumbuhan Merambat: Hari Sabtu,Kl.Metampak. Hindari: Ingkel Wuku,Kl.Mereng. 8. Berternak Hewan Berkaki Empat: Kl.Bangkung,Watek Gajah. Hindari: Ingkel Sato,Kl.Upa,Kl.Rumpuh. 9. Nelusuk Hidung Ternak,Melatih Hewan: Ingkel Sato, Tutut Masih,Kl.Angin,Kl.Was,Watek Suku. 10. Memelihara Ungas. Hindari: Kl.Rumpuh,Ingkel Manuk,Panglong
2.6 Cara Menghitung Dewasa Ayu Cara memilih hari baik menurut tradisi di bali didasarkan pada perhitungan wariga dan dewasa. adapun perhitungannya lumayan rumit, sehingga jarang masyarakat bali yang hafal cara menggunakan wariga dan dewasa tersebut. tapi untunglah, dengan kelihaian seseorang dalam perhitungan wariga dan dewasa beliau menyusun wariga yang dimodifikasi kalender internasional yang kemudian dikenal dengan kalender bali yang sering dipakai masyarakat bali saat ini. orang
18
tersebut adalah (alm.) Bambang Gde Rawi, kelahiran desa cemengon, yang penyusunan kalender tersebut diwariskan kepada keluarga beliau. dalam setiap bulannya, kalender bali umumnya terdiriatas beberapa bagian penting, diantaranya; bagian kepala; yang berisi Nama Bulan dan Tahun (seperti normalnya kalender internasional) badannya; berisikan tanggalan (seperti kalender internasional) dan beberapa tanda, diantaranya; Titik merah artinya Bulan Purnama, Titik Hitam artinya Bulan Tilem/Mati; lingkaran merah artinya hari raya besar agama hindu dan tanggal merah untuk hari libur nasional. bagian lengan kanan; berisikan daftar istilah wariga berdasarkan tanggal, yang berisikan juga keterangan hari-hari baik melakukan kegiatan/usaha/yadnya. bagian lengan kiri; berisikan nama-nama hari bagian kaki; berisikan daftar hari raya agama, daftar Odalan/upacara pura-pura besar di bali serta beberapa hari baik lainya. Dengan adanya kalender bali tersebut, orang bali tidak akan susah untuk menentukan hari baik berdasarkan wariga dan dewasa ayu. tetapi apabila ingin mempelajari secara manual, tentu ada rumus baku untuk wariga tersebut. dibawah ini akan diberikan sekilas perhitungannya, dan bila ingin mendalaminya tentu memerlukan materi yang lebih mendalam. dibawah ini hanya kulit luarnya saja, tapi sudah bisa digunakan untuk kegiatan sehari – hari. adapun cara mempelajarinya adalah sebagai berikut; PADEWASAN, mula – mulanya dapat dibagi dua bagian antara lain; Pedewasan Sehari – hari yang hanya berdasarkan perhitungan; 1. Pawukon (Ingkel, Rangda Tiga, Tanpa Guru, Was Penganten dll) 2. Tri wara (Pasah untuk memisahkan, Beteng untuk mempertemukan, Kajeng untuk wasiat) 3. Sapta wara (Soma/senin, Budha/rabu dan Sukra/jumat, yang lainya termasuk kurang baik) 4. Sanga wara ( yang terbaik adalah Tulus dan Dadi) 5. Dauh Inti, berlaku pada waktu/jam tertentu saja, dari jam sekian sampai dengan sekian saja. Pedewasan Inti berdasarkan Perhitungan yang terperinci, antara lain; Ayu nulus, Dauh ayu, Ayu badra, Mertha yoga, Mertha masa, Mertha dewa, Mertha danta, Sedana yoga, Subacara, Dewa ngelayang, dengan tidak melupakan hal – hal yang tersebut diatas serta dihubungkan dengan baiknya SASIH dan Penanggal. Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusan berikutnya; 1. Urip Panca wara; Umanis (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), Kliwon (8). 2. Urip Sapta wara; Redite/Minggu (5), Soma/Senin (4), Anggara/Selasa (3), Budha/Rabu (7), Wraspati/Kamis (8), Sukra/Jumat (6), Saniscara/Sabtu (9). 3. Bilangan Sapta wara; Redite (0), Soma (1), Anggara (2), Budha (3), Wraspati (4), Sukra (5), Saniscara (6). 19
4. Bilangan Wuku; Sita (1), landep (2), ukir (3), kilantir (4), taulu (5), gumbreg (6), wariga (7), warigadean (8), julungwangi (9), sungsang (10), dunggulan (11), kuningan (12), langkir (13), medangsia (14), pujut (15), Pahang (16), krulut (17), merakih (18), tambir (19), medangkungan (20), matal (21), uye (22), menial (23), prangbakat (24), bala (25), ugu (26), wayang (27), klawu (28), dukut (29) dan watugunung (30). RUMUS PERHITUNGAN WARIGA Ingkel (pantangan) mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari). bilangan wuku dibagi 6, sisa; 1. = Wong / yang berhubungan dengan Manusia. 2. = Sato / yang berhubungan dengan Hewan. 3. = Mina / yang berhubungan dengan Ikan. 4. = Manuk / yang berhubungan dengan Burung/Unggas. 5. = Taru / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berkayu. 6. = Buku / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berbuku. Eka Wara ; Urip Pancawara + Urip Saptawara = Ganjil = Luang (tunggal/padat) Dwi Wara ; Urip Pancawara + Urip Saptawara = Genap = menga (terbuka). Ganjil = pepet (tertutup) Tri Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 3 = sisa 1. = Pasah (ditujukan kepada Dewa) 2. = Beteng (ditujukan kepada Dewa) 3. = Kajeng (ditujukan kepada Bhuta) Catur Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 4 = sisa 1. = Sri (makmur) 2. = Laba (pemberian/imbalan) 3. = Jaya (unggul) 4. = Menala (sekitar daerah) dari Redite Sinta sampai dengan Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan + 1, sebelum dibagi. ini disebabkan adanya Jaya Tiga pada Wuku Dunggulan berturut – turut dari redite, selanjutnya rumus berlaku seperti biasa. Panca Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 5 = sisa 1. = Umanis (penggerak) 2. = Paing (pencipta) 3. = Pon (penguasa) 4. = Wage (pemelihara) 5. = Kliwon (pemusnah/pelebur) 20
Sad Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 6 = sisa 1. = Tungleh (tak kekal) 2. = Ariang (kurus) 3. = Urukung (punah) 4. = Paniron (gemuk) 5. = Was (kuat) 6. = Maulu (membiak) jejepan ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 6 = sisa 1. = Mina (ikan) 2. = Taru (kayu) 3. = Sato (hewan) 4. = Patra (tumbuhan merambat/menjalar) 5. = Wong (manusia) 6. = Paksi (burung/unggas) Astha Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 8 = sisa 1. = Sri (makmur) 2. = Indra (indah) 3. = Guru (tuntunan) 4. = Yama (adil) 5. = Ludra (peleburan) 6. = Brahma (pencipta) 7. = Kala (nilai) 8. = Uma (pemelihara) dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi. selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa. Sanga Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 9 = sisa 1. = Dangu (antara terang dan gelap) 2. = Jangur (antara jadi dan batal) 3. = Gigis (sederhana) 4. = Nohan (gembira) 5. = Ogan (bingung) 6. = Erangan (dendam) 7. = Urungan (batal) 8. = Tulus (langsung) 9. = Dadi (jadi) dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi. selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa. 21
Dasa Wara ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari + 1) : 10 = sisa 1. = Pandita (bijaksana) 2. = Pati (dinamis) 3. = Suka (periang) 4. = Duka (jiwa seni / mudah tersinggung) 5. = Sri (kewanitaan) 6. = Manuh (taat / menurut) 7. = Manusa (sosial) 8. = Eraja (kepemimpinan) 9. = Dewa (berbudi luhur) 10. = Raksasa (keras) Dasawara berarti watak agung (karakter) Watek Madia ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari) : 5 = sisa 1. = Gajah (besar) - hewan 2. = Watu (kebal) - keras 3. = Bhuta (tak nampak) - jerat 4. = Suku (berkaki) - meja 5. = Wong (orang) – pembantu Watek Alit ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari) : 4 = sisa 1. = Uler (beranak banyak) 2. = Gajah (besar) 3. = Lembu (kuat) 4. = Lintah (kurus) Tanpa Guru ; dalam satu WUKU tidak terdapat GURU (Astha Wara), yang artinya tidak baik untuk memulai suatu usaha terutama mulai belajar. Was Penganten ; dalam satu WUKU terdapat dua WAS (Sad Wara), baik untuk membuat benda tajam, tembok, pagar dan membuat pertemuan. Semut Sadulur ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 13 dan berturut – turut tiga kali, pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat). tetapai sangat baik untuk membentuk organisasi. Kala Gotongan ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 14 dan berturut – turut tiga kali, pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat). tetapai sangat baik untuk memulai suatu usaha. Mitra satruning Dina (segala usaha/acara penting) (Urip Saptawara + Pancawara Kelahiran) + (Urip Saptawara + Pancawara memulai Usaha/acara) = sisa 1. = Guru (tertuntun) 22
2. 3. 4.
= Ratu (dikuasai) = Lara (terhalang) = Pati (batal)
2.7 Cara Mencari Hari Baik Cara Mencari Hari Baik (Dewasa Ayu) salah satu cara cepat dalam pemilihan hari baik atau dewasa ayu melakukan kegiatan adalah dengan melihat Kalender Bali. disana tertuang sekilas berbagai macam pilihan dewasa ayu (hari baik), tetapi untuk mendalami isi dari dewasa ayu tersebut, tentu harus mengikuti aturan pada Wariga. sebelum mencari hari baik atau dewasa ayu, hendaknya kenali dulu istilah-istilah berikut ini:
PEDEWASAN mula–mulanya dapat dibagi dua bagian antara lain; → Pedewasan Sehari – hari yang hanya berdasarkan perhitungan; » Pawukon (Ingkel, Rangda Tiga, Tanpa Guru, Was Penganten dll) » Tri wara (Pasah untuk memisahkan, Beteng untuk mempertemukan, Kajeng untuk wasiat) » Sapta wara (Soma/senin, Budha/rabu dan Sukra/jumat, yang lainya termasuk kurang baik) » Sanga wara ( yang terbaik adalah Tulus dan Dadi) » Dauh Inti, berlaku pada waktu/jam tertentu saja, dari jam sekian sampai dengan sekian saja. → Pedewasan Inti berdasarkan Perhitungan yang terperinci, antara lain; Ayu nulus, Dauh ayu, Ayu badra, Mertha yoga, Mertha masa, Mertha dewa, Mertha danta, Sedana yoga, Subacara, Dewa ngelayang, dengan tidak melupakan hal – hal yang tersebut diatas serta dihubungkan dengan baiknya SASIH dan Penanggal. Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusan berikutnya; Urip Panca Wara; Umanis (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), Kliwon (8). Urip Sapta Wara; Redite/Minggu (5), Soma/Senin (4), Anggara/Selasa (3), Budha/Rabu (7), Wraspati/Kamis (8), Sukra/Jumat (6), Saniscara/Sabtu (9). Bilangan Sapta Wara; Redite (0), Soma (1), Anggara (2), Budha (3), Wraspati (4), Sukra (5), Saniscara (6). Bilangan Wuku; Sita (1), landep (2), ukir (3), kilantir (4), taulu (5), gumbreg (6), wariga (7), warigadean (8), julungwangi (9), sungsang (10), dunggulan (11), kuningan (12), langkir (13), medangsia (14), pujut (15), Pahang (16), krulut (17), merakih (18), tambir (19), medangkungan (20), matal (21), uye (22), menial (23), prangbakat (24), bala (25), ugu (26), wayang (27), klawu (28), dukut (29) dan watugunung (30).
WEWARAN Yang dimaksud dengan WEWARAN adalah Ekawara, Dwiwara, Triwara, dan seterusnya, yang masing-masing mempunyai URIP/ NEPTU, TEMPAT, dan DEWATA yang dominan. 23
Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Semua unsur itu menetapkan sifatsifat padewasaan (baik-buruknya dewasa). Siklus ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut; » Eka wara; luang (tunggal) » Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup). » Tri wara; pasah, beteng, kajeng. » Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah). » Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur). » Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak). » Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar), wong (manusia), paksi (burung). » Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara). » Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi). » Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras) Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
WUKU Disamping perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam wariga dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku memilihi umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite). setiap juga mempunyai urip/ neptu, tempat dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan. 1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari. Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut; Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut dan watugunung.
PENANGGAL dan PANGELONG Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong. 24
Masing masing siklusnya adalah 15 hari. » penanggal dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati), dan » panglong dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh). Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal pangelong dibagi dalam empat kelompok, yaitu: » Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal) » Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada penanggal ping empat karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda) » Padewasaan berdasarkan pangelong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas karena akan berakibat tak putus-putusnya menderita) » Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra penanggal ping roras, baik untuk semua upacara)
SASIH Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan menurut sasih dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun, pawiwahan, yadnya, dll. adapun pembagian sasih tersebut adalah; » Kedasa = Mesa = Maret – April. » Jiyestha = Wresaba = April – Mei. » Sadha = Mintuna = Mei – Juni. » Kasa = Rekata = Juni– Juli. » Karo = Singa = Juli –Agustus. » Ketiga = Kania = Agustus – September. » Kapat = Tula = September – Oktober. » Kelima = Mercika = Oktober – November. » Kenem = Danuh = November – Desember. » Kepitu = Mekara = Desember – Januari. » Kewulu = Kumba = Januari – Februari. » Kesanga = Mina = Februari – Maret.
DAUH/dedauhan Merupakan pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu hari dan satu malam. Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara hindu adalah mulai terbitnya matahari (5.30 WIT). Inti dauh ayu adalah saringan dari pertemuan panca dawuh dengan asthadawuh, antara lain; » Redite = Siang; 7.00 – 7.54 dan 10.18 – 12.42, malam; 22.18 – 24.42 dan 3.06 – 4.00 » Coma = Siang; 7.54 – 10.18, malam; 24.42 – 3.06 » Anggara = Siang; 10.00 – 11.30 dan 13.00 – 15.06, malam; 19.54 – 22.00 dan 23.30 – 1.00 25
» Buda = Siang; 7.54 – 8.30 dan 11.30 – 12.42, malam; 22.18 – 23.30 dan 2.30 – 3.06 » Wraspati = Siang; 5.30 – 7.54 dan 12.42 – 14.30, malam; 20.30 – 22.18 dan 3.06 – 5.30 » Sukra = Siang; 8.30 – 10.18 dan 16.00 – 17.30, malam; 17.30 – 19.00 dan 24.42 – 2.30 » Saniscara = Siang; 11.30 – 12.42, malam; 22.18 – 23.30 Menggunakan dawuh sebagai acuan kegiatan dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu: » Dawuh Sekaranti (berdasarkan jumlah urip Saptawara dan Pancawara, dikaitkan dengan penanggal/ pangelong, selama siang hari saja/ 12 jam dalam lima dawuh) » Panca Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi lima dawuh) » Astha Dawuh (pembagian waktu selama 24 jam menjadi delapan dawuh) » Dawuh Kutila Lima (pembagian waktu selama 24 jam menjadi lima dawuh dikaitkan dengan penanggal dan pangelong) » Dawuh Inti (waktu yang tepat berdasarkan pertemuan Panca dawuh dengan Astha dawuh) Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala ayuning dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan yang sangat mendesak, tetapi menggunakan upacara dan upakara tertentu. Misalnya jika tidak dapat dihindarkan melaksanakan upacara penguburan mayat secara massal sebagai korban peperangan, huru-hara, dll., maka padewasaan dapat dikecualikan dengan upacara maguru piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di Pura Dalem, Ngererebuin, dll. Yang dimaksud dengan kalimat “alah dening” adalah “kalah dengan” atau ditafsirkan lebih lengkap sebagai “pertimbangkan juga…” Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu: » padewasaan sadina artinya sehari-hari, dan » padewasaan masa artinya berkala. Padewasaan sadina ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon (wuku). Semut sadulur adalah padewasaan menurut Pawukon, pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon. Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi, Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung. Kala gotongan adalah pertemuan urip Saptawara dan urip Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang, Matal, Ugu. Di samping itu ada juga dewasa yang tidak baik untuk atiwa-tiwa (Pitra Yadnya/ Ngaben) menurut Pawukon, yaitu: Dungulan, Kuningan, Langkir, dan Pujut, meskipun dalam Wuku itu ada hari-hari yang BUKAN Semut Sadulur atau Kala Gotongan; jika untuk menanam mayat atau makingsan di Gni saja masih dibolehkan. 2.8 Manfaat Padewasan Tradisi Astronomi Nusantara telah memiliki interprestasi khusus atas benda-benda angkasa seperti misalnya matahari, bulan bintang dan komet. Kemunculan dari benda-benda angkasa ini dipakai oleh masyarakat untuk menentukan berbagai keperluan misalalnya menentukan hari baik, masa tanam, arah pelayaran dan lain-lain. Selanjutnya dari pertanda alam tersebut Astronomi berkembang menjadi Astrologi dan dipakai untuk memprediksi musim, cuaca, ataupun meramal berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan alam
26
sekitarnya. Sehingga pengaruh benda-benda langit menjadi penting dalam kehidupan masyarakat Hindu dalam menentukan padewasan. Manfaat baik Padewasan Munculnya rasa mendekatkan diri kepada Tuhan Munculnya rasa keselarasan dengan alam Munculnya sifat kehati-hatian dalam melakukan suatu kegiatan Kegiatan yang akan dilakukan dapat tersusun dan terencana sesuai dengan hari baik. Sebagai rambu-rambu kemungkinan-kemungkinan pengaruh baik-buruk hari terhadap berbagai usaha manusia. Melihat cocok atau tidak cocoknya perjodohan oleh karena pembawaan dari pengaruh kelahiran yang membawa sifat tertentu kepada seseorang. 2.9 Akibat Buruk Padewasan Segala sesuatu kegiatan yang akan di lakukan tidak bisa segera diujudkan, karena harus menunggu hari baik. Munculnya rasa tidak percaya diri atau rasa ketakutan apabila melakukan suatu kegiatan tidak sesuai dengan dewasanya. Munculnya sikap-sikap yang ingin melawan kodrat alam seperti contoh, saat musim hujan melaksanakan kegiatan, karena kegiatan dipaksakan untuk dilaksanakan akhirnya menggunkan sinar lazer untuk mengusir awan. Hal ini berdampak pada ketidakseimbangan kondisi alam. 2.10 Dampak Positif dan Negatif Padewasan Dalam melakukan suatu kegiatan, memilih dan menentukan padewasan, memiliki dampak positif dan negatif bagi orang yang melksanakan termasuk juga berpengaruh pada kegiatan dan hasil yang diperoleh. Sehingga secara fsikologis hal ini berdampak pada kehidupan manusia. Dampak positif dari padewasan adalah :
akan memunculkan keyakinan yang tinggi (sradhha) dalam melakukan suatu kegiatan. Sehingga dengan berlandaskan keyakinan niscaya suatu kegiatan yang dilakukan akan berhasil dengan baik.
Dampak moral yaitu salah satu kencendrungan mengembangkan perasaan bersalah ketika manusia berperilaku menyimpang dari hal-hal yang tertuang dalam padewasan.
Dampak kognitif yaitu meningkatnya pemahaman dan keyakinan manusia, bahwa segala keberhasilan yang diraih oleh manusia tidak saja berasal dari dalam dirinya (usaha) tetapi ada suatu kekuatan yang berasal dari luar dirinya yang bersumber dari Tuhan, yang turut serta memberikan andil dalam keberhasilan tersebut . Dampak afektif yaitu pengalaman batin seseorang yang merupakan salah satu faktor yang ada dalam pengalaman setiap orang beragama. Sebagian orang mungkin mengganggap bahwa pelaksanaan upacara-upacara sesuai dengan padewasan sekedar serimonial saja, namun sebagian yang dengan khusuk berlandaskan
27
keyakinan mencurahkan emosinya akan merasakan ketenangan dan kedamaian.
Dampak psikomotor yaitu adanya kehati-hatian manusia dalam bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak sosial yaitu dengan adanya pemahaman padewasan manusia selalu membangun hubungan sosial yang harmonis, bukan saja sesama manusia tetapi juga dengan Tuhan dan alam lingkungannya.
Sedangkan dampak negatif dari padewasan adalah adanya suatu beban psikologis atau rasa ketakutan apabila melakukan suatu kegiatan tidak sesuai dengan dewasa-nya. Sehingga dalam melakukan suatu kegiatan akan muncul suatu keragu-raguaan. Jika demikian halnya akan berdampak pada hasil yang kurang baik.
28
BAB III PENUTUP
3.1
Simpulan Padewasan berati ilmu tentang hari yang baik. Pedewasan ditentukan oleh Wariga. Pengertian Wariga menurut I Ketut Bangbang Gde Rawi yaitu,Wariga adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-hari yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan hala hayuning dewasa. Sedangkan menuru I Ketut Guweng Wariga adalah Jalan untuk menuju yang sempurna (perhitungan hari sebagai petunjuk untuk menuju arah yang lebih baik). Jadi dapat kita ambil Wariga adalah jalan untuk mendapatkan ke’terang’an dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan hidup matinya hari. Jenis pedewasan ada yang sifatnya Pedewasan amat segera atau dadakan, Padewasan serahina (sehari-hari), yaitu padewasan yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wukudan tanggal dan Padewasan berjangka (berkala) yaitu padewasan yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih, dan dauh. Kemudian disertai dengan sasih yang baik. Pedewasan bersumber dari veda.Bhagawan Atri atau Maharsi Atri adalah salah satu dari tujuh orang Maharsi penerima wahyu Veda(Sapta Rsi) yang secara khusus menerima tentang Jyotisa (ilmu bintang), lalu diturunkan ke muridnya dan hingga sekarang dikenal oleh ilmu Astrologi dan Astronomi Dalam menentukan pedewasaan ada lima pokok yang harus dipahami dalam menentukan padewasan yaitu : Wewaran → bentuk jamak dari kata wara yang berarti hari yang baik atau hari yang utama untuk melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan. Wewaran mempunyai urip, nomor atau bilangan, yang disesuaikan dengan letak kedudukan arah mata angin, serta dewatanya. Wuku → dalam penentuan padewasan menduduki peranan yang penting, sebab wewarannya baik, apabila wukunya tidak baik, dianggap dewasa tersebut kurangbaik. Sistem tahun wuku, menggunakan sistem sendiri. Penanggal dan Panglong → perhitungannya berdasarkan peredaran bulan satelit dari bumi. Penanggal (tanggal) disebut pula Suklapaksa yaitu perhitungan hari-harinya
29
dimulai sesudah bulan mati (tilem) sampai dengan purnama (bulan sempurna). Panglong disebut pula Krsnapaksa yaitu perhitungan hari dimulai sesudah purnama yang lamanya juga 15 hari dari panglong 1 sampai dengan pangglong 15. Sasih → disebut masa artinya bulan. Sasih dibagi menjadi 4 yaitu
Sasih Wuku adalah sasih yang mengikuti jalannya wuku yaitu 2 x 210 hari
lamanya 420 hari. tiap bulan umurnya 35 hari.
Sasih Candra adalah sasih yang mengikuti peredaran bulan
mengelilingi bumi yang lamanya 354/355 hari
Sasih Surya adalah sasih yang mengikuti peredaran bumi mengelilingi
matahari lamanya 355/366 hari
Sasih Pranatamasa adalah sasih yang mengikuti peredaran bumi
mengelilingi matahari lamanya 365/366 hari. Dauh → merupakan ketetapan dalam menentukan waktu yang baik dalam sehari guna penyelenggaraan suatu upacara-upacara tertentu. C.
Sistem Panca dauh (Sukaranti) adalah pembagian waktu (hari) dalam sehari menjadi 10 bagian, dengan hitungan 5 dauh untuk menghitung panjangnya siang (setelah matahari terbit hingga menjelang terbenam) dan 5 dauh lagi untuk menghitung panjangnya malam/wengi (dari matahari tenggelam hingga terbit)
D.
Sistem Asta dauh yang memiliki konsep yang sama dengan Panca dauh, bedanya hanya pembagian waktunya menjadi 16
Contoh padewasan untuk melakukan upacara agama yang termasuk kedalam upacara Panca Yajña Dewa Yajña dilakukan pada hari-hari suci baik yang ditentukan berdasarkan atas wewaran, wuku, penanggal, panglong, sasih. Bhuta Yajña yang dilakukan oleh umat Hindu pada hari-hari suci yang telah ditentukan berdasarakan wewaran, wuku, sasih, penanggal panglong termasuk pada saat piodalan di pura-pura, mrajan atau tempat suci lainnya Pitra Yajña dibagi menjadi 3
30
. Padewasan yang sifatnya amat segera atau dadakan, atiwa-atiwa segera bisa dilakukan dengan mengacu pada wariga, dewasa, dan kekeran (aturan) desa. serahina (sehari-hari) adalah bila pelaksanaan atiwa-tiwa tersebut dilaksanakan lebih dari tujuh hari dan memperhatikan padewasan serahina yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, dan dauh. berjangka (berkala), adalah pelaksanaan atiwa-tiwa berdasarkan jangka waktu tertentu (berkala) yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih, dan dauh, dan disertai dengan sasih yang baik yaitu Kasa, Karo, Ketiga. Manusa Yajña mulai dari janin berada dalam kandungan hingga meninggal Rsi Yadnya Untuk memberikan punya kepada pada orang suci baik dilakukan pada saat Siwa Ratri, atau hari-hari yang lainnya yang kaitannya tugas dan fungsi orang suci saat muput upacara. Wariga, yaitu wuku menimbulkan padewasan, demikian pula antara pertemuan wewaran dengan wuku menimbulkan beberapa padewasan, sebagai berikut : 2.
Wuku Rangdatiga
12.
Ratu Mangure
3.
Wuku Tan Paguru
13.
Ratu Magelung
4.
Was panganten
14.
Ratu Manyingal
5.
Wuku Salahwadi
15.
Sri Bagia
6.
Ingkel Wong
16.
Sarik Agung
7.
Ingkel Sato
17.
Tutut Masih
8.
Ingkel Mina
18.
Tutur mandi.
9.
Ingkel Manuk
19.
Uncal Balung.
10.
Ingkel Taru
20.
Wuku Katadah Kalarau
11.
Ingkel Buku
21.
Titi Buwuk
22.
Taliwangke
Manfaaat baik dari pedewasan
Munculnya rasa mendekatkan diri kepada Tuhan
Munculnya rasa keselarasan dengan alam
Munculnya sifat kehati-hatian dalam melakukan suatu kegiatan 31
Kegiatan yang akan dilakukan dapat tersusun dan terencana sesuai dengan hari baik.
Sebagai rambu-rambu kemungkinan-kemungkinan pengaruh baik-buruk hari terhadap berbagai usaha manusia.
Melihat cocok atau tidak cocoknya perjodohan oleh karena pembawaan dari pengaruh kelahiran yang membawa sifat tertentu kepada seseorang.
Akibat Buruk Padewasan Segala sesuatu kegiatan yang akan di lakukan tidak bisa segera diujudkan, karena harus menunggu hari baik. Munculnya rasa tidak percaya diri atau rasa ketakutan apabila melakukan suatu kegiatan tidak sesuai dengan dewasanya. Munculnya sikap-sikap yang ingin melawan kodrat alam seperti akan memunculkan keyakinan yang tinggi (sradhha) dalam melakukan suatu kegiatan. Sehingga dengan berlandaskan keyakinan niscaya suatu kegiatan yang dilakukan akan berhasil dengan baik. Dampak moral yaitu salah satu kencendrungan mengembangkan perasaan bersalah ketika manusia berperilaku menyimpang dari hal-hal yang tertuang dalam padewasan. Dampak kognitif yaitu meningkatnya pemahaman dan keyakinan manusia, bahwa segala keberhasilan yang diraih oleh manusia tidak saja berasal dari dalam dirinya(usaha) tetapi ada suatu kekuatan yang berasal dari luar dirinya yang bersumbe rdari Tuhan, yang turut serta memberikan andil dalam keberhasilan tersebut. Dampak afektif yaitu pengalaman batin seseorang yang merupakan salah satu factor yang ada dalam pengalaman setiap orang beragama. Sebagian orang mungkin mengganggap bahwa pelaksanaan upacara-upacara sesuai dengan padewasan sekedar serimonial saja, namun sebagian yang dengan khusuk berlandaskan keyakinan mencurahkan emosinya akan merasakan ketenangan dan kedamaian. Dampak psikomotor yaitu adanya kehati-hatian manusia dalam bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dampak sosial yaitu dengan adanya pemahaman padewasan manusia selalu membangun hubungan sosial yang harmonis, bukan saja sesama manusia tetapijuga dengan Tuhan dan alam lingkungannya.
32
Adanya suatu beban psikologis atau rasa ketakutan apabila melakukan suatu kegiatan tidak sesuai dengan dewasa-nya. Sehingga dalam melakukan suatu kegiatan akan muncul suatu keragu-raguaan. Jika demikian halnya akan berdampak pada hasil yang kurang baik.
3.2 Saran – Saran Pedewasan digunakan oleh umat Hindu untuk mementukan hari baik agar acara mereka berjalan lancar tanpa gangguan. Para umat Hindu boleh menggunakan pedewasan untuk melakukan sebuah acara agar berhasil, akan tetapi umat hindu tidak boleh hanya berpatokan pada pedewasan untuk melakukan sebuah acara yang menyebabkan terundurnya semua kegiatan. Sebaiknya mereka tetap melakukan kegiatan normal dan diselingi oleh beberapa kegiatan yang berpatok pada pedewasan.
33
DAFTAR PUSTAKA https://hindualukta.blogspot.com/2017/12/pengertian-padewasan.html http://wacanakayan.blogspot.com/2016/01/padewasan.html http://agoesdjaya.blogspot.com/2016/11/materi-wariga-kelas-x.html http://kb.alitmd.com/makna-padewasan-wewaran-dan-wuku/ https://www.academia.edu/23759000/Padewasan_Dalam_Membentuk_Sikap_Keagamaan http://sastrabali.com/cara-mencari-dewase-ayu/
http://cakepane.blogspot.com/2010/05/cara-memilih-hari-baik-ala-nak-bali.html
34